Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA ASPIRASI PADA BAYI DI RUANG SEROJA

(PERINATOLOGI) RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO

NAMA : ALFUN HIDAYATULLOH


NIM : 122310101047

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2015
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA ASPIRASI PADA BAYI DI RUANG SEROJA
(PERINATOLOGI) RSUD dr. ABDOER RAHEM SITUBONDO
Oleh Alfun Hidayatulloh (122310101047)

1. Kasus (Diagnosa Medis)


Pneumonia Aspirasi
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, tanda & gejala, Penangan)
a. Pengertian
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama moriditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut Survei kesehatan Nasional
(SKN) 200, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan
system respiratori, terutama pneumonia (Antonius, 2010).
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar
disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebgaian kecil disebabkan oleh hal lain
(aspirasi, radiasi, dll). Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang
kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit memedakan
pneumonia bacterial dengan pneumonia virus. (Budi dkk, 2008). Aspirasi adalah infeksi
paru yang disebabkan oleh terhirupnya bahan asing, cairan atau benda padat seperti ASI,
susu formula, makanan, minuman, bahan muntahan, atau terhirupnya gas-uap beracun ke
dalam saluran nafas akibat ketidakmampuan epiglotis untuk menutup secara sepontan.
Pneumonia Aspirasi (Aspiration pneumonia) adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh
terhirupnya bahan-bahan ke dalam saluran pernafasan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Antonius,
2010).
b. Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam
lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, aspirasi minyak, seperti mineral oil atau
vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Kondisi yang
mempengaruhi pneumonia aspirasi antara lain (Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, 2008):
1) Disfagia dari gangguan syaraf pada bayi, sistem persyarafan pada neonatus belum
matang.
2) Ketidakmampun epiglotis untuk menutup secara spontan yang disebabkan karena
kelemahan pada bayi.
3) Gangguan pada system gastrointestinal, seperti penyakit esophageal, pembedahan yang
melibatkan saluran atas atau esophagus, dan aliran lambung.
4) Mekanisme gangguan penutupan glottis atau sfingter jantung karena trakeotomi,
endotracheal intubations (ET), bronkoskopi, endoskopi atas dan nasogastric feeding
(NGT)
Kondisi-kondisi ini kesemuanya berbagi dalam seringnya dan banyaknya volume
aspirasi, yang meningkatkan kemungkinan pengembangan pneumonitis aspirasi. Aspirasi
bisa dibagi menjadi dua kategori yaitu sindrom-sindrom aspirasi yang lain termasuk
penghambatan saluran karena benda asing dan pneumonia lipoid eksogen. Meliputi beberapa
sindrom aspirasi (Chamberlain, 2002):
1) Pneumonitis kimia: aspirasi agen toksik seperti asam lambung, cidera instanteneus
ditandai dengan hipoksemia. Pengobatan membutuhkan dukungan ventilator bertekanan
positif.
2) Reflek penutupan saluran nafas: aspirasi cairan (air, garam, makanan nasogastrik) dapat
menyebabkan laringospasme pada saluran pernafasan dan edema pulmo yang
menghasilkan hipoksemia. Pengobatan termasuk pernafasan dengan tekanan positif yang
tidak teratur dengan 100% oksigen dan isoproterenol.
3) Obstruksi mekanik: aspirasi cairan atau zat partikel (saluran pernafasan makanan secara
parsial, hot dog, kacang) bisa menghasilkan penghambatan mekanis yang sederhana.
Terjadinya batuk, desahan dab dispnea dengan atelektasis yang terlihat pada X-ray di
dada. Pengobatan memerlukan penyedotan trakeobronkial dan menghilangkan zat
partikel dengan serat optic bronkoskopi.
4) Pneumonia aspirasi: aspirasi bakteri dari orofaring. Pasien mengalami batuk, demam,
batuk berdahak dan hasil radiografi menunjukkan infiltrasi. Pengobatan membutuhkan
antibiotik.
c. Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat peranan
aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat 3
faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang teraspirasi,
volume aspirasi, serta faktor defensif host (Marlisa, 2011). Aspirasi terjadi ketika
ketidakmampuan epiglotis untuk menutup secara spontan ketika ada benda asing yang akan
memasuki saluran pernafasan. Pada neonatus aspirasi terjadi karena belum matangnya sistem
syaraf koordinasi. Serta kelemahan epiglotis untuk menutup secara spontan karena belum
matang. Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara
berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai
bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel,
pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi
sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial,
duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin
dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi (Marlisa,
2011). Menurut Marik (2001) faktor presdisposisi terjadinya pneumonia asppirasi sebagai
berikut:
1) Neonatus dan Bayi kecil
a) Streptokokus grup B
b) Bakteri gram negatif seperti E. Coli, Pseudomonas Sp, atau Klebsiella Sp
c) Chlamidia trachomatis
2) Bayi yang lebih besar dan anak balita
a) Steptrococcuc pneumoniae
b) Haemophillus influenzae tipe B
Awitan gejala biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan
demam, penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi
sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat rusak, dan
empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke permukaan pleura. Resiko
dari aspirasi secara langsung terkait dengan luasnya dan sulitnya penyakit ini secara langsung
terkait dengan volume dan kadar asam cairan yang dihirup (Marlisa, 2011).

