PENDAHULUAN
Penyakit Grave pada umumnya ditemukan pada usia muda yaitu antara 20
sampai 40 tahun, sedang hipertiroidisme akibat struma nodusa toksik ditemukan
pada usia yang lebih tua yaitu antara 40 sampai 60 tahun. Oleh karena penyakit
Grave umumnya ditemukan pada masa subur, maka hampir selalu hipertiroidisme
dalam kehamilan adalah hipertiroidisme Grave, walaupun dapat pula disebabkan
karena tumor trofoblas, molahidatidosa, dan struma ovarii. Prevalensi
hipertiroidisme di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1 sampai 2
% dari semua penduduk dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada
wanita daripada laki-laki dengan ratio 5:1. Kejadiannya diperkirakan 2:1000 dari
semua kehamilan, namun bila tidak terkontrol dapat menimbulkan krisis tiroid,
persalinan prematur, abortus dan kematian janin. Tiroiditis postpartum adalah
penyakit tiroid autoimun yang terjadi selama tahun pertama setelah melahirkan.
Penyakit ini memberikan gejala tirotoksikosis transien yang diikuti dengan
hipotiroidisme yang biasanya terjadi pada 8-10% wanita setelah bersalin. 3,4
Berdasarkan hal tersebut diatas maka refleksi kasus ini dibuat untuk
membahas mengenai cara penegakan diagnosis, dan penanganan yang tepat pada
ibu hamil dengan kondisi hipertiroid, oleh karena baik keadaan hipertiroidismenya
maupun pengobatan yang diberikan dapat memberi pengaruh buruk terhadap ibu
dan janin.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1.2. Fisiologi Tiroid
4
pemekatan konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali
kadar dalam serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam
transport aktif iodida ini dirangsang oleh TSH.
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin yang terikat pada molekul tiroglobulin
(proses iodinasi). Satu iodium membentuk monoiodotirosin (MIT). Dua
iodium membentuk diiodotirosin (DIT). Iodinasi tiroglobulin ini
dipengaruhi oleh kadar iodigum dalam plasma.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, MIT dan DIT yang terbentuk akan
saling bergandengan (coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin
(T3) dan tiroksin (T4). Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium
ini disintesis dalam koloid melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin
yang terikat pada ikatan di dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh
sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam koloid melalui proses eksositosis
granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut
kemudian disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin.
Residu ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan
residu tirosin serta iodida.
6. Proteolisis
5
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan
enzim protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi
MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran
basal dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding
Pre Albumin (TBPA).
Ada 3 macam kontrol terhadap fisiologi kelenjar tiroid :
6
Gambar 2. Mekanisme Umpan Balik Fungsi Tiroid
7
karena itu asupan iodium pada ibu hamil harus ditingkatkan. Jika kebutuhan
ini tidak terpenuhi, maka TSH akan meningkat dan T4 akan menurun.8
Selama masa kehamilan, tiroksin maternal ditransfer ke janin. Tiroksin
maternal sangat penting untuk perkembangan otak janin, dan terutama
untuk perkembangan kelenjar tiroid janin. Dan meskipun kelenjar tiroid
janin mulai mengkonsentrasikan iodin dan mensintesis hormon tiroid
setelah 12 minggu, kontribusi tiroksin maternal tetap penting. Pada
kenyataannya, tiroksin maternal merupakan 30% dari tiroksin janin saat
cukup bulan.
8
Metabolisme T4 pada janin berbeda dengan orang dewasa,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara keseluruhan, laju
produksi dan degradasi pada janin lebih cepat 10 kali lipat. Fungsi
tiroid janin dimulai sejak akhir trimester pertama kehamilan. Sejak
saat itu, T3 dan T4 total, serta TBG meningkat.
Selama masa kehamilan, TSH janin meningkat hingga lebih
tinggi dibandingkan TSH sirkulasi maternal. Hal ini seiring dengan
meningkatnya TRH. Sejak kehamilan usia 28 minggu, jumlah T4
bebas pada janin diperkirakan setara dengan jumlah yang terdapat
pada sirkulasi maternal.
2.2.2. Interaksi Maternal-Fetal
Fungsi aksis kelenjar hipofisis-tiroid pada janin tidak
bergantung pada ibu. Transfer transplasental TSH dapat dikatakan
tidak berarti. Namun jika gradien konsentrasi maternal-fetal tinggi,
dapat terjadi transfer. Transfer ini dapat dapat menjadi sangat
signifikan, hingga membuat otak janin mencapai kapasitas untuk
mengubah T4 menjadi T3. T4 dapat ditemukan pada cairan amnion
sebelum tiroid berfungsi.
9
Tanda dan gejala yang timbul akan sangat membantu klinisi dalam
menegakkan diagnosis. Goiter difusa, ophthalmopathy, dengan serum
thyroid hormone receptor antibody (TRAb) positif mengarahkan diagnosis
ke Grave’s disease.. Transient gestational thyrotoxicosis lebih umum terjadi
pada wanita dengan morning sickness, terutama kelompok wanita dengan
gejala yang lebih hebat yaitu hyperemesis gravidarum.
2.4.Manifestasi Klinis
Hipertiroid pada kehamilan secara keseluruhan menunjukkan
manifestasi yang sama dengan hipertiroid pada wanita yang tidak hamil.13
Perbedaan signifikan yang terjadi pada hipertiroid dalam kehamilan karena
efeknya yang dapat mengenai ibu dan anak.11
Gejala Hipertiroid yang umum ditemui pada pasien dewasa antara lain:14
- Hiperaktivitas
- Irritable
- Dysphoria
- Palpitasi
- Mudah merasa lelah dan lemah
- Penurunan berat badan
- Diare
- Polyuria
- Oligomenorrhea
Tanda-tanda hipertiroid yang umumnya dapat ditemukan antara lain:
- Tachycardia
- Tremor
- Goiter
- Kulit lembab dan hangat
- Kelemahan otot
Pada keadaan hipertiroid ada kemungkinan pasien jatuh ke dalam
keadaan Badai Tiroid (Thyroid Storm). Badai Tiroid adalah tirotoksikosis
yang dapat berakibat fatal, hingga saat ini belum diketahui dengan jelas
10
pencetus dari badai tiroid.4 Badai Tiroid ditandai ditandai dengan keadaan
hypermetabolik dalam kehamilan. Dampak dari badai tiroid ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi jantung dan diikuti dengan keadaan
hipertensi pulmonal dan gagal jantung.11
11
Gambar 1: Resiko Hipertiroid terhadap ibu hamil dan janin
Janin yang lahir dari ibu yang mengalami Grave Disease , besar
kemungkinannya untuk mengalami tirotoksikosis sejak dalam kandungan.
Kejadian tirotoksikosis janin ini dapat terjadi pada ibu dengan kadar tiroid
terkontrol dan yang tidak.11 Prevalensi terjadinya tirotoksikosis fetal adalah
13
sebesar 1%-5% dengan mortalitas 12-20%.16 Hal ini tidak lepas dari
permeabilitas plasenta terhadap hormon tiroid, antibodi dan tirotropin yang
dapat memberikan efek signifikan kepada janin.1 Meskipun ibu hamil yang
mengonsumsi obat anti tiroid (ATD) dan dalam keadaan eutiroid, antibodi
yang menjadi pencetus utama dapat masuk kepada janin melalui sirkulasi
plasenta dan memacu kelenjar tiroid janin untuk ikut memproduksi hormon
tiroid. Keadaan ini umumnya mulai terjadi saat kelenjar tiroid janin mulai
tumbuh, yaitu minggu ke 22 kehamilan.16
Pada beberapa kejadian, ditemukan keadaan hipotiroid yang dialami
oleh janin. Keadaan hipotiroid yang dialami oleh janin bukan dampak
12
langsung dari hipertiroid yang dialami oleh ibu hamil, melainkan akibat dari
pengobatan berlebihan yang dilakukan oleh ibu. Contoh golongan obat anti-
tiroid yang dapat menginduksi terjadinya hipotiroid fetal adalah golongan
Thiomid. 1,16
Ibu hamil dengan hipertiroid juga memiliki resiko untuk mengalami
preeklampsia. Hipertiroid merupakan penyebab sekunder dari peningkatan
