Sejarah Peradaban Islam
Sejarah Peradaban Islam
PENDAHULUAN
Setelah dipaparkan sedikit dalam latar belakang di atas, didapatlah rumusan masalah yaitu:
2. Apa yang menjadi latar belakang yang memicu terjadinya Perang Salib antara kaum
Muslim dan Kristen?
PERANG SALIB
Perang Salib (The Crusades) adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi
umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan
tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan
kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa yang ikut
bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-
16 di wilayah di luar Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani
untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas
Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan
Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan
berakhir ketika iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama
masa Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut
kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar
ilmu pengetahuan.
Terjadinya Perang Salib antara kedua belah pihak, Islam dengan Kristen disebabkan
oleh faktor-faktor utama yaitu agama, politik dan sosial ekonomi.
1. Faktor Agama
Pada tahun 1009, kalifah Bani Fatimiyah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan
penghancuran Gereja Makam Kudus (Church of the Holy Sepulchre). Penerusnya
memperbolehkan Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan
memperbolehkan para peziarah untuk berziarah di tempat itu lagi. Akan tetapi, banyak
laporan yang beredar di Barat tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah
Kristen. Laporan yang didapat dari para peziarah yang pulang ini kemudian memainkan
peranan penting dalam perkembangan Perang Salib pada akhir abad itu. Mereka merasa
mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatic. Umat Kristen merasa
perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan para penguasa Islam
lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya.
2. Faktor Politik
Pedagang-pedangan besar di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota
Venezia, Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang
pantai timur dan selatan Laut Tengah sehingga rela menanggung sebagian dana Perang
Salib. Apabila pihak Kristen Eropa menang, mereka menjadikan kawasan itu sebagai
pusat perdagangan mereka. Stratifikasi sosial masyarakat Eropa terdiri dari tiga
kelompok yaitu kaum gereja, kaum bangsawan dan ksatria dan rakyat jelata. Ketika
rakyat jelata dimobilisasi oleh pihak gereja untuk ikut Perang Salib dijanjikan
kebebasan dan kesejahteraan yang lebih baik bila menang perang, mereka menyambut
secara spontan dan berduyun-duyun terlibat dalam perang itu.
Saat itu, di Eropa berlaku hukum waris bahwa anak tertua yang berhak menerima harta
warisam, apabila anak tertua meninggal maka harta warisan harus diserahkan kepada
gereja. Oleh karena itu, populasi orang miskin meningkat sehingga anak-anak yang
miskin beramai-ramai mengikuti seruan mobilisasi umum Perang Salib dengan harapan
mendapatkan perbaikan ekonomi.
Dikutip dari Wikipedia terdapat empat periodisasi Perang Salib, yakni Perang Salib I,
perang Salib II, Perang Salib III dan Perang Salib IV.
Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang Eropa, sebagian besar
bangsa Perancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel, kemudian
ke Palestina. Tentara Salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond ini
memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 mereka berhasil
menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (Edessa). Di sini mereka
mendirikan County Edessa dengan Baldwin sebagai raja. Pada tahun yang sama
mereka dapat menguasai Antiokhia dan mendirikan Kepangeranan Antiokhia di
Timur, Bohemond dilantik menjadi rajanya. Mereka juga berhasil menduduki Baitul
Maqdis (Yerusalem) pada 15 Juli 1099 M dan mendirikan Kerajaan Yerusalem dengan
rajanya, Godfrey. Setelah penaklukan Baitul Maqdis itu, tentara Salib melanjutkan
ekspansinya. Mereka menguasai kota Akka (1104 M), Tripoli (1109 M) dan
kota Tyre (1124 M). Di Tripoli mereka mendirikan County Tripoli, rajanya adalah
Raymond.
Selanjutnya, Syeikh Imaduddin Zengi pada tahun 1144 M, penguasa Mosul dan Irak,
berhasil menaklukkan kembali Aleppo, Hamimah, dan Edessa. Namun ia wafat tahun
1146 M. Tugasnya dilanjutkan oleh puteranya, Syeikh Nuruddin Zengi. Syeikh
Nuruddin berhasil merebut kembali Antiokhia pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151
M, seluruh Edessa dapat direbut kembali.
2.3.2 Perang Salib II
Pada tahun 1219 M, meletus kembali peperangan yang dikenal dengan Perang
Salib periode keenam, dimana tentara Kristen dipimpin oleh raja Jerman, Frederik II,
mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan
dapat bantuan dari orang-orang Kristen Koptik. Dalam serangan tersebut, mereka
berhasil menduduki Dimyath, raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik
al-Kamil, membuat penjanjian dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia
melepaskan Dimyath, sementara al-Malik al-Kamil melepaskan Palestina, Frederick
menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirim bantuan
kepada Kristen di Syria. Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat direbut
kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, pada masa pemerintahan al-Malik al-
Shalih, penguasa Mesir selanjutnya.
Ketika Mesir dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti
Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang olehBaibars, Qalawun, dan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum
Muslim tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini
tidak berhenti di Barat, di Spanyol, sampai umat Islam terusir dari sana.
Tambahan yang dikutip dari buku Sejarah Peradaban Islam oleh Ratu Suntiah,
M.Ag dan Maslani M.Ag, pada periode ketiga Perang Salib atau menurut Wikipedia
Perang Salib IV, telah terukir dalam sejarah munculnya pahlawan wanita yang terkenal
gagah berani yaitu Syajar ad-Durr. Ia berhasil menghancurkan pasukan raja Louis IX
dari Perancis dan sekaligus menangkap raja tersebut. Pahlawan wanita inipun telah
mampu menunjukkan sikap kebesaran Islam dengan membebaskan dan mengizinkan
raja Louis IX kembali ke negerinya. Setelah Mesir dikuasai Dinasti Mamalik, pimpinan
perang dipegang oleh Baybars yang berhasil merebut kembali seluruh benteng yang
dikuasai tentara Salib. Pada tahun 1286 M, kota Yaffa dapat ditaklukkan, tahun 1289
M menaklukan kota Tripoli (Libanon) dan kota Akka dikuasai pada tahun 1291 M.
Sejak saat itu tentara Salib habis di seluruh benua Timur.
Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri
yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai
pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen
Ortodoks Timur. Kekerasan terhadap Kristen Ortodoks ini berpuncak pada penjarahan
kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama
terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen
berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali
diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang
beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.
Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi
di masyarakat. Sesudah kota Akka jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 dan sesudah
penghancuran bangsa Ositania (Perancis Selatan) yang berpaham Katarisme pada Perang
Salib Albigensian, ide Perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh
pembenaran lembaga Kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik
Eropa.
Orde Ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Ksatria Hospitaller. Sesudah
kejatuhan Akka yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang
ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon
Bonaparte pada tahun 1798.
Pihak Islam pada akhirnya dapat memenangkan Perang Salib yang sangat melelahkan,
berlangsung tahun 1096-1291 M. Walaupun menang, umat Islam sebenarnya mengalami
kerugian yang luar biasa karena peperangan itu terjadi di kawasan dunia Islam (Turki, Palestina
dan Mesir). Sebaliknya bagi pihak Kristen, mereka menderita kekalahan dalam Perang Salib,
namun mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya karena mereka dapat berkenalan
dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang sudah maju. Kebudayaan dan peradaban yang
mereka peroleh dari Timur-Islam menyebabkan lahirnya Renaissans (kembali bangkitnya
peradaban di Eropa) di Barat. Kebudayaan yang mereka bawa ke Barat terutama dalam bidang
militer, seni, penidustrian, perdagangan, pertanian, astronomi, kesehatan dan kepribadian.
Perang Salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana
persamaan antara “Bangsa Frank” dengan “Tentara Salib” meninggalkan bekas yang amat
dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai
pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan
Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur
Tengah sebagai “perang salib”. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian
yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.
Dalam bidang militer, dunia Barat menemukan persenjataan dan teknin berperang yang
belum pernah mereka temui sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan bahan-bahan
peledak untuk melontarkan peluru, pertarungan senjata dengan menunggang kuda, teknik
melatih burung merpati untuk kepentingan informasi militer dan penggunaan alat-alat rebana
dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medang perang.
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak menemukan kain tenun sekaligus
peralatan tenun di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain seperti
mosselin, satin dan damast dari Timur ke Barat. Mereka juga menemukan berbagai jenis
parfum, kemenyan dan getah Arab yang dapat mengharumkan ruangan.
Dalam bidang pertanian, mereka menemukan system pertanian yang sama sekali baru
di dunia Barat dari dunia Timur-Islam seperti model irigasi yang praktis dan jenis tumbuh-
tumbuhan dan buah-buahan yang beraneka macam. Di samping itu, mereka menemukan gula
yang dianggap cukup penting.
Dalam bidang perdagangan, Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan
balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian
besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami
peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini
bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena
banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur. Hal ini
juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali, karena banyak negara-kota
di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan
dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah
bekas Byzantium.
Ilmu astronomi yang dikembangkan Islam sejak abad ke-9 telah mempengaruhi
lahirnya berbagai observatorium di dunia Barat. Mereka juga meniru rumah sakit dan tempat
pemandian. Berita perjalanan Marcopolo dalam mencari benua Amerika di abad ke-13 sebagai
langkah awal perjalanan Colombus ke Amerika tahun 1492 M. sikap dan kepribadian umat
Islam di Timur telah memberikan pengaruh positif terhadap nilai-nilai kemanusiaan di Eropa
yang sebelumnya tidak mendapatkan perhatian.
1. Abu Ali Mansur Tariqul Hakim (sang penghancur Tanah Suci Jerusalem)
Abu Ali Mansur Tariqul Hakim atau Al-Hakim (985-1021 M) adalah khalifah
keenam Fatimiyah dan termasuk salah satu dari 16 imam Ismaili. Ia dikatakan sebagai
tokoh yang paling harus bertanggung jawab terhadap terjadinya Perang Salib. Al-
Hakim menyerukan penghancuran sistematis terhadap Tanah Suci Jerusalem pada
tahun 1009 M. Sebelum ayahnya meninggal, ayahnya berpesan supaya orang yang
menggantikan kedudukannya adalah Al-Hakim. Setelah ayahnya dikuburkan, Al-
Hakim disumpah oleh Barjawan, guru pribadinya, pada 14 Oktober tahun itu pula,
sebagai Khalifah Fatimiyah ke-16 dengan julukan al-Amr Al-Hakim Billah. Setelah Al-
Hakim dewasa, ia menjadi orang yang fanatik terhadap sekte Ismailiah. Ia banyak
menaklukan wilayah di Asia kecil dan Afrika Utara sambil menyebarkan pengaruh
Ismailiah. Al-Hakim membangun gerakan bernama Druze. Dalam gerakan itu, Al-
Hakim menamakan dirinya sebagai “Manifestasi Allah” dan “Penguasa dunia yang
hanya bisa dikomando oleh Allah”. Pernyataan sejumlah sarjana Sunni dan Syi’ah yang
mengakuinya sebagai keturunan Ali bin Abi Thalib agar ia masuk dalam jajaran 16
Imam Ismaili. Ia memerintahkan kepada pasukannya untuk menghancurkan Jerusalem
yang merupakan pusat tempat ibadah umat Yahudi dan Kristen. Tindakan inilah yang
membuat Konsili Kepausan Roma menyerukan perang terhadap umat Muslim, yang
akhirnya menjadi perang terbesar sepanjang masa, yakni Perang Salib. Tetapi, di sisi
lain, Al-Hakim merupakan salah satu Khalifah yang sangat mendukung pertumbuhan
ilmu pengetahuan dengan mendirikan pusat keilmuan yang diberi nama Darul Ilmi
(Rumah Pengetahuan).
Pada tahun 1004 M, Al-Hakim memutuskan bahwa orang Kristen tidak boleh
lagi merayakan Paskah. Pada tahun 1005 M, Al Hakim memerintahkan kepada umat
Kristen dan Yahudi untuk menggunakan pakaian turban (baju khas bangsa Arab) hitam.
Selain itu, wanita nonmuslim harus memakai sepatu dengan warna yang berbeda : yang
satu berwarna merah, sedangkan yang lainnya berwarna hitam. Kebijakan ini berlaku
hingga tahun 1014 M. Pada tahun 1007-1012 M, sikap Al-Hakim berubah 180o. Ia lebih
memberikan banyak toleransi kepada umat muslim dari golongan Sunni dan Syi’ah,
sedangkan umat nonmuslim dimusuhi. Puncaknya, pada 18 oktober 1009 M, Al-Hakim
memerintahkan penghancuran terhadap Makam Suci dan bangunan terkait di
Jerusalem. Banyak umat Kristen dan Yahudi yang dipaksa memeluk agama Islam.
Kemudian, pada tahun 1042 M, Kaisar Byzantium Konstantinus IX melakukan
Rekonstruksi Makam Suci atas izin penerus Al-Hakim.
Petrus Hermit, mengadu kepada Paus Urbanus II bahwa jemaatnya ketika
hendak berziarah ke Jerusalem dicegat, dan banyak dari jemaatnya yang dibantai
dengan sadis. Urbanus langsung membentuk Dewan, dari sanalah terjadi Perang Salib
yang memakan jutaan lebih nyawa dari kedua belah pihak itu, baik pihak Kristen
maupun Islam. Pada tahun 1012-1021 M, Al-Hakim mengizinkan umat Kristen dan
Yahudi yang masuk Islam kembali kepada agamanya dan membangun rumah
ibadahnya. Ironisnya, gerakan Ad-Darazi yang dibentuknya dinyatakannya sebagai
agama baru, dan Al-Hakim menganggap diri sebagai Nabinya yang menerima wahyu
Ilahi. Akhirnya Al-Hakim banyak dituduh Murtad darahnya dan dinyatakan halal. Pada
13 Februari 1021 M, saat usianya 36 tahun, Al-Hakim dikabarkan ke Bukit Al-
Muqattam, diluar Kairo dan ia pun tidak pernah kembali. Hingga pada suatu hari,
keledai dan baju yang dipakai oleh Al-Hakim ditemukan berlumuran darah. Mayatnya
pun hilang. Hingga kini, tidak diketahui letak makamnya, saat itu pula, kedudukan Al-
Hakim sebagai Khalifah Dinasti Fatimiyah digantikan ileh putranya yang bernama Ali
Az-Zahir.
Pasukan salib terdiri atas tiga bagian. Bagian depan pasukan adalah
pasukan Hospitaler, bagian tengah adalah batalyon kerajaan yang dipimpin Guy de
Lusignan yang juga membawa Salib besar sebagai lambang kerajaan. Bagian belakang
adalah pasukan ordo Knight Templaryang dipimpin Balian dari Ibelin. Bahasa yang mereka
gunakan bercampur antara bahasa Inggris, Perancis dan beberapa bahasa eropa lainnya.
Seperti umumnya tentara Eropa mereka menggunakan baju zirah dari besi yang berat, yang
sebetulnya tidak cocok digunakan di perang padang pasir. Salahudin memanfaatkan celah-
celah ini. Malam harinya pasukan muslimin membakar rumput kering disekeliling pasukan
Salib yang sudah sangat kepanasan dan kehausan. Besok paginya Salahudin membagikan
anak panah tambahan pada pasukan kavalerinya untuk membabat habis kuda tunggangan
musuh. Tanpa kuda dan payah kepanasan, pasukan salib menjadi jauh berkurang
kekuatannya. Saat peperangan berlangsung dengan kondisi suhu yang panas hampir semua
pasukan salib tewas. Raja Yerussalem Guy de Lusignan berhasil ditawan sedangkan
Reginald de Chattilon yang pernah membantai khalifah kaum muslimin langsung
dipancung. Kepada Raja Guy, Salahudin memperlakukan dengan baik dan dibebaskan
dengan tebusan beberapa tahun kemudian.
Dari Hattin, Salahudin bergerak menuju kota-kota Acre, Beirut dan Sidon untuk
dibebaskan. Selanjutnya Salahudin bergerak menuju Yerussalem. Dalam pembebasan kota-
kota ataupun benteng Salahudin selalu mengutamakan jalur diplomasi dan penyerahan
daripada langsung melakukan penyerbuan militer. Pasukan Salahudin mengepung Kota
Yerussalem , pasukan salib di Yerussalem dipimpin oleh Balian dari Obelin. Empat hari
kemudian Salahudin menerima penawaran menyerah dari Balian. Yerussalem diserahkan
ketangan kaum muslimin. Salahuddin menjamin kebebasan dan keamanan kaum Kristen
dan Yahudi. Fragmen ini di abadikan dalam film “Kingdom Of Heaven” besutan sutradara
Ridley Scott. Tanggal 27 Rajab 583 Hijriyah atau bertepatan dengan Isra Mi’raj Rasulullah
SAW, Salahudin memasuki kota Yerussalem.
Ada suatu percakapan dalam film Kingdom Of Heaven yang menarik bagi penulis,
yang kurang lebih seperti ini :
Balian : ”Saya serahkan kunci kota Yerussalem kepada anda, tapi anda harus dapat bisa
menjamin keselamatan kami, orang-orang non-muslim”
Salahudin: ”Saya akan jamin keselamatan anda”
Balian : ” Apa yang dapat menjamin kami bahwa anda akan menepati janji anda ?” (Balian
masih ingat saat-saat Yerussalem jatuh ke tangan pasukan Salib, banyak penduduk sipil
muslim yang dibantai sampai kota Yerussalem sesak oleh mayat, dan Balian khawatir
Salahudin melakukan hal yang sama )
Salahudin : ” (diam sejenak..menatap tajam Balian) Saya akan menepati janji, Insya Allah,
saya adalah Salahudin saya bukan seperti orang-orang anda”.
Di Yerussalem, Salahudin kembali menampilkan kebijakan dan sikap yang adil sebagai
pemimpin yang shalih. Mesjid Al-Aqsa dan Mesjid Umar bin Khattab dibersihkan tetapi
untuk Gereja Makam Suci tetap dibuka serta umat Kristiani diberikan kebebasan untuk
beribadah didalamnya. Salahudin berkata :” Muslim yang baik harus memuliakan tempat
ibadah agama lain”. Sangat kontras dengan yang dilakukan para pasukan Salib di awal
penaklukan kota Yerussalem (awal perang salib), sejarah mencatat kota Yerussalem
digenangi darah dan mayat dari penduduk muslimin yang dibantai. Sikap Salahudin yang
pemaaf dan murah hati disertai ketegasan adalah contoh kebaikan bagi seluruh alam yang
diperintahkan ajaran Islam.
Salahudin Al-Ayubi tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di mesjid kecil
bernama Al-Khanagah di Dolorossa. Ruangan yang dimilikinya luasnya hanya bisa
menampung kurang dari 6 orang.Walaupun sebagai raja besar dan pemenang perang,
Salahudin sangat menjunjung tinggi kesederhanaan dan menjauhi kemewahan serta
korupsi.
Salahudin berhasil mempertahankan Yerussalem dari serangan musuh besarnya
Richard The Lion Heart, Raja Inggris. Richard menyerang dan mengepung Yerussalem
Desember 1191 dan Juli 1192. Namun penyerangan-penyerangannya dapat digagalkan
oleh Salahudin. Kepada musuhnya pun Salahudin berlaku penuh murah hati. Saat Richard
sakit dan terluka, Salahudin menghentikan pertempuran serta mengirimkan hadiah serta
tim pengobatan kepada Richard. Richard pun kembali ke Inggris tanpa berhasil
mengalahkan Salahudin.
Sepanjang sejarah Yerussalem sebagai kota suci bagi tiga agama, sejak ditaklukan
Salahudin, Yerussalem belum pernah jatuh ketangan pihak lain. Baru setelah Perang Dunia
I, Yerussalem jatuh ketangan Inggris yang kemudian diserahkan ke tangan Israel.
Semasa hidupnya Salahudin lebih banyak tinggal di barak militer bersama para
prajuritnya dibandingkan hidup dalam lingkungan istana. Salahudin wafat 4 Maret 1193
di Damaskus. Para pengurus jenazah sempat terkaget-kaget karena ternyata
Salahudin tidak memiliki harta. Ia hanya memiliki selembar kain kafan yang selalu di
bawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham nasirian (mata uang Suriah
waktu itu). Sampai sekarang Salahudin Al-Ayubi tetap dikenang sebagai pahlawan besar
yang penuh sikap murah hati.
9. Frederick II
Frederik lahir di Jesi dekat Ancons, Italia. Ia anak dari Kaisar Henry VI dan
Putri Constance. Ayahnya meninggal, lalu ia dinobatkan sebagai kaisar ibunyalah yang
menggantikan posisi suaminya sebagai Ratu Sisilia. Frederick II adalah panglima
perang tentara salib pada Perang Salib VI ia merupakan pelindung ilmu pengetahuan
dan seni, selain berperang ke Jerusalem, diam-diam ia berusaha mentransfer ilmu
pengetahuan muslimin ke Eropa. Pada periode perang salib ia hanya mengirimkan
pasukan ke Mesir dibawah komando Lois I, Raja Bavaria. Ia terus menunda
keberangkatannya ke Jerusalem. Karena desakan, akhirnya Frederick II memulai
ekspedisi Perang Salib tahun 1228 M. Ia mengambil jalur tanpa pertumpahan darah
diantara kedua belah pihak dan mengambil negosiasi. Ini merupakan strateginya untuk
mendapatkan kembali kerajaan Jerussalem. Buktinya, pada 18 Maret 1229 M,
Frederick II mengambil alih Jerusalem tanpa pertumpahan darah dan Frederick II pun
menobatkan diri sebagai raja Jerusalem yang baru.
Namun ada kendala dalam penobatnya sebagai raja oleh Paus. Akhirnya
Frederick II menyerang Vatikan Roma dan memporak-porandakan wilayah kepausan,
pihak kepausan pun menyerang balik Frederick II. Sitasi ini berlanjut hingga 1243 M.
Frederick II meninggal dunia oleh penyakitnya pada 13 Desember 1250 M di Castil
Fiorentino Puglia. Frederick II bersikap keras terhadap kaum kristen sementara ia
sangat mendukung dunia sosial muslimin. Kenyelenehannya inilah yang membuat
Frederick II dikenang oleh kaum muslimin, dikutuk oleh kaum kristen.
Ayah Dracula adalah seorang panglima militer yang lebih sering berada di medan
perang ketimbang di rumah. Praktis Dracula hanya mengenal sosok sang Ibu, Cneajna,
seorang bangsawan dari kerajaan Moldavia. Sang ibu memang memberikan kasih
sayang dan pendidikan bagi Dracula. Namun itu tidak mencukupi untuk menghadapi
situasi mencekam di Wallachia saat itu. Pembantaian sudah menjadi tontonan harian.
Seorang raja yang semalam masih berkuasa, di pagi hari kepalanya sudah diarak
keliling kota oleh para pemberontak.
Pada usia 11 tahun, Dracula bersama adiknya, Radu, dikirim ke Turki. Hal ini
dilakukan sang Ayah sebagai jaminan kesetiaannya kepada kerajaan Turki Ustmani
yang telah membantunya merebut tahta Wallachia dari tangan Janos Hunyadi. Selama
di Turki, kakak beradik ini memeluk agama Islam, bahkan mereka juga sekolah di
madrasah untuk belajar ilmu agama. Tak seperti adiknya yang tekun belajar, Dracula
justru sering mencuri waktu untuk melihat eksekusi hukuman mati di alun-alun. Begitu
senangnya dia melihat kepala-kepala tanpa badan dipancang di ujung tombak. Sampai-
sampai sehari saja tidak ada hukuman mati, maka dia segera menangkap burung atau
tikus, kemudian menyiksanya dengan tombak kecil sampai mati.
Dengan bantuan Turki Dracula dapat merebut tahta Wallachia. Setelah itu,
sebagian besar pasukan kembali ke Turki dengan menyisakan sebagian kecil di
Wallachia. Tanpa pernah diduga, Dracula murtad dan berkhianat. Dia menyatakan
memisahkan diri dari Ke Khilafahan Turki. Para prajurit Turki yang tersisa di Wallachia
ditangkapi. Setelah beberapa hari disekap di ruang bawah tanah, mereka diarak
telanjang bulat menuju tempat eksekusi di pinggir kota. Di tempat ini seluruh sisa
prajurit Turki dieksekusi dengan cara disula. Yakni dengan ditusuk duburnya dengan
balok runcing sebesar lengan, kemudian dipancangkan di tengah lapangan.
Dua bulan kemudian Janos Hunyadi berhasil merebut tahta Wallachia dari
tangan Dracula. Namun pada tahun 1456 hingga 1462 Dracula kembali berkuasa di
Wallachia. Masa pemerintahannya kali ini adalah masa-masa teror yang sangat
mengerikan. Yang menjadi korban aksi sadisnya bukan hanya umat Islam yang tinggal
di Wallachia, tapi juga para tuan tanah dan rakyat Wallachia yang beragama Khatolik.
Di hari Paskah tahun 1459, Dracula mengumpulkan para bangsawan dan tuan
tanah beserta keluarganya di sebuah gereja dalam sebuah jamuan makan. Setelah
semuanya selesai makan, dia memerintahkan semua orang yang ada ditempat itu
ditangkap. Para bangsawan yang terlibat pembunuhan ayah dan kakaknya dibunuh
dengan cara disula. Sedang lainnya dijadikan budak pembangunan benteng untuk
kepentingan darurat di kota Poenari, di tepi sungai Agres. Sejarawan Yunani,
Chalcondyles, memperkirakan jumlah semua tahanan mencapai 300 kepala keluarga.
Terdiri dari laki-laki dan perempuan, orang tua, bahkan anak-anak.
Aksi Dracula terhadap umat Islam di Wallachia jauh lebih sadis lagi. Selama
masa kekuasaannya, tak kurang dari 300 ribu umat Islam dibantainya. Berikut sejumlah
peristiwa yang digunakan Dracula sebagai ajang pembantaian umat Islam:
Pembataian terhadap prajurit Turki di ibu kota Wallachia, Tirgoviste. Ini terjadi pada
awal kedatangannya di sana, setelah mengumumkan perlawanannya terhadap Khilafah
utsmaniyah.
Pada 1456, Dracula membakar hidup-hidup 400 pemuda Turki yang sedang
menimba ilmu pengetahuan di Wallachia. Mereka ditangkapi dan ditelanjangi, lalu
diarak keliling kota yang akhirnya masukkan ke dalam sebuah aula. Aula tersebut lalu
dibakar dengan ratusan pemuda Turki di dalamnya.
Aksi brutal lainnya, adalah pembakaran para petani dan fakir miskin Muslim
Wallachia pada acara penobatan kekuasaannya. Para petani dan fakir miskin ini
dikumpulkan dalam jamuan makan malam di salah satu ruangan istana. Tanpa sadar
mereka dikunci dari luar, kemudian ruangan itu dibakar.
Dendam Dracula terhadap Turki dan Islam semakin menjadi. Untuk menyambut
hari peringatan St. Bartholome, 1459, dia memerintahkan pasukannya untuk
menangkapi para pedagang Turki yang ada di Wallachia. Dalam waktu sebulan
terkumpullah 30 ribu pedagang Turki beserta keluarganya. Para pedagang yang ditawan
ditelanjangi lalu digiring menuju lapangan penyulaan. Lalu mereka disula satu persatu.
3.1 Kesimpulan
Perang Salib adalah kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang
dimulai oleh kaum Kristiani pada periode 1095 – 1291; biasanya direstui oleh Paus atas
nama Agama Kristen, dengan tujuan untuk menguasai kembali Yerusalem dan “Tanah
Suci” dari kekuasaan kaum Muslim, awalnya diluncurkan sebagai jawaban atas
permintaan dari Kekaisaran Bizantium yang beragama Kristen Ortodoks Timur untuk
melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia. Perang Salib
ini juga dipengaruhi faktor agama, politik dan ekonomi. Beberapa tokoh yang terkenal
dalam Perang Salib ini adalah Abu Ali Mansur Tariqul Hakim, Kilij Arsalan,
Imaduddin Zanky, Nuruddin Mahmud, Asaduddin Shirkuh, Hasan Al-Sabbah,
Shalahuddin al-Ayyubi, Al-Malik al-Adil Syaifudin, Al-Malik al-Kamil Muhammad,
Al-Malik al-Zhahir Baybar, Paus Urbanus II, Petrus Hermit, Bohemond I, Alexius I
Comnenus, Robert II of Flander, Godfrey de Bouillon, Guy de Lusignan, Baldwin IV,
Richard the Lion Heart, Frederick II, Paus Innocent III, Edward I, Vlad Dracula.
3.2 Saran
Para pembaca yang budiman, di penghujung tulisan ini kami berharap semoga kita
semua mampu mengartikan dan memahami cerita tentang Perang Salib ini. Semoga
tidak membuat kita saling membenci, akan tetapi terus menjaga kerukunan sesama
umat manusia. Semoga pembaca yang budiman tidak puas akan hasil makalah ini dan
dapat menindaklanjutinya.
DAFTAR PUSTAKA
Suntiah, Ratu dan Maslani. 2014. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Interes Media.
http://hestiara.blogspot.com/2012/07/buku-tokoh-tokoh-perang-salib-paling_4422.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Salib
http://indraazzikra.blogspot.com/p/salahudin-al-ayyubi-sang-legenda-perang.html
http://warofweekly.blogspot.com/2011/05/tokoh-tokoh-yang-berpengaruh-pada.html
http://www.beritaunik.net/misteri-dunia/kisah-keganasan-dracula-di-perang-salib.html
http://www.islampos.com/perang-salib-bagaimana-permulaan-akhirnya-42239/