Anda di halaman 1dari 10

PERCOBAAN IV

EFEK OBAT ANESTESI

I. Tujuan
1. Mengenal tahap-tahap manifestasi anestesi umum dan tahap pemulihan dari
anestesi umum.
2. Mamu menganalisa perbedaan anestesi dari berbagai bahan.
3. Dapat melakuka anestesi pada binatang percobaan.

II. Dasar Teori


Obat yang digunakan dalam menimbulkan anestesia disebu sebagai anestetik,
dan kelompok obta ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal.
Perbedaan tergantung pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat diberikan
efek analgesia yaitu hilangnya sensasi neri, atau efek anestesia aitu analgesia yang
disertai hilangnya kesadaran, sedangkan anestetik lokal hanya dapat enimbulkan
efek analgesia. Anestetik umum bekerja disusunan saraf pusat sedangkan anestetik
lokal bekerja langsung pada serabut saraf perifer.
Usaha –usaha yang dilakukan untuk megulangi atau engurangi rasa sakit
dengan menggunakan obat dalam prosedur pembedahan sudah dilakukan sejak
jaman kuno, termasuk pembeian etanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah
pertama dari obat anestettis untuk pembedahan dilakukan oleh William Morton di
Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan dietil eter. Satu tahun kemudian,
James simpson memperkenalkan kloroform di Skotlandia. Dua puluh tahun
kemudian, hal ini diikuti dengan suksesnya demonstrasi obat-obat anestesis dengan
nitrid oxide yang pertama kali diajukan oleh Sir Humpry Davvy pada tahun 1790-
an. Anestetika modern dimulai sejak tahun 930-an, saat diperkenalkannya
thiopental suatu barbiturat intravena. Sepuluh tahun setelah curare dipergunakan
dalam anestesi untuk mencapai relaksasi otot bergaris. Holothane, suatu karbon
ang mengandung halogen yang pertama diperkenalkan pada 1956 sebagai
anestetika inhalasi, segera menjadi standar perbandingan untuk anestetika inhalasi
yang baru.
Status anestesi umum pada dasarnya mencakup analgesia, amnesia, hilangnya
kesadaran, terhambatnya refleks sensorik dan otonomik, serta dalam banyak kasus
relaksasi otot lurik. Sejauh mana suatu anestetika tertentu dapat menimbulkan efek-
efek diatas bergantung pada obat-obat itu sendiri, dosisnya, kondisi klinis.
Suatu anestetika yang ideal dapat menimbulkan anestesi dengan tenang dan
cepat serta memungkinkan pemulihan segera setelah penanganan selesai. Obat
tersebut juga harus memiliki batasan keamanan yang luas dan tidak menimbulkan
reaksi obat yang merugikan. Tetapi, tidak ada satupun anestetika yang mampu
mengahsilkan efek yang dihasilkan tanpa memiliki kerugian jika digunakan
tersendiri. Praktik modern pada anestesi pada umumnya menggunakan obat yang
dikombinasikan agar dapat mengambil sifat-sifat ang menguntungkan dari tiap-tiap
obat dan memperkecil kemungkinan timbulnya efek yang merugikan.
Protokol-protokol anestesi beragam, tergantung pada jenis diagnosis yang
diajukan, terapeutik, atau kelibata pembedahan. Untuk prosedur-prosedur yang
bersifat sedasi sadar dengan benzodiazepin intravena dan analgesik golongan
opioid yang menediakan analgesia yang sangat, namun dengan catatan bahwa
penderita mampu mempertahankan jalan nafasnya dan menanggapi perkataan.
Untuk prosedur pembedahan besar, anestesi selalu menggunakan sedatif pro
peratif, induksi anestesi dengan thepental atau obat-obatan intravena lain dengan
mula kerja cepat dna persiapan untuk tingkat yang lebih dalam dengan
menggunakan anestetika inhalasi tersendiri atau dikombinasikan dengan anestetika
intravena lainnya. Didalam banyak kasus protokol-protokol seperti diatas
melibatkan penggunaan penyekat neuromuscular.
Anestetik umu dikelompkan berdasarkan bentuk fisiknya, tetepai pembagian
ini tidak sejalan dengan pengguaan di klinik yang pada dasarnya dibedakan atas
dua cara, yaitu dengan cara inhalasi atau intravena. Eter, halotan, enfluran,
isofluran, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen, dan fluroksen merupakan cairan
yang mudah mebguap yang dieliminasi memlalui saluran panafasan . meskipun
zat-zat ini kontak dengan pasien hanya berberapa jam saja, namun dapat
menimbulkan aritmia pada jantung selama proses anestetika berlangsung.
Terlepas dari cara penggunaannya suatu anetetik ideal sebenarnya harus
memperhatikan 3 efek utama yang dikenal sebagai “trias anestesia” yaitu efek
hipnotik, efek analgesia dan efek relaksasi otot.
III. Alat dan Bahan
A. Alat yang digunakan:
1. Timbangan
2. Stopwatch
3. Kapas
4. Spuit 80 ml dan supit 100 ml
5. Kapas
6. Ge;as beker
7. Cawan petri

B. Bahan ang digunakan:


1. Mencit 3 ekor
2. Eter
3. Kloroform

IV. Cara Kerja


1. Siapakan 3 hewan uji (mencit). Dua merupakan kontol positif dan satu lainnya
kontrol negatif.
2. Kedua mencit kontrol positif ditimbang (dicari yang beratnya hampir sama).
3. Mecit dimasukkan ke dalam gelas beker yang didalamnya ditetesi eter atau
kloroform
4. Beri kapas pada lubang di gelas beker agar eter atau kloroform tidak mudah
menguap
5. Catat setiap perubahan yang terjadi pada masing-masing mencit
6. Amati 10 menit awal setelah pemberian anestesi, dan 1o menit berikutnya
mencit dipindahkan keluar ruangan yang terbuka.
7. Amati perubahan yang terjadi sampai tahap-tahap pemulihan kesadarana
mencit.

V. Hasil dan Pembahasan


A.Hasil
DATA PENGAMATAN PENGARUH OBAT ANESTESI
A) KLOROFORM

Konsentrasi Waktu Pengamatan

0,1 ml 00.02. Pingsan lalu

(18,32 g) 21 mati

00.00. Kejang –

0,2 ml 30 kejang

(16,75 g) 00.01. Mati


00

00.01. Kejang –

20 kejang
0,3 ml
? 00.01. Pingsan lalu

40 mati

10.20. Mulai
00
0,4 ml 10.22. Pingsan
(18,04 g) 05
10.32. Mati
00
10.30. Awal
00
10.32. Pingsan
0,5 ml 00
(17,78 g) 10.40. Keluar
00
10.50. Kaku / mati
00

10.27. Awal

0,05 ml 00
(15,56 g) 10.28. Pusing
00
10.29. Pingsan
00
Mulai
10.39. bangun,
00 masih lemas

10.45. Mulai segar


00

B. ETER

Konsentrasi Waktu Pengamatan

0,1 ml 00.02.54 Pusing


(17,08 g)
00.06.12 Sempoyongan

00.06.52 Tidur,
sesekali
aktifitas

00.09.45 Tidur,
aktifitas
sedikit

00.09.50 Pulih kembali

0,2 ml 10.27.00 Mulai diam


(16,08 g)
10.32.00 Lumayan
segar

10.35.00 Sudah mulai


tidak
beraktifitas,
mata tertutup

10.36.00 Diam,
beraktifitas
sedikit, mata
tertutup

11.03.00 Bangun
namun masih
sempoyongan

12.00.00 Aktif

0,3 ml 10.26.30 Kejang –


? kejang

10.26.40 Lemas

10.27.00 Mati

0,4 ml 10.27.00 Mulai


(19,03 g)
10.27.32 Pingsan

10.37.00 Lemas
mungkin
mati

0,5 ml 10.30.00 Awal


(19,15 g)
10.33.00 Pingsan

10.40.00 Keluar lalu


mati

0,05 ml 10.43.00 Mulai


(15,16 g)
10.57.00 Mulai aktif

11.00.00 Mulai diam /


tenang

11.52.00 Semakin aktif


Pembahasan
Anestesi atau pembiusan adalah pengurangan atau penghilangan sensasi untuk
sementara, sehingga operasi atau prosedur lain yang menyakitkan dapat
dilakukan. Berdasarkan range-nya ada tiga jenis anestesi, yaitu anestesi lokal,
regional dan spinal. Anestesi lokal digunakan untuk bagian tubuh tertentu,
memiliki pengaruh jangka pendek. Anestesi regional diberikan pada dan disekitar
saraf utama tubuh untuk emmatikan bagian yang lebih besar tubuh untuk
emmatikan bagian yang lebih besar, periode waktu tidak sadarnya lebih lama.
Terdapat dua jenis utama dari anetesi regional, meliputi : Anestesi spinal dan
Anestesi epidural.
Anestesi spinal atau sub-arachnoid (SAB) merupakan bentuk anestesi yang
disuntukajn ke dalam tulang belakang, paseien akan mengalami mati rasa paa
leher ke bawah, tujuan dari anestesi ini adalah utnuk memblokir tranmisi sinyal
saraf. Setelah sinyal sistem saraf terblokir, pasien tidak lagi merasakan sakit.
Biasanya pasien tetap sadar selama prosedur medis, sedangkan anestesi epidural
adalah bentuk anestesi regional dengan cara kerja mirip anestesi spinal,
perbedaannya, anestesi epidural disuntkan di ruang epidural dan kurang
menyakitkan daripada anestesi spinal. Jenis anestesi ketiga adalah anestesi umum,
ditunjukan membuat pasien atau hewan uji sepenuhnya tidak sadar. Selama dalam
pengaruh anestesi, fungsi tubuh yang penting seperti tekanan darah, pernafasan
dan suhu tubuh perlu dipantau ketat.
Dalam percobaan kali ini jenis anestesi ang dilakukan kepada hewan uji
adalah anestesi umum yang menyebabkan hewan uji (mecit) kehilangan kesadaran
untuk beberapa saat dengan menggunakan dua bahan anestesi utnu dua hewan uji,
yaitu larutan klorofrom dan larutan eter. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kekuatanmasing-masing bahan anestesi.
Eter adalah nama segolongan senyawa organik yang mengandung unsur-unsur
C, H, dan O dengan rumus umum R-O-R'. Bila rumus umum ini dikaitkan dengan
rumus air (HOH), maka eter dapat dianggap sebagai turunan dialkil dari senyawa
air.Eter dapat digilongkan menjadi dua jenis, yaitu eter simetris dan eter asimetris.
Kalau dalam rumus umum eter R = R', maka eter tersebut dinamakan eter
sederhana atau eter simetrik. Tetapi bila R ≠ R', dinamakan eter campuran atau
eter asimetrik. Di samping yang mempunyai gugus alkil (R) terdapat pula eter
yang mengandung gugus aril (Ar) yang rumus umumnya dinyatakan dengan Ar-
O-Ar' atau Ar-O-'R, sedangkan kloroform, Kloroform disebut juga haloform
disebabkan karena brom dan klor juga bereaksi dengan metal keton yang
menghasilkan masing-masing bromoform (CHBr3) dan kloroform (CHCl3). Hal
ini disebut CHX3 atau haloform.
Pada percobaan kali ini (kelompok kami), yang dilakukan pertama kali adalah
menyiapkan mencit, gelas beker, kapas, kaca arloji untuk menutup gelas beker dan
kloroform. Mencit yang digunakan kelompok kami berat badannya 15,56 mu,
kemudian mencit di taruh di dalam gelas beker dan menyiapkan kloroform dengan
dosis 0.05 ml, karena spuit yang digunakan adalah skala 80, maka diperlukan
penyetaraan dosis dengan rumus 80/100* dosis yang diperlukan, didapat
kloroform yng dibutuhkan 0.04ml, setelah diambil kloroform dengan dosis yang
sudah disetarakan, kemudian kloroform diteteskan ke dalam gelas beker berisi
mencit, kemudian ditutup dengan kaca arloji dan kapas, diamati yang terjadi.
Dengan kloroform 0.05 ml, satu menit setelah beri obat bius, mencit terlihat
gelisah menunjukkan bahwa obat sudah mulai bekerja di syaraf pusat dari mencit
kemudian tepat di menit ke dua, tikus mulai pingsan. Sepuluh menit kemudian,
tikus muali sadar dan kembali dalam keadaan segar setelah enam menit kemudian,
hasil ini dibandingkan dengan data kelompok lain dengan pemberian eter dengan
dosis yang sama yaitu 0,05ml dengan bobot mencit 15,16 gram, dengan cara kerja
yang sama seperti pemberian kloroform, diperoleh hasil pada empat belas menit
pertama tikus terlihat lebih aktif/ gelisah, tiga menit kemudian mencit terlihat
diam tetapi dalam keadaan sadar (tidak pingsan) dan kurang lebih satu jam setelah
itu mencit terlihat aktif kembali, hal ini mengindikasikan pada pemberian eter
tidak terjadi kehilangan kesadaran, mencit diam karena pusing oleh efek dari
pemberian eter dan kurang lebih satu jam kemudian efek dari anestesi eter muali
berkurang dan hilang sehingga menyebabkan mencit kembali aktif.
Dilihat dari perbandingan hasil data pengaruh pemberian obat anestetik
kepada mencit dengan kadar yang berbeda-beda masing-masing untuk kloroform
dan eter, didapat hasil bahwa pemberian kloroform lebih kuat sebagai obat
anestetik dibanding eter, dengan dosis (0,1;0,2;0,3;0,4;0,5) ml, memberikan efek
mencit mati kaku, sedangkan eter dengan dosis yang sama, dalam enam perlakuan
tidak ada satu pun mencit yang ditemukan mati, yang perlu diperhatikan dalam
pemberian anestetik dengan kedua obat anestetik yang berbeda adalah dosis yang
diberikan sesuai/tepat, dan berat badan kedua mencit dengan perlakuan eter dan
kloroform yang akan dibandingkan memiliki berat badan yang sama rata-rata
(tidak terlalu berbeda jauh).

VI. Kesimpulan
Dengan bobot mencit yang hampir sama, kloroform memiliki efek anestetik
yang lebih kuat dibanding dengan pemberian eter.

VII. Daftar Pustaka


Fessenden and Fessenden.1982.Kimia Organik Jilid II. Jakarta: Erlangga
Halleman, LWJ. 1968. Kimia Organik. Jakarta
Respati. 1986. Pengantar Kimia Organik. Jakarta: Aksara baru
Tim Praktikum Farmakologi I.2014. Panduan Praktikum Farmakologi I. Bogor :
Lab.STTIF
VIII. Lampiran
a. Perhitungan
Penyetaraan dosis kloroform 0,05 ml dengan spuit 80.
Dosis yang diambil = 80/100*dosis yang dibutuhkan
= 80/100* 0,05 ml
= 0,04 ml

b. Gambar
Mencit sebelum pembiusan Mencit setelah pembiusan

Anda mungkin juga menyukai