KDK Roni
KDK Roni
Oleh:
G1A217075
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. DATA DASAR
I. IDENTITAS
Nama : An. N
Tanggal Lahir : 25-04-2017
Umur : 1 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 9 Kg
PB : 80 cm
Alamat : RT 03 Sembubuk
Nama Ayah : Tn. H
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny. E
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 11 maret 2019 jam 15:48 WIB
2.1 Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan Ayah penderita, pada hari senin, tanggal
11 maret 2019
c. Kulit
Warna : sawo matang
Sianosis :-
Hemangioma :-
Turgor : Baik
Kelembaban : kering
Pucat :+
Lain-lain :-
d. Kepala
Bentuk : Normochepali, tanda-tanda trauma (-)
Rambut
Warna : Hitam, merata, tidak mudah dicabut
Tebal / tipis : Tipis
Jarang / tidak (distribusi): Terdistribusi baik
Alopesia :-
Lain-lain :-
Mata
Palpebra : Edema (-/-), cekung (-/-)
Alis dan bulu mata : hitam, merata, tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+/+), papil edema (-/-)
Kornea : Keruh (-)
Lain-lain : Air mata (-)
Telinga
Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : (+/+)
Nyeri : (-)
Hidung
Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : -/-
Sekret : -/-
Epistaksis : - /-
Lain-lain :-
Mulut
Bentuk : Simetris, bibir kering (-)
Bibir : Mukosa kering (-), Sianosis (-)
Gusi : Hiperemis (-)
Lidah
Bentuk : dalam batas normal
Pucat :-
Tremor :-
Kotor :-
Warna : merah muda
Faring
Hiperemis :-
Edema :-
Membran / pseudomembran : -
Tonsil
Warna : merah
Pembesaran :-
Abses / tidak :-
Membran / pseudomembran : -
e. Leher
Pembesaran kelenjar leher : -
Kaku kuduk :-
Massa :-
Tortikolis :-
Parotitis :-
f. Thoraks
Jantung
Inspeksi Iktus cordis : Terlihat
Palpasi Iktus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi Batas Jantung : dbn
Auskultasi Suara dasar : S1-S2 reguler
Bising : gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi Bentuk : Simetris
Retraksi :+
Pernapasan : thoraks
Bendungan vena : -
Sternum : Ditengah
Palpasi Vokal fremitus : simetris
Perkusi sonor
Auskultasi Suara nafas dasar : Vesikuler normal (+/+)
Suara nafas tambahan : Rhonki (-/-) , wheezing (+/+)
g. Abdomen
Inspeksi Bentuk : Cembung
Umbilikus : dbn
Petekie :-
Spider nervi :-
Turgor : baik
Lain-lain :-
Palpasi Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :-
Defans muskular : -
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : tidak teraba
Massa :-
Ascites :-
Perkusi Timpani / pekak : timpani
Ascites :-
Auskultasi : Bising usus normal
h. Ekstremitas :
superior inferior
Edema -/- +/ -
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2“ <2“
Eritema -/- -/-
i. Genitalia : dalam batas normal
j. Kelainan lain : (-)
Pemeriksaan Anjuran
Cek darah lengkap
Elektrolit
Gula darah
Lumbal pungsi
EEG
MRI
B. DIAGNOSIS
Kejang Demam Kompleks + ISPA
C. PENATALAKSANAAN
Airway
Pasien bernafas spontan, suara nafas tamabahan (-), jejas di leher(-)
→ airway clear
Breathing
Kesulitan bernafas (-), pernafasan thorakoabdominal, retraksi (-),
RR 32 x/menit suara nafas vesikuler (+/+), saturasi 98 %
→ breathing clear
Circulation
Tekanan daran : - , nadi 110 x/menit , teraba normal, reguler, akral hangat
CRT < 2 detik. IV line terpasang
→ circulation clear
Disability
Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6
E. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
Selasa demam (+), Kesadaran : cm Kejang 1. IVFD D% ¼
12-03- kejang (-) T : 37,5oC demam NS
2019 batuk (+) HR : 118 x/i kompleks + 2. Po. Parasetamol
syrup 120mg 3x
pilek (+) RR : 36 x/i ISPA
1 cth
Kepala: 3. Ambrozol
syrup 3 x1 cth
normocephali,
4. Cetirizin syrup
Mata: CA-/-, SI- 1 x1 cth
5. Pasien konsul
/-, RC+/+
ke THT
THT:DBN
Leher:
pembesaran
KGB (-)
Thorax :
simetris, retraksi
dada (-)
Paru : Ves.+/+,
Wh +/+, Rh-/-
Cor: BJ I,II
regular, M(-), G
(-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
3.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam ini terjadi pada 2 % - 4 % anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan
epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang
dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, kemungkinan
lain harus dipertimbangkan misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan
terjadi bersama demam.
Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis berbeda
dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai sistem susunan saraf
pusat .
3.2 Epidemologi
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Ada
riwayat kejang demam keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetik. Selain itu terdapat faktor perkembangan
terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar
natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira – kira 33 % anak akan
mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira 9 % anak akan mengalami tiga
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya
anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang,
riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.
3.4 Klasifikasi
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena
manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada :
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
b. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan.
c. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin.
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya, tidak
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X – ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan
(CT – scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Meningitis
Ensefalitis
menigensefalitis
Abses otak
Oleh sebab itu, menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang,
harus dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar susunan
saraf pusat (otak) .
Pungsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber
infeksi seperti otitis media tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien telah
mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan pungsi lumbal.
3.7 Prognosis
- Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian .
- Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal. Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan
kelainan saraf yang menetap. Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang
demam dapat berkembang menjadi:
Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
Kelainan motoric
Gangguan mental dan belajar
- Kemungkinan mengalami kematian
Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :
a. Riwayat kejang demam dalam keluarga
b. Usia kurang dari 12 bulan
c. Temperatur yang rendah saat kejang
d. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80 %, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor resiko
menjadi epilepsi adalah :
Kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan
kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu 3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di
rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari
50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 – 8 mg/kgBB/hari,
dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif .
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali
sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan
sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam
pada suhu > 38,50 C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak
berguna untuk mencegah kejang demam.
Pemberian Obat Rumat
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang
demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka
pendek .
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan
kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat.
Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40
mg/kgBB/hari dalam 2 – 3 dosis, dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dalam 1 – 2
dosis.
Edukasi Pada Orang Tua
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua. Pada saat kejang
sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini
harus dikurangi dengan cara yang diantaranya :
Pada kasus ini dilaporkan anak. N usia 1 tahun 10 bulan datang dengan
keluhan utama kejang sejak 1 hari SMRS, sebelum kejang pasien mengeluh demam
2 hari SMRS, demam meningkat pada malam hari dan menurun pagi hari, demam
berkurang dengan pemberian patasetamol yang dibeli orang tua diapotek. Pasien
juga mengeluh batuk kering dan pilek.
1 hari SMRS pasien mengalami kejang di rumah, orang tua pasien
mengatakan pasien mengalami kejang selama ± 5 menit sebanyak 4 kali dengan
jarak bangkitan kejang 30 menit – 1 jam. Penurunan kesadaran setelah kejang
disangkal. sebelum kejang pasein mengeluh demam tinggi. Saat di IGD Raden
Mattaher pasien mengalami kejang ± 1 menit, riwayat kejang sebelumnya (-)
Riwayat kejang baru lahir disangkal, riwayat cedera kepala (-).
Sesuai dari definisi kejang demam dari American Academy of Pediatrics.. kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5
tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode
pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
1. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
elektrolit atau metabolik lainnya.
2. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut
sebagai kejang demam
3. Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami
kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi
susunan saraf pusat.
4. Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini
melainkan termasuk dalam kejang neonates
Berdasarkan anamnensis, An, N dengan usia 1 tahun 10 bulan mengalami kejang
yang didahului dengan demam, tidak ada riwayat kejang sebelumnya, demam
disertai kejang pertama kali terjadi, tidak ada riwayat trauma kepala, penurunan
kesadaran, maka dapat dikatakan An, N mengalami kejang demam.
Dari hasil alloamnesis An, N mengalami kejang >4 kali di rumah sejak 1 hari SMRS
dan 1 kali di IGD, durasi kejang ± 5 menit maka dapat disimpulkan An, N usia 1
tahun 10 bulan mengalami kejang demam kompleks.
Pasien juga mengeluh batuk dan pilek, Dari hasil pemeriksaan fisik
didapatkan suhu tubuh 38,4 oC. Dari pemeriksaan fisik tonsil hipermis (-), ukuran
tonsil T1/T1. Pad pemeriksaan fisik thoraks: nafas cuping hidung(-), sesak (-),
retaksi (-)pernapasan thorakoabdominal, pola pernapasan irregular, dinamis, suara
napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Dari hasil diatas disimpulkan An,
N mengalami infeksi saluran nafas atas.
Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu darah rutin didapatkan leukopenia,
Hb sedikit menurun. Diagnosa yang ditegakan dari kasus ini berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik ialah Kejang Demam Komplek + ISPA. Penatalaksanaan
pada pasien tersebut :
Pastikan airway, breating , circulation dan disability clear
Terapi kejang
0-10 menit
Diazepam per rectal
5 mg supp BB < 12 kg
10 mg sup BB > 12 kg
Maksimal 2 x jarak 5 meit
Prehospital 10 menit
20 menit
PICU
RL D% ¼ NS 900 cc/24 jam
Po. Parasetamol syrup 120mg 3x 1 cth
Parasetamol infus 100mg per 4 jam bila T >38,5
Cetirizin syrup 1 x1 cth
Ambrozol syrup 3 x1 cth
Diet lunak
Non farmakologi:
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Reaksi tubuh terhadap pirogen eksogen
mengasilkan sitokin dan pirogen endogen lainnya untuk menstimulus pusat termoregulasi di
hipotalamus sehingga terjadi demam. Peningkatan suhu tubuh dapat menganggu kosentrasi ion di
membrane sel. Peningkatan eksitabilitas neural dan inhibisi GABA akan menimbulkan kejang.
Kejang demam berbeda dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang
berulang tanpa demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang
disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang
demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah riwayat kejang demam dalam keluarga, usia
kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya kejang setelah
demam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismail S, Pusponegoro
2. Pusponegoro Hardiono D, Widodo Dwi Putro, Ismael Sofyan. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.