tekanan darah. Dengan meningkatnya laju nadi dalam keadaan istirahat,
kontraktilitas ventrikel kiri, dan diikuti oleh berkurangnya resistensi
vaskular, Cardiac Output dapat meningkat sebanyak 50%-300%. Selain
bekerja pada reseptor β pada myokardium untuk meningkatkan
kontraktibilitas dan kerja jantung, hormon tiroid juga bekerja pada
membran ion otot polos vaskular dan endotel yang akan mengsintesis NO
untuk vasodilatasi.17 Proses perjalanan penyakit hingga menjadi suatu
keadaan preeklampsia dipengaruhi oleh adanya autoantibodi. Autoantibodi
yang juga menjadi pencetus terjadinya hipertiroidisme berikatan dengan
Angiotensin Receptor-1 . Pada percobaan in vivo, berikatannya Angiotensin
Receptor-1 pada sel mesangial dan trofoblas dengan autoantibodi
menginduksi tersintesisnya beberapa komponen biomolekuler, dan salah
satunya adalah Plasminogen Activator Inhibitor-1 yang juga dapat diketahui
meningkat pada wanita hamil dengan preeklamsia. Pada percobaan injeksi
autoantibodi yang sama terhadap tikus yang sedang hamil, tikus tersebut
menunjukkan gejala-gejala preeklamsia yang ditandai dengan
meningkatnya tekanan darah disertai dengan proteinuria.18
Penelitian lain yang dilakukan oleh Saki dkk (2014) menunjukkan
hipertiroid pada kehamilan meningkatkan resiko IUGR sebanyak 5 kali
lipat. Keadaan IUGR ini memiliki hubungan dengan keadaan tirotoksikosis
yang dialami oleh janin dan preeklamsia yang dialami oleh ibu.15
2.6.Diagnosis
2.6.1. Anamnesa
13
a. Keluhan utama/Gejala
Pada anamnesa hal yang perlu ditanyakan adalah gejala utama yang
dikeluhkan oleh pasien. Gejala yang sering dikeluhkan adalah gejala sering
letih, mual, muntah, kulit hangat, lembab dan berkeringat.14 Penggalian
informasi riwayat penyakit secara mendetail diperlukan untuk membantu
diagnosa apakah keadaan ini merupakan keadaan fisiologis ibu hamil atau
suatu hal patologis. Kedua hal ini terkadang sulit untuk dibedakan.13
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Menggali informasi mengenai kapan pertama kali terjadinya
keadaan seperti yang dialami oleh pasien merupakan salah satu petunjuk
yang diperlukan. Apabila pasien sudah pernah mengalami gejala yang sama
sebelum kehamilan, maka kecurigaan dapat diarahkan kepada Hipertiroid.
Namun apabila pasien mengalami kejadian seperti yang dikeluhkan untuk
pertama kali, maka diperlukan informasi dan observasi lanjutan untuk dapat
menegakkan diagnosa.13
c. Usia Kehamilan 11
Hal lain yang penting untuk diketahui adalah usia kehamilan ibu saat
keluhan muncul. Hal ini masih berhubungan dengan penentuan apakah
keadaan yang dialami oleh ibu hamil merupakan suatu keadaan fisiologis
(Hyperthyroid Gestasional) atau memang merupakan gejala tirotoksikosis
yang bersifat patologis. Apabila usia kehamilan pasien saat ini terdapat pada
trimester 1 maka kecurigaan akan lebih ditekankan kepada Hipertiroid
Gestasional. Jika waktu awal mula munculnya keluhan pada pasien terjadi
setelah trimester 1 maka ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dan
salah satunya adalah keadaan tirotoksikosis dengan penyebab lain.
14
gangguan yang sama selama diluar kehamilan, maka kecurigaan dapat
diarahkan kepada Hipertiroid. Namun riwayat keluarga yang diakui maupun
disangkal keduanya tetap membutuhkan pemeriksaan lanjutan untuk
menegakkan diagnosis.
