Anda di halaman 1dari 28

Portofolio

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT

Oleh:
dr. Ganda Putra Anggrahi Taufik
Pendamping:
dr. Vivin Joseph Susilo
dr. Rahmaniah

Wahana:
RS. H. M. Rabain Muara Enim

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
RSUD DR. H. MOHAMMAD RABAIN MUARA ENIM
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus dan Portofolio yang Berjudul:

DIARE AKUT DEHIDRASI BERAT

Oleh:
dr. Ganda Putra Anggrahi Taufik

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program
internsip dokter Indonesia di wahana RS. H. M. Rabain Muara Enim periode 10 Juli 2017 – 9
November 2018.

Muara Enim, September 2018


Pendamping I,

dr. Vivin Joseph Susilo

Pendamping II,

dr. Rahmaniah
PORTOFOLIO
Kasus

Topik: Diare akut dehidrasi berat


Tanggal (Kasus): 14 Agustus 2018 Presenter: dr. Ganda Putra
Tanggal Presentasi: 10 September 2018 Pendamping: dr. Vivin Joseph Susilo
dr. Rahmaniah
Tempat Presentasi: RS H. M. Rabain Muara Enim
Objektif Presentasi:
Keilmuan  Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Laki-laki, 1 tahun 5 bulan, Diare akut dehidrasi berat
Tujuan:
1. Penegakkan diagnosa
2. Penatalaksanaan
Bahan Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Presentasi dan
Cara Membahas: Diskusi diskusi E-mail Pos
Data Pasien: Nama: an. AD No registrasi: -
Usia: 1 tahun 5 bulan Alamat: Muara Enim
Agama: Islam Bangsa: Indonesia
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan utama BAB cair disertai
muntah
2. Riwayat Pengobatan:
Pasien belum berobat sebelumnya.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Sejak ± 2 hari SMRS, ibu pasien mengeluh anak BAB cair sudah sebanyak 6 kali,
kurang lebih setengah gelas belimbing setiap BAB, konsistensi cair lebih banyak dari
ampas. BAB berwarna kekuningan dan berbau asam. Tidak terdapat darah maupun
lendir. Keluhan disertai muntah setiap kali diberikan minum atau makan dengan
frekuensi 10 kali dalam sehari, banyaknya ¼ gelas belimbing, muntah tidak
menyemprot, isi apa yang dimakan berisikan makanan dan cairan. Ibu penderita juga
mengeluhkan anak menjadi lemas dan terus menangis. Anak juga susah untuk
menyusu dan makan. Nafsu makan berkurang. BAK berkurang. Batuk, pilek, demam,
sesak dan kejang tidak ada. Penderita lalu dibawa ke IGD RSUD.HM. Rabain Muara
Enim.
Ibu penderita mengaku memberi susu formula sejak lahir, pada usia 3 bulan
penderita pernah mengalami mencret dengan frekuensi 5x/hari selama 3 hari, namun
sembuh sendiri. Riwayat timbul ruam setelah pemberian susu formula disangkal.
Kemerahan pada pantat tidak ada, riwayat asma tidak ada, riwayat alergi di keluarga
disangkal, riwayat lingkungan mengalami keluhan yang sama disangkal.
Sejak ± 1 jam SMRS anak masih mencret, tampak semakin lemas dan tidak mau
minum sehingga ibu membawa pasien ke IGD RSUD H. M. Rabain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Pasien pernah mengalami batuk dan pilek
- Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu.
- Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari
- Tidak ada riwayat kejang
- Riwayat batuk lama disangkal

5. Lain-lain:
- Keluhan yang sama pada keluarga dan lingkungan sekitar tidak ada
- Riwayat alergi dalam keluarga tidak ada
- Riwayat asma dalam keluarga tidak ada
- Riwayat TBC dalam keluarga tidak ada

