Anda di halaman 1dari 34

LOG BOOK

PJBL TRIGGER 2

PNEUMONIA

Disusun Oleh
Desak Gede Prema Wahini
(105070201131010)

NURSING K3LN PROGRAMME

MEDICAL FACULTY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

MALANG

2012
Trigger 1.
Anak s usia 2 tahun, datang ke UGD RS dr. Saiful Anwar (RSSA) Malang bersama
ibunya. Menurut cerita dari ibunya anak S, sejak 5 hari yang lalu, nakanya batuk pilek.
Sudah 2 hari ini, sering rewel, tidak mau makan. Sejak kemarin sore, badannya panas
disertai menggigil, tadi malam, sebelum dibawa ke UGD RSSA, suhu anaknya mencapai
40C, muntah 3x, dan diare sebanyak 4x, perut tampak distended sehingga ibunya
memutuskan untuk pagi ini dibawa ke RSSA. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik,
didapatkan data anak S : pasien dalam kondisi dasar, CGS 456, tampak lemah, gelisah,
dispnea, napas cepat dan dangkal, RR 35x/menit, pernapasan cuping hidung, retraksi pada
daerah supraklavikular, ruang2 intercostalis dan sternocleidomastoideus, sianos sekitar
mulut dan hidung dan batuk produktif dengan secret tidak bisa dikeluarkan. Auskultasi
ditemukan suara napas bronchial, ronkhi basah halus, bronkofoni, nadi 110x/menit,
regular, suhu 39,5C. rontgen toraks: gambaran multiple infiltrate pada paru sebelah
kanan. Laborat leukosit :46000/mm3, LED: 53mm/jam. Terapi : IVlines NaCl 0,9% :
10tts/menit, penicillin 100mg IV x 3/hari, O2 nasal 2 lpm.
SLO:
1. Definisi
2. Klasifikasi
3. Etiologi
4. Epidemiologi
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
7. Pemeriksaan Diagnostik
8. Penatalaksanaan
9. Komplikasi
10. Asuhan Keperawatan
Definisi :
 Pneumonia adalah suatu infeksi pada paru-paru, dimana paru-paru terisi oleh
cairan sehingga terjadi gangguan pernafasan.
 Di dalam buku “Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan
Pneumonia pada Balita” , disebutkan bahwa pneumonia adalah salah satu penyakit
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang mengenai bagian paru (jaringan
alveoli) (Depkes RI : 2004). Pada penderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan
akan mengisi alveoli sehingga terjadi kesulitan dalam penyerapan oksigen.
 Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
 Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa
alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
 Definisi lain menyebutkan bahwa pada pneumonia terjadi peradangan pada salah
satu atau kedua organ paru yang disebabkan infeksi. Peradangan tersebut
menyebabkan jaringan pada paru terisi oleh cairan dan tidak jarang menjadi mati
dan timbul abses.
 Pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya infeksi akut pada
bronkus atau disebut dengan bronkopneumonia. (Depkes, 2004).
Klasifikasi :
 Berdasarkan klinis dan epidemiologis :
- Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
- Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
- Pneumonia aspirasi
- Pneumonia pada penderita Immunocompromised
 Berdasarkan bakteri penyebab
- Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
- Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
- Pneumonia virus
- Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised)
 Berdasarkan predileksi infeksi
- Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.
- Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
- Pneumonia interstisial
 Pneumonia komuniti atau community acquired pneumonia adalah pneumonia
yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah
kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia.
 Penyebab dari Pneumonia komuniti adalah Klebsiella pneumonia, Streptococcus
pneumonia, Streptococcus viridians, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Steptococcus hemolyticus, Enterobacter, Pseudomonas.
 Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah
pneumonia yang didapat di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10
kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x
pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis.
 Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance
(MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan
Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).
Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang
terjadi.
 Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena
pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya
infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik lebih besar.
Etiologi :
 Etiologi pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi, baik itu
bakteri, virus, maupun parasit. Pada umumnya terjadi akibat adanya infeksi
bakteri pneumokokus (Sterptococcus pneumonia). Beberapa penelitian
menemukan bahwa kuman ini menyebabkan pneumonia hampir pada semua
kolompok umur dan paling banyak terjadi di negara-negara berkembang.
(Machmud : 20003). Bakteri-bakteri lain seperti Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophylus influenzae, serta virus dan jamur juga sering
menyebabkan pneumonia.
 Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini, yang
sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai
polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik.
Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas
manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis,
bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya.
 Beberapa virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Influenzae virus,
Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air),
Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus insial pernapasan,
Hanta virus.
 Beberapa fungi yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Aspergilus,
Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, Histoplasma kapsulatum.
 Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-
bahan lain/noninfeksi seperti :
- Pneumonia Lipid : Disebabkan karena aspirasi minyak mineral.
- Pneumonia Kimiawi : Inhalasi bahan-bahan organik dan anorganik atau
uap kimia seperti berillium.
- Extrinsik alergik alveolitis : Inhalasi bahan debu yang mengandung
alergen seperti spora aktinomisetes termofilik yang terdapat pada ampas
debu di pabrik gula.
- Pneumonia karena obat : Nitofurantoin, busulfan, metotreksat.
- Pneumonia karena radiasi.
- Pneumonia dengan penyebab tak jelas.
 Penyebab pneumonia berdasarkan klasifikasi klinis dan epidemiologinya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :

 Dari pandangan yang berbeda didapatkan bahwa gambaran etiologi pneumonia


dapat diketahui berdasarkan umur penderita. Hal ini terlihat dengan adanya
perbedaan agen penyebab penyakit, baik pada bayi maupun balita. Ostapchuk
menyebutkan kejadian pneumonia pada bayi neonates lebih banyak
disebabkanoleh bakteri Streptococcus dan Gram negative enteric bacteria
(Escherhia coli). Hal ini dijelaskan pula oleh Correa, bahwa bakteri Streptococcus
pneumonia sering menyerang noenatus berumur 3 minggu hingga 3 bulan
(Machmud : 2003). Sementara itu, pneumonia pada anak-anak usia balita sering
disebabkan oleh virus, salah satunya oleh Respiratory syncytial virus (Ostapchuk
dalam Machmud : 2006).
Epidemiologi :
 Menurut (WHO : 2008), terdapat sekitar 151.800.000 kasus pneumonia baru tiap
tahunnya di dunia dan 13,1 juta diantaranya cukup parah hingga membutuhkan
perawatan rumah sakit. Selain itu, 4 juta lebih kasus terjadi pada negara maju di
dunia.
 Berikut adalah tabel negara yang memiliki jumlah kasus pneumonia tertinggi di
dunia :
Predicted no. of new cases
Country (millions) Estimated incidence(e/cy)

India 43.0 0.37

China 21.1 0.22

Pakistan 9.8 0.41

Bangladesh 6.4 0.41

Nigeria 6.1 0.34

Indonesia 6.0 0.28

Ethiopia 3.9 0.35


Predicted no. of new cases
Country (millions) Estimated incidence(e/cy)

Democratic
Republic of the 3.9 0.39
Congo

Viet Nam 2.9 0.35

Philippines 2.7 0.27

Sudan 2.0 0.48

Afghanistan 2.0 0.45

United Republic
1.9 0.33
of Tanzania

Myanmar 1.8 0.43

Brazil 1.8 0.11

 Dari tahun ke tahun Pneumonia selalu menduduki peringkat teratas penyebab


kematian bayi dan balita di Indonesia. Menurut Riskesdas 2007, pneumonia
merupakan penyakit penyebab kematian kedua setelah diare (15,5 % diantara
semua balita). Berikut adalah diagram proporsi penyakit penyebab kematian pada
balita umur 1-4 tahun di Indonesia.
Patofisiologi :

Agen infeksius
bakteri/virus/fungi

Inhalasi Aspirasi
(melalui udara) (pada penggunaan alat
bantu pernafasan)

Pneumonia

MK : Peradangan alveolus Suhu tubuh


Nyeri akut (parenkim paru) meningkat

Ekstrapasasi cairan
sirosa ke dalam MK :
alveoli Kekurangan
volume cairan
Terbentuknya
eksudat dalam MK :
Produksi alveoli Hipertermia
sputum
meningkat MK :
Gangguan pertukaran
gas
Sputum bau MK :
dan kental Ketidakefektifan
bersihan jalan O2 ke vena alveolar
nafas kapiler terhambat
Anoreksia
Kerusakan
campuran gas

MK:
Hipoksia
Ketidakseimbangan
nutrisi : Kurang dari
kebutuhan tubuh
Kelemahan Nafas pendek dan
cepat

ADL dibantu Gangguan pola nafas

MK : MK :
Intoleransi aktifitas Ketidakefektifan
pola nafas

Manifestasi Klinis :

 Kejadian pneumonia pada balita diperlihatkan dengan adanya ciri-ciri demam,


batuk, pilek, disertai sesak napas dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
(chest indrawing), serta sianosis pada infeksi yang berat. Pada usia di bawah 3
bulan, kejadian pneumonia diikuti dengan penyakit pendahulu seperti otitis
media, conjunctivitis, laryngitis dan pharyngitis (Gotz dalam Machmud : 2006)
 Berikut adalah tabel klasifikasi klinis pneumonia pada balita :
Kelompok Umur Kriteria Pneumonia Gejala Klinis

2 bulan- < 5 tahun Batuk bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan
tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah.

Pneumonia Adanya napas cepat dan


tidak adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam.

Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada


bagian bawah ke dalam.

< 2 bulan Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan


tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam
yang kuat.

Pneumonia berat Adanya napas cepat dan


tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam yang kuat.
 Kriteria napas cepat berdasarkan frekuensi pernapasan dibedakan menurut umur
anak. Untuk umur kurang dari 2 bulan, dikatakan napas cepat jika frekuensi napas
60 kali per menit atau lebih, sedangkan untuk umur 2 bulan sampai < 12 bulan
jika ≥ 50 kali per menit, dan umur 12 bulan sampai < 5 tahun jika ≥ 40 kali per
menit (Depkes RI : 2007).
 Secara tradisional bentuk pneumonia terdapat dua sindrom yang berbeda, yaitu
dengan gambaran tipikal dan atipikal. Sindroma yang tipikal ditandai oleh awitan
febris yang mendadak, batuk produktif dengan sputum yang purulen dan
kemungkinan nyeri dada pleuretik; tanda konsolidasi paru (pekak pada perkusi,
peningkatan fremitus, esofonia, suara nafas bronkhial dan ronkhi). Sindroma
pneumonia atipikal ditandai oleh awitan yang lebih bertahap, batuk kering,
penonjolan gejala ekstra pulmonalis (seperti: nyeri kepala, mialgia, keletihan, sakit
leher, mual muntah serta diare).
Pemeriksaan Diagnostik :
 Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi
yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan
perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Diagnosis didasarkan pada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
 Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus
menerus, sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi) dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunanan kesadaran, kejang atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan
meningitis, sepsis atau ileus.
 Pemeriksaan fisik
Tanda yang mungkin ada adalah suhu ≥ 390C, dispnea : inspiratory effort ditandai
dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis.
Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena dan meningkat
pada daerah yang sehat pada pemeriksaan palpasi, perkusi normal atau redup
sampai pekak, pada daerah paru normal tepat diatas area konsolidasi, sering
terdengar suara perkusi timpani. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat
terdengar suara nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan
berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena, pada pemeriksaan
inspeksi, dada daerah yang terkena terlihat lebih mencembung, penderita tampak
kesakitan pada daerah yang terkena, sehingga mempengaruhi posisi tidur.
 Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan
hitung jenis bergeser ke kiri.
- Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah
menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion
mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat
tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik,
asidosis metabolik, dan gagal nafas.
- Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif
tetapi dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon
terhadap penanganan awal.
- Pada foto thorak terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di
seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran
radiologis biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya,
kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya
lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat
dijumpai :
 Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
 Penebalan pleura pada pleuritis
 Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel.

Penatalaksanaan :
 Terapi pneumonia dilandaskan pada dignosis berupa antibiotik untuk
mengeradikasi mikroorganisme yang diduga sebagai kausalnya. Dalam
pemakaian antibiotik harus dipakai pola berpikir panca tepat yaitu diagnosis tepat,
pilihan antibiotik yang tepat dan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang tepat
dan pengertian patogennesis secara tepat.
 Berdasarkan diagnosis empirik kuman penyebab, antibiotik yang dapat dipakai
pada dewasa adalah seperti tabel berikut :

Keterangan :
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika
yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,
gagal ginjal.
 Dalam pemberian terapi antibiotik terdapat kerangka konsep yang harus
diperhatikan, seperti pada bagan dibawah ini :

 Terapi pendukung pada pneumonia meliputi pemberian oksigen pada pasien yang
menunjukkan tanda sesak, hipoksemia, bronkhodilator pada pasien dengan tanda
bronkhospasme, fisioterapi dada untuk membantu pengeluaran sputum, nutrisi,
hidrasi yang cukup, bila perlu secara parenteral, pemberian antipiretik pada pasien
dengan demam.
 Terapi Suportif lainnya meliputi :
1. Istirahat tergantung dari berat penyakit, umumnya memerlukan istirahat
baring.
2. Diet harus cukup kalori agar tidak hiperkatabolisme. Jika tidak terpenuhi,
dapat berikan secara parenteral.
3. Pengobatan paru.
4. Keluarkan sputum dengan batuk atau postural drainage yang dilakukan 3-4
kali sehari. Bila penderita lemah untuk mengeluarkan sputum, hisap dengan
nasotracheal suction atau bronkoskopi.
5. Pemberian oksigen dapat diberikan dengan nasal atau masker, monitor dengan
pulse oxymetri. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi
mekanik.
 Sementara itu, tindakan yang diberikan pada penderita pneumonia berat adalah
dirawat di rumah sakit. Ada beberapa tanda bahaya yang menunjukkan anak
menderita pneumonia berat antara lain :
- Pada anak umur 2 bulan - < 5 tahun, kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, atau mengalami gizi buruk.
- Pada anak umur < 2 bulan, kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.
- Indikasi lain adalah anak menderita keadaan klinis berat (sesak napas,
kesadaran menurun, serta gambaran kelaina toraks cukup luas), ada
riwayat penyakit lain (bronkiektasis dan bronchitis kronik), ada
komplikasi, dan tidak adanya respon terhadap pengobatan yang telah
diberikan.
Komplikasi :

 Komplikasi yang dapat terjadi :


- Efusi pleura.
- Empisema.
- Abses Paru.
- Pneumotoraks.
- Gagal napas.
- Sepsis
Asuhan Keperawatan :
a. Pengkajian
1. Identitas Pasien :

Nama : An. S
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : -
Agama : -
Alamat : -
Suku : -
Pekerjaan : -
MRS : - Jam : -
Pengkajian : - jam : -
Regester : -
Diagnosa masuk : Pneumonia

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Alasan utama MRS :
Ibu mengatakan badan anaknya panas hingga 40oC, muntah 3 x dan diare
sebanyak 4 x
Keluhan utama :
Menurut cerita dari ibunya anak S, sejak 5 hari yang lalu, anaknya batuk pilek.
Sudah 2 hari ini, sering rewel, tidak mau makan. Sejak kemarin sore, badannya
panas disertai menggigil, tadi malam, sebelum dibawa ke UGD RSSA, suhu
anaknya mencapai 400C , muntah 3x, dan diare sebanyak 4x, perut tampak
distended sehingga ibunya memutuskan untuk pagi ini dibawa ke RSSA.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

4. Riwayat Penyakit Keluarga

5. Pola-pola Fungsi Kesehatan


- Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan merokok , penggunaan obat bebas , ketergantungan
terhadap bahan kimia , jamu , olah raga/gerak badan .
- Pola nutrisi dan metabolism
Sudah 2 hari ini, sering rewel, tidak mau makan. Muntah 3 x sejak
kemarin sore.

- Pola eliminasi
BAB BAK
Frekuensi : 4 x sehari Frekuensi : -
Warna dan bau : - Warna dan bau : -
Konsistensi : - Keluhan : -
Keluhan : Diare
- Pola tidur dan istirahat
Tidur Istirahat
Frekuensi : - Frekuensi : -
Jam tidur siang : - Keluhan : -
Jam tidur malam : -
Keluhan : -
- Pola aktivitas
Sudah sejak 2 hari yang lalu anak rewel dan tidak mau makan.

6. Pola Sensori dan Kognitif


Sensori :
Daya penciuman, daya rasa, daya raba, daya pendengaran belum dikaji.
Kognitif :
Pasien dalam kondisi dasar, CGS 456, tampak lemah, gelisah. Daya pikir,
kemampuan motorik dan berbicara baik.

7. Pola Penanggulangan Stress


Tidak dikaji
8. Pemeriksaan Fisik
- Status kesehatan umum
Pasien dalam kondisi dasar, CGS 456, tampak lemah, gelisah, dispnea,
napas cepat dan dangkal, RR 35x/menit, nadi 110x/menit, regular, suhu
39,5oC.
- Sistem integument
Sianosis sekitar mulut dan hidung.
- Kepala
Tidak dikaji
- Muka
Sianosis sekitar mulut dan hidung.
- Mata
Tidak dikaji
- Telinga
Tidak dikaji
- Hidung
Sianosis sekitar mulut dan hidung. Pernapasan cuping hidung.
- Mulut dan faring
Sianosis sekitar mulut dan hidung.
- Leher
Tidak dikaji
- Thoraks
Retraksi pada daerah supraklavikular, ruang2 intercostalis dan
sternocleidomastoideus. Batuk produktif dengan secret tidak bisa
dikeluarkan. Auskultasi ditemukan suara napas bronchial, ronkhi basah
halus, bronkofoni. Rontgen toraks: gambaran multiple infiltrate pada paru
sebelah kanan.
- Jantung
Tidak dikaji
- Abdomen
Perut tampak distended.
- Inguinal-Genitalia-Anus
Tidak dikaji
- Ekstrimitas
Tidak dikaji
- Tulang belakang
Tidak dikaji

9. Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen toraks: gambaran multiple infiltrate pada paru sebelah kanan.
- Laborat leukosit :46000/mm3, LED: 53mm/jam.
10. Terapi
- IVlines NaCl 0,9% : 10tts/menit
- Penicillin 100mg IV x 3/hari
- O2 nasal 2 lpm.
b. Analisa Data
- Clustering Data
Data Subjektif: Data Objektif:
- Anak S usia 2 tahun. - Pasien dalam kondisi dasar, CGS
- Sejak 5 hari yang lalu, anaknya 456.
batuk pilek. - Tampak lemah, gelisah .
- Sudah 2 hari ini, sering rewel, - Dispnea, napas cepat dan dangkal.
tidak mau makan. - RR 35x/menit
- Sejak kemarin sore, badannya - Pernapasan cuping hidung.
panas disertai menggigil. - Retraksi pada daerah
- Tadi malam, suhu anaknya supraklavikular, ruang2
mencapai 400C. intercostalis dan
- Muntah 3x, dan diare sebanyak sternocleidomastoideus.
4x, perut tampak distended. - Sianos sekitar mulut dan hidung
dan batuk produktif dengan secret
tidak bisa dikeluarkan.
- Ditemukan suara napas bronchial,
ronkhi basah halus, bronkofoni.
- Nadi 110x/menit, regular .
- Suhu 39,5C
- Rontgen toraks: gambaran multiple
infiltrate pada paru sebelah kanan.
- Laborat leukosit :46000/mm3,
LED: 53mm/jam.
- Terapi : IVlines NaCl 0,9% :
10tts/menit, penicillin 100mg IV x
3/hari, O2 nasal 2 lpm.

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 DS : Agen infeksius Ketidakefektifan
bakteri/virus/fungi
- Anak S usia 2 tahun. bersihan jalan nafas
- Sejak 5 hari yang lalu, b.d obstruksi jalan
Inhalasi
anaknya batuk pilek. nafas : mukus dalam
(melalui udara)
DO : jumlah berlebihan
Atau
- Pasien dalam kondisi dasar,
Aspirasi
CGS 456. (pada penggunaan alat
- Tampak lemah, gelisah . bantu pernafasan)

- Dispnea, napas cepat dan


dangkal.
- RR 35x/menit Pneumonia

- Pernapasan cuping hidung.


- Retraksi pada daerah
Peradangan alveolus
supraklavikular, ruang2
(parenkim paru)
intercostalis dan
sternocleidomastoideus.
- Sianosis sekitar mulut dan Ekstrapasasi cairan
sirosa ke dalam alveoli
hidung dan batuk produktif
dengan secret tidak bisa
dikeluarkan.
Terbentuknya eksudat
- Ditemukan suara napas
dalam alveoli
bronchial, ronkhi basah halus,
bronkofoni.
- Nadi 110x/menit, regular . Produksi sputum
- Suhu 39,5C meningkat
- Rontgen toraks: gambaran
multiple infiltrate pada paru
sebelah kanan. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
- Laborat leukosit :46000/mm3,
LED: 53mm/jam.
- Terapi : IVlines NaCl 0,9% :
10tts/menit, penicillin 100mg
IV x 3/hari, O2 nasal 2 lpm.
2 DS : Agen infeksius Hipertermia b.d
bakteri/virus/fungi
- Anak S usia 2 tahun. penyakit :
- Sejak 5 hari yang lalu, pneumonia
Inhalasi
anaknya batuk pilek.
(melalui udara)
- Sudah 2 hari ini, sering
Atau
rewel, tidak mau makan.
Aspirasi
- Sejak kemarin sore, (pada penggunaan alat
badannya panas disertai bantu pernafasan)

menggigil.
- Tadi malam, suhu anaknya
mencapai 400C. Pneumonia

DO :

Peradangan alveolus
- Pasien dalam kondisi dasar, (parenkim paru)
CGS 456.
- Tampak lemah, gelisah . Suhu tubuh meningkat
- RR 35x/menit
- Nadi 110x/menit, regular . Hipertermia
- Suhu 39,5C
- Laborat leukosit :46000/mm3,
LED: 53mm/jam.
- Terapi : IVlines NaCl 0,9% :
10tts/menit, penicillin 100mg
IV x 3/hari, O2 nasal 2 lpm.
3 DS : Agen infeksius Kekurangan volume
bakteri/virus/fungi
- Anak S usia 2 tahun. cairan b.d
- Sejak 5 hari yang lalu, kehilangan cairan
Inhalasi
anaknya batuk pilek. aktif
(melalui udara)
- Sejak kemarin sore,
Atau
badannya panas disertai
Aspirasi
menggigil. (pada penggunaan alat
- Tadi malam, suhu anaknya bantu pernafasan)

mencapai 400C.
- Muntah 3x, dan diare
sebanyak 4x, perut tampak Pneumonia

distended.
DO :
- Pasien dalam kondisi dasar, Peradangan alveolus
(parenkim paru)
CGS 456.
- Tampak lemah, gelisah .
Suhu tubuh meningkat
- RR 35x/menit
- Nadi 110x/menit, regular .
Kekurangan volume
- Suhu 39,5C cairan
- Laborat leukosit :46000/mm3,
LED: 53mm/jam.
- Terapi : IVlines NaCl 0,9% :
10tts/menit, penicillin 100mg
IV x 3/hari, O2 nasal 2 lpm.
4 DS : Agen infeksius Gangguan
bakteri/virus/fungi
- Anak S usia 2 tahun. pertukaran gas b.d
- Sejak 5 hari yang lalu, perubahan
Inhalasi
anaknya batuk pilek. membrane alveolar-
(melalui udara)
DO : kapiler
Atau
- Pasien dalam kondisi dasar,
Aspirasi
CGS 456. (pada penggunaan alat
- Tampak lemah, gelisah . bantu pernafasan)

- Dispnea, napas cepat dan


dangkal.
- RR 35x/menit Pneumonia

- Pernapasan cuping hidung.


- Retraksi pada daerah
Peradangan alveolus
supraklavikular, ruang2
(parenkim paru)
intercostalis dan
sternocleidomastoideus.
- Sianosis sekitar mulut dan
Ekstrapasasi cairan
hidung dan batuk produktif sirosa ke dalam alveoli
dengan secret tidak bisa
dikeluarkan.
- Ditemukan suara napas Terbentuknya eksudat
dalam alveoli
bronchial, ronkhi basah halus,
bronkofoni.
Gangguan pertukaran
- Nadi 110x/menit, regular .
gas
- Suhu 39,5C
- Rontgen toraks: gambaran
multiple infiltrate pada paru
sebelah kanan.
- Laborat leukosit :46000/mm3,
LED: 53mm/jam.
- Terapi : IVlines NaCl 0,9% :
10tts/menit, penicillin 100mg
IV x 3/hari, O2 nasal 2 lpm.

a. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas : mukus dalam
jumlah berlebihan
2. Hipertermia b.d penyakit : pneumonia
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolar-kapiler

b. Intervensi Keperawatan
Intervensi Rasional
Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan
nafas : mukus dalam jumlah berlebihan
Tujuan : Setelah dilakukan askep bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil : Frekuensi napas normal (16-20x/menit), tidak sesak, tidak ada
sputum, batuk berkurang.

Mandiri: 1. Beberapa derajat spasme


bronkus terjadi dengan
1. Auskultasi bunyi mengi. Catat
obstruksi jalan napas dan
adanya bunyi napas, mis.,
dapat/tak dimanifestasikan
mengi, krekels, ronki
adanya bunyi napas
2. Pantau frekuensi pernapasan.
adventisius, mis., penyebaran,
Catat rasio inspirasi/ekspirasi.
krekels basah, (bronchitis);
3. Monitor pasien untuk posisi bunyi napas redup dengan
yang nyaman, mis., ekspirasi mengi (emfisema);
peninggian kepala tempat atau tak adanya bunyi napas
tidur, duduk pada sandaran (asma berat).
tempat tidur. 2. Takipnea biasanya ada pada
4. Pertahankan posisi lingkungan beberapa derajat dan dapat
minimum, mis., debu, asap, ditemukan pada penerimaan
dan bulu bantal yang atau selama stres/adanya
berhubungan dengan kondisi proses infeksi akut. Pernapasan
individu. dapatmelambat dan frekuensi
5. Dorong/bantu latihan napas ekpirasi memanjang
abdomen atau bibir disbanding inspirasi.
6. Observasi karakteristik batuk, 3. Peninggian kepala tempat tidur
mis., menetap, batuk pendek, mempermudah fungsi
basah. Bantu tindakan untuk pernapsan dengan
Memperbaiki keefektifan menggunakan graviatsi.
upaya batuk. Namun pasien dengan distres
7. Tingkatkan masukan cairan berat akan mencari posisi yang
sampai 3000ml/hari sesuai paling mudah untuk bernapas.
toleransi jantung. Sokongan tangan/kaki dengan
meja, bantal, dan lain-lain
membantu menurunkan
Kolaborasi:
kelemahan otot dan dapat
1. Berikan obat sesuai indikasi. sebagai alat ekspansi dada.
4. Pencetus tipe reaksi alergi
Bronkodilator, mis., β- agonis: pernapasan yang dapat
epinefrin (Adrenalin, mentriger episode akut.
Vaponefrin); albuterol 5. Memberikan pasien beberapa
(Proventil, Ventolin); cara untuk mengatasi dan
terbutalin (Brethine,Brethaire); mengontrol dispnea dan
isoetarin (Brokosol, menurunkan jebakan udara.
Bronkometer); Xantin, 6. Batuk dapat menetap tetapi
mis.aminofilin, oxtrifilin, tidak efektif, khususnya bila
teofilin. pasien lansia, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling
Kromolin (intal), flunisolida efektif pada posisi duduk tinggi
Aerobid). atau kepala di bawah setelah
perkusi dada.
Steroid oral, IV, dan inhalasi; 7. Hidrasi memebantu
metilprednisolon (Medrol); menurunkan kekentalan sekret,
deksametason (Decadral); mempermudah pengeluaran.
antihistamin mis. Pengguanaan cairan hangat
Beklometason, dapat menurunkan spasme
triamnisolon; bronkus. Cairan selama makan
Antimikrobal; dapat meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
Analgesik, penekan diafragma.
batuk/antitusif mis., kodein,
produk dextrometorfan Kolaborasi
(Benylin DM, Comtrex,
Novahistine). 1. Merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti lokal,
2. Berikan humidifikasi menurunkan spasme jalan
tambahan, mis.,nebuliser napas, mengi, dan produksi
ultranik, humidifier aerosol mukosa. Obatobat mungkin
ruangan per oral, injeksi, atau inhalasi.

3. Bantu pengobatan pernapasan Menurunkan edema mukosa


mis., IPPB, fisioterapi dada. dan spasme otot polos dan
dapat juga
4. Awasi/buat grafik seri GDA,
nadi oksimetri, foto dada.
menurunkan kelemahan otot
dan meningkatkan
kontraktilitas diafragma.

Menurunkan inflamasi jalan


napas lokal dan edema dengan
menghambat efek histamin
dan mediator lain.

Kortikosteroid digunakan
untuk mencegah reaksi alergi
atau menghambat
pengeluaran histamin,
menurunkan berat dan
frekuensi spasme jalan napas,
inflasi pernafasan
dan dispnea

Banyak antimikroba dan


diindikasikan untuk
mengontrol infeksi
pernapasan/pneumonia.

Batuk menetap yang


melelahkan perlu ditekan
untuk menghemat energi
dan memungkinkan pasien
istirahat.

2. Kelembaban menurunkan
kekentalan secret
mempermudah pengeluaran
dan dapat membantu
menurunkan/mencegah
pembentukan mukosa tebal
pada bronkus.

3. Drainase postural dan perkusi


bagian penting untuk
membuang banyaknya
sekresi/kental dan
memperbaiki ventilasi pada
segmen dasar paru. Catatan:
dapat meningkatkan spasme
bronkus pada asma.

4. Membuat dasar untuk


pengawasan
kemajuan/kemunduran proses
penyakit dan komplikasi.
Diagnosa Keperawatan: Hipertermia b.d penyakit : pneumonia
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 24 jam suhu pasien kembali normal
dan tidak terjadi lagi tanda-tanda gangguan regulasi temperatur
Kriteria Hasil : TTV kembali kebatasan yang normal, tidak terjadi lagi peningkatan
suhu ataupun kejang pada pasien.

1. Monitor TTV pasien 1. Untuk mengecek kondisi pasien


dari keektifan intervensi yang
diberikan.
2. Anjurkan banyak minum bila 2. Tindakan ini bisa membantu
tidak ada kontraindikasi mengembalikan volume vairan,
yang nantinya berhubungan
dengan penurunan suhu pasien.
3. Kolaborasi dalam pemberian 3. Antipiretik adalah farmakologi
antipiretik yang berfungsi menurunkan suhu
tubuh.
4. Anjurkan penggunaan pakaian 4. Dapat membantu
yang longgar dan dapat mempertahankan suhu normal
menyerap keringat pasien.
Diagnosa Keperawatan: Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 1 x 24 jam pasien sudah mendapatkan
intake cairan yang adekuat dan tidak tampak lagi tanda-tanda kekurangan
volume cairan.
Kriteria Hasil : TTV kembali kebatasan yang normal, pasien sudah tidak mengeluh
lemas, mukosa bibir kembali lembab

1. Mengatasi penyebab utama 1. Karena penyebab kehilangan


kehilangan volume cairan yaitu volume cairan adalah
hipertermia yang berhubungan hipertermia akibat infeksi pada
dengan infeksi. saluran pernafasan.
2. Menambah volume cairan 2. Untuk menyeimbangkan atau
pasien dengan terapi cairan IV mengembalikan volume cairan
pasien ke kondisi yang normal.
3. Monitor TTV pasien 3. Untuk mengecek kondisi
pasien dan keefektifan dari
intervensi yang diberikan.

4. Diet makanan yang tepat 4. Untuk mengembalikan


kondisi pasien, memberi
nutrisi agar gejala lemas bisa
teratasi.
Diagnosa Keperawatan: Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane
alveolar-kapiler
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 2 x 24 jam tidak terjadi gangguan dalam
pertukaran gas.
Kriteria Hasil : Frekuensi jantung normal (16-20 x/menit), tidak terdapat
disritmia, melaporkan penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan dalam laju aliran ekspirasi
Mandiri: Mandiri :
1. Berguna dalam evaluasi derajat
1. Kaji frekuensi, kedalaman
distress pernapasan dan/atau
pernapasan. Catat penggunaan otot
kronisnya proses penyakit.
aksesori, napas bibir,
2. Pengiriman oksigen dapat
ketidakmampuan
diperbaiki dengan posisi duduk
bicara/berbincang.
tinggi dan latihan napas untuk
2. Tinggikan kepala tempat tidur,
menurunkan kolaps hjalan
bantu pasien untuk memilih posisi
napas,dispnea dan kerja napas.
yang mudah untuk bernapas.
3. Sianosis mungkin perifer (terlihat
Dorong napas dalam perlahan atau
pada kuku) atau sentral (terlihat di
napas bibir sesuai dengan
sekitar bibir atau daun telinga).
kebutuhan/toleran tubuh.
Keabu-abuan dan diagnosis
3. Kaji/awasi secara rutin kulit dan
sentral mengindikasikan beratnya
warna membrane mukosa.
hipoksemia.
4. Auskultasi bunyi napas,catat area
4. Bunyi napas mungkin redup
penurunan aliran udara dan/atau
karena adanya penurunan aliran
bunyi tambahan.
udara atau area konsolidasi.
5. Awasi tingkat kesadaran/status
Adany mengi mengindikasikan
mental. Selidiki adanya
spasme bronkus/ tertahannya
perubahan.
sekret. Krekels basah menyebar
6. Evaluasi tingkat toleransi aktifitas.
menunjukkan cairan pada
Berikan lingkungan tenang dan
interstisial/dekompensasi jantung.
kalem. Batasi aktifitas pasien atau
5. Gelisah dan ansietas adalah
dorong untuk tidur/istirahat di
manifestasi umum pada hipoksia.
kursi selama fase akut.
GDA memburuk disertai
Mungkinkan pasien melakukan
bingung/somnolen menunjukkan
aktifitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi disfungsi serebral yang
individu. berhubungan dengan hipoksemia.
7. Awasi tanda vital dan irama 6. Selama distres pernapasan berat/
jantung
akut/ refraktori pasien secara total
Kolaborasi: tidak mampu melakukan aktifitas
sehari-hari karena hipoksemia dan
1. Awasi/ gambarkan seri GDA dan
dispnea. Istirahat diselingi
nadi oksimetri
aktivitas perawatan masih penting
2. Berikan oksigen tambahan yang
dari program pengobatan. Namun,
sesuai dengan indikasi hasil GDA
program latihan ditunjukkan untuk
dan toleransi pasien.
meningkatkan ketahanan dan
3. Berikan penekan SSP (mis.,
kekuatan tanpa menyebabkan
antiansietas, sedatif, atau narkotik)
dispnea berat, dan dapat
dengan hati-hati.
meningkatkan rasa sehat.
4. Bantu intubasi,
7. Takikardia, disritmia, dan
berikan/pertahankan ventilasi
perubahan TD dapat menunjukkan
mekanik, dan pindahkan ke UPI
efek hipoksemia sistemik pada
sesuai instruksi untuk pasien.
fungsi jantung.

Kolaborasi :
1. PaCO2 biasanya meningkat
(bronkitis,emfisema) dan PaO2
secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat
lebih kecil atau lebih besar.
Catatan: PaCO2 ”normal” atau
meningkat menandakan kegagalan
pernapasan yang akan datang
selama asmatik.
2. Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia. Catatan: emfisema
kronis, mengatur pernapasan
pasien ditentukan oleh kadar CO2
dan mungkin dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2 berlebihan.
3. Digunakan untuk mengontrol
ansietas/gelisah yang
meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi
dispnea. Dipantau ketat karena
dapat terjadi gagal napas.
4. Terjadinya/kegagalan napas yang
akan dating memerlukan upaya
tindakan penyelamatan hidup.
References:
Nanda International. 2011. Nursing : Diagnoses : Definition And Clasification. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Judith M, Wilkinson. 2005. Nursing Diagnosis Hand Book . New Jersey : Pearson
Education, Inc
Khairuddin .2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien Pneumonia
yang dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
http://eprints.undip.ac.id/8071/1/Khairuddin.pdf.
Kementrian Kesehatan RI . 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita.
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN%20PNEUMON
IA.pdf
Fransisca, S.K . 2002. Pneumonia.
http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/pneumonia.pdf

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2003. Pneumonia Nosokomial Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan.
http://www.klikpdpi.com/konsensus/pnenosokomial/pnenosokomial.pdf

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2003.Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan. http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf

Tulus Aji Yuwono.2008.Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang Berhubungan


dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita di Wilayah Kerja Kawunganten
Kabupaten Cilacap. http://eprints.undip.ac.id/18058/1/Tulus_Aji_Yuwono.pdf

Anda mungkin juga menyukai