Anda di halaman 1dari 6

INDONESIA PERLU KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL atau

Transaksional?
KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL UNTUK INDONESIA

............... Apa yang ada di benak Anda saat membaca atau melihat angka-
angka tersebut? Beberapa mungkin hanya menganggap itu adalah kumpulan
angka random, beberapa menganggap itu adalah angka-angka yang akan
disampaikan oleh penulis mengenai makna atau arti di balik angka tersebut,
beberapa juga mungkin tidak asing dengan angka-angka tersebut. Ya, memang
benar itu adalah angka-angka yang saya kutip dari kejadian yang sedang hits di
Indonesia dan menjadi isu Nasional dalam beberapa bulan terakhir ini. Angka
tersebut merupakan tanggal Aksi Damai yang dilakukan oleh masyarakat muslim
atas penistaan agama yang dilakukan oleh Bapak Basuki Cahaya Purnama alias
Ahok. Banyak Pro dan kontra mengenai kasus ini.
Bukan tentang pendapat saya mengenai kasus Ahok yang lagi ngehits yang
akan saya bahas, bukan pula tentang mereka yang pro ataupun kontra terhadap
kasus tersebut. Namun, kejadian ini membuat saya berpikir “mulutmu
harimaumu” mengenai kepemimpinan. Bahwa menjadi seorang pemimpin
bagaikan ...... Bagaimanakah pemimpin ................. katanya, Indonesia
memerlukan gaya kepemimpinan yang transformasional. Bagaimanakah
kepemimpinan transformasional itu? Sudahkah para pemimpin kita memimpin
dengan gaya kepemimpinan tranformasional?

Pemimpin menurut kamus besar bahas indonesia adalah .......... Sedangkan


kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir
untuk mencapai sasaran (Rauch dan Behling, 1984:46 dalam Yukl). Clawson
mendifinisikan kepemimpinan sebagai kesadaran dan keinginan untuk
mempengaruhi orang lain, mereka kemudian memberikan tanggapan atas
keinginan sendiri untuk mengikutinya. Kepemimpinan menggambarkan hubungan
antara pemimpin dengan yang dipimpin dan bagaimana seorang pemimpin
mengarahkan yang dipimpin.
Faktor penting dalam kepemimpinan, yakni dalam mempengaruhi atau
mengendalikan pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain adalah Planning
atau perencanaan seorang pemimpin, Oraganizing atau pemberian tugas sesuai
dengan kapabilitasnya, Actuating atau realisasi program, dan Controlling atau
kegiatan kontrol dan koreksi serta evaluasi oleh pemimpin.
Gaya kepemimpinan merupakan usaha atau cara seorang pemimpin untuk
mencapai tujuan organisasi dengan memperhatikan unsur-unsur falsafah,
keterampilan, sifat, dan sikap karyawan. Sehingga gaya kepemimpinan yang
paling efektif adalah gaya kepemimpinan yang dapat mendorong atau memotivasi
bawahannya, menumbuhkan sikap positif bawahan pada pekerjaan dan organisasi,
dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi. Gagasan awal mengenai gaya
kepemimpinan transformasional dan transaksional dikembangkan oleh James Mac
Fregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik.
Menurut Burns (dalam Yukl, 2010:290) “Kepemimpinan transformasional
menyerukan nilai-nilai moral dari pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan
kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber
daya mereka untuk mereformasi institusi.” Konsep kepemimpinan
transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan
watak, gaya, dan kontingensi.
Menurut Bass (dalam Yukl, 1996:224) bahwa kepemimpinan
transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk
mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Yukl (2009:315) menyatakan
bahwa kepemimpinan transformasional sering didefinisikan melalui dampaknya
terhadap bagaimana pemimpin memperkuat sikap saling kerjasama dan
mempercayai, kemanjuran diri secara kolektif, dan pembelajaran tim. Disini para
pemimpin transformasional membuat para pengikutnya menjadi lebih menyadari
kepentingan dan nilai dari pekerjaan serta membujuk pengikut untuk tidak
mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan organisasi. Gaya
kepemimpinan ini mampu mendatangkan perubahan di dalam diri setiap individu
yang terlibat dan/atau bagi seluruh organisasi untuk mencapai kinerja yang
semakin tinggi.
Menurut Bass (1990) faktor-faktor kepemimpinan transformasional adalah
sebagai berikut:
a. Karisma
Karisma ditandai dengan kekuatan visi dan penghayatan akan misi,
menimbulkan hormat, meningkatkan optimisme, menekankan pentingnya tujuan,
dan pemimpin akan membuat bawahan memiliki kepercayaan diri.
b. Inspirasional
Inspirasional mencakup kapasitas seorang pemimpin untuk menjadi panutan
bagi bawahannya. Pemimpin menyampaikan tujuan yang jelas dan menjadi
contoh yang baik bagi bawahannya.
c. Perhatian Individual
Perhatian dapat berupa bimbingan dan mentoring kepada bawahan.
Pemimpin memberikan perhatian personal terhadap bawahannya dan memberi
perhatian khusus agar bawahan dapat mengembangkan kemampuan.
d. Stimulus Intelektual
Stimulus intelektual yakni kemampuan pemimpin untuk menghilangkan
keengganan bawahan untuk mencetuskan ide-ide, mendorong bawahan lebih
kreatif dan menstimulus pemikiran dari bawahan dalam memecahkan
permasalahan.
Dengan diterapkannya kepemimpinan transformasional maka bawahan akan
merasa dipercaya, dihargai dan bawahan akan lebih menghargai pimpinannya.
Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada
hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya
untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari yang mereka harapkan.
Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan
dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan
mengakui kredibilitas pemimpinnya.
Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang
karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi
mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai
kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa
yang mereka butuhkan.
Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus
mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi
kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional
mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi
bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-
perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang
diungkapkan oleh Tichy dan Devanna (1990), keberadaan para pemimpin
transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi
maupun pada tingkat individu.
Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four
I's". Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh
ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang
membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus
mempercayainya.
Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi
inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai
pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan
organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui
penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai
intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus
mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi
kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam
melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai
individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin
transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau
mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara
khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan
karir.
Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relative
baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang
dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen
yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep
kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros
dan Butchatsky 1996). Konsep kepemimpinan transformasional ini
mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan
watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan
transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu
yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi dan ahli-ahli politik.
Gaya kepemimpinan yang lainnya adalah kepemimpinanan transaksional.
Definisi kepemimpinan transaksional tidak terlepas dari pendapat Burn (1978)
kepemimpinan yang melakukan transaksi memotivasi para pengikut dengan
menyerukan kepentingan pribadi mereka (Yukl 2010:290). Menurut Yukl
(2010:291) kepemimpinan transaksional dapat melibatkan nilai-nilai, tetapi nilai
tersebut relevan dengan proses pertukaran seperti kejujuran, tanggung jawab, dan
timbal balik. Pemimpin transaksional membantu para pengikut mengidentifikasi
apa yang harus dilakukan, dalam identifikasi tersebut pemimpin harus
mempertimbangkan kosep diri dan self esteem dari bawahan (Ivancevich,
Konopaske, dan Matteson, 2006:213).
Bass (dalam Yukl 1998:125) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin
transaksional dengan bawahan tercermin dari tiga hal yakni:
1. Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan bawahan dan menjelaskan
apa yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan.
2. Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan
imbalan.
3. Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi bawahan selama
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah
dilakukan bawahan.
Bass (1985) juga mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan
transaksional terdiri dari dua aspek, yaitu:
1. Imbalan Kontingen
Pemimpin memberitahu bawahan tentang apa yang harus dilakukan
bawahan jika ingin mendapatkan imbalan tertentu dan menjamin bawahan
akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang
dilakukan.
2. Manajemen Eksepsi
Pemimpin berusaha mempertahankan prestasi dan cara kerja dari
bawahannya, apabila ada kesalahan pemimpin langsung bertindak untuk
memperbaikinya. Manajemen eksepsi dibagi menjadi dua yakni aktif dan
pasif. Disebut aktif jika pemimpin secara aktif mencari apa ada kesalahan,
dan jika ditemukan akan mengambil tindakan seperlunya. Disebut pasif jika
pemimpin hanya bertindak jika ada laporan kesalahan, sehingga tanpa ada
informasi pemimpin tidak mengambil tindakan apa-apa.

Anda mungkin juga menyukai