Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA

Pengertian
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi & meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer &
Suzanne C, 2002 ).
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing (
Ngastiyah,2005).
Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru
melalui cara penyebaran langsung melalui saluran pernafasan atau melalui
hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi sujono&Sukarmin,2009).

Klasifikasi
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit pernafasan
umum & dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia. Pneumonia
Streptococal ialah suatu organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini
umumnya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang lanjut usia.

2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia nosokomial.


Organisme seperti ini ialah suatu aeruginisa pseudomonas. Klibseilla / aureus
stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.

3. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.


Saat Ini ini pneumonia diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma
menurut lokasi anatominya.

4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen


penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan
organisme perusak.( Reeves, 2001).
Etiologi
Umumnya individu yg terserang bronchopneumonia diakibatkan karena adanya
penurunan mekanisme pertahanan daya tahan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Orang yg normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yg terdiri atas : reflek glotis & batuk, adanya lapisan
mukus, gerakan silia yg menggerakkan kuman ke arah keluar dari organ, &
sekresi humoral setempat.
Timbulnya bronchopneumonia biasanya disebabkan oleh virus, jamur, protozoa,
bakteri, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682)
antara lain:
1. Virus : Legionella pneumoniae

2. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

3. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakter, virus) & sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin,
minyak tanah, & sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya isi lambung ke dalam
saluran napas). Awalnmya mikroorganisme dapat masuk melalui percikan ludah (
droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernapasan atas & menimbulkan reaksi
imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peradangan, di mana ketika
terjadi peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala
demam pada penderita. Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret.
Semakin lama secret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakin sempit & pasien dapat merasa sesak. Tidak Hanya terkumpul di bronkus,
lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru & mengganggu sistem
pertukaran gas di paru.
Tidak Hanya menginfeksi saluran napas, bakteri ini dapat juga menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora
normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract.

Pathway

Manifestasi Klinis
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktusrespiratoris bagian atas
selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat
celcius dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispenia pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung
serta sianosis sekitar hidung dan mulut, kadang juga disertai muntah dan diare.
Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit tapi setelah beberapa
hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan
sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik tetapi dengan adanya nafas
dangkal dan cepat, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan
mulut dapat diduga adanya pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung luas
daerah auskultasi yang terkena, pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan dan
pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronchi basah nyaring halus dan sedang.
(Ngastiyah, 2005).

1. Pnemonia bakteri
Gejala :
a. Anoreksi
b. Rinitis ringan
c. Gelisah
Berlanjut sampai :
a.Nafas cepat dan dangkal
b.Demam
c. Malaise (tidak nyaman)
d. Ekspirasi berbunyi
e. Leukositosis
f. Foto thorak pneumonia lebar
g. Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
h. Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan

2. Pnemonia Virus
Gejala awal :
a. Rhinitis
b. Batuk
Berkembang sampai :
a. Ronkhi basah
b. Emfisema obstruktif
c. Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk hebat
dan lesu

3. Pneumonia mikroplasma
Gejala :
a. Anoreksia
b. Menggigil
c. Sakit kepala
d. Demam
Berkembang sampai :
a. Rhinitis alergi
b. Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
c. Area konsolidasi pada penatalaksanaan pemeriksa thorak
Pemeriksaan Penunjang
Untuk dapat menegakkan diagnose keperawatan dapat digunakan cara:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (
meningkatnya jumlah neutrofil) ( Sandra M,Nettina 2001: 684).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes
sensifitas untuk mendeteksi agen infeksius (Barbara C, Long, 1996 : 435).
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam
basa (Sandra M, Nettina, 2001 : 684).
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakterimia.
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi
antigen mikroba (Sandra M, Nettina 2001 : 684).

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram thoraks
Menunujukan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infilrate multiple seringkali dijumpai pada
infeksi stafilokokus dan haemofilus (Barbara C, Long, 1996 : 435).
b. Laringoskopi / bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas
tersumbat oleh benda padat (Sandra M, Nettina, 2001).
Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
yang merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau reflek batuk hilang.
2. Empyema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalm rongga
pleura yang terdapat disatu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dala jaringan paru yang meradang.
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
(WhaleyWong, 2006)
Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 liter per menit.
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melaui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
3. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk transport muskusilier.
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa elektrolit (Arief Mansjoer, 2000).

Pencegahan Pada Anak


1. Hindari anak dari adanya paparan asap rokok, polusi dan tempat keramaian
yang berpotensi terjadinya penularan.
2. Hindari kontak langsung anak dengan penderita ISPA.
3. Membiasakan melakukan pemberian ASI.
4. Segera berobat apabila terjadi demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara
sesak dan sesak pada anak.
5. Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Pengkajian Fokus
a. Demografi meliputi;nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b. Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak nafas,
disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
c. Riwayat penyakit sekarang
Penyakit bronchitis mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk menetap
dengan produksi sputum setiap hari terutama pada saat bangun pagi selama
minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun produksi sputum
(hijau, putih/ kuning) dan banyak sekali. Penderita biasanya menggunakan
otot bantu pernfasan, dada terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter
AP, bunyi nnafas krekels, warna kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
d. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah menderita
kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit yang dapat
memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok, terpaan polusi
kima dalam jangka panjang misalnya debu/ asap.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok.

Pola Pengkajian
1. Pernafasan
Gejala :
Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan produksi
sputum setiap hari ( terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan
berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, putih/
kuning) dan banyak sekali Riwayat pneumonia berulang, biasanya terpajan
pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok
sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk
gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus -menerus.
Tanda :
Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untukbernafas, penggunaan otot bantu
pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan
hidung).
Dada :
Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP ( bentuk barel),
gerakan difragma minimal.
Bunyi nafas : Krekels lembab, kasar.
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.

2. Sirkulasi
Gejala :
Pembengkakan ekstremitas bawah.
Tanda :
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan frekuensi jantung / takikardi berat, disritmia, distensi vena leher
(penyakit berat) edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit
jantung. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameter AP dada). Warna kulit / membrane mukosa : normal atau abu-abu/
sianosis perifer. Pucat dapat menunjukan anemia.

3. Makanan / cairan
Gejala :
Mual / muntah.
Nafsu makan buruk / anoreksia ( emfisema).
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
Tanda :
Turgor kulit buruk.
Berkeringat.
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali.

4. Aktifitas / istirahat
Gejala :
Keletihan, keletihan, malaise.
Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari- hari
karena sulit bernafas.
Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam
posisi duduk tinggi.
Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau istirahat.
Tanda :
Keletihan.
Gelisah/ insomnia.
Kelemahan umum / kehilangan masa otot.

5. Integritas ego
Gejala :
Peningkatan faktor resiko.
Tanda :
Perubahan pola hidup.
Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

6. Hygiene
Gejala :
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
melakukan aktifitas sehari- hari.
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan.
7. Keamanan
Gejala :
Riwayat alergi atau sensitive terhadap zat / faktor
lingkungan.
Adanya infeksi berulang.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeobonkial. Pembentukan edema, peningkatan produksi sputum
(Doengoes,1999 :166).
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membrane alveolus kapiler,
gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan penerimaan oksigen
(Doengoes, 1999 : 166).
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
(Doengoes, 1999 :177).
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral (Doengoes, 1999 :
172).
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anorexia,
distensi abdomen
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen (Doengoes,
1999 :170).

Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi
sputum
Tujuan : Mengidentifikasi / menunjukan perilaku mencapai bersihan jalan
nafas
Kriteria hasil : Menunjukan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tidak
ada dispenia
Intervensi
a. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipneau, pernafasan dangkal, dan pergerakan dada tidak
simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan
cairan paru
b. Auskultasi area paru, catat area penurunan atau / tak ada aliran udara dan
bunyi nafas adventius. Misalnya : krekels atau mengi
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan
cairan. Bunyi nafas bronchial ( normal pada bronkus) dapat juga terjadi
pada area konsolidasi. Krekels, ronki, mengi terdengar inspirasi dan /
ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan cairan, secret kental, dan
spasme jalan nafas/ obstruksi
c. Bantu pasien latihan nafas sering. Bantu pasien mempelajari melakukan
batuk, misalnya dengan menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi. Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum
paru-paru / jalan nafas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan
jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas
pasien. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk
memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat
d. Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/ hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin
Rasional : Cairan (khususnya hangat) memobilisasi dan mengeluarkan
secret
e. Lakukan penghisapan sesuai indikasi
Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik
pada pasien yang tidak mampu melakukan, karena batuk tidak efektif atau
perubahan tingkat kesadaran
f. Berikan sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi
secret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati- hati, karena dapat
menurukan upaya batuk / menekan pernafasan
2. Diagnosa keperawatan : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membrane alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah, gangguan pengiriman oksigen.
Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan dengan GDA
dalam rentang normal dan tidak ada gejala distress pernafasan
Kriteria Hasil : Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernafas.
Rasional : Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku. Catat adanya
sianosis perifer atau sirkulasi sentral
Rasional : Sianosis kuku menunjukan vasokonstriksi atau respon tubuh
terhadap demam / menggigil. Namun, sianosis daun telinga, membrane
mukosa, dan kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik
c. Awasi frekuensi jantung / irama
Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi juga
dapat merupakan respon terhadap hipoksemia
d. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktifitas senggang
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi
oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi
e. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam
dan batuk efektif
Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran secret untuk perbaikan ventilasi
f. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah / perasaan. Jawab
pertanyaan dengan jujur, kunjungi dengan sering sesuai indikasi
Rasional : Ansietas adalah manifestasi masalah psikologi sesuai dengan
respon fisiologi terhadap hipoksia. Pemberian keyakinan dan peningkatan
rasa aman dapat menurunkan komponen psikologis, sehingga menurunkan
kebutuhan oksigen dan efek merugikan dari respon fisiologi.
g. Berikan terapi oksigen dengan benar
Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60
mmHg. Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman
dengan tepat dalam toleransi pasien
3. Diagnosa keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
inflamasi dalam alveoli
Tujuan : Menunjukan pola nafas tidak efektif dengan frekuensi dan kedalaman
rentang normal dan paru bersih
Kriteria Hasil : Partisipasi dalam aktifitas/ perilaku peningkatan fungsi paru
Intervensi
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan, termasuk penggunaan otot bantu/ pelebaran nasal
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi
peningkatan kerja nafas. Kedalaman pernfasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventius
seperti krekels atau mengi
Rasional : Bunyi nafas menurun / tidak ada jika jalan nafas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan, bekuan atau kolaps jalan nafas kecil (
atelektasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bantu pasien turun dari
tempat tidur dan ambulasi dini.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian
udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas.
d. Observasi pola batuk dan karakteristik sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/ iritasi. Sputum
berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan ( infark paru) atau anti
koagulan berlebihan
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas
f. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran secret untuk memudahkan pembersihan
4. Diagnosa keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral
Tujuan : Menunjukan keseimbangan cairan
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler
cepat, tanda vital stabil
Intervensi
a. Kaji perubahan tanda vital, peningkatan suhu tubuh
Rasional : Peningkatan suhu meningkatkan laju metabolik dan kehilangan
cairan melalui evaporasi
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa
Rasional : Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen
tambahan
c. Tekankan cairan setidaknya 1000ml/ hari atau sesuai kondisi individual
Rasional : Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi
d. Beri obat sesuai indikasi, misalnya antipiretik, antiemetik
Rasional : Berguna menurunkan kehilangan cairan
e. Berikan cairan tambahan IV sesuai kebutuhan
Rasional : Pada dasarnya penurunan masukan / banyak kehilangan.
Penggunaan parenteral dapat memperbaiki / mencegah kekurangan
5. Diagnosa keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolic sekunder terhadap demam dan
proses infeksi, anorexia, distensi abdomen
Tujuan : Pemenuhan nutrisi mencukupi kebutuhan
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan nafsu makan, mempertahankan /
meningkatkan berat badan
Intervensi
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual / muntah, misalnya: Sputum
banyak, pengobatan, atau nyeri
Rasional : Pilihan intervensi tergantung penyebab masalah
b. Berikan / bantu kebersihan mulut setelah muntah, drainase postural dan
sebelum makan
Rasional : Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien
yang dapat menurunkan mual
c. Berikan makan porsi kecil dan sering, termasuk makanan kering dan
makanan yang menarik untuk pasien
Rasional : Meningkatkan masukan walaupun nafsu makan mungkin
lambat untuk kembali
d. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan
Rasional :Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau
keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan
terhadap infeksi, dan atau lambatnya respon terhadap terapi
6. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi
oksigen
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : tidak ada dispneau, kelemahan berlebihan, dan tanda vital
dalam rentang normal
Intervensi
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Catat laporan dispneu,
peningkatan kelemahan, dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktifitas
Rasional : Menetapkan kebutuhan / kemampuan pasien dan memudahkan
dalam pemilihan intervensi
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi. Dorong penggunaaan manajemen stress dan pengalihan yang
tepat
Rasional : Menurunkan stress dan rangsangan berlebih
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan pentingnya
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas dengan respon individual pasien terhadap aktifitas dan perbaikan
kegagalan pernafasan
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat / tidur
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau tidur di kursi
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan
Rasional : Menurunkan keletihan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.


jtptunimus-gdl-ruffaedahg-6294-2-babii.html
Zul Dahlan. 2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto
Smeltzer, Suzanne. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 1. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai