Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

PRINSIP PROSES PENGOLAHAN PANGAN


”PRINSIP PROSES PEMBUATAN TEPUNG UBI KAYU”

DOSEN PENGAMPU: 1. Ir. INDRIYANI, M.P


2. Ir. SURHAINI, M.P
3. IKA GUSRIANI, S.TP., M.P

NAMA ASISTEN DOSEN: 1. NOPITA SARI (J1A116003)


2. STEVEN WELLYNTON PARTOGI SITORUS
(J1A116063)

DISUSUN OLEH:
R-002/SHIFT II/KELOMPOK 5
ROSITA HANDRIANA J1A118005
FETI ARDIANTI J1A118031
ONO HERLANDA J1A118078
FADEL MAX MUHAMMAD J1A118095

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Serialia dan umbi-umbian banyak tumbuh di indonesia. Produksi serealis terutama beras
sebagai bahan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula dengan bertambahnya
penduduk, kebutuhan akan serealis dan umbi-umbian sebagai sumber energi pun terus
meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat tinggi seperti halnya sereal iya dan umbi-
umbian pada umumnya tahan terhadap suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering
dihidangkan dalam bentuk segar, rebusan atau kekuasaan hal ini tergantung dari selera.
Pada umumnya, umbi-umbian mengandung kadar protein lebih rendah dibanding
serialia, sekitar 0,5-1,5 g% tetapi kandungan protein ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan kelompok ekstrak tepung. Jenis umbi yang termasuk bahan makanan pokok yang
cukup berarti di indonesia adalah singkong dan ubi jalar, sedangkan talas dan gandung tidak
memegang peranan penting sebagai bahan pokok.
Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat luwer untuk diolah
menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk tepung mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan dalam sistem agro industri, oleh karena itu perlu
dilakukan perakitan teknologi pengolahan tepung ubi.
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi
yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, muda dicampur, percaya zat gizi, dibentuk,
dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis. Prosedur
pembuatan tepung sangat beragam dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan
pangan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pangan
yang tidak mudah menjadi coklat apabila dikupas dan bahan pangan yang mudah menjadi
coklat ( kelompok aneka umbi dan buah yang kaya akan karbohidrat).

1.2 Tujuan Praktikum


Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prinsip proses pembuatan tepung ubi kayu dan
mengetahui perbandingan tepung ubi kayu dengan berbagai perlakuan
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 29 maret 2019 pukul 08.00-09.40 WIB.
Bertempat di Laboratorim Pengolahan, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Universitas
Jambi.

3.2 Alat Dan Bahan


Adapun alat yang di gunakan adalah pisau, baskom, talenan, toples, timbangan analitik,
saringan, oven, blender ayakan 60 mesh dan plastic ziplock. Adapun bahan yang di gunakan
adalah kubis, ubi kayu, air, garam halus dan garam kasar.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Pembuatan cairan kubis
Di siapakan kubis sebanyak 300 gr di sortir lalu di cuci di layukan dengan sinar
matahari 2 jam di timbang 250 gr di iris dengan ketebalan kurang lebih 2-2 mm di
tambah garam kasar 1.5% (3.75 g) sambil diremas-remas. Lalu di rendam dengan air
sebanyak 500 ml dan di tambahkan garam halus 1.5% kemudian di fermentasi selama 3
hari.

3.3.2 Tepung
Di siapkan ubi kayu, dikupas lalu di cuci sampai bersih. Kemudian di potong
dengan ukuran 10×10 mm, setelah itu di blanching dengan suhu 80°C selama 15 menit.
Lalu di iris 2-3 mm dan di timbang sebanyak 500 gr. Setelah itu, diberi perlakuan sesuai
kelompok masing-masing. Untuk kelompok fermentasi 48 jam, ubi yang telah diiris dan
ditimbang di lakukan fermentasi selama 48 jam dengan penambahan cairan kubis yang
telah disaring dan ditambahkan air dengan perbandngan 2:3. Setelah difermentasi selama
48 jam, dicuci bersih dan dilakukan pengeringan dengan oven sampai ubi benar-benar
kering (dapat dipatahkan). Lalu ubi yang telah dikeringkan di haluskan dengan blender
dan di ayak dengan ayakan 60 mesh. Tepung ubi yang sudah halus di ukur intensitas
warnanya menggunakan colour reader untuk menentukan nilai L, a dan b pada tepung
tersebut.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Tepung Ubi Kayu

Colour Reader Penimbangan


Kel Perlakuan Warna Aroma Tekstur Nilai Nilai Nilai Berat Berat Rendemen
a b L Awal Akhir
Fermentasi
Putih 500 186,95
1 0 jam Singkong Halus 4,8 23,7 51,5 62,61%
pucat gr gr
(kontrol)

Putih
Fermentasi 500 115,274
2 sedikit Singkong Halus 5,4 25,33 50,03 76,95%
12 jam gr gr
pucat

Fermentasi Putih 500 96,783


3 Singkong Halus 6,1 25,27 49,9 80,64%
24 jam pucat gr gr

Fermentasi Putih 500 215,90


4 Singkong Halus 5,6 25,2 50,6 56,82%
36 jam pucat gr gr

Fermentasi Putih 500 158,474


5 Kubis Halus 5,06 24,16 51,8 68,30%
48 jam Tulang gr gr

4.2 Pembahasan
Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat luwes untuk diolah
menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk tepung mempunyai
prospek yang baik untuk dikembangkan dalam sistem agroindustri, oleh karena itu perlu
dilakukan perakitan teknologi pengolahan tepung ubi kayu (Darmardjati, 1993). Teknologi
pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang
dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat
gizi, dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba
praktis (Widowati, 2009).
Pada proses pembuatan tepung ubi kayu ini, terlebih dahulu dibuat cairan kubis yang
difermentasi selama 3 hari. Menurut Wulandari (2017), semakin tinggi ekstrak kubis maka
jumlah mikroba juga semakin tinggi, sehingga enzim prektinolitik dan selulolitik yang
dihasilkan meningkat. Menurut Tandarianto (2014), proses perendaman menggunakan
ekstrak kubis fermentasi mampu menaikkan kadar protein, hal ini terjadi karena adanya
proses fermentasi yang menghasilkan bakteri asam laktat (BAL) berupa Lactobacillus
plantarum. Selama proses fermentasi menyebabkan aktivitas Lactobacillus plantarum
bekerja secara maximal, yang mana mikroorganisme ini menghasilkan enzim protease yang
mampu meningkatkan protein. Kenaikan ini disebabkan karena adanya aktivitas enzim
protease yang dihasilkan oleh mikroba yang terdapat pada proses fermentasi. Waktu
fermentasi yang lama menyebabkan populasi Lactobacillus plantarum makin meningkat.
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman tropis yang paling
berguna dan secara luas dimanfaatkan sebagai sumber kalori yang murah. Proses pembuatan
tepung ubi kayu dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya yaitu melalui proses
pengupasan, perendaman, pemarutan, pengepresan, kemudian di keringkan sehingga menjadi
tepung ubi kayu. Menurut Amin (2006), proses pembuatan tepung ubi kayu secara tradisional
diawali dengan pengupasan dan pencucian sampai penggilingan, pengeringan dan
pengayakan.
Pembuatan tepung ubi kayu dilakukan dengan berbagai perlakuan, yaitu pertama
tanpa dilakukannya fermentasi pada ubi yang akan dijadikan tepung, tepung ini digunakan
sebagai kontrol. Untuk perlakuan selanjutnya dilakukan fermentasi pada ubi kayu dengan
dengan cairan kubis selama 12 jam, 24 jam, dan 48 jam . Dimana ubi yang diperlukan dari
setiap kelompok adalah 500 gr. Setelah dilakukan penimbangan, dan diberi perlakuan
masing-masing, ubi di oven sampai kering lalu di haluskan dengan blender.
Pada proses pengeringan terjadi penurunan kadar air pada ubi kayu, penurunan kadar air
pada proses pembuatan tepung ubi kayu sangat diperlukan, mengingat kadar air dapat
mempengaruhi proses penyimpanan tepung. Menurut Amin (2006), penurunan kadar air pada
pembuatan tepung ubi kayu dipengaruhi oleh proses pengepresan dan pengeringan, karena
dengan proses pengeringan diharapkan semakin mempermudah penguapan air. Hal yang
sama dinyatakan oleh Herawati (2002) bahwa semakin lama waktu pemanasan maka
pemecahan komponen-komponen bahan semakin meningkat yang berakibat jumlah air terikat
yang terbebaskan semakin banyak. Selain itu kecepatan pengeringan juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Menurut Buckle (1987), Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
pengeringan dari suatu sifat bahan pangan yaitu sifat fisik dan kimia dari (bentuk, ukuran,
komposisi, kadar air), pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau
media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan), dan sifat-sifat fisik
dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara). Karakteristik alat
pengering (efisiensi pemindahan panas).
Sebelum pengeringan dilakukan ubi kayu diiris tipis dan dilakukan fermentasi sesuai
perlakuan. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah untuk memperbesar luas permukaan bahan
yang akan membantu dan memperlancar proses, dalam hal ini mempercepat waktu
pengeringan bahan dan mempercepat proses blanching (Brennan, 1969).
Berdasarkan hasil praktikum, setelah dilakukan pengeringan didapat berat akhir setiap
perlakuan yaitu 186,95 gr dengan fermentasi 0 jam, 115, 274 gr dengan fermentasi 12 jam,
96,783 gr dengan fermentasi 24 jam, 215, 90 gr dengan fermentasi 36 jam dan 158, 474 gr
dengan fermentasi 48 jam. Sehingga dapat diketahui rendamennya 62,61% pada fermentasi 0
jam, 76,95% pada fermentasi 12 jam, 80,64% pada fermentasi 24 jam, 56,82% pada
fermentasi 36 jam dan 68,30% pada fermentasi 48 jam.
Menurut proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisik dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan penampakan
merupakan salah satu krateria penilaian yang sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung
ubi kayu selain nilai gizinya (Desrosier, 1988). Berdasarkan pengamatan warna, aroma dan
tekstur. Warna pada tepung ubi kayu dengan fermentasi 0 jam (kontrol) putih pucat,
fermentasi 12 jam didapatkan warna putih sedikit pucat, tepung ubi dengan fermentasi 24 jam
didapatkan warna putih pucat, tepung ubi dengan fermentasi 36 jam didapatkan warna putih
pucat dan tepung ubi dengan fermentasi 48 jam didapatkan warna putih tulang
Dari segi tekstur, pada semua perlakuan tekstur yang didapat yaitu halus baik fermentasi
0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam. Menurut Wulandari (2017), umumnya tepung
memiliki tekstur halus. Sedangkan untuk aroma pada perlakuan fermentasi 0 jam, 12 jam, 24
jam didapatkan aroma khas singkong. Sedangkan pada perlakuan fermentasi 48 jam didapat
aroma kubis. Aroma ini berkaitan dengan ekstrak kubis fermentasi, dimana kandungan yang
dimiliki BAL berupa Lactobacillus plantarum, yang mana pada proses ini adanya aktifitas
mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik yang menghasilkan perubahan kimiawi dari
substrat organik (Tarigan, 1988).
Pengukuran menggunakan colour reader didapatkan nilai L, a dan b. Pada tepung ubi
kayu dengan fermentasi 0 jam (kontrol) didapatkan nilai a 4,8 nilai b 23,7 dan nilai L51,5
yang diukur dengan colour reader. Pada tepung ubi dengan fermentasi 12 jam didapatkan
nilai a 5,4 nilai b 25, 33 dan nilai L 50,03. Pada tepung ubi dengan fermentasi 24 jam
didapatkan nilai a 6,1 nilai b 25,27 dan nilai L 49,9. Pada tepung ubi dengan fermentasi 36
jam didapatkan nilai a 5,6 nilai b 25,2 dan nilai L 51,8 dan tepung ubi dengan fermentasi 48
jam didapatkan nilai a 5,06 nilai b 24,16 dan nilai L 51, 8. Warna dapat diamati secara
kuantitatif dengan metode Hunter menghasilkan tiga nilai pengukuran yaitu L, a dan b. Nilai
L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur maka nilai L
mendekati 100. Sebaliknya semakin kusam (gelap), maka nilai L mendekati 0. Nilai a
merupakan pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai b merupakan
pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru (Hutching, 1999).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa semakin lama fermentasi cairan kubis
maka akan mempengaruhi warna tepung yang dihasilkan juga aromanya, sedangkan tekstur
secara keseluruhan tetap halus. Dari perlakuan fermentasi 0 jam didapatkan warna putih
pucat dengan aroma khas singkong dan tekstur halus serta nilai a 4,8 nilai b 23,7 dan nilai L
51,5 dan rendamennya 62,61%, fermentasi 12 jam didapatkan warna putih sedikit pucat
dengan aroma khas singkong dan tekstur halus serta nilai a 5,4 nilai b 25,33 dan nilai L 50,03
dan rendamennya 76,95%, fermentasi 24 jam didapatkan warna putih pucat dengan aroma
khas singkong dan tekstur halus serta nilai a 6,1 nilai b 25,27 dan nilai L 49,9 dan
rendamennya 80,64%, fermentasi 36 jam didapatkan warna putih pucat dengan aroma
singkong dan tekstur halus serta nilai a 5,6 nilai b 25,2 dan nilai L 50,6 dan rendamennya
56,82% dan fermentasi 48 jam didapatkan warna putih tulang dengan aroma kubis dan tekstur
halus serta nilai a 5,06 nilai b 24,61 dan nilai L 51,8 dan rendamennya 68,30%.

5.2 Saran
Saran dari praktikum ini adalah agar praktikan sebelum praktikum lebih memahami
prosedur kerjanya dan hati-hati dalam melakukan pengeringan agar sampel tidak gosong.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. 2006. Improvement Of Quality and Self Life Of Kasoami, A Tradisional Cassava
Based Food From South East Sulawesi. Forum Pascasarjana. 29(4):301-319.
Brennan, J.G. 1969. Food Engineering Operations. Applied Science Publishers Limited.
London.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Damardjati. 1993. Tepung Komposit Sebagai Alternatif Diversifikasi Produk Untuk
Mempertahankan Swasembada Pangan. Makalah pada Simposium Hasil Penelitian
Tanaman Pangan III. Jakarta.
Desroisier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Herawati, F. 2002. Pemakaian Berbagai Jenis Bahan Pengisi Pada Pembuatan Tepung Tape
Ubi Kayu dengan Menggunakan Pengeringan Semprot. Skripsi. Jurusan TPG-Fateta. IPB.
Bogor.
Widowati, S. 2009. Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahan Pangan. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Malang.
Wulandari, C.A, Wikanastri, H dan Nurhidajah. 2017. Pembuatan Tepung Gadung
(Dioscorea Hispidia Dennst) Melalui Proses Perendaman Menggunakan Ekstrak Kubis
Fermentasi. Jurnal. Universitas Muhammadiyah. Semarang.
Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.

Tandarianto, J., Mintoko, D.K dan Gunawan, S. 2014. Pengaruh Fermentasi pada
Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) Dengan Menggunakan Lactobacillus
plantarum, Terhadap Kandungan Protein. Jurnal Teknik Pomits. 3(2) ISSN: 2337-3539.

Hutching, J.B. 1999. Food Color and Apearance. Aspen publisher Inc. Maryland.
LAMPIRAN

Lampiran 2. Pembuatan Cairan Kubis

Gambar 1. Kubis. Gambar 7. Difermentasi Selama 60 Jam.

Gambar 3. Kubis Dilayukan dengan Sinar Gambar 2. Kubis Ditimbang.


Matahari Selama 2 Jam.

Gambar 4. Kubis Diiris.


Gambar 5. Kubis Diremas.
Gambar 6. Penambahan 1,5 % Garam.

Lampiran 3. Pembuatan Tepung Ubi Kayu

Gambar 1. Ubi Diblanching Pada Suhu Gambar 7. Ubi Dimasukkan Kedalam


80oC. Cairan Kubis.

Gambar 3. Cairan Kubis Disaring. Gambar 2. Ubi Setelah Diblanching.

Gambar 5. Air 370 ml.


Gambar 4. Cairan Kubis
Gambar 6. Air Dicampurkan dengan Gambar 13. Tepung Ubi Kayu.
Cairan Kubis.

Gambar 10. Setelah Dioven.


Gambar 8. Ubi Disusun Diatas Loyang.

Gambar 12. Tepung yang Lolos


Gambar 9. Ubi Kayu Dioven. Penyaringan Ditimbang.

Gambar 11. Tepung Disaring.

Anda mungkin juga menyukai