Gambar 1. Paru-Paru Yang Mengalami Infeksi


Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya makanan) atau
cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat pemberian makanan) yang
menyebabkan obstruksi mekanik. Jika bahan tersebut tersangkut dalam bagian atas trakea, akan
menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan
tersangkut pada bagian saluran pernapasan yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat
berupa batuk kronik dan infeksi berulang (Marlisa, 2011).

Gambar 2. Alveoli Yang Terisi Oleh Aspirasi Makanan Dan Cairan


Aspirasi bisa terjadi pada individu yang sehat tanpa gejala perkembangan infeksi
tergantung pada faktor-faktor lain seperti ukuran inolukrum, besarnya efek yang dihasilkan oleh
organisme dan pertahanan bagian yang ditempatinya seperti penutupan glottis, reflek batuk, dan
status imunologis. Pneumonia bisa muncul mengikuti aspirasi mikroorganisme yang virulen.
Dan istilah pneumonia digunakan untuk kemunculan pneumonia ketika ukuran inolukrum cukup
luas dan/atau gagalnya pertahanan bagian yang ditempatinya (Marlisa, 2011).
d. Tanda dan gejala
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetap dapat didahului dengan infeksi saluran napas
akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus, sesak, kebiruan di
mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri dada. Pada anak biasanya anak lebih
suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi sering menunjukkan gejala non spesifik seperti
hipertermi, penurunan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan
meningitis, sepsis, atau ileus. Secara klinis ditemukan gejala respiratory seperti takipneu, retraksi
subcostal (chest indrawing), napas cuping hidung, ronchi, dan sianosis. Ronchi ditemukan bila
hanya ada infiltrat alveolar. Retraksi dan takipneu merupakan tanda klinis pneumonia yang
bermakna. Bila terjadi efusi pleura atau empiema, gerak ekskrusi dada tertinggal di daerah efusi.
Gerakan dada juga akan terganggu bila terdapat nyeri dada akibat iritasi pleura. Bila efusi pleura
bertambah, sesak napas akan semakin bertambah, tetapi nyeri pleura semakin bekurang dan
berubah menjadi nyeri tumpul (Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
2008).
Secara umum pneumonia aspirasi mengalami gangguan napas. Gangguan napas dapat
diklasifikasi berdasarkan pada mekanisme patofisiologi yang mengakibatkan hipoksemia
dan/atau hiperkabia. Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk dokter, perawat dan bidan
di rumah sakit, membagi klasifikasi gangguan napas, menjadi (Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, 2008):
1) Gangguan napas ringan dengan skor < 4
2) Gangguan napas sedang dengan skor 4-5
3) Gangguan napas berat ≥ 6
Tabel 1. Evaluasi gawat napas dengan skor Downes
Pemeriksaan Skor
0 1 2
Frekuensi napas < 60x / menit 60-80x/ menit >80 x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi O2

Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara


udara masuk masuk

Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar


dengan stetoskop tanpa alat bantu

e. Penanganan
1) Pemberian oksigenasi: dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymetri. Bila ada tanda gagal napas diberikan ventilasi mekanik
2) Dilakukan pengisapan oro-faring dan trakea untuk membersihkan saluran pernafasan
dan mengeluarkan benda yang terhirup.
3) Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila cairan parenteral). Jumlah cairan sesuai
berat badan, peningkatan suhu dan dehidrasi
4) Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai melalui enteral bertahap melalui selang
nasogatrik
5) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
6) Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi
7) Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan
penyebabnya. Evaluasi pengobatan dilakukan 48-72 jam. Antibiotika harus diberikan
pada pneumonia aspirasi. Tidak disarankan untuk pemberian profilaksis antibiotika.
Namun bila terjadi tanda-tanda panas badan, leukositosis, keadaan umum memburuk,
maka antibiotika diberikan. Antibiotik secara empirik diberikan dengan melihat
gambaran klinisnya, sebagai contoh: ceftriaxone, ampicillin-sulbactam, piperacillin dan
na tazobactam, imipenem dan cilastatin, amoksisilin dan clavulanat dan levofloxacin.
f. Pencegahan
1) Jangan memberikan makan sambil tidur-tiduran pada bayi.
2) Bagi bayi setelah diberi makan atau minum jangan segera ditidurkan.
3) Saat tidur, gunakan bantal dengan ketinggian sekitar 30°
4) Posisi badan sesekali digerakkan ke kiri dan kanan
5) Upayakan tidak terlalu lama tidur terlentang
6) Pada bayi, jika teraspirasi cairan, ditengkurapkan untuk mengeluarkan cairan tersebut.
Jika teraspirasi benda padat, harus diusahakan keluar.
b) Masalah keperawatan
Data Etiologi Masalah
DS: - Faktor etiologi Ketidakefektifan
DO: ↓ bersihn jalan
 Bayi tampak kesulitan Aspirasi nafas
bernapas bahkan tidak ↓
bernapas Reaksi Inflamasi akibat infeksi traktus
 Retraksi dada (+) respiratorius
 Bunyi ronkhi ketika ↓
diauskultasi Kerja sel goblet meningkat

 Adanya cairan dan ↓

lendir di hidung Produksi sputum meningkat

 APGAR score 0-6 ↓


Akumulasi sputum dijalan nafas

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

DS: - Eksudat dan serous masuk kedalam alveoli Pola napas tidak
DO: ↓ efektif
 Bayi tampak kesulitan SDM & leukosit PMN mengisi alveoli
bernapas bahkan tidak ↓
bernapas Konsolidasi di alveoli
 Terlihat sianosis ↓
 RR> 40x/menit Frekuensi napas meningkat

 Pernapasan cuping ↓

hidung Peningkatan frekuensi pernapasan

 Retraksi dada (+) ↓

 Pola pernafasan Gangguan Pola nafas

ireguler
 APGAR score 0-6
DS: - Konsolidasi di alveoli Gangguan
DO: - ↓ pertukaran gas
 Bayi tampak kesulitan Compliance paru menurun
bernapas bahkan tidak ↓
bernapas Gangguan pertukaran O2 dan CO2
 Terlihat sianosis ↓
 RR> 40x/menit Suplai O2 menurun
 Pernapasan cuping ↓
hidung Gangguan difusi gas di alveoli

 SpO2 menurun ↓

 APGAR score 0-6 Gangguan pertukaran gas

DS: - Metabolisme meningkat Hipertermi


DO: - Suhu tubuh >37,5oC ↓
- Akral dingin Merangsang kerja termostat hipotalamus
- Ekstremitas pucat ↓
- APGAR score 0-6 Peningkatan suhu tubuh

Hipertermi

DS: - Peningkatan suhu tubuh Defisit volume


DO: - ↓ cairan
- Mukosa bibir pasien Hipertermi
tampak kering ↓
- Turgor kulit keringa Evaporasi meningkat
- APGAR score 0-6 ↓
Cairan tubuh berkurang

Defisit volume cairan

4. Diagnosa Keperawatan
a) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya cairan dan secret di jalan
napas
b) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kompensasi pemenuhan kebutuhan oksigen di
jaringan
c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi gas di alveoli
d) Hipertermi berhubungan dengan kegagalan termoregulasi
e) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi tubuh
3. Rencana tindakan keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan 1. Respiratory status: ventilation 1. Lakukan auskultasi untuk mengkaji 1. Mengetahui adanya sumbatan di
napas 2. Respiratory status: airway patency suara napas jalan napas
berhubungan 3. Aspiration prevention 2. Posisikan bayi untuk memaksimalkan 2. Membuka jalan napas dan
dengan adanya Kriteria hasil: ventilasi memaksimalkan oksigen yang
cairan dan secret Setelah diberikan tindakankeperawatan masuk
di jalan napas selama 3x24 jam jalan napas bayi kembali 3. Lakukan suction untuk mengeluarkan 3. Mengeluarkan secret di jalan
efektif dengan kriteria hasil: secret/lendir napas
1. Menunjukkan jalan napas yang efektif 4. Kolaborasikan pemberian terapi oksigen 4. Memenuhi kebutuhan oksigen
dan paten sesuai indikasi
2. RR dalam rentang normal (30- 5. Berikan posisi pasien kepala lebih tinggi 5. Mencegah terjadinya aspirasi
40x/menit) saat memberikan ASI atau susu formula
3. Tidak ada suara napas tambahan/suara 6. Cuci tangan sebelum melakukan 6. Mencegah terjadinya komplikasi
napas vesikuler tindakan infeksi
4. Pencegahan aspirasi

Pola napas tidak NOC: NIC:


efektif 1. Respiratory status: ventilation 1. Kaji tanda-tanda vital (Respiration rate) 1. Mengetahui kondisi terkini pasien
berhubungan 2. Vital sign 2. Kaji penggunaan otot bantu pernafasan 2. Mengetahui irama pernafasan
dengan Kriteria hasil: (retraksi dada) pasien .
kompensasi Setelah diberikan tindakankeperawatan 3. Kolaborasikan pemberian terapi oksigen 3. Memenuhi kebutuhan oksigen
pemenuhan selama 3x24 jam pola napas bayi kembali sesuai indikasi bayi
kebutuhan efektif dengan kriteria hasil: 4. Monitor aliran oksigen 4. Memastikan kebutuhan oksigen
oksigen di 1. RR dalam rentang normal (30- bayi terpenuhi
jaringan 40x/menit) 5. Kolaborasikan dengan tim medis 5. Mengurangi resiko kemungkinan
2. Ekspansi dada simetris pemberian terapi antibiotik sesuai dengan kebocoran bakteri.
3. Tidak ada penggunaan otot aksesoris

Gangguan NOC: NIC:


pertukaran gas 1. Respiratory status: gas exchange 1. Kaji terjadinya sianosis 1. Mengetahui suplai O2 pada
berhubungan 2. Respiratory status: ventilation jaringan.
dengan gangguan 3. Vital sign status 2. Kaji saturasi O2 2. Mengetahui porsentase oksigen
difusi gas di 4. Perfusion lung tissue dalam darah
alveoli Kriteria hasil: 3. Kolaborasikan pemberian terapi 3. Memenuhi kebutuhan oksigen
Setelah diberikan tindakan kperawatn oksigen sesuai indikasi bayi
selama 3x24 jam pertukaran gas bayi 4. Monitor aliran oksigen 4. Memastikan kebutuhan oksigen
kembali adekuat dengan kriteria hasil: bayi terpenuhi
1. Mendemonstrasikan peningkatan 5. Kolaborasikan dengan tim medis 5. Mengurangi penumpukan cairan
ventilasi dan oksigen yang adekuat pemberian diuretik di paru-paru
2. Memelihara kebersihan paru-paru dan 6. Kolaborasikan dengan tim medis 6. Mengurangi resiko terjadinya
bebas dari tanda-tanda disstres pemberian antiinflamasi infeksi.
pernapasan
3. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal (Nadi 120-150x/menit, RR
30-40x/menit, suhu 36,5-37,50C)
Hipertermi NOC NIC
berhubungan Thermoregulation Fever treatment
dengan kegagalan Kriteria hasil: 1. Monitor suhu sesering mungkin 1. Mengetahui kondisi terkini pasien
termoregulasi a. Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Mengetahui perubahan sistem
b. Nadi dan RR ddalam rentang normal 2. Monitor warna dan suhu kulit tubuh terhadap peningkatan panas
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan 3. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR tubuh
tidak ada pusing 3. Mengetahui perubahan tanda-
4. Monitor penurunan tingkat kesadaran tanda vital pasien.
4. Mengetahui perubahan tingkat
5. Monitor intake dan output kesadaran pasien.
5. Mengetahui keseimbangan cairan
6. Kolaborasikan pemberian antipiretik elektrolit
6. Mengoptimalkan terapi medikasi
7. Kolaborasikan pemberian cairan untuk mengurangi panas.
intravena 7. Mempertahankan kondisi
elektrolit tubuh
8. Kompres pasien pada lipat paha dan 8. Mengeluarkan panas tubuh
aksila
9. Mengeluarkan panas tubuh
9. Tingkatkan sirkulasi udara
Defisit volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC
cairan selam 3 x 24 jam pasien dapat pulih lagi Fluid Balance
berhubungan volume cairannya; 1) Monitor status hidrasi 1. Mengetahui intake cairan yang
dengan 1) Keseimbangan elektrolit dan asam 2) Monitor tanda-tanda vital masuk
peningkatan basa adekuat 3) Monitor status nutrisi 2. Mengetahui kondisi terkini pasien
evaporasi tubuh 2) Keseimbangan cairan adekuat 4) Timbang berat badan setiap hari dan 3. Mengetahui intake nutrisi pasien
3) Hidrasi normal pantau kemajuannya. 4. Mengetahui perubahan berat
4) Status nutrisi : intake makanan dan 5) Pertahankan keakuratan catatan asupan badan pasien
cairan dan haluaran. 5. Mempertahankan keseimbangan
6) Pantau hasil laboratorium yang relevan cairan
terhadap retensi cairan
7) Pantau indikasi kelebihan/retensi cairan. 6. Mengetahui perubahan sistem
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Chamberlain, NR. Clinical Syndromes of Pneumonia. 2002. (http://www.kcom.edu/


faculty/chamberlain/Website/lectures/syllabi3.htm, 2 Juni 2015)
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed-3, jakarta, Media Auskkulapius FK UI
Marik. E.P, 2001. Aspiration Pneumonitis and Aspiration Pneumonia. N Engl J Med, Vol 334,
No. 9. Texas tech University Health Science Center: Massacussetts
Marlisa. 2011. Pneumonia Aspirasi. UPN Veteran. (http://www.scribe.com/, 2 Juni 2015)
NANDA. (2013). NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.
NANDA. (2013). NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III.2008. Rumah Sakit
dokter Soetomo. Pneumonia. Hal :51-57
Pudjiadi, Antonius H. Pneumonia dalam Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jilid 1 jakarta 2010:
Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia hal: 250-255.
Rahajoe, Nastiti N. Supriyanto Bambang, Styanto Darmawan Budi. Pneumonia dalam:
Respirologi anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ed Pertama Jakarta Juni 2008: Badan
penerbit IDAI hal : 350-365
Wilkinson, Judith, M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai