Hidung PDF
Hidung PDF
1 Maret 2017
ENT UPDATE
Publikasi Ilmiah Program Studi THT-KL FK Udayana
Editor :
dr. I DG Arta Eka Putra Sp.THT-KL (K)
dr. I Putu Yupindra Pradiptha
ENT UPDATE
Publikasi Ilmiah Program studi THT-KL FK Udayana
Editor :
dr. I DG Arta Eka Putra, Sp.THT-KL(K)
dr. I Putu Yupindra Pradiptha
ISBN : 978-602-1672-81-5
Penerbit :
PT. Percetakan Bali, Jl. Gajah Mada I/1 Denpasar 80112,
Telp. (0361) 234723, 235221
NPWP.01.126.5-904.000, Tanggal pengukuhan DKP : 01 Juli 2006
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga ENT
UPDATE Publikasi Ilmiah Program Studi THT-KL FK Udayana dapat diselesaikan
dengan baik. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penyusunan buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi balasan atas
segala bantuan yang telah diberikan.
Kami menyadari bahwa buku yang telah disusun masih jauh dari sempurna
sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga buku
ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Editor
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………….……………………………3
Daftar Isi……………………………………………………….………………………...4
Neuroblastoma Pada Sistem Saraf Pusat Yang Meluas Sampai Ke Kavum Nasi
Pada Pasien Dewasa……………………………...……………………………………77
Luh Witari Indrayani, I Ketut Suanda
Oleh:
Luh Witari Indrayani, I Ketut Suanda
I. Pendahuluan
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural
dan salah satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali
ditemukan pada orang dewasa. Rata-rata terdapat 8 kasus baru per tahun pada anak
dengan usia rata-rata tersering sekitar 2 tahun. Neuroblastoma paling sering berasal dari
kelenjar suprarenal tetapi dapat juga dijumpai di sepanjang jalur saraf simpatis. 1
Neuroblastoma menjadi tumor padat ekstrakranial pada anak yang paling sering, meliputi
8-10% dari seluruh kanker masa kanak-kanak, 90% terdiagnosis sebelum usia 5 tahun.
Insiden tahunan 8,7 per 1 juta anak atau 500-600 kasus baru tiap tahun di Amerika
Serikat. Insiden sedikit lebih tinggi pada laki-laki dan pada kulit putih.2
Neuroblastoma adalah tipikal kanker yang dimulai dari bentuk awal sel-sel saraf
pada embrio atau fetus. Neuro berarti sel-sel saraf dan blastoma adalah kanker yang
mempengaruhi sel-sel yang imatur atau sedang berkembang. Neuroblastoma paling
banyak terjadi pada bayi dan anak-anak yang lebih muda. Kanker ini jarang sekali
ditemukan pada anak yang berusia lebih dari 10 tahun.1,2
Neuroblastoma memiliki manifestasi klinis yang heterogen, mulai dari tumor
yang mengalami regresi spontan sampai tumor yang sangat agresif dan tidak responsif
terhadap terapi multimodal yang intensif. Etiologi dari kebanyakan kasus tidak diketahui.
Meskipun kemajuan signifikan dalam pengobatan anak-anak dengan neuroblastoma,
outcome pasien dengan neuroblastoma agresif tetaplah jelek.Manifestasi klinis
neuroblastoma berkaitan dengan lokasi timbulnya tumor dan metastasisnya. Kebanyakan
pasien saat datang sudah pada stadium lanjut. Penyakit ini memiliki kekhasan yaitu dapat
terjadi remisi spontan dan transformasi ke tumor jinak, terutama pada anak dalam usia 1
tahun. Terapi meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi dan terapi biologis. Angka
survival 5 tahun untuk stadium I dan II pasca terapi kombinasi adalah 90% lebih, stadium
III kira-kira 40%-50%, stadium IV berprognosis buruk yaitu hanya 15%-20%.3
Angka ketahanan hidup bayi dengan penyakit neuroblastoma yang berstadium
rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis mempunyai angka ketahanan
hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan penyakit stadium rendah umumnya
mempunyai prognosis yang sangat baik, tidak tergantung umur. Makin tua umur
penderita dan makin menyebar penyakit maka makin buruk prognosisnya.1,3
II. Tinjuan pustaka
2.1 Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke bawah adalah
pangkal hidung atau bridge, dorsum nasi, puncak hidung, alar nasi, kolumela dan lubang
hidung atau nares anterior. Hidung bagian luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang
rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang
hidung atau os nasal, prosesus frontalis os maksila dan prosesus nasalis os frontal.
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa tulang rawan yang terletak di
bagian bawah hidung yaitu 2 kartilago nasalis lateralis superior, 2 kartilago nasalis
lateralis inferior yang disebut dengan kartilago alaris mayor, beberapa kartilago alaris
minor dan 1 kartilago septum nasi.4
Kavum nasi dimulai dari nares anterior sampai koana. Kavum nasi dibagi dua
oleh septum nasi di bagian tengah. Masing-masing kavum nasi terdiri dari atap, dasar,
dinding lateral dan medial. Pada dinding lateral bagian dalam terdapat tiga pasang
konkayaitu: konka inferior yang berasal dari tulang maksila, konka media dan superior
yang berasal dari tulang etmoid.5
A B
Gambar 1. A). Anatomi hidung bagian luar5dan B). Struktur septum nasi4
Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum
pada bagian tulang sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung. Tulang rawan
septum ini tidak mengandung pembuluh darah, tetapi di bawah tulang rawan ini terdapat
mukoperikondrium yang kaya dengan pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi
untuk tulang rawan dan jaringan sekitarnya. Septum nasi terdiri dari kartilago
kuadrangularis di bagian anterior, lamina perpendikularis tulang etmoid di bagian
postero-superior, os vomer di bagian postero-inferior, krista maksilaris dan krista palatina
di bagian inferior dan di bagian posterior dibentuk oleh rostrum sfenoid. Dinding inferior
merupakan dasar rongga hidung yang dibentuk oleh os maksila dan os palatum. Dinding
superior atau atap hidung sangat sempit yang dibentuk oleh lamina kribiformis yang
memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.4,5,6
Kerangka tulang rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas yang berbentuk
huruf T memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan dari tulang disekitarnya.
Kartilago kuadrangularis adalah bagian medial kerangka T hidung. Kaudal dari hidung
sampai di daerah inferior septum nasi terletak pada krista maksilaris dan diikat oleh
perikondrium dan periosteum. Reseksi atau destruksi dari tulang rawan tersebut akibat
trauma atau operasi pengangkatan kartilago kuadrangularis yang berlebihan akan
mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana.4
Vaskularisasi pada hidung berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis
eksterna yang mendarahi septum dan dinding lateral hidung.
Pendarahan arteri karotis interna
Arteri optalmikus yang berasal dari arteri karotis interna bercabang menjadi arteri
etmoidalis anterior dan arteri etmoidalis posterior masuk ke kavum nasi. Arteri etmoidalis
anterior mendarahi septum bagian anterior dan dinding lateral hidung. Arteri etmoidalis
posterior mendarahi septum bagian posterior dan dinding lateral hidung.
Pendarahan arteri karotis eksterna
Arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri karotis eksterna kemudian
bercabang menjadi arteri sfenopalatina dan arteri palatina mayor. Arteri sfenopalatina
masuk ke dalam rongga hidung melalui foramen sfenopalatina yang terletak sebelah
lateral ujung posterior konka media. Di dalam rongga hidung arteri sfenopalatina
bercabang menjadi lateral nasal artery yang mendarahi dinding lateral hidung dan
posterior septal nasal artery yang mendarahi septum nasi. Arteri karotis eksterna
jugabercabang menjadi arteri fasialis lalu menjadi arteri labialis superior.
Pada bagian anterior septum nasi terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoidalis anterior, arteri labialis superior, arteri palatina mayor
yang disebut pleksus Kiesselbach ( Little’s area ). Karena letaknya superfisial dan mudah
cedera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber perdarahan hidung. Pada bagian
posterior konka media terdapat anastomosis arteri sfenopalatina dan
ascendingpharyngeal artery (Woodruff’s area). Daerah ini sering menyebabkan
epistaksisposterior.6 Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
bersamaan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke
vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak
mempunyai katup sehingga mempermudah penyebaran infeksi ke intrakranial. 5
Gambar 2. Vaskularisasi dinding lateral hidung dan septum nasi6
Persarafan bagian anterior dan superior rongga hidung dipersarafi oleh n.
etmoidalis anterior cabang dari n. nasosiliaris yang berasal dari n. oftalmikus. Rongga
hidung yang lain sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. Maksilaris melalui
ganglion sfenopalatina. Ganglion sfenopalatina juga memberikan persarafan motoris
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n.maksilaris,
serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut saraf simpatis dari n.
petrosus profundus. 4,5
2.2 Etiologi
Kebanyakan etiologi dari neuroblastoma adalah tidak diketahui. Ada laporan
yang menyebutkan bahwa timbulnya neuroblastoma infantil berkaitan dengan orang tua
atau selama hamil terpapar obat-obatan atau zat kimia tertentu seperti hidantoin, etanol,
dll.7
Kelainan sitogenik yang terjadi pada neuroblastoma kira-kira pada 80% kasus,
meliputi penghapusan (delesi) parsial lengan pendek kromosom 1, anomali kromosom 17
dan ampifilatik genomik dari onkogen N-Myc, suatu indikator prognosis buruk.8
Beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kemunculan dari neuroblastoma
adalah sebagai berikut (American Cancer Society, 2012).9
Gaya Hidup
Gaya hidup yang berhubungan dengan faktor risiko seperti berat badan,
aktivitas fisik, diet dan penggunaan tembakau memainkan peranutama dalam
kanker dewasa namun faktor-faktor ini biasanya memakan waktu bertahun-tahun
untuk mempengaruhi risiko kanker. Tidak ada faktor lingkungan (seperti eksposur
selama kehamilan ibu atau pada awal masa kanak kanak) diketahui dapat
meningkatkan kesempatan untuk mendapatkan neuroblastoma.
Usia
Neuroblastoma paling sering terjadi pada anak-anak yang sangat muda
tetapi hal ini sangat jarang terjadi pada orang di atas usia 10 tahun.
Keturunan
Pada sekitar 1-2% dari semua neuroblastoma anak mungkin telah mewarisi
peningkatan risiko terjadinya neuroblastoma namun mayoritas dari neuroblastoma
tampaknya tidak diwariskan. Anak-anak dengan bentuk familial dari
neuroblastoma biasanya datang dari keluarga dengan satu atau lebih anggota
keluarga yang memiliki neuroblastoma saat bayi. Anak-anak dengan
neuroblastoma familial dapat mengalami dua atau lebih dari kanker ini di berbagai
organ misalnya dalam kedua kelenjar adrenal atau lebih dari satu ganglion
simpatik.
Sangat penting untuk membedakan neuroblastoma yang dimulai di lebih
dari satu organ dari neuroblastoma yang telah dimulai pada satu organ dan
kemudian menyebar ke organ lain. Ketika tumor berkembang di beberapa tempat
sekaligus itu menunjukkan suatu bentuk familial yang mungkin berarti bahwa
anggota keluarga yang lain harus mempertimbangkan untuk mendapatkan
konseling genetik.9
6 Epidemiologi
Neuroblastoma adalah tumor yang paling umum pada bayi dan anak,
mewakili 8-10% dari semua kanker pada anak dan 15% dari semua penyebab kematian
anak akibat kanker di Amerika Serikat.10 Sekitar 600 kasus baru didiagnosa setiap tahun
di Amerika Serikat, sekitar 8-10% dari keganasan pada anakdan sepertiga pada bayi.
Usia rata-rata anak-anak terdiagnosis neuroblastoma adalah 22 bulan dan 90% dari kasus
terdiagnosis pada usia 5 tahun.1,2 Meskipun penelitian yang luas sedang berlangsung,
secara klinis neuroblastoma tetap merupakan tumor yang misterius dengan etiologi tidak
diketahui dan perjalanan klinis yang tidak terduga. 10
7 Patofisiologi
Neuroblastoma timbul dari primordial sel pial neural yang bermigrasi selama
embriogenesis untuk membentuk medula adrenal dan ganglia simpatik. Sebagai hasilnya
neuroblastoma terjadi di medula adrenal atau dimana saja sepanjang simpatik ganglia,
terutama di retroperitoneum dan mediastinum posterior. Nomenklatur luas neuroblastoma
didasarkan pada spektrum diferensiasi selular. Neuroblastoma merupakan tumor yang
ganas dan buruk sedangkan ganglioneuroma merupakan tumor yang jinak dan tidak
berbahaya. Ganglioneuroblastoma mewakili keduanya karena memiliki diferensiasi buruk
dari neuroblasts dan sel ganglion matur.2,3
Histologi
Neuroblastoma terdiri dari neuroblasts kecil matur, sel seragam padat, inti
dan sitoplasma yang sedikit hiperkromatik. Diferensiasi sel memiliki penampilan
sel ganglion lebih matur dengan baik didefinisikan dan nukleolus eosinofilik
sitoplasma.10 Banyaknya neutrofil juga merupakan ciri khas dari pembedaan
tumor. Klasifikasi Shimada telah banyak digunakan untuk mengkarakterisasi dan
memprediksi perilaku tumor dengan mempertimbangkan usia pasien bersama
dengan fitur histologis seperti tingkat
Schwannian stroma, diferensiasi selular dan indeks mitosis-
karyorrhexis.Klasifikasi Shimada diubah pada tahun 1999 sebagai
Klasifikasi
Internasional dari Patologi Neuroblastoma, berguna untuk memprediksi perilaku
biologis dan prognosis tumor.3,10 Indikator prognosis yang menguntungkan
adalah usia kurang dari 1 tahun, klinis stadium 1, 2,nonamplification 4S dan N-
myc. Faktor prognosis baik lainnya adalahdiferensiasi dan indeks mitosis
karyorrhexis yang rendah (kurang dari 100 mitosis atau sel karyorrhectic per 5000
sel).7,8,10
Penanda Tumor
Neurobalstoma mediastinal
Kebanyakan di paravertebral mediastinum posterior, lebih sering di
mediastinum superior daripada inferior. Pada awalnya tanpa gejala namun bila massa
besar dapat menekan dan timbul batuk kering, infeksi saluran nafas, sulit menelan. Bila
penekanan terjadi pada radiks saraf spinal, dapat timbul parastesia dan nyeri lengan.
Neuroblastoma leher
Mudah ditemukan namun mudah sering terjadi salah diagnosis sebagai
limfadenitis atau limfoma maligna. Sering menekan ganglion servikotorakal hingga
timbul sindrom paralisis saraf simpatis leher (Sindrom Horner) timbul miosis unilateral,
blefaroptosis dan diskolorasi iris pada mata.
Neuroblastoma pelvis
Terletak di posterior kolon presakral, relatif dini menekan organ sekitarnya
sehingga menimbulkan gejala sembelit sulit defekasi dan retensi urin.
Stadium
Sistem klasifikasi stadium neuroblastoma terutama memakai sistem
klasifikasi stadium klinis neuroblastoma internasional (International
NeuroblastomaStaging System/INSS).20
2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
1. Lactate Dehydrogenase
Walaupun tidak spesifik, serum lactate dehydrogenase (LDH) dapat menentukan
signifikansi prognostik. Nilai serum LDH yang tinggi menandai aktivitas
proliferasi atau luasnya tumor. Nilai LDH> 1500 IU/L dihubungkan dengan
prognosis yang buruk. LDH dapat digunakan untuk monitor aktivitas penyakit
atau respon terapi.7
2. Ferritin
Nilai yang tinggi dari serum ferritin (>150 ng/mL) juga merupakan gambaran
besarnya tumor atau cepatnya pembesaran tumor. Peningkatan serum feritin
sering pada stadium advance dan mengindikasikan prognosis yang buruk. Nilai
ini sering kembali normal selama remisi klinis.7
3. Neuron Spesific Enolase
Neuron spesific Enolase (NSE) adalah suatu isoenzim enolase glikolitik
danterdapat didalam neuron pada jaringan saraf pusat dan perifer. Pada
neuroblastoma, NSE berasal dari jaringan tumor dan nilai level serum biasanya
berhubungan erat dengan kondisi klinis pasien. Sayangnya nilai yang tinggi pada
NSE, tidak selalu spesifik untuk neuroblastoma dan bisajuga terdapat pada
pasien dengan tumor Wilms, limfoma dan hepatoma. Batas nilai teratas untuk
serum NSE berkisar 14.6 ng/mL. Kadar NSE paling tinggi terdapat pada
neuroblastoma yang meluas dan sudah metastasis, dibandingkan pada yang
terlokalisir. Nilai serum yang lebih tinggi dari 100 ng/mL, biasanya
berhubungan dengan stadium lanjut yang memiliki prognosis buruk. 7,10
4. Katekolamin dan Metabolitnya
Ketika sel-sel neuroblast yang berasal dari neural crest ini berubah bentuk
menjadi neoplastik, mereka ditandai dengan tidak sempurnanya sintesis dari
katekolamin dan prekursornya, seperti epinephrine (E), norepinefrin (NE),3,4
dihydroxyphenilalanine (DOPA) dan dopamin (DA) dan jugametabolitnya
seperti vanillymaandellic acid (VMA), homovanillic acid(HVA),
methoxydopamine (MDA), dan methanephrine (MN), normethanephrine (NME)
dan 3 methoxytyramine (3MT). Neuroblastomakekurangan enzim
phenylethanolamine N-methyltranferase yang mengubah noreepinephrine
menjadi epinephrine. Sel-sel neuroblastoma tidak memilikikantong-kantong
penyimpanan katekolamin, seperti layaknya sel-sel normal, sehingga
katekolamin ini dilepaskan kedalam sirkulasi yang secara cepat mengalami
degradasi menjadi VMA dan HVA. VMA dan HVA dapat dinilai dari urin dan
keduanya sangat berguna untuk diagnosis dan memonitor aktivitas penyakit.
Hasil metabolit katekolamin urin meningkat 90-95% pada pasien neuroblastoma.
Biasanya nilai urin tampung 24 jam dinilai tetapi saat ini, urin sewaktu dengan
menggunakan sensitivitas assay dapat juga digunakan dan memiliki sensitivitas
yang sejajar. Nilai normal untuk VMA dalam urin 0.35 mmol/24 jam, sedangkan
nilai normal untuk HVA dalam urin adalah 0,40 mmol/24 jam. Sayangnya
katekolamin dan metabolitnya ini, sangat tidak mungkin mendeteksi adanya
kekambuhan selama perawatan pasien neuroblastoma yang sedang diterapi. Pada
beberapa kasus dengan diagnosis kekambuhan, metabolit-metabolit ini hanya
meningkat 55% jikadibandingkan saat awal presentasi lebih dari 90%
sensitifitasnya. Oleh karena itu, adanya relaps penyakit ini atau
perkembangannya, tidak dapat dideteksi secara reliabel hanya dengan petanda
tumor saja.1
D. Pemeriksaan Radiologi
1. Radiografi
Rontgen dada dapat digunakan untuk memperlihatkan massa mediastinumposterior,
biasanya neuroblastoma di toraks pada anak.7
2. Ultrasonography
Walaupun ultrasonography merupakan modalitas yang lebih sering digunakan pada
penilaian awal dari suspek massa abdomen, sensitivitas dan akurasinya kurang
dibandingkan computed tomography (CT) atau magneticresonance imaging (MRI)
untuk diagnosis neuroblastoma. Modalitas lainbiasanya digunakan setelah
screening dengan USG untuk menyingkirkan diagnosis banding. Gambaran USG
neuroblastoma lesi solid dan heterogen.1,7,10
3. Computed Tomography (CT)
CT umumnya digunakan digunakan sebagai modalitas untuk
evaluasineuroblastoma. Itu dapat menunjukkan kalsifikasi pada 85% kasus
neuroblastoma. Perluasan intraspinal dari tumor dapat dilihat pada CT dengan
kontras. Secara keseluruhan, CT dengan kontras dilaporkan akurasinya sebesar 82%
dalam mendefinisikan luasnya neuroblastoma. Dengan akurasi mendekati 97%
ketika dilakukan dengan bone scan.CT scan adalah metode yang menggambarkan
massa abdomen yang dapat dilakukan tanpa pembiusan yang juga menunjukkan
bukti daerah invasi, limfadenopati, dan kalsifikasi yang sangat sugestif dari
diagnosis, khususnya berkaitan dengan membedakan antara neuroblastoma dan
tumor Wilms.2,7
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah modalitas imaging yang lebih sensitif untuk diagnosis dan staging dari
neuroblastoma. MRI lebih akurat daripada CT untuk mendeteksipenyakit stadium
2.5 Penatalaksanaan
Menurut Cecily (2002)18, International Staging System untuk neuroblastoma
menetapkan definisi standar untuk diagnosis, pertahapan dan pengobatan serta
mengelompokkan pasien berdasarkan temuan-temuan radiografik dan bedah ditambah
keadaan sumsum tulang.
Tumor yang terlokalisasi dibagi menjadi stadium I, II, III, tergantung ciri tumor
primer dan status limfonodus regional. Penyakit yang telah mengalami penyebaran dibagi
menjadi stadium IV dan IVS (S untuk spesial), tergantung dari adanya keterlibatan tulang
kortikal yang jauh, luasnya penyakit sumsum tulang dan gambaran tumor primer.18
Anak dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan,
pengobatan minimal atau hanya reseksi. Reseksi untuk tumor stadium I. Untuk stadium II
pembedahan saja mungkin sudah cukup tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan
terkadang ditambah dengan radioterapi lokal. Neuroblastoma tahapIVS mempunyai
angka regresi spontan yang tinggi dan penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada
kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat. Neuroblastoma tahap III dan IV
memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi, pembedahan,
transplantasi sumsum tulang autologus atau alogenik, penyelamatan sumsum tulang,
metaiodobenzilquainid (MIBG) dan imunoterapi dengan antibodi monoklonal yang
spesifik terhadap neuroblastoma. Sebuah modalitas gabungan operasi, kemoterapi, dan
radioterapi berdasarkan stadium penyakit dan umur pasien pada presentasi digunakan
untuk neuroblastoma.18 Adapun untuk penjelasan mengenai jenis terapi pada ketiga
tingkatan risiko neuroblastoma adalah sebagai berikut:
1. Pembedahan
Tujuan dari intervensi bedah adalah reseksi lengkap dari tumor. Jika
reseksi lengkap tidak layak maka tujuannya adalah untuk melakukan biopsi
tumor. Reseksi tumor primer dinilai menggunakan pencitraan dengan
mempertimbangkan ukuran tumor, ekstensi kedekatan struktur seperti sumsum
tulang belakang, keterlibatan kelenjar getah bening dan kemungkinan
penyembuhan setelah bedah.26
Untuk stadium lanjutan III dan IV, intervensi bedah awal harus dibatasi
meliputi biopsi jaringan yang didiagnosis bersama dengan analisis biomarker
sitogenetik dan tumor. Menunda reseksi bedah sampai adjuvan kemoterapi
diberikan telah mengakibatkan penurunan morbiditas dan tingkat reseksi lengkap.
Untuk bayi yang telah sampai pada stadium penyakit 4S, reseksi bedah dari tumor
primer tidak menunjukkan manfaat signifikan bagi kelangsungan hidup pasien
secara keseluruhan karena tumor ini sering ditemukan menunjukkan diferensiasi
dan regresi spontan bahkan tanpa pengobatan khusus.10
2. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan utama untuk stadium lanjut neuroblastoma.
Ketika digunakan dalam kombinasi dan berdasarkan sinergiobat, mekanisme
kerja, dan resistensi obat potensi tumor, pengobatan kemoterapi telah efektif
untuk pasien yang memiliki primer luas, berulang, atau metastasis
neuroblastomas.27 Agen umum yang sering digunakan sekarang adalah
cyclophosphamide, iphosphamide, vincristine, doxorubicin,cisplatin, carboplatin,
etoposid, dan melphalan. Peningkatan kelangsunganhidup jangka panjang dicatat
dengan lebih intens pada terapi kombinasi dengan mengorbankan toksisitas.
Terapi dengan iradiasi total tubuh atau melphalan diikuti oleh transplantasi
sumsum tulang untuk pasien yangmemiliki penyakit berisiko tinggi. 10
3. Radioterapi
Secara umum neuroblastoma dianggap radiosensitif. Ada sedikit manfaat
radioterapi untuk tahap I dan II tumor meskipun ada sisa.27
Radioterapi bagaimanapun telah terbukti mengurangi tingkat kekambuhan lokal untuk
neuroblastoma risiko tinggi. Iradiasi lokal ke hati ditunjukkan pada bayi yang
memiliki neuroblastoma stadium 4S dan gangguan pernapasan akibat
hepatomegali.12,13,20
Iradiasi lesi intraspinal kurang ideal karena seiring kerusakan tulang vertebral
mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan scoliosis. Kombinasi radioterapi dan
kemoterapi telah digunakan baru-baru ini untuk stadium lanjut penyakit untuk
meningkatkan resectability. Penggunaan lain dari radioterapi untuk radiasi total tubuh
untuk mencapai ablasi sumsum tulang sebelum transplantasi sumsum. Target
pengobatan dengan MIBG, digunakan secara luas di Eropa menunjukkan manfaat
dalam pengobatan stadium lanjut neuroblastoma sebagai lini pertama terapi dan untuk
neuroblastomas refraktori namun sejumlah komplikasi seperti terjadinya keganasan
sekunder dan disfungsi tiroid telah dilaporkan.27
Neuroblastoma risiko tinggi terus menunjukkan respon yang jelek untuk
modalitas pengobatan gabungan dan tetap sulit bagi kelompok tumor untuk mencapai
kontrol lokal. Baru-baru ini pembedahan agresif pengobatandengan iradiasi lokal dan
kemoterapi myeloablative dengan penyelamatan selinduk telah menunjukkan kontrol
lokal yang sangat baik pada neuroblastoma risiko tinggi. 10,12,27
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari neuroblastoma yaitu adanya metastase tumor yang relatif dini
ke berbagai organ secara limfogen melalui kelenjar limfe maupun secara hematogen ke
sumsum tulang, tulang, hati, otak, paru dan lain-lain. Metastasis tulang umumnya ke
tulang kranial atau tulang panjang ekstremitas. Hal ini sering menimbulkan nyeri
ekstremitas, artralgia, pincang pada anak. Metastase ke sumsum tulang menyebabkan
anemia, perdarahan dan trombositopenia.10,12
2.7 Prognosis
Kelangsungan hidup 5 tahun adalah sebesar 60%, kadang-kadang dilaporkan
terjadi pemulihan spontan. Identifikasi faktor prognosis spesifik adalah penting untuk
perencanaan terapi. Prediktor paling menonjol bagi keberhasilan adalah umur dan
stadium penyakit. Anak yang berusia kurang dari satu tahun lebih baik daripada anak
berumur lebih tua dengan stadium penyakit yang sama. Angka ketahanan hidup bayi
dengan penyakit berstadium rendah melebihi 90% dan bayi dengan penyakit metastasis
mempunyai angka ketahanan hidup jangka panjang 50% atau lebih. Anak dengan
penyakit stadium rendah umumnya mempunyai prognosis yang baik, tidak tergantung
umur. Makin tua umur penderita dan makin menyebar penyakit, makin buruk
prognosisnya. Meskipun dengan terapi konvensional atau terapi yang agresif, angka
ketahanan hidup bebas penyakit untuk anak yang lebih tua dengan penyakit lanjut jarang
melebihi 20%.28
Gambar 6. MRI kepala penampang axial, coronal dengan dan tanpa kontras.
Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium, rontgen thorak dan
CTscan. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil leukosit
pemeriksaan kimia darah didapatkan SGOT 34,8 U/L, SGPT 40,40 U/L, albumin 4,33
g/dL, glukosa acak 87 mg/dL, BUN 9 mg/dL, kreatinin 0,88 mg/Dl, natrium 135
mMol/ltr, kalium 3,86 mMol/ltr. Waktu perdarahan 1.30, waktu pembekuan 9.00, PPT
13,2, INR 1,06 APTT 32,20. Foto thorak PA didapatkan cor dan pulmo dalam batas
normal. Pasien dikonsulkan ke Bagian Penyakit Dalam dan Anestesi. Dari Bagian
Penyakit Dalam menyatakan bahwa pasien tidak ada kelainan di bidang Penyakit Dalam,
metabolik dan faal hemostasis dalam kondisi stabil. Dari Bagian Anestesi pasien dengan
status fisik ASA 1.
Pada tanggal 20 Mei 2016 dilakukan tindakan operasi ekstirpasi tumor dengan
pendekatan Fungsional Endoscopic Sinus Surgery. Dilakukan evaluasi terlebih dahulu
dengan FESS tampak massa tumor yang rapuh dan mudah berdarah di kavum nasi
sinistra hingga nasofaring, sinus ethmoidalis dan sphenoidalis. Kemudian dilakukan
medialisasi konka media dan ekstirpasi massa tumor untuk selanjutnya dilakukan
pemeriksaan histopatologis. Evaluasi perdarahan tidak ada dan dilakukan pemasangan
tampon anterior. Operasi dilanjutkan oleh Bagian Bedah Saraf.
A B
C D
Gambar 7. A. Tampak massa licin dan mudah berdarah di kavum nasi sinistra, B.Dilakukan
reduksi konka inferior dengan radiofrekuensi, C dan D ekstirpasi massa tumor di kavum nasi
sinistra dan sinus ethmoidalis, E. Gambaran nasofaring setelah dilakukan ekstirpasi massa
tumor.
A B
C D
Gambar 7. A. Pasien dalam posisi supinasi di bawah pengaruh GA-OTT, B.Incisi horse
shoe pada regio temporofrontal dekstra sampai sinistra, C.Dilakukan
burrhole, D. Kraniotomi.
A B
IV. Pembahasan
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural
dan salah satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali ditemukan pada
orang dewasa. Rata-rata terdapat 8 kasus baru per tahun pada anak di bawah usia 16 tahun
dengan usia rata-rata tersering sekitar 2 tahun. Neuroblastoma menjadi tumor padat ekstrakranial
pada anak yang paling sering, meliputi 8-10% dari seluruh kanker masa kanak-kanak.1 Insiden
tahunan 8,7 perjuta anak atau 500-600 kasus baru tiap tahun di Amerika Serikat. Insiden sedikit
lebih tinggi pada laki-laki dan pada kulit putih.2 Neuroblastoma sangat jarang terjadi pada orang
dewasa dengan kurang dari 100 kasus yang dilaporkan dalam literatur.21 Pada kasus ini pasien
dewasa, wanita, usia 42 tahun.
Neuroblastoma paling sering berasal dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga dijumpai
di sepanjang jalur saraf simpatis. Neuroblastoma pada sistem saraf pusat merupakan suatu kasus
yang langka. Horten dan Rubinstein20 menyatakan bahwa kejadian neuroblastoma pada sistem
saraf pusat hanya satu kasus setiap dekade. Pada kasus ini neuroblastoma terjadi pada sistem
saraf pusat yang menginfiltrasi sampai ke kavum nasi sinistra.
Gejala-gejala neuroblastoma dapat menyerupai gangguan lain sehingga sulit untuk
mendiagnosa. Tanda-tanda dan gejala dari neuroblastoma mencerminkan lokasi tumor dan
luasnya penyakit. Pada kasus ini pasien merasakan keluhan nyeri kepala dan hidung kiri
tersumbat sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Pasien juga pernah mengalami perdarahan pada
hidung kirinya. Tidak terdapat adanya gejala dan tanda metastasis tumor pada pasien ini.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pencitraan.
Dari anamnesis pasien mengeluh hidung kiri tersumbat sejak 2 bulan yang lalu, sering merasakan
sakit kepala dan adanya riwayat perdarahan dari hidung kiri. Pasien telah dilakukan pemeriksaan
biopsi kavum nasi dengan hasil suspek neuroblastoma dan disarankan untuk melakukan
pemeriksaanimunohistokimia NSE atau S100. Dari pemeriksaan imunohistokimia didapatkan
hasil S100 positif lemah dan NSE 8.94. Dari gambaran CT scan tampak massa solid di sinus
sphenoidalis, ethmoidalis dan frontalis kiri dan kavum nasi posterior kiri, mendekstruksi tulang-
tulang basis kranii dan meluas ke temporobasal kanan menyokong gambaran massa malignan
sinonasal. Dari pemeriksaan MRI kepala dengan dan tanpa kontras didapatkan hasil dengan
kesan massa solid inhomogen berbatas tegas, tepi rata di daerah sella sampai supraseller yang
meluas ke sinus ethmoidalis kiri, mukosa kavum nasi kiri, sinus sphenoidalis dengan dekstruksi
tulang di daerah sella.
Pasien dengan prognosis baik umumnya tidak memerlukan pengobatan, pengobatan
minimal atau hanya reseksi. Reseksi untuk tumor stadium I. Untuk stadium II pembedahan saja
mungkin sudah cukup tetapi kemoterapi juga banyak digunakan dan terkadang ditambah dengan
radioterapi lokal. Neuroblastoma tahap IVS mempunyai angka regresi spontan yang tinggi dan
penatalaksanaannya mungkin hanya terbatas pada kemoterapi dosis rendah dan observasi ketat.
Neuroblastoma tahap III dan IV memerlukan terapi intensif, termasuk kemoterapi, terapi radiasi,
pembedahan, transplantasi sumsum tulang autologus atau alogenik, penyelamatan sumsum
tulang, metaiodobenzilquainid (MIBG) dan imunoterapi dengan antibodi monoklonal yang
spesifik terhadap neuroblastoma.18 Pada pasien ini dilakukan tindakan ekstirpasi tumor dengan
FESS oleh bagian THT dan reseksi tumor intrakranial oleh bagian Bedah Saraf.
V. Kesimpulan
Neuroblastoma merupakan neoplasma yang berasal dari sel embrional neural
dan salah satu tumor padat tersering yang dijumpai pada anak dan jarang sekali ditemukan pada
orang dewasa dengan kurang dari 100 kasus yang dilaporkan dalam literatur. Neuroblastoma
paling sering berasal dari kelenjar suprarenal tetapi dapat juga dijumpai di sepanjang jalur saraf
simpatis. Neuroblastoma pada sistem sarafpusat merupakan suatu kasus yang langka hanya
ditemukan satu kasus setiap satu dekade.
Telah dilaporkan satu kasus perempuan, usia 42 tahun dengan neuroblastoma sistem saraf
pusat yang infiltratif sampai kavum nasi sinistra, tanpa adanya tanda-tanda metastasis tumor dan
telah dilakukan ekstirpasi tumor pada kavum nasi dengan pendekatan FESS dan reseksi tumor
intrakranial oleh bagian Bedah Saraf.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sandoval JA, Malkas LH, Hickey RJ. Clinical significance of serum biomarkers in
pediatric solid mediastinal and abdominal tumors. Int J Mol Sci 2012; 13:h.1126-532.
2. Traunecker H, Hallet A, A review and update on neuroblastoma, Elsivier, 2011;h.103-8.
3. Rutigliano D.N, Quanglia, Neuroblastoma and other adrenal tumor. Dalam: Carachi R,
Grosfeld J.L, Azmy A.F, penyunting. The surgery of childhood tumors, 2008;11:h.202-19.
4. Ballenger JJ. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses. Dalam: Snow Jr JB,
Ballenger J, penyunting. Ballenger’s Otolaryngology Head and Neck
Surgery. edisi ke-16. Hamilton-London 2003;h.547-60.
5. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology : Step-by-step learning guide. Thieme,
New York. 2006;h.4-10.
6. Warmald J-Peter. Vascular anatomy of the nose. Dalam: Byron J Bailey. Head and Neck
Surgery-Otolaryngology. edisi ke-4. Lippincott Williams & Wilkins; 2006;h.506-08.
7. Ricafort R. Tumor markers in infancy and childhood. Pediatric in Review 2011; h.306-8.
8. Nelson. Nelson Textbook of Pediatric edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders.2011
9. American Cancer Society. Neuroblastoma. Diunduh dari
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003125-pdf.pdf.Diakses pada
tanggal 23 Juni 2016.
10. Kim & Chung. Pediatric Solid Malignancies : Neuroblastoma and Wilm’s
Tumor. Diunduh dari
http://pax6.org/physician/WilmsTumorPediatricSolidMalignancies.pdf .Diakses
pada tanggal 23 Juni 2016.
11. Takita J, Ishii M, Tsutsumi S, et al.: Gene expression profiling and identification of novel
prognostic marker genes in neuroblastoma. Genes Chromosomes Cancer 2004; 40:h.120–
32.
12. Hiyama E, Hiyama K, Nishiyama M, et al.: Differential gene expression profiles between
neuroblastomas with high telomerase activity and low telomerase activity. J Pediatr Surg
2003; 38:h.1730–4.
13. Krams M, Hero B, Berthold F, et al.: Full-length telomerase reverse transcriptase
messenger RNA is an independent prognostic factor in neuroblastoma. Am J Pathol 2003;
162:h.1019–26.
14. Goldsby RE, Matthay KK: Neuroblastoma: evolving therapies for a disease with many
faces. Pediatric Drugs 2004; 6:h.107–22. Excellent overview of neuroblastoma and recent
therapeutic advances.
15. Weinstein JL, Katzenstein HM, Cohn SL: Advances in the diagnosis and treatment of
neuroblastoma. Oncologist 2003; 8:h.278–92.
16. Matthay KK, Villablanca JG, Seeger RC, et al.: Treatment of high-risk neuroblastoma with
intensive chemotherapy, radiotherapy, autologous bone marrow transplantation, and 13-cis
retinoic acid. N Engl J Med 1999; 341:h.1165–73.
17. Schleiermacher G, Rubie H, Hartmann O, et al.: Treatment of stage 4s neuroblastoma—
report of 10 years’ experience of the French Society of
Paediatric Oncology (SFOP). Br J Cancer 2003; 89:h.470–6.
18. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
19. Japaries, Willie. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: FKUI.
20. Rubinstein LJ. Embryonal central neuroepithelial tumors and their differentiating potential:
a cytogenetic view of a complex neuro-oncological problem. J Neurosurg 1985; 62:h.795-
805.
21. Stevens PL, Johnson DB, Thompson MA, Keedy VL, Frangoul HA, Snyder KM. Adult
Neuroblastoma Complicated by Increased Intracranial Pressure: A Case Report and Review
of the Literature. Divisions of Hematology andOncology, Department of Medicine, Monroe
Carell Jr. Children’s Hospital atVanderbilt, Vanderbilt University Medical Center,
Nashville, TN, USA. Hindawi Publishing Corporation Case Reports in Oncological
Medicine Volume 2014, Article ID 341980.
23. W. B. London, R. P. Castleberry, K. K. Matthay et al., “Evidence for an age cutoff greater
than 365 days for neuroblastoma risk group stratification in the Children’s Oncology
Group,” Journal of Clinical Oncology, 2005; 23:27:h.645-65.
22. L. M. Franks, A. Bollen, R. C. Seeger, D. O. Stram, and K. K. Matthay,
“Neuroblastoma in adults and adolescents: an indolent course with poor survival,” Cancer,
1997; 79:h.2028-35.
23. K. Parsons, B. Bernhardt, and B. Strickland, “Targeted immunotherapy for high-risk
neuroblastoma—the role of monoclonal antibodies,” Annals of Pharmacotherapy,
2013;47:2:h.210-8.
24. J. A. Kaye, M. J. Warhol, C. Kretschmar, L. Landsberg, and E. Frei III,
“Neuroblastoma in adults. Three case reports and a review of the literature,”
Cancer, 1986;58:5:h.1149-57.
25. B. H. Kushner, K. Kramer,M. P. LaQuaglia, S.Modak, and N.- K. V. Cheung,
“Neuroblastoma in adolescents and adults: the Memorial Sloan-Kettering experience,”
Medical and Pediatric Oncology, 2003;41:6:h.508-15.
26. Thiele CJ. Neuroblastoma Cell Lines. Diunduh dari
http://home.ccr.cancer.gov/oncology/oncogenomics/Papers/Neuroblastoma%20Cell%20Li
nes%20--%20Molecular%20Features.pdf. Akses pada tanggal 23 Juni 2016.
28. Nelson. 2011. Nelson Textbook of Pediatric 19th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.