Anda di halaman 1dari 15

BORANG PORTOFOLIO THT

No. ID dan Nama Peserta: dr. Ummi Yusuf


No. ID dan Nama Wahana: RS TNI AU dr. Dody Sarjoto
Topik: Post Tonsilektomi + Ovula Hipertopi + Penyulit Perdarahan
Tanggal (Kasus): 27 Januari 2019
Nama Pasien: Tn. H No. RM: 025598
Tanggal Presentasi: 14 Februari 2019 Pendamping: dr. Emanuel Yan Daniel
Tempat Presentasi: RS TNI AU dr. Dody Sarjoto
Obyek Presentasi:
 Keilmuan □ Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja  Dewasa □ Lansia □ Bumil


□ Deskripsi:
Laki-laki 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri tenggorok. Keluhan ini dirasakan sejak
beberapa hari sebelum masuk RS, secara tiba-tiba, hilang timbul, semakin hari semakin nyeri,
sehingga penderita merasa terganggu. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri pada saat menelan
makanan, terutama jika makan makanan yang keras. Rasa nyeri di tenggorok ini menyebabkan nafsu
makan menurun tanpa penurunan berat badan.
Keluhan disertai dengan demam. Istri pasien mengatakan pasien tidur mendengkur tanpa disertai
terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala yang
menjalar hingga ke belakang telinga, perubahan pada suara menjadi serak.

□ Tujuan: Diagnostik dan Penatalaksanaan post tonsilektomi + ovula hipertopi + penyulit perdarahan
Bahan bahasan:  Tinjauan Pustaka □ Riset  Kasus □ Audit
Cara □ Diskusi  Presentasi dan diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas:
Data pasien: Nama: Tn. H No. registrasi: 025598
Nama Klinik: RS TNI AU dr. Dody Sarjoto Telp: - Terdaftar Sejak: 37/1/2019
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Laki-laki 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri tenggorok. Keluhan ini dirasakan sejak
beberapa hari sebelum masuk RS, secara tiba-tiba, hilang timbul, semakin hari semakin nyeri,
sehingga penderita merasa terganggu. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri pada saat menelan
makanan, terutama jika makan makanan yang keras. Rasa nyeri di tenggorok ini menyebabkan nafsu
makan menurun tanpa penurunan berat badan.

1
Keluhan disertai dengan demam. Istri pasien mengatakan pasien tidur mendengkur tanpa disertai
terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala yang
menjalar hingga ke belakang telinga, perubahan pada suara menjadi serak.
2. Riwayat Pengobatan: -
3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Tonsilitis berulang
4. Riwayat keluarga: -
5. Riwayat pekerjaan:
6. Lain-lain: -
Daftar Pustaka:
1. Adams LG, Boies RL, Higler AP, BOIES Fundamentals of Otolaryngology. 6th Ed. Edisi
Bahasa Indonesia, EGC, Jakarta, 2001; 263-368
2. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183
3. Sobbota, Atlas Anatomi Tubuh Manusia, Jilid 2, EGC,Jakarta,2001
4. Kornblut D Alan, The Otolaryngologic Clinics of North America Vol 20, WB Saunders
Company, Philadelphia1987,279-286

Hasil Pembelajaran:
1. Post tonsilektomi + ovula hipertopi + penyulit perdarahan
2. Mekanisme terjadinya gejala yang ditemukan pada post tonsilektomi + ovula hipertopi + penyulit
perdarahan
3. Penatalaksanaan awal post tonsilektomi + ovula hipertopi + penyulit perdarahan
4. Komplikasi dan prognosis post tonsilektomi + ovula hipertopi + penyulit perdarahan

2
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif:
Laki-laki 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri tenggorok. Keluhan ini dirasakan sejak
beberapa hari sebelum masuk RS, secara tiba-tiba, hilang timbul, semakin hari semakin nyeri, sehingga
penderita merasa terganggu. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri pada saat menelan makanan, terutama
jika makan makanan yang keras. Rasa nyeri di tenggorok ini menyebabkan nafsu makan menurun tanpa
penurunan berat badan.
Keluhan disertai dengan demam. Istri pasien mengatakan pasien tidur mendengkur tanpa disertai
terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala yang menjalar
hingga ke belakang telinga, perubahan pada suara menjadi serak.
Riw. Pengobatan tonsil berulang
Riw. Penyakit hipertensi (-), DM (-), PJK (-), asma (-)
Riw. Keluarga (-)
Riw. Keluhan yang sama (-)

a. Objektif:
b. Pemeriksaan Fisik
c. Keadaan Umum : Sakit Sedang/ Compos Mentis
d. Status Gizi : Gizi Cukup
e. Vital sign
a. Tekanan darah : 130/80 mmHg
b. Nadi : 80 kali/ menit, reguler
c. Pernapasan : 22 kali/ menit
d. Suhu : 36,8 oC
f. Kepala
Mulut : tonsil T0-T0
Ovula : hiperemis, hipertropi
g. Leher
a. Massa tumor (-), Nyeri tekan (-), Pembesaran kelenjar (-), DVS = R-2 cmH2O.
h. Thorax
a. Pulmo
Inspeksi : Simetris (kiri=kanan),
Palpasi : Massa tumor (-/-), Nyeri tekan (-/-), Vocal Fremitus (kiri = kanan).
Perkusi : Sonor, batas paru-hepar ICS V dextra anterior
Auskulasi : Bunyi pernafasan : vesikuler, Bunyi tambahan : Wheezing (-/-), Ronchi (-/-)
b. Jantung

3
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Pekak Relatif,
Batas kanan atas ICS II linea sternalis lateralis dexter,
Batas kanan bawah ICS V linea parastenalis dexter,
Batas kiri atas ICS II linea parasternalis sinister,
Batas kiri bawah ICS V linea mediocalvicularis sinister.
Auskultasi : BJ I/II murni regular, bising (-)
i. Abdomen
Inspeksi : Datar ikut gerak napas, Darm countur (-), Darm steifung (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani,
Ekstremitas : Dalam batas normal

j. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium (28/1/2019)

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

WBC 12.000 4,00-10,0 [10^3/uL]

RBC 4,07 4,00-6,00 [10^6/uL]

HB 14,0 12,0-16,0 [g/dL]

HCT 46,2 37,0-48,0 [%]

PLT 272 150-400 [10^3/uL]

CT 9’00” 4-10

BT 3’00” 1-7

4
2. Assessment (penalaran klinis):
Laki-laki 58 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri tenggorok. Keluhan ini dirasakan sejak
beberapa hari sebelum masuk RS, secara tiba-tiba, hilang timbul, semakin hari semakin nyeri, sehingga
penderita merasa terganggu. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri pada saat menelan makanan, terutama
jika makan makanan yang keras. Rasa nyeri di tenggorok ini menyebabkan nafsu makan menurun tanpa
penurunan berat badan.
Keluhan disertai dengan demam. Istri pasien mengatakan pasien tidur mendengkur tanpa disertai
terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala yang menjalar
hingga ke belakang telinga, perubahan pada suara menjadi serak.

ANATOMI
TONSIL
Adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus
didalamnya. Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian
terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual,
gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di
bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.
Tonsil Palatina
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua
sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot
palatofaringeus).
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus
yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang
kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:
· Lateral– m. konstriktor faring superior
· Anterior – m. palatoglosus
· Posterior – m. palatofaringeus
· Superior – palatum mole
· Inferior – tonsil lingual
Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum
(merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid).
Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot
palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior
mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral

5
lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar
tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus
hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada
palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring.

Kapsul Tonsil
Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul.
Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa
kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil.

Plika Triangularis
Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang
merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab
kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa
tonsil atau terpotongnya pangkal lidah.
Perdarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu :
1. A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A.palatina
asenden.
2. A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.
3. A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.
4. A. faringeal asenden.
Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A.
palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil
diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk
pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul
tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

Aliran getah bening


Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda
(deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar
toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan
sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

6
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan
bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

Imunologi Tonsil
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan
limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan
di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel
membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel
limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG.
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit
yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

Tonsil Faringeal (Adenoid)


Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama
dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen
terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi
daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai
kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama
ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium
tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan
mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

TONSILITIS
DEFINISI
Tonsillitis adalah suatu proses inflamasi atau peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh virus
ataupun bakteri.
Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai
filter/penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini
akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang.

7
Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul
tonsillitis.

KLASIFIKASI TONSILITIS
Dalam beberapa
kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu :
· tonsillitis akut
· tonsillitis membranosa
· tonsillitis kronis.
TONSILITIS AKUT
ETIOLOGI
Tonsillitis akut ini lebih disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus beta hemolitikus,
pneumokokus, Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes. Virus terkadang juga menjadi
penyebab penyakit ini. Tonsillitis ini seringkali terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan
suhu 1-4 derajat celcius.
PATOFISIOLOGI
Penularan penyakit ini terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian
bila kuman ini terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendunagn radang dengan
infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Saat folikel mengalami peradangan, tonsil akan membengkak dan membentuk eksudat yang
akan mengalir dalam saluran (kanal) lalu keluar dan mengisi kripta yang terlihat sebagai kotoran putih
atau bercak kuning. Kotoran ini disebut detritus. Detritus sendiri terdiri atas kumpulan leukosit
polimorfonuklear, bakteri yang mati dan epitel tonsil yang terlepas. Tonsilitis akut dengan detritus yang
jelas disebut tonsilitis folikularis. Tonsilitis akut dengan detritus yang menyatu lalu membentuk kanal-
kanal disebut tonsilitis lakunaris.
MANIFESTASI KLINIK
Tonsillitis Streptokokus grup A harus dibedakan dari difteri, faringitis non bakterial, faringitis
bakteri bentuk lain dan mononukleosis infeksiosa. Gejala dan tanda-tanda yang ditemukan dalam
tonsillitis akut ini meliputi suhu tubuh naik hingga 40o celcius, nyeri tenggorok dan nyeri sewaktu
menelan, nafas yang berbau, suara akan menjadi serak, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri di persendian, tidak nafsu makan, dan rasa nyeri di telinga. Pada pemeriksaan juga akan
nampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna akan tertutup
oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

8
KOMPLIKASI
Otitis media akut (pada anak-anak), abses peritonsil, abses parafaring, toksemia, septikemia,
bronkitis, nefritis akut, miokarditis, dan arthritis.

PEMERIKSAAN
1. Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh
pasienmerupa kan bakteri grup A, karena grup ini disertai dengan demam reumatik,
glomerulonefritis dan demam.

2. Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
3. Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spektrum lebar dan sulfonamide, antipiretik dan obat kumur
yang mengandung desinfektan.

PERAWATAN
Perawatan yang dilakukan pada penderita tonsillitis biasanya dengan perawatan sendiri dan dengan
menggunakan antibiotik. Tindakan operasi hanya dilakukan jika sudah mencapai tonsillitis yang tidak
dapat ditangani sendiri.

1. Perawatan sendiri
Apabila penderita tonsillitis diserang karena virus sebaiknya biarkan virus itu hilang
dengan sendirinya. Selama satu atau dua minggu sebaiknya penderita banyak istirahat, minum
minuman hangat juga mengkonsumsi cairan menyejukkan.
2. Antibiotik
Jika tonsillitis disebabkan oleh bakteri maka antibiotic yang akan berperan dalam proses
penyembuhan. Antibiotic oral perlu dimakan selama setidaknya 10 hari.
3. Tindakan operasi
Tonsillektomi biasanya dilakukan pada anak-anak jika anak mengalami tonsillitis selama
tujuh kali atau lebih dalam setahun, anak mengalami tonsillitis lima kali atau lebih dalam dua
tahun, amandel membengkak dan berakibat sulit bernafas, adanya abses.

9
B. TONSILITIS MEMBRANOSA
Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis membranosa beberapa diantaranya
yaitu ;
· Tonsilitis difteri
· Tonsilitis septik
· Angina Plaut Vincent

1. TONSILITIS DIFTERI
Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu suatu bakteri gram positis
pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas yang dapat menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat
mematikan bila terinfeksi bakteriofag.

Patofisiologi
Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa
saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling lalu selanjutnya
menyebar ke seluruh tubuh melalu pembuluh darah dan limfe. Toksin ini merupakan suatu protein yang
mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A dan fragmen B, carboxyterminal yang
disatukan melalui ikatan disulfide.

Manifestasi klinis
Tonsillitis difteri ini lebih sering terjadi pada anak-anak pada usia 2-5 tahun. Penularan melalui
udara, benda atau makanan uang terkontaminasi dengan masa inkubasi 2-7 hari. Gejala umum dari
penyakit ini adalah terjadi kenaikan suhu subfebril, nyeri tenggorok, nyeri kepala, tidak nafsu makan,
badan lemah, dan nadi lambat. Gejala local berupa nyeri tenggorok, tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor makin lama makin meluas dan menyatu membentuk membran semu. Membran ini melekat
erat pada dasar dan bila diangkat akan timbul pendarahan. Jika menutupi laring akan menimbulkan
serak dan stridor inspirasi, bila menghebat akan terjadi sesak nafas. Bila infeksi tidak terbendung
kelenjar limfa leher akan membengkak menyerupai leher sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan
kerusakan pada jantung berupa miokarditis sampai dekompensation kordis.

10
Komplikasi
Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan otot mata, otot
faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan albuminuria.

Diagnosis
Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan
pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat langsung diidentifikasi secara
fluorescent antibody technique yang memerlukan seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C,
diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan vitro.
Cara PCR (Polymerase Chain Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi pemeriksaan ini
mahal dan masih memerlukan penjagn lebih lanjut untuk menggunakan secara luas.
Pemeriksaan
1. Tes Laboratorium
Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan bawah membrane
semu). Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atau Loffler.
2. Tes Schick (tes kerentanan terhapad dihteria)
3. Terapi Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-
Terapi
Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
C.diphteria untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit diphtheria. Secara
umum dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu serta pemberian cairan.
Secara khusus dapat dilakukakan dengan pemberian
1. Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)
2. Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu
penisilin prokain 50.000-100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi
diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
3. Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala
obstruksi saluran nafas bagian atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati
toksik.
4. Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika
penderita tetap baik oleh karena penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya
reversible.

11
5. Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai
keluhan.

Pencegahan
Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak serta
memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan imunisasi yang
terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier.
Tes kekebalan
1. Kekebalan aktif diperoleh dengan cara inapparent infection
dan imunisasi dengan toksoid diphtheria.
2. Kekebalan pasif diperoleh secara transplasental dari ibu
yang kebal terhadap diphtheria (sampai 6 bulan) dan suntikan antitoksin (2-3
minggu).
TONSILEKTOMI
Indikasi dari tonsilektomi dibagi 3 :
1. Indikasi absolut
a. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :
a. Obstruksi saluran napas misal pada OSAS (Obstructive Sleep Apnea Syndrome)
b. Disfagia berat yang disebabkan obstruksi
c. Gangguan tidur
d. Gangguan pertumbuhan dentofacial
e. Gangguan bicara (hiponasal)
f. Komplikasi kardiopulmoner

b. Riwayat abses peritonsil.


c. Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi terutama untuk
hipertrofi tonsil unilateral.
d. Tonsilitis kronik atau berulang sebagai fokal infeksi untuk penyakit-penyakit lain.
2. Indikasi relatif
a. Terjadi 7 episode atau lebih infeksi tonsil pada tahun sebelumnya, atau 5 episode atau
lebih infeksi tonsil tiap tahun pada 2 tahun sebelumnya atau 3 episode atau lebih infeksi
tonsil tiap tahun pada 3 tahun sebelumnya dengan terapi antibiotik adekuat.
b. Kejang demam berulang yang disertai tonsilitis.

12
c. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis.
d. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus B-hemolitikus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik resisten β-laktamase.
e. Operasi tonsilektomi pada anak-anak tidak selalu disertai adenoidektomi,
adenoidektomi dilakukan hanya bila ditemukan pembesaran adenoid.

Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi, namun bila sebelumnya dapat
diatasi, operasi dapat dilaksanakan dengan tetap memperhitungkan imbang “manfaat dan risiko”.
Keadaan tersebut adalah:
1. Gangguanperdarahan
2. Risiko anestesiyang besar atau penyakit berat
3. Anemia
4. Infeksi akutyang berat

PERSIAPAN OPERASI TONSILEKTOMI


1. Anamnesis untuk mendeteksi adanya penyulit
2. Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya penyulit
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi: Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit
b. Pemeriksaan hemostasis: BT/CT dan atau PT/APTT

TEKNIK OPERASI
1. Teknik tonsilektomi yang direkomendasikan adalah teknik Guillotine dan teknik Diseksi
2. Pelaksanaan operasi dapat dilakukan secara rawat inap atau one day care.
3. Dianjurkan untuk melakukan penelitian untuk membandingkan teknik Guillotine dan
Diseksi di rumah sakit pendidikan.
4. Dianjurkan untuk mengembangkan teknik Diseksi modern khususnya di rumah sakit
pendidikan.
TEKNIK ANESTESI
1. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan teknik perlindungan jalan nafas.

13
2. Pemantauan ditujukan atas fungsi nafas dan sirkulasi. Pulse oxymeter dianjurkan sebagai alat
monitoring.

Penyulit
Berikut ini keadaan-keadaan yang memerlukan pertimbangan khusus dalam melakukan
tonsilektomi maupun tonsiloadenoidektomi pada anak dan dewasa:
1. Kelainan anatomi:
· Submucosal cleft palate (jika adenoidektomi dilakukan)
· Kelainan maksilofasial dan dentofasial
2. Kelainan pada komponen darah:
· Hemoglobin < 10 g/100 dl
· Hematokrit < 30 g%
· Kelainan perdarahan dan pembekuan (Hemofilia)
3. Infeksi saluran nafas atas, asma, penyakit paru lain
4. Penyakit jantung kongenital dan didapat (MSI)
5. Multiple Allergy
6. Penyakit lain, seperti:
· Diabetes melitus dan penyulit metabolik lain
· Hipertensi dan penyakit kardiovaskular
· Obesitas, kejang demam, epilepsi

3. Plan:
Diagnosis:
post tonsilektomi + ovula hipertopi + penyulit perdarahan
Pengobatan:
Khusus:
• Ceftriaxone 1 g/ 12 jam / iv
• Dexametazone 1 amp / 8 jam / iv
• Paracetamol 1 g / 12 jam/ iv
• As. Traneksamat 1 amp / 8 jam/ iv
• Ranitidine 1 amp / 12 jam/ iv

14
Umum:
• Baring/tidur dg posisi miring
• Hindari makanan yang keras
• Banyak minum dan makan makanan yang lunak
• Peningkatan higiene mulut

Maros, 14 Februari 2019


Peserta, Pendamping,

dr. Ummi Yusuf dr. Emanuel Yan Daniel

15

Anda mungkin juga menyukai