15
kadar hormon tiroid dan tirotropik dalam darah. Pada pemeriksaan darah
beberapa hasil yang dicari meliputi:
2.6.3.1. Pemeriksaan Laboratorium
1. TSH
Kadar TSH dalam darah merupakan salah satu faktor penting dalam
diagnosa dan tindaklanjut dari terapi yang dijalani oleh pasien.14 Pada
keadaan hamil, akan terjadi fluktuasi range nilai normal TSH setiap
trimester kehamilan. Secara umum wanita hamil mengalami penurunan
kadar TSH dalam darah dibandingkan dengan seseorang dalam keadaan
tidak hamil.
Berikut ini adalah range kadar TSH normal tiap trimester kehamilan:13
Range kadar TSH normal dalam kehamilan
Trimester 1 0.1 -2.5 mIU / L
Trimester 2 0.2 – 3.0 mIU / L
Trimester 3 0.3 – 3.0 mIU / L
Nilai normal TSH pada wanita tidak hamil adalah 0.4 – 4.0 mIU / L
Pada sebagian kecil wanita hamil, kadar TSH dapat menurun hingga
pada <0.01 mIU / L namun masih menunjukkan ciri kehamilan normal.
Penelitian tentang kadar TSH normal pada kehamilan menunjukkan hasil
yang bervariasi dari penelitian satu dan lainnya, namun variasi angka rata-
rata tersebut bukan variasi perbedaan jumlah dan gejala klinis yang
signifikan. Perbedaan metode penelitian dan ras sampel yang diambil juga
merupakan salah satu faktor penting. Pengukuran kadar TSH, terutama pada
trimester ke 2 dan 3 penting untuk dilakukan dalam upaya menegakkan
diagnosis hipertiroid.13
2. FT4
Pengukuran kadar FT4 menunjukkan kadar yang sangat bervariasi. FT4
merupakan hormon tiroid yang dapat masuk ke dalam sel dan menjalankan
fungsinya. Nilai normal dari FT4 adalah 12-30 pmol/L. Terjadinya
peningkatan jumlah FT4 yang dibarengi dengan penurunan jumlah TSH di
16
bawah normal adalah keadaan penting dalam mendiagnosis terjadinya
hipertiroid.20
3. TRab
Penghitungan kadar TSH Receptor Antibody adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk memastikan etiologi dari keadaan klinis yang dialami oleh
pasien. Dengan mendapatkan hasil positif disertai dengan gejala yang
mendukung, adanya TRab (+) menunjukkan proses autoimunitas yang
menjadi dasar keadaan hipertiroid (Grave’s Disease).13
17
dikeluhkan pasien sebagai bentuk konfirmasi dan pemeriksaan terhadap
kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan fisik dapat pula ditemukan beberapa tanda
definitif pada penyakit dengan tirotoksikosis seperti Grave’s Disease.
Apabila didapati tanda tirotoksikosis positif yang disertai dengan
ditemukannya perbesaran kelenjar tiroid beserta karakteristik-karakteristik
khususnya, dugaan hipertiroid dapat diperkuat.19
18
meliputi pemeriksaan kadar TSH, FT4. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengukur aktivitas kelenjar tiroid dalam menghasilkan tiroid.15 Pengukuran
terhadap kadar antibodi reseptor (TRab) diperlukan untuk menentukan
etiologi tirotoksikosis yang dialami oleh pasien. TRab yang positif
menandakan pasien mengalami produksi hormon tiroid berlebihan akibat
antibodi reseptor. Pemeriksaan terhadap TRab merupakan golden standard
untuk diagnosis Grave’s disease.13 Menurut guideline yang dikeluarkan
oleh ATA (American Thyroid Association), pengukuran terhadap TRab
sebaiknya dilakukan pada usia 24-28 minggu kehamilan. Kadar TRab yang
meningkat 3 kali lipat memperkuat indikasi untuk tindak lanjut terhadap
keadaan tirotoksikosis fetal.16 Apabila hasil test TRab negatif, namun pasien
menunjukkan gejala tirotoksikosis dan hasil pemeriksaan jumlah Tