Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan infrastruktur di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup
signifikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gedung perkantoran, apartemen,
mall, dan perumahan yang sedang dibangun. Pembangunan ini diharapkan
mampu menumbuhkan perekonomian Indonesia yang cukup tertinggal dari
negara lain.

Pembangunan dilakukan secara bertahap mulai dari struktur bawah hingga


struktur atas dan diperlukan hitungan yang akurat agar bangunan tidak roboh saat
memerima beban. Struktur bawah terdiri dari pekerjaan galian dan fondasi.
Fondasi merupakan elemen struktur yang sangat penting yang bertugas
menerima beban dari struktur atas kemudian diteruskan kedalam tanah keras.
Fondasi umumnya dibagi menjadi 2 jenis yaitu fondasi dangkal, fondasi dalam.
Dari kedua jenis fondasi tersebut penerapan dilapangaannya berbeda-beda
tergantung dari berapa kedalaman tanah keras yang ada.

Fondasi didesain dengan mempertimbangkan beberapa aspek penting yaitu


kondisi tanah, batasan kontruksi diatasnya, waktu dan biaya pekerjaannya. Oleh
karena itu, fondasi pada setiap bangunan akan berbeda baik itu dimensinya,
kedalaman serta kekuatan fondasi itu sendiri. Dalam pelaksanaan dilapangan
fondasi dengan kedalaman lebih dari 1 meter harus dilakukan pengujian terhadap
kapasitas dukungnya. Suatu fondasi paling tidak harus mampu menahan beban
sebesar dua kali beban yang direncanakan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah seperti dibawah
ini:

1. Bagaimana metode pelaksanaan fondasi bored pile?


2. Bagaimana pelaksanaan pengujian kekuatan fondasi?
3. Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan pembangunan
fondasi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana metode pelaksanan fondasi
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengujian kekuatan fondasi
3. Mengetahui apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
fondasi

1.4 Manfaat Penulisan


1. Dapat mengetahui bagaimana metode pelaksanan fondasi
2. Dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pengujian kekuatan fondasi
3. Dapat mengetahui apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
fondasi

1.5 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini disusun dengan metode kepustakaan, dengan menjadikan
buku dan internet sebagai referensi dalam penyusunan makalah ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fondasi
Fondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang bertugas
meletakan bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper
structure/super structure) kedasar tanah yang cukup kuat mendukungnya. Untuk
tujuan itu pondasi bangunan harus diperhitungkan dan menjamin kestabilan
bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban bangunan dan gaya – gaya luar,
seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain, dan tidak boleh terjadi
penurunan pondasi setempat ataupun penurunan pondasi yang merata lebih dari
batas tertentu (Gunawan, 1991).

2.2 Pemilihan Fondasi


Menurut Nakazama (2000), pemilihan fondasi yang memadai perlu
diperhatikan apakah fondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan
apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai
dengan jadwal kerjanya. Bila keadaan tersebut ikut dipertimbangkan dalam
menentukan macam fondasi, berikut hal-hal perlu dipertimbangkan :

a) Keadaan tanah fondasi


b) Batasan-batasan akibat konstruksi diatasnya (superstructure)
c) Batasan-batasan dari sekelilingnya
d) Waktu dan biaya pekerjaan

Pemilihan tipe tiang pancang, untuk berbagai jenis keadaam tegantung


pada banyak variabel. Walaupun demikian harus ada indicator yang jelas yang
dapat menunjukkan kesesuaian beberapa tiang pancang dengan kondisi-kondisi
tertentu.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang
anatara lain:

a) Tipe dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri-ciri
topografinya.
b) Jenis bangunan yang akan dibuat.
c) Alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan.

2.3 Macam-Macam Fondasi


Gunawan (1991) berpendapat bahwa fondasi bangunan biasanya
dibedakan menjadi dua jenis yaitu fondasi dangkal (shallow foundations) dan
fondasi dalam (deep foundations). Secara umum bergantung pada kedalaman
fondasi berikut acuan yang digunakan :

1) Jika kedalaman dasar fondasi dari muka tanah adalah kurang atau sama
dengan lebar fondasi (D ≤ B) maka disebut fondasi dangkal.
2) Jika kedalaman fondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar
fondasi (D > 5B) maka disebut fondasi dalam.

Kedalaman suatu pondasi menetukan jenis pondasi apa yang akan


digunakan. Berdasarkan tingkat kedalaman pemancangan pondasi pada
kedalaman tanah, maka pondasi dapat dibagi menjadi dua (Hardiyatmo, 2002),
yaitu :
1. Fondasi dangkal (shallow foundations).
Fondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara
langsung, seperti tersebut di bawah ini:
a. Fondasi memanjang.

b. Fondasi telapak.

c. Fondasi rakit (raft foundations).


2. Fondasi dalam (deep foundations).

Fondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke


tanah keras yang terletak pada kedalaman yang sangat dalam, seperti
tersebut di bawah ini:
a. Fondasi sumuran (pier foundations).

b. Fondasi tiang (pile foundations).


2.4 Fondasi Tiang
2.4.1 Pendahuluan
Fondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan
tanah kuat terletak sangat dalam. Fondasi jenis ini juga dapat digunakan
untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama
pada bangunan-bangunan bertingkat yang dipengaruhi gaya-gaya akibat
beban angin (Hardiyatmo, 2008).

Fondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain:

1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak diatas air atau


tanah lunak ke tanah pendukung yang lebih kuat.
2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relative lunak sampai
kedalaman tertentu sehingga fondasi bangunan mampu
memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban
tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya.
3. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya
miring.
4. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas dukung
tersebut bertambah.
5. Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya
mudah tergerus air.
2.4.2 Fondasi Tiang Bor (Bored Pile)
Fondasi bored pile adalah bentuk fondasi dalam yang dibangun di
dalam permukaan tanah dengan kedalaman tertentu. Fondasi di tempatkan
sampai kedalaman yang dibutuhkan dengan cara membuat lobang yang
dibor dengan alat khusus. Setelah mencapai kedalaman yang disyaratkan,
kemudian dilakukan pemasangan bekisting yang terbuat dari plat besi,
kemudian dimasukkan rangka besi fondasi yang telah dirakit sebelumnya,
lalu dilakukan pengecoran terhadap lubang yang sudah di bor tersebut.
Pekerjaan fondasi ini tentunya dibantu dengan alat khusus, untuk
mengangkat kesing dan rangka besi. Setelah dilakukan pengecoran kesing
tersebut dikeluarkan kembali.

Sitem kerja fondasi ini hamper sama dengan fondasi pile (tiang
pancang), yaitu meneruskan beban struktur bangunan diatas ke tanah dasar
dibawahnya sampai kedalaman tanah yang dianggap kuat (memiliki daya
dukung yang cukup). Untuk itu diperlukan penyelidikan tanah sebelumnya,
agar daya dukung tanah dapat diketahui pada kedalaman berapa meter yang
dianggap memadai untuk mendukung konstruksi diatas yang akan dipikul
nantinya.

2.4.2.1 Metode Pelaksanaan


Metode pelaksanaan fondasi bored pile dibagi menjadi beberapa
tahap antara lain:

1) Metode kerja
Metode pelaksanaan fondasi bore pile ada 3 macam, yaitu:
a) Metode kering: metode kering cocok digunakan pada
tanah diatas muka air tanah yang ketika di bor dinding
lubangnya tidak longsor.
b) Metode basah: metode bassah umumnya dilakukan
bila pengeboran melewati muka air tanah, sehingga
lubang bor selalu longsor bila dindingnya tidak
ditahan.
c) Metode casing: metode ini digunakan jika lubang bor
sangat mudah longsor.
2) Pekerjaan persiapan
a) Menentukan lokasi untuk bangunan sementara,
seperti; kantor, toilet dan tempat para pekerja.
b) Membuat jalan akses masuk dan keluar pada saat
proses pengerjaan dimulai.
c) Mengukur dan menetukan posisi titik-titik bored pile
di site.
d) Membuat pabrikasi keranjang besi bored pile
e) Membuat schedule pengecoran bored pile dan terus
dikendalikan
f) Membuat format untuk monitoring report bore pile

Gambar 2. 1 Pekerjaan Persiapan


3) Pekerjaan galian
a) Menempatkan alat pada posisi titik yang akan di bor.
b) Bila kondisi lapisan tanah baik, bor sampai kedalaman
6 m saja dan pasang casing 6 m
c) Bila kondisi lapisan tanah jelek, menggunakan full
casing untuk mencegah kelongsoran tanah pada saat
proses boring.
d) Kemudian melanjutkan dengan proses pengeboran
sampai kedalman yang dikehendaki (-10 m).
e) Mengecek apakah kedalaman yang dikehendaki sudah
tercapai
f) Membersihkan lumpur pada dasar lubang bor dengan
bucket cleaning.
g) Selama proses berlangsung, catat:
a. Kedalaman muka air tanah
b. Jenis lapisan tanah berikut kedalamn dan
ketebalan
h) Buat laporan harian bore pile
4) Pekerjaan Penulangan
a) Paralel dengan pekerjaan persiapan, maka pembuatan
penulangan tiang bor telah dapat dilakukan.
b) Jika tertunda lama, tanah pada lubang bor bisa rusak
(mungkin karena hujan atau lainnya). Bisa-bisa perlu
dilakukan pengerjaan bor lagi.
c) Pemilihan tempat untuk merakit tulangan, tidak boleh
terlalu jauh, masih terjangkau oleh alat-alat berat.
d) Pemasangan pipa trimie sesuai dengan kedalaman
lubang yang dibor.
e) Memasang baja tulangan yang dirakit
f) Pembersihan akhir dengan menyemprotkan air
bertekanan selama ± 10 menit melalui pipa trimie
untuk membersihkan lubang dari endapan lumpur.

Gambar 2. 2 Pekerjaan Penulangan

5) Pekerjaan Cor
a) Kantong plastik yang diisi dengan campuran beton
untuk memisahkan campuran beton dari endapan
lumpur di dalam pipa trime
b) Setelah tenaga pengecoran siap, campuran beton diisi
kedalam lubang pipa sampai kepermukaan dan
kemudian tas plastik bisa dilepas
c) Pengecoran dilakukan dengan bantuan vibrator untuk
membantu aliran campuran beton agar tidak ada udara
dalam campuran beton
d) Jika campuran tidak bisa turun lebih jauh, maka pipa
trime nisa ditarik perlahan-lahan sambal terus
menuangkan campuran beton.
e) Penarikan pipa trime harus dijaga sehingga ujung
bawah pipa tetap terendam 1 m di dalam campuran
beton
f) Pengecoran dapat dihentikan jika campuran beton
sampai kepermukaan lubang (meluap) dan benar-benar
bersih dari lumpur.

Gambar 2. 3 Pekerjaan Pengecoran

6) Pekerjaan Pile Cap


a) Melakukan penggalian tanah, pemotongan pile sesuai
elevasi pile cap
b) Pada pile dilakukan pembobokan pada bagian
betonnya hingga tersisa tulangan besinya yang
kemudian dijadikan sebagai stek pondasi sebagai
pengikat dengan pile cap
c) Sebagai landasan pile cap, dibuat lantai kerja terlebih
dahulu dengan ketebalan ± 10cm
d) Melakukan pemasngan tulangan-tulangan pile cap
yang meliputi tulangan utama atas dan bawah
e) Sebelum dilakukan pengecoran, tanah disekitar
bekisting ditimbun kembali untuk menahan beban
pengecoran dan meratakan. Setelah semua persiapan
sudah siap, maka dapat dilakukan pengecoran pada
pile cap
Gambar 2. 4 Pekerjaan Pile Cap

2.5 Pengujian Fondasi


2.5.1 Pendahuluan
Uji pembebanan tiang (pile loading test) adalah suatu metode yang
digunakan untuk memeriksa kekuatan dan stabilitas suatu fondasi dengan
cara memberikan beban yang sesuai dengan perhitungan yang telah
direncanakan. Adapun 2 jenis pengujian fondasi yang dilakulkan yaitu :

1. Static load test (compression, tension, dan lateral)


2. Dynamic load test (Pile Driving Analizer)

2.5.2 Axial Loading Test


Pengujian Axial loading test dimaksudkan untuk mengetahui
berapa besar kapasitas ijin tiang. Pengujian pembebanan ini dilakukan
dengan memilij tiang fondasi pile group secara acak tetepi harus mewakili
masing-masing karakter tanah yang berbeda. Pengujian ini umumnya
menggunakan kentledge system dan sesuai dengan spesifikasi ASTM
DI143-81 dengan prosedur pembacaan dan pembebanan siklik (Cyclic
Loading Procedure).
2.5.2.1 Data Teknis
Data teknis yang digunakan pada pengujian bored pile berisi
tentang data umum fondasi, spesifikasi beban pengujian, metode
pembebanan, dan prosedur pembebanan

2.5.2.2 Metode Pembebanan


1) Pelaksanaan pembebanan dilakukan dengan menggunakan
system pembebanan langsung dan sesuai dengan spesifikasi
ASTM D1143-81 dengan prosedur pembacaan dan
pembebanan siklik (cyclic loading procedure).
2) Percobaan ini menggunakan blok beton dengan berat 200 %
dari beban kerja.
3) Hydraulic Jack diletakkan tepat di tengah-tengah test pile.
Sewaktu jack bekerja maka jack akan menekan test beam ke
atas sehingga akan ada reaksi tekan ke tiang percobaan.
Penyaluran beban test beam di tahan oleh cross beam yang
dipasang melintang dengan test beam, penyaluran beban
cross beam ditahan oleh concrete block yang terpasng diatas
cross beam.
4) Penurunan dari fondasi tiang percobaan diukur oleh 4 buah
(dial gauge) yang dihubungkan dengan profil.
5) Baja kanal sebagai reference beam dan 2 buah dial gauge
untuk pembacaan pergeseran lateral tiang.
6) Reference beam yang dipasng dengan kokoh dan di bracing.
Hasil penurunan untuk tiang percobaan dalam percobaan ini
dapat dilihat pada grafik dan hasil pembacaan loading test.
2.5.2.3 Alat yang Digunakan untuk Axial Loading Test
1) Concrete Block
Concrete block memiliki berat sebesar 2 ton/blok.

Gambar 2. 5 Concrete Block

2) Hydraulic Jack

Gambar 2. 6 Hydraulic Jack

3) Pompa (pressures gauge)

Gambar 2. 7 Pressure Gauges


4) Extentiometer (dial indicator)

Gambar 2. 8 Extentiometer (Dial Gauge)

2.5.2.4 Prosedur Pembacaan


Beban penurunan dan waktu akan dicata saat
penambahan dan pengurangan beban. Pencatatan untuk beban
tekan adalah sebagai berikut:

1) Selama penambahan beban pada masing-masing beban


akan dicatat setiap 10 menit.
2) Selama pengurangan beban pada masing-masing beban
akan dicatat dengan interval 10 menit selama 1 jam.
3) Untuk beban pincak 200% dari design load,
pembebanan harus ditahan selama 12 jam atau
maksimal 24 jam dan kecepatan penurunan tidak lebih
dari 0.25 mm/jam.
4) Rebound akan dicatat setelah beban 0 ton, selama 12
jam.
2.5.3 Pile Driving Analyzer (PDA)
Pile Driving Analyzer (PDA) adalah suatu system pengujian dengan
menggunakan data digital computer yang diperoleh dari strain transducer
dan accelerometer untuk memperoleh kurva gaya dan kecepatan ketika
tiang dipukul menggunakan palu dengan berat tertentu. Hasil dari
pengujian PDA terdiri dari kapasitas tiang, energi palu, penurunan, dan
sebagainya.

Pada umumnya, pengujian dengan metode PDA dilaksanakan


setelah tiang mempunyai kekuatan yang cukup untuk menahan tumbukan
palu. Metode lain yang dapat digunakan untuk menahan tumbukan adalah
dengan menggunakan cushion, merendahkan tinggi jatuh palu dan
menggunakan palu yang lebih berat..

2.5.3.1 Data Teknis


Data teknis ini berisikan data tentang tiang yang akan diuji
seperti nama tiang, dimensi tiang, tipe tiang, kedalaman tiang
dan data teknis alat untuk mengujinya.

2.5.3.2 Peralatan untuk Tes PDA


1) PDA-PAX
2) Wirelles strain transducer
3) Wireless accelerometer
4) Hammer
5) Bor tangan
6) Gerinda
7) Perlengkapan safety
2.5.3.3 Pengujian Tiang dengan PDA dengan Cara Dinamis
Pada dasarnya pengujian tiang dengan cara dinamis
didasarkan pada analisis data data hasil rekaman getaran
gelombang yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan
sumber impact. Dua buah transducer dan dua buah
accelerometer yang dipasang pada bagian atas tiang berfungsi
sebagai alat ukur renggangan dan percepatan gelombang akibat
tumbukan sumber impact.

Tujuan pemasangan dua buah instrument untuk masing-


masing pengukuran adalah untuk mendapatkan data yang
terbaik disamping sebagai alat faktor keamanan apabila salah
satu instrument tidak bekerja dengan baik.

Hasil pengukuran yang diperoleh tersebut direkam


dengan alat Pile Driving Analyzer (PDA). PDA sendiri
menganalisis hasil pengukuran dengan metode yang dikenal
dengan nama “Case Method” dimana metode tersebut
didasarkan pada teori gelombang satu dimensi.

2.5.3.4 Metode Pelaksanaan


A. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus


dilakukan antara lain:

1) Pengumpulan data informasi


a) Tanggal pengeboran tiang
b) Panjang tiang dan ukuran penampang
c) Panjang tiang yang masuk kedalam tanah
2) Pengeboran lubang untuk memasang strain
transducer dan accelerometer pada tiang
B. Tahap Pelaksanaan
Prosedur pengujian dengan menggunakan PDA
dilakukan sesuai dengan peraturan ASTM D4945-12. Oleh
karena itu, tiang bor yang akan diuji PDA diberi beberapa
kali tumbukan, dimana penumbukan dihentikan jika telah
diperoleh mutu rekaman pada computer yang cukup baik
dan energi tumbukan (EMX) yang relative cukup tinggi.
Untuk didapatkan kualitas rekaman yang baik tergantung
dari beberapa faktor antara lain pemasangan instrument
terpasang cukup kuat pada tiang beton sistem elektronik
computer dan efisiensi hammer yang digunakan. Pada saat
pengujian secara temporary dilakukan pengecekan atau
pengencangan baut-baut instrument strain transducer dan
accelerometer. Dilakukan beberapa tumbukan sesuai
kebutuhan, jika telah didapatkan nilai EMX yang relative
tinggi maka tumbukan dihentikan, dimana nilai EMX
tergantung dari nilai efisiensi hammer yang dipakai. Emua
pengujian dimansi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
ASTM D4945-08.
Menurut Robinson dkk (2002), berat hammer yang
disarankan untuk digunakan pada pengujian tes PDA yang
bergantung pada kapasitas ultimate tiang (Qu) yaitu:
1. W/Q = 1% untuk jenis tanah kohesi kaku atau
bebatuan
2. W/Q = 1.5% untuk jenis tiang friksi
3. W/Q = 2% untuk fondasi tiang bor dengan jenis
tanah daya dukung ujung
Fondasi tanah berbutir kasar (grained coarse soils)
dengan ketinggian jatuhnya antara 0.25 m sampai 1.5 m.
sedangkan jumlah pile yang akan diuji antara 0.5-2% dari
seluruh jumlah tiang tiang pancang/bor (Mhaiskar dkk,
2010).

Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pengujian


dilakukan. Persiapan ini antara lain:

1) Meratakan kepala tiang dan kondisi tiang harus


simetris dan tegak lurus.

Gambar 2. 9 Kepala Tiang yang Sudah Diratakan

2) Pengujian tiang dilakukan dengan menempatkan 2


pasang sensor secara berlawanan. Satu pasang sensor
terdiri dari pengukur reganan (starin transducer) dan
pengukuran percepatan (accelerometer) yang
dipasang dibawah kepala tiang (jarak minimum dari
kepala tiang ke transducer 1.5D – 2D) sehingga ada
jarak bebas pada saat tumbukan.
Gambar 2. 10 Pemasangan Strain
Transducer dan Accerometer

3) Mempersiapkan hammer dan cushion pada kepala


tiang, berat hammer 12 ton.

Gambar 2. 11 Hammer dan Cushion


Pada Tiang

4) Memasukkan data tiang dan hammer dalam PDA


PAX.
5) Pengujian dilakukan dengan menjatuhkan hammer
ke kepala tiang hingga diperoleh energi yang cukup
dan tegangan tidak terlampau agar kepala tiang tidak
rusak.
6) Akibat tumbukan hammer pada kepala tiang, sensor
akan menangkap gerakan yang timbul dan
mengubahnya menjadi sinyal listrik yang kemudian
di rekam dan diproses dengan Pile Driving Analyzer
(PDA) model PAX. Hasil rekaman PDA dianalisa
lebih lanjut dengan software CAPWAP. Beberapa
variabel tiang uji termonitor, seperti kapasitas tiang,
energi, penurunan maupun integritas tiang.
7) CAPWAP (Case Pile Wave Analysis Program)
adalah program aplikasi Analisa numerik yang
menggunakan masukan fata gaya dan kecepatan
yang diukur oleh PDA. Kegunaan program ini adalah
untuk memperkirakan distribusi dan besarnya gaya
perlawanan tanah total sepanjang tiang berdasarkan
medelisasi sistem tiang-tanah yang dibuat dan
memisahkannya menjadi bagian perlawanan dinamis
dan statis.
8) Setelah pengujian PDA dilaksanakan, dilakukan
Analisa lebih lanjut dengan CAPWAP untuk
memperoleh load transfer tiang dan ujung tiang,
kapasitas friksi dan ujung tiang, tegangan tekan dan
Tarik sepanjang tiang serta penurunan tiang.

2.6 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Perencanaan Fondasi


2.6.1 Pendahuluan
Menurut Hardiyatmo (1996), penyelidikan tanah di lapangan
dibutuhkan untuk data perancangan fondasi bangunan seperti : bangunan
gedung, dinding penahan tanah, bendungan, jalan, dermaga, dan lain-lain.
bergantung pada maksud dan tujuannya, penyelidikan dapat dilakukan
dengan cara menggali trial-pit, pengeboran, dan pengujian langsung di
lapangan. Tujuan dari penyelidikan tanah antara lain:

1) Menentukan daya dukung tanah menurut tipe fodasi yang dipilih.


2) Menentukan tipe dan kedalaman fondasi.
3) Mengetahui posisi muka air tanah.
4) Memprediksi bersanya penurunan yang dapat terjadi.
5) Menentukan besarnya tekanan tanah terhadap dinding penahan
tanah atau pangkal jembatan.
6) Menyelidiki keamanan suatu struktur bila penyelidikan dilakukan
pada bangunan yang telah ada sebelumnya.

2.6.2 Penyelidikan Tanah di Lapangan


Menurut Hardiyatmo (1996), jenis-jenis tanah tertentu sangat
mudah sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contohnya di dalam
tanah. Untuk menanggulangi hal tersebut, sering dilakukan beberapa
pengujian di lapangan secara langsung. Pengujian-pengujian tersebut,
antara lain:

1) Pengujian penetrasi standar atau pegujian SPT (Standard


Penetration Test).
2) Pengujian penetrasi kerucut statis (Static Cone Penetration Test).
3) Pengujian beban pelat (Plate Load Test).
4) Pengujian geser baling-baling (Vane Shear Test).

Pengujian di lapangan sangat berguna untuk mengetahui karakteristik


tanah dalam mendukung beban fondasi dengan tidak dipengaruhi oleh
kerusakan contoh tanah akibat operasi pengeboran dan penanganan.

2.6.3 Tipe-tipe Keruntuhan Fondasi


Menurut Hardiyatmo (), untuk mempelajari perilaku tanah pada
saat permulaan pembebanan sampai mencapai keruntuhan, dilakukan
tinjauan terhadap suatu fondasi kaku pada kedalaman dasar fondasi yang
tak lebih dari lebar fondasinya. Penambahan beban dilakukan secara
berangsur-angsur.
2.6.3.1 Fase-fase Keruntuhan Fondasi
1. Fase I
Fase pada saat awal penerapan bebannya, tanah di
bawah fondasi turun yang diikuti oleh deformasi tanah
secara lateral dan vertical ke vawah. Sejauh beban yang
diterapkan relatif kecil, penurunan yang terjadi kira-kira
sebanding dengan besarnya beban yang diterapkan. Dalam
keadaan ini, tanah dalam kondisi keseimbangan elastis.
Massa tanah yang terletak di bawah fondasi mengalami
kompresi yang mengakibatkan kenaikan kuat geser tanah,
yang dengan demikian menambah daya dukungnya.
2. Fase II
Pada penambahan beban selanjutnya, baji tanah
terbentuk tepat di dasar fondasi dan deformasi plastis tanah
menjadi semakin dominan. Gerakan tanah pada kedudukan
plastis dimulai dari tepi fondasi, dan kemudian dengan
bertambahnya beban, zona plastis berkembang. Gerakan
tanah kea rah lateral menjadi semakin nyata yang diikuti
oleh retakan local dan geseran tanah disekeliling tapi
fondasinya. Dalam zona plastis, kuat geser tanah
sepenuhnya berkembang untuk menahan bebannya.
3. Fase III
Fase ini dikarakteristikkan oleh kecepatan deformasi
yang semakin bertambah seiring dengan penambahan
bebannya. Deformasi tersebut diikuti oleh gerakan tanah
keaarah luar yang diikuti oleh menggembungnya tanah
permukaan, dan kemudain tanah pendukung fondasi
mengalami keruntuhan dengan bidang runtuh yang
berbentuk lengkungan dan garis yang disebuat bidang geser
radial dan bisang geser liner.

Gambar 2. 12 Fase-fase Keruntuhan

2.6.3.2 Macam-macam Keruntuhan Fondasi


Berdasarkan pengujian model, vesic (1963) membagi
mekanisme keruntuhan fondasi menjadi 3 macam

1. Keruntuhan Geser Umum


Keruntuhan fondasi terjadi menurut bidang runtuh
yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Suatu baji tanah
tanah berbentuk tepat pada dasar fondasi (zona A) yang
menekan tanah ke bawah hingga menyebabkan aliran
tanah secara plastis pada zona B. gerakan kearah luar di
kedua zona tersebut, ditahan oleh tahanan tanah pasif
dibagian C. Saat tahanan tanah pasif bagian C terlampaui,
terjadi gerakan tanah yang mengakibatkan
penggembungan tanah di sekitar fondasi. Bidang longsor
yang terbentuk, berupa lengkungan dan garis lurus yang
menembus hingga mencapai permukaan tanah. Saat
keruntuhannya, terjadi gerakan massa tanah kea rah luar
dan ketas seperti pada gambar. Keruntuhan geser umum
terjadi dalam waktu yang relative mendadak, yang diikuti
oleh penggulingan fondasinya.
2. Keruntuhan Geser Lokal
Tipe keruntuhannya hamper sama dengan
keruntuhan geser umum, namun bidang runtuh yang
terbentuk tidak sampai mencapai permukaan tanah. Jadi,
bidang runtuh yang kontinj tidak berkembang. Fondasi
tenggelam akibat bertambahnya beban pada kedalam yang
relative dalam yang menyebabkan tanah di dekatnya
mampat. Tetapi mampatnya tanah tidak sampai
mengakibatkan kedudukan kritis keruntuhan tanahnya,
sehingga zona plastis tak berkembang seperti pada
keruntuhan geser umum. Dalam tipe keruntuhan geser
local, terdapat sedikit penggembungan tanah di sekitar
fondasi, namun tak terjadi penggulingan fondasi.
3. Keruntuhan Penetrasi
Pada tipe keruntuhan ini, dapat dikatakan
keruntuhan geser tanah tidak terjadi. Akibatnya bebannya,
fondasi hanya menembus dan menekan tanah ke samping
yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat fondasi.
Penurunan fondasi bertambah hamper secara linier dengan
penambahan bebannya. Pemampatan tanah akibat
penetrasi fondasi, berkembang hanya pada zona terbatas
tepat di dasar dan di sekitar tipe fondasi. Penurunan yang
terjadi tak menghasilkan cukup gerakan arah lateral yang
menuju kedudukan kritis keruntuhan tanahnya, sehingga
kuat geser ultimit tanah tak dapat berkembang. Fondasi
menembus tanah ke bawah dan baji tanah yang terbentuk
di bawah dasar fondasi hanya menyebabkan tanah
menyisih. Saat keruntuhan, bidang runtuh tak terlihat sama
sekali.

Gambar 2. 13 Macam-macam Keruntuhan Fondasi


a. Keruntuhan geser umum.
b. Keruntuhan geser lokal.
c. Keruntuhan penetrasi
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fondasi adalah elemen struktur yang berada dibawah permukaan tanah
yang berfungsi untuk menopang beban struktur diatasnya kemudian diteruskan
hingga ketanah keras. Dalam merencanakan suatu fondasi, hal yang perlu
diperhatikan adalah jenis dan karakteristik tanah yang akan dibangun fondasi.
Jenis dan karakteristik tanah dapat dilihat dari hasil penyelidikan tanah seperti
sondir, N-SPT, dan uji laboratorium. Dari hasil penyelidikan tanah didapatkan
pula data tanah keras berada dikedalaman berapa dan muka air tanh berada
dikedalaman berapa. Setelah itu, dapat melakukan perhitungan daya dukung ijin
sehingga didapatkan berapa dimensi suatu fondasi yang akan dikerjaan untuk
pembangunan.

3.2 Saran
Dari makalah tersebut,penulis penulis mengharapkan kepada para pembaca
bahwa fondasi harus direncanakan sedemikian rupa agar tidak terjadi kegagalan
terutama dalam pelaksanaannya. Untuk itu, pekerjaan fondasi harus diawasi oleh
konsultan pengawas agar kontraktor dapat melaksanakan tugasnya dengan runtut
dan tepat.

Anda mungkin juga menyukai