Anda di halaman 1dari 6

1.

Ranah Aplikasi Lipid


Lipid banyak dijumpai pada berbagai jenis produk yang digunakan manusia sehari-hari.
Aplikasinya saat ini sudah semakin meluas dan mencakup berbagai bidang dan industri,
antara lain:
1.2 Farmasi
Dalam bidang farmasi, aplikasi lipid antara lain sebagai emollient(pelembab),
emulgator(pengemulsi), basis salep, dan pelarut obat suntik, fungsi terafeutis yang
biasa digunakan dalam obat pencahar dengan merangsang gerakan peristaltic. Lipid
yang digunakan dalam sediaan farmasi yaitu Solid Lipid Nanoparticles (SLNs),
Liposom, Nanostructured Lipid Carriers (NLC)

1.3 Makanan
Lipid juga banyak diaplikasikan pada produk-produk pangan yang berbahan dasar
lemak/minyak nabati atau hewani, seperti mentega, margarin, minyak goreng dan
mayonaise.

1.4 Automotif
Dalam bidang automotif, lipid banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
pelumas bio(biolubricant). Biolubricant berguna untuk melindungi mesin dari
keausan serta memiliki kelebihan dibanding pelumas biasa yaitu sifatnya yg ramah
lingkungan.
Selain itu, lipid juga diaplikasikan dalam pembuatan biodiesel. Lipid yang biasanya
digunakan sebagai biodiesel adalah lipid alga.

1.5 Produk pembersih


Produk pembersih juga merupakan bentuk aplikasi dari lipid. Salah satu contohnya
adalah pembuatan sabun yang merupakan campuran dari natrium hidroksida dengan
berbagai asam lemak yang terdapat di alam bebas. Sabun digunakan sebagai bahan
pembersih kotoran, terutama kotoran yang bersifat lemak.

2. Contoh Aplikasi Lipid


2.1 Bio Lubricant
2.1.1 Fungsi
Pelumas merupakan bagian yang tak terpisahkan dari mesin, yang
berfungsi untuk melindungi komponen-komponen mesin dari keausan.
Prinsip dasar dari pelumasan adalah mencegah terjadinya solid friction atau
gesekan antara dua permukaan logam yang bergerak, sehingga gerakan dari
masing-masing logam dapat lancar tanpa banyak enrgi yang terbuang. Selain
dari sifat utama pelumas sebagai pelindung mesin dari keausan, pelumas juga
dituntut untuk memiliki berbagai sifat lainnya, seperti viskositas yang sesuai,
pour point yang rendah, volatilitas rendah, stabil terhadap panas dan oksidasi,
serta indeks viskositas yang tinggi.
Seiring dengan meningkatnya tuntutan terhadap bahan-bahan yang
ramah lingkungan, maka saat ini mulai banyak digunakan pelumas bio
berbasis minyak nabati yang dapat memenuhi semua tuntutan baik dari
fungsi maupun lingkungan, tidak seperti pelumas mineral dan sintetis.
Minyak nabati diakui sebagai bahan yang memiliki sifat cepat terurai dan
karena itu cocok digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pelumas ramah
lingkungan. Pelumas bio terurai dalam tanah lebih dari 98%, tidak seperti
sebagian pelumas sintesis dan pelumas mineral yang hanya terurai 20 hingga
40%, selain itu minyak nabati yang dipakai pada mesin mengurangi hampir
semua bentuk polusi udara dibanding penggunaan minyak bumi

2.1.2 Komposisi dan Karakteristik


Pelumas bio berbasis minyak
nabati dapat di hasilkan dari bermacam-
macam jenis tumbuhan, seperti kelapa
sawit, kacang kedelai, bunga matahari,
jarak dan yang lainnya. Minyak nabati
jenis ini banyak digunakan sebagai
bahan baku karena komposisinya
memenuhi syarat sebagai bahan baku
pelumas.
Komposisi minyak nabati akan
sangat menentukan karakteristik dari
minyak nabati yang dihasilkan, minyak
nabati dengan rantai rangkap yang
banyak akan memiliki pour point yang
baik, akan tetapi kestabilan oksidasinya
rendah. Sebaliknya minyak nabati
dengan rantai rangkap yang sedikit akan
tahan terhadap oksidasi akan tetapi
memiliki pour point yang jelek, Dari
komposisi penyusun minyak nabati
tersebut kemudian kita dapat melakukan
prediksi penggunaan minyak nabati
yang cocok pada aplikasi yang berbeda.
Kecocokan aplikasi ini didasarkan
kepada : berat jenis, kekentalan, pour
point digunakan pada daerah tropis atau sub tropis, temperatur kerja pelumas
dan lain-lain.
Selain komposisi, karakteristik dari pelumas yang dihasilkan juga
dipengaruhi oleh struktur dari minyak nabati yang digunakan. Minyak nabati
dengan rantai lurus dan banyak cabang atau mirip dengan PAO (Poly Alpha
Olefin) sangat disukai sebagai bahan dasar pelumas. Karena rantai lurusnya
memiliki ketahanan terhadap oksidasi dan rantai cabangnya memberikan efek
pour point yang baik, pada gambar 2.1 berikut ini disampaikan struktur kimia
beberapa asam lemak penyusun minyak nabati.
1. Asam Oleat, 2. Asam Linoleat, 3. Asam Linolenat, 4. Asam Oleostearat, 5.
Asam Vernolat, 6. Asam Risinoleat.
Asam lemak dengan rantai rangkap yang jumlahnya sedikit (1,5,6) akan
memiliki ketahanan oksidasi lebih baik dari pada asam lemak (2,3,4), agar
minyak nabati ini memiliki keunggulan sifat fisika maka harus dilakukan
modifikasi

2.1.3 Sintesis
Biolubricants adalah ester alkohol berat yang berasal dari bahan
baku berbasis minyak nabati dan memiliki sifat pelumas yang mirip dengan
pelumas berbasis minyak mineral
Minyak kelapa sawit dan minyak jarak dikonversi menjadi fatty acid
methyl esters (FAME) menggunakan proses transesterifikasi metanol, diikuti
oleh beberapa langkah pemurnian. methyl palm / Jatropha biodiesel yang
diperoleh diperlakukan dengan silika gel selama 30 menit untuk
menghilangkan sabun, dan kemudian sampel disaring dan dikeringkan
semalam dalam oven pada suhu 105 ° C.
Ester TMP berbasis minyak kelapa sawit dan Ester TMP berbasis
minyak jarak disiapkan menggunakan reaksi transesterifikasi
Trimethylolpropane (TMP) pada awalnya dilarutkan ke dalam sejumlah kecil
biodiesel yang diperoleh dengan bantuan pemanasan (70-90 ° C) dan diaduk
untuk melelehkan padatan kristal.
Sejumlah TMP tadi kemudian ditambah pengadukan dan dipanaskan
ke suhu operasi. (120-130 ° C) sebelum katalis natrium metoksida (0,9-1%)
ditambahkan sesuai dengan jenis metil ester.
Vakum diterapkan secara bertahap setelah penambahan katalis untuk
menghindari reaksi berlebih (10-50 mmHg), dan durasi reaksi konstan pada
(4 jam).
Setelah reaksi selesai, campuran reaksi didinginkan hingga suhu
kamar. Etil asetat ditambahkan dan disaring vakum untuk menghilangkan
katalis dan bahan padat diikuti dengan distilasi fraksional. Produk akhir
(biolubricants) dapat dianalisis untuk sifat pelumasannya menggunakan
metode standar ASTM.

2.2 Sabun
2.2.1 Fungsi
Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal
dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun berkemampuan untuk
mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan.
Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :
1.Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut
dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesanminyak.
2.Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion
molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena
tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling
bergabung tetapi tersuspensi.

2.2.2 Sintesis
Reaksi yang terjadi pada saat pembuatan sabun disebut reaksi
Saponifikasi. Trigliserida akan direaksikan dengan alkali (biasanya
menggunakan NaOH atau KOH), maka ikatan antara atom oksigen pada
gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan terpisah. Proses ini
disebut “saponifikasi”. Atom oksigen mengikat sodium yang berasal dari
sodium hidroksida sehingga ujung dari rantai asam karboksilat akan larut
dalam air. Garam sodium dari asam lemak inilah yang kemudian disebut
sabun, sedagkan gugus OH dalam hidroksida akan berkaitan dengan
molekulgliserol,apabila ketiga gugus asam lemak tersebut lepas maka reaksi
saponifikasi dinyatakan selesai.

Gambar 2. Reaksi Saponifikasi Pembentukan Sabun


Jika basa yg digunakan adalah KOH maka sabun yg diperoleh disebut
sebagai sabun lunak. Sedangkan jika basa yang digunakan adalah NaOH
maka sabun yang diperoleh disebut sebagai sabun keras.

2.2.3 Komposisi
1. Lemak
Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Minyak tumbuhan
maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang
umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam
lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak
dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada
kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi
keras dan sulit terlarut dalam air.
Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses
pembuatan sabun di antaranya : Tallow(lemak sapi atau domba), palm oil,
coconut oil,minyak jagung
2. Senyawa Alkali
Senyawa alkali merupakan garam terlarut dari logam alkali seperti
kalium dan natrium. Alkali digunakan sebagai bahan kimia yang bersifat
basa dan akan bereaksi serta menetralisir asam. Alkali yang umum digunakan
adalah NaOH atau KOH. NaOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun
padat karena sifatnya yang tidak mudah larut dalam air
Penggunaan KOH ataupun NaOH harus dilakukan dengan takaran
yang tepat. Apabila terlalu pekat atau lebih, maka alkali bebas (tidak
berikatan dengan trigliserida) akan terlalu tinggi sehingga dapat
menyebabkan iritasi pada kulit. Sebaiknya apabila terlalu encer atau terlalu
sedikit, maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas
yang tingg sehingga mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran.
3. Zat Aditif
Zat aditif digunakan pada sabut bertujuan untuk meningkatkan kualitas
produk sabun. Zat aditif tersebut seperti pewangi, pewarna, germisida,
Gliserin Monostearat(GMS), dan Surfaktan

https://www.slideshare.net/purechems/lipid-classification-naming-rules-function-and-
application-at-life

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1110062115301057 v

https://www.academia.edu/11247754/Bio_Lubricant v

https://media.neliti.com/media/publications/205269-sintesis-biopelumas-dari-minyak-biji-
jar.pdf

http://eprints.polsri.ac.id/4060/3/File%203%20%28BAB%20II%29.pdf v

Anda mungkin juga menyukai