Daftar Pustaka:
1. Departemen Kesehatan RI. 2007. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
2. Departemen Kesehatan RI. 2008. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
3. Departemen Kesehatan RI. 2009. Tatalaksana Penderita Diare. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
4. Departemen Kesehatan RI. 201. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta:
Ditjen PPM dan PL
5. World Health Organization. 2009. Diarrhoea. (dalam http://www.who.int/)
6. World Health Organization. 2013. Pocket Book of Hospital Care for Children
Guidelines for the Management of Common Childhood Illnesses
7. Juffrie. 2010. Gasteroenterologi-hepatologi. Jilid I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
8. Ahlquist, DA; Camilleri, M. 2005. Diarrhea and Constipation. In: Kasper, DL;
Fauci, AS; Longo, DL; Braunwald, E; Hauser, SL; Jameson, JL. Harrison’s
th
Principle of Internal Medicine, 16 Ed. USA: McGraw-Hill
9. Crawford, JM; Kumar. 2013. Rongga Mulut dan Saluran Gastrointestinal. Dalam:
Kumar, V; Cotran, RS; Robbins, SL. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed 7, vol 2.
Jakarta: EGC
10. Suraatmaja, S. 2007. Kapita Selekta Gastrointestinal Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto
11. Grace, P; Jerald, U; The Prevalence of Group A Rotavirus infectin and some risk
factors in Pediatric diarrhea in Zaria, North central Nigeria.African Journal of
Microbiology Research
12. Khalili, G; Khalili, M, Mardani, M; Cuevas, LE. 2006. Risk Factors for
Hospitalization of Children with Diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of
Clinical Infectious Disease, 1(3), 131-136.
13. Palupi. 2009. Status Gizi dan Hubungannya dengan Kejadian Diare Akut pada
Anak di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta: Jurnal Gizi Klinik
Indonesia, Vol. 6. No. 1.
14. Priyanto, A; Lestari S. 2009. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika
15. Wilunda, C; Panza, A. 2009. Factor Associated with Diarrhea Among Children
Less Than 5 Years Old in Thailand: A Secondary Analysis Thailand Multiple
Indicator Cluster Survey 2006. J Health Res. 23: 17-22
16. P2PL. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare: Kemenkes RI: 2013.
17. Subagyo, B; Santoso, NB. 2012. Diare Akut. Juffrie, M; Soeparto, P; Ranuh, R;
Sayoeti, Y; Sudigbia, I; Ismail, R; Subagyo, B; Santoso, NB; Soenarto, SSY;
Hegar, B; Boediarso, A; Dwipoerwantoro, PG; Djuprie, L; Firmansyah, A;
Prasetyo, D; Santosa, B; Martiza, I; Arief, S; Rosalina, I; Sinuhaji, AB; Mulyani,
NS; Bisanto, J; Oswari, H. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.
18. Simadibrata, MK. 2006. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Di dalam: Sudoyo
Aru W et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Diare akut dehidrasi berat
2. Tatalaksana Diare akut dehidrasi berat
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN
Subjektif:
Sejak ± 2 hari SMRS, ibu pasien mengeluh anak BAB cair sudah sebanyak 6 kali, ±
setengah gelas belimbing setiap BAB, konsistensi cair lebih banyak dari ampas. BAB
berwarna kekuningan dan berbau asam. Darah maupun lendir (-). Keluhan disertai muntah
setiap kali diberikan minum atau makan dengan frekuensi 10 kali/hari, banyaknya ¼ gelas
belimbing, menyemprot (-), isi apa yang dimakan berisikan makanan dan cairan. Anak
menjadi lemas dan terus menangis, susah untuk menyusu dan nafsu makan berkurang. BAK
berkurang. Batuk, pilek, demam, sesak dan kejang (-). Ibu penderita mengaku memberi susu
formula sejak lahir, pada usia 3 bulan penderita pernah mengalami mencret dengan frekuensi
5x/hari selama 3 hari, namun sembuh sendiri. Riwayat timbul ruam setelah pemberian susu
formula disangkal. Kemerahan pada pantat, riwayat asma, riwayat alergi di keluarga
disangkal, riwayat lingkungan mengalami keluhan yang sama disangkal. ± 1 jam SMRS
anak masih mencret, tampak semakin lemas dan tidak mau minum sehingga ibu membawa
pasien ke IGD RSUD H. M. Rabain.
 Pasien pernah mengalami batuk dan pilek
 Riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu (-)
 Riwayat asma dan bersin di pagi hari (-)
 Riwayat kejang (-)
 Riwayat batuk lama (-)
Objektif:
Pemeriksaan Fisik
Tanggal pemeriksaan: 15 Agustus 2018
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : somnolen
Nadi : 128 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 36,8°c
SpO2 : 99%
Data Antropometri
Berat Badan : 7,2 kg
Tinggi Badan : 74 cm
Lingkar Kepala : 45 cm (0 s/d -2 SD pada kurva nellhaus)
Status Gizi: BB/U : <-3 SD
TB/U : -2 s/d -3 SD
BB/TB : -2 s/d - 3 SD
BB ideal sesuai tinggi = 9,4 kg
Status nutrisi = (7,2/9,4)x100% = 76%
Kesan : Gizi kurang (moderate malnutrition)

Keadaan Spesifik
 Kepala
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, UUB cekung
Mata : Pupil bulat, isokor, reflek cahaya +/+,konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), mata cekung, air mata kering
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Sianosis (-), edema (-), mukosa mulut kering
Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : statis, dinamis simetris, retraksi (-/-)
- Palpaasi : stem fremitus tidak dilakukan
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-).
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra
- Perkusi : tidak dilakukan
- Auskultasi : HR: 128 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : datar dan simetris
- Auskultasi : bising usus (+) meningkat
- Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, turgor buruk (cubitan kulit perut
kembali lambat > 2 detik)
- Perkusi : tidak dilakukan
 Lipat paha : pembesaran KGB (-)
 Genitalia : tidak ada kelainan
 Ekstremitas :

Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
Akral pucat -/- -/-
CRT <2 detik <2 detik
Oedem -/- -/-

Pemeriksaan Neurologis
Fungsi Motorik :
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Cukup cukup cukup Cukup
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - -
Refleks fisiologis +N +N +N +N
Refleks patologis - - - -

Fungsi sensorik : belum dapat dinilai


Fungsi nervi kraniales : belum dapat dinilai
Gejala rangsang meningeal : kaku kuduk (-), Brudzinsky I, II (-), Kernig sign (-)
1. Assessment:
Pasien an. AD/ 1 tahun 5 bulan/ laki-laki datang ke IGD RSUD H.M Rabain dengan
keluhan utama BAB cair. Didapatkan keluhan tambahan muntah berulang. Sejak ± 2 hari
SMRS, ibu pasien mengeluh anak BAB cair sudah sebanyak 6 kali, kurang lebih setengah
gelas belimbing setiap BAB, konsistensi cair lebih banyak dari ampas. BAB berwarna
kekuningan dan berbau asam. Tidak terdapat darah maupun lendir. Keluhan disertai muntah
setiap kali diberikan minum atau makan dengan frekuensi 10 kali dalam sehari, banyaknya ¼
gelas belimbing, muntah tidak menyemprot, isi apa yang dimakan berisikan makanan dan
cairan. Ibu penderita juga mengeluhkan anak menjadi lemas dan terus menangis. Anak juga
susah untuk menyusu dan makan. Nafsu makan berkurang. BAK berkurang. Batuk, pilek,
demam, sesak dan kejang tidak ada. Ibu penderita mengaku memberi susu formula sejak
lahir, pada usia 3 bulan penderita pernah mengalami mencret dengan frekuensi 5x/hari
selama 3 hari, namun sembuh sendiri. Riwayat timbul ruam setelah pemberian susu formula
disangkal. Kemerahan pada pantat tidak ada, riwayat asma tidak ada, riwayat alergi di
keluarga disangkal, riwayat lingkungan mengalami keluhan yang sama disangkal.
Sejak ± 1 jam SMRS anak masih mencret, tampak semakin lemas dan tidak mau minum
sehingga ibu membawa pasien ke IGD RSUD H. M. Rabain.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran somnolen dengan tanda-tanda utama dehidrasi,
yaitu ubun-ubun cekung, mata cekung, air mata kering, mukosa mulut kering dan turgor
buruk. Didapatkan pula status gizi yang kurang.
Dari alloanamnesis dan pemeriksaan fisik diatas dapat disimpulkan bahwa telah
terjadi diare akut yang disertai dengan komplikasi dehidrasi berat. Dehidrasi ini terjadi
karena hilangnya cairan yang terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai, sehingga
gejala dehidrasi mulai tampak. Dari anamnesis dapat ditentukan penyebab diare dengan cara
menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pada kasus ini didapatkan konsistensi BAB yang
cair (Watery stool), maka dapat disingkirkan penyebab diare karena shigella, salmonella, dan
ETEC karena konsistensi feses pada penyebab ini adalah lembek. Tidak ditemukannya BAB
yang disertai darah dan lendir pada kasus ini, jadi penyebab diare pada kasus ini bukan
shigella, salmonella, ataupun EIEC. Bau asam pada BAB kasus ini khas pada rotavirus.
Sedangkan pada salmonella, feses berbau seperti telor busuk. Warna kehijauan pada BAB
khas pada diare karena salmonella, berbeda pada kasus ini dimana BAB berwarna
kekuningan. Penyebab kolera juga dapat disingkirkan karena BAB seperti cucian beras
merupakan khas kolera. Berdasarkan anamnesis, didapatkan gejala khas yang mengarah ke
diare dengan penyebab virus. Virus juga merupakan penyebab terbanyak diare pada anak.
Maka dari itu diagnosis pada kasus ini adalah diare akut ec. Rotavirus.
Pada kasus ini didapatkan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare. Pasien
berusia 1 tahun 5 bulan. Episode diare banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Usia
dimana anak mulai diperkenalkan makanan pendamping dapat memperbesar risiko
terpaparnya anak dengan makanan yang terkontaminasi tinja manusia maupun binatang.
Sistem pertahanan saluran cerna anak masih belum matang (sekresi asam lambung belum
sempurna, barier mukosa belum berkembang, jumlah flora normal masih sedikit, kurangnya
kekebalan aktif). Penderita juga memiliki status gizi yang kurang. Keadaan malnutrisi akan
meningkatkan kerentanan terhadap diare, karena malnutrisi menyebabkan penurunan
imunitas, defisiensi mikronutrien seperti zinc, perubahan struktur mukosa, gangguan absorpsi
monosakarida, motilitas usus abnormal, dan perubahan flora usus. Risiko lain yang terdapat
pada kasus ini adalah tidak adanya pemberian ASI eksklusif, sedangkan pemberian ASI
eksklusif dapat mencegah terjadinya diare karena memiliki komponen zat kekebalan untuk
saluran pencernaan. ASI juga dapat mengurangi kontaminasi dari makanan pendamping ASI
sebagai sumber patogen usus.
Tatalaksana pada diare disesuaikan dengan derajat dehidrasi yang telah terjadi.
Kehilangan cairan pada diare yang tidak segera diganti akan menimbulkan tanda dehidrasi.
Pada kasus ini terlihat anak lemas, matanya cekung, malas minum, dan turgor buruk atau
cubitan kulit perut kembali sangat lambat. Telah terdapat dua atau lebih gejala dehidrasi
berat. Maka dari itu tatalaksana dilakukan dengan melaksanakan rencana terapi C.
Penderita segera diberikan cairan secara intravena menggunakan ringer laktat dengan
banyaknya pemberian sebagai berikut:
Pemberian I = 30 ml/kgBB = 216 ml dalam 30 menit ~ 2 tetes/detik (gtt 120)
Selanjutnya = 70 ml/kgBB = 504 ml ~ 500 ml dalam 2,5 jam ~ gtt 50
Penderita dinilai kembali status hidrasinya tiap 15 – 30 menit. Pada kasus ini
pemberian cairan menunjukkan klinis yang membaik. Turgor yang buruk menjadi baik,
begitu pula dengan keadaan umum yang menunjukkan anak sudah tidak lemas dan sudah
mau minum. Beri oralit (5ml/kgBB/jam) bila anak sudah mau minum. Biasanya setelah 1-2
jam. Derajat dehidrasi dicek kembali setelah 6 jam. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-
turut untuk mempercepat penyembuhan.
Pada kasus diare karena virus sebenarnya tidak diperlukan antibiotik. Terdapat
kenaikan suhu tubuh mencapai >38,5o pada hari perawatan kedua deberikan terai simtomatis
penurun panas. Beritahu ibu untuk tetap memberikan ASI lebih sering dan tetap memberikan
makanan tambahan agar tercukupi kebutuhan nutrisi anak.
Penderita di follow up setiap hari untuk melihat perbaikan klinis. Anak diperbolehkan
pulang jika nafsu makan sudah baik, tanda dehidrasi sudah tidak tampak, dan tidak ada tanda
bahaya seperti muntah. Pada kasus ini anak diperbolehkan pulang setelah dirawat selama 5
hari. BAB cair sudah tidak ada dan keadaan umum anak sudah baik. Hal ini menunjukkan
tatalaksana diberikan dengan baik. Edukasi pada orang tua harus diberikan saat akan
memulangkan pasien. Terutama untuk mencegah terjadinya diare berulang. Orang tua juga
diberitahu cara mengatasi diare saat dirumah.

- Plan:
Diagnosis: Diare akut dehidrasi berat

Penatalaksanaan:
Non-farmakologis
- Observasi tanda vital tiap 6 jam
- Observasi tanda tanda dehidrasi
- Edukasi:
- Memberitahukan orang tua mengenai penyakit anaknya
- Memberitahukan untuk memberi anak makan dan minum lebih sering
- Memberikan ASI
- Penyediaan makanan yang bersih
- Penggunaan air bersih
- Mencuci tangan, terutama setelah membersihkan feses anak

Medikamentosa
Pada diare dengan dehidrasi berat dilakukan rencana terapi C
 Rehidrasi Parenteral
- Beri cairan intravena segera menggunakan Ringer Laktat
Pemberian I = 30 ml/kgBB = 216 ml dalam 30 menit ~ 2 tetes/detik (gtt 120)
Selanjutnya = 70 ml/kgBB = 504 ml ~ 500 ml dalam 2,5 jam ~ gtt 50
- Nilai kembali tiap 15 – 30 menit. Bila status hidrasi belum membaik, beri tetesan
lebih cepat
- Beri oralit (5ml/kgBB/jam) bila anak sudah mau minum. Biasanya setelah 1-2
jam
- Setelah 6 jam, cek derajat dehidrasi. Untuk melanjutkan pilihan rencana terapi
yang sesuai
 Suplementasi
- Zinc. Usia > 6 bulan = berikan 1 x 20 mg (selama 10 hari berturut-turut)
- Probiotik. L-bio 2x1/hari
 Dukungan nutrisi. Berikan ASI dan MPASI, makanan (bubur saring), dan minum lebih
sering
 Obat atas indikasi. Inj. Ondansentron 1x1 mg (anti emetik)

DIARE AKUT

Diare akut
1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu.10 Menurut WHO tahun 1998, diare adalah
buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. 6 Sedangkan menurut Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UI, definisi diare berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan
serta anak. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi BAB >4 kali, sedangkan bayi > 1
bulan dan anak dikatakan diare bila frekuensi BAB > 3 kali.16

2. Epidemiologi
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2
episode per tahun. Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-
2003, prevalensi diare pada anak – anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia
adalah : laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi
terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0).
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara berkembang telah
turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003. Di Indonesia
angka kematian diare juga telah turun tajam dari 40% tahun 1972 menjadi 24,9 pada
tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga 7,4 % tahun 1996 dari semua kasus kematian.

3. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu
infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan
di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan.10,13
Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air
dan makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.6,7,8
Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu :
1. Infeksi
A. Virus
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain Rotavirus
(sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan Adenovirus
sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa, sedangkan Rotavirus
sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama usia dibawah 2 tahun.7,10
B. Bakteri
Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :
 E.Coli
Ada 5 subtipe yang menimbulkan diare akut. E. Coli ini merupakan penyebab
kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekuensi 20-30%. Subtipe E. Coli
tersebut adalah :
a. Entero Pathogenic E. Coli (EPEC)
b. Entero Toxigenic E. Coli (ETEC)
c. Entero Invasive E. Coli (EIEC)
d. Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC)
e. Entero Aggregative E. Coli (EAEC)
 Shigella
 Campylobacter yeyuni
 Salmonella sp.
 Yersinia
 Vibrio

C. Parasit
 Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1%
 Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun.
 Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-115. Sering
terjadi pada penderita AIDS.

2. Malabsorbsi
 Karbohidrat, lemak, protein
3. Alergi
Diantaranya yaitu : Alergi susu, Alergi makanan, CMPSE (cow’s milk protein
enteropathy).
4. Keracunan
5. Imunodefisiensi
6. Sebab Lain. Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi,
Hisrchrsprung’s disease dan Shor Bowel Syndrome.

4. Cara Penularan dan Faktor Resiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat.2,3,7
Penderita diare rotavirus dapat mengekskresi virus dalam jumlah besar, yang
dapat menyebar melalui tangan yang terkontaminasi. Rotavirus merupakan virus yang
tahan terhadap berbagai lingkungan, sehingga dapat ditularkan melalui berbagai benda
yang terkontaminasi, air, maupun makanan. Pada iklim tropis, rotavirus pada tinja
dapat bertahan hidup sampai 2 bulan.10
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
tidak memberikan ASI secara penuh 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
hal tersebut beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus dan faktor genetik.7,8

5. Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu ganggan pada proses absorbsi atau
sekresi.1,5,7
Terdapat beberapa pembagian diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan ganggaun
sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
 Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari
 Diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
 Diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
 Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam
lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian
akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose,
sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan
yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak
yang sama.5,7,13
 Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein
kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein
sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta
keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam
lumen usus bersama Cl-. Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada
aktivitas NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP
intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan
kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit
malabropsi seperti reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan
sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.5,6,7,12
 Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-
obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang
berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare
dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi.
Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis,
malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi,
post reseksi usus serta hipertiroid.5,7,13
 Diare terkait imunologi
Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi
tipe IV terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties.5,7,13
Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui
berbagai mekanisme yang berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat
kerusakan sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik serta adanya
iskemik pada vilus. Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan
masuk ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel
epitel dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan
menghasilkan enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan
permukaan epitel pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus,
menurunkan aktivitas Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang
menyebabkan diare.7,8 Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang
fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi
cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus
dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini
dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya
darah dalam tinja yang disebut disentri.3,5,7

6. Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang
kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin
lama berubah kehijauan, daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering
defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena
lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.2,7,8,10
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
cekung (bayi), selaput lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung
menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah
dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, diuresis berkurang (oliguria-anuria).
Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat, nafas cepat dan dalam
(pernafasan kusmaul).6,7,8

7. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi,volume, konsitensi tinja,warna, bau ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuesnsinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalama 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang berikan selama diare.
Adakan panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,pilek,otitis
media,campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare : member oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasi.7,8,10
2. Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : Berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai kriteria
berikut:2,6,10
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
 Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
 Keadaan umum baik, sadar
 Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah
 Turgor abdomen baik, bising usus normal
 Akral hangat
Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan
 Keadaan umum gelisah atau cengeng
 Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mukosa mulut dan bibir sedikit kering
 Turgor kurang, akral hangat
Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
 Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda
tambahan
 Keadaan umum lemah, letargi, atau koma
 Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa
mulut dan bibir sangat kering
 Turgor sangat kurang dan akral dingin
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill time dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungtkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak dikatahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
 Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja
yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi
dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.
 Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immunocompromised.

8. Penatalaksanaan
Departemen kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan Tata Laksana
pengobatan Diare pada balita yang baru didukung baru didukung oleh ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. 6,10 Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen
kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanakan diare bagi semua kasus diare
yangdiderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah
sakit, yaitu:7,10
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl),
dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk
mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun
air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung
garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam
yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare.6,10
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.7,8 Berikan tatalaksana cairan
sesuai dengan derajat dehidrasi
- Diare tanpa dehidrasi10
- Diare akut dehidrasi ringan-sedang (Rencana terapi B)
- Diare akut dehidrasi berat (Rencana terapi C)
1. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc adalah suatu mikronutrien esensial yang merupakan elemen dari
banyak metallo-enzyme dan bekerja sebagai koenzim dari berbagai sistem enzim.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.7,10
Peranan zinc pada diare merupakan pengaruh langsung pada sistem
gastrointestinal maupun peranannya pada sistem imun. Pemberian Zinc selama
diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.1 Zinc juga membantu
pertumbuhan anak dan meningkatkan nafsu makan.10 Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11
% dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat
hasil guna sebesar 67 %. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi
Zinc segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa usus
yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan.10
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
Pemberian Probiotik:
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau
jamur yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia,
yang bila diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat diharapkan dapat
memberikan keuntungan bagi kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi
bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa
usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.
Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh
Rotavirus maupun mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare
yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional
(antibiotik asociated diarrhea ) dan travellers’s diarrhea.
2. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak. agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.7,8,10
1. Antibiotik selektif
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.7,8,10
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan
bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
 Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
 Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau Ceftriaxone 50-
100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.
 Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks
90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
 Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.

2. Nasihat kepada orang tua


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu atau pengasuh tentang cara
pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa
anaknya ke petugas kesehatan jika anak:7,10
- Buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari

9. Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah:
Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.7,10
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol
yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI
Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih). 7,8,10
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.
Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali
lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora
normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu
formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi
buruk.7,8
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan
pendamping ASI diberikan.7,8
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:7,8,10
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-
buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau
benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau
tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.7
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.7,8
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).7,10
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.7,8
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.7,8

Anda mungkin juga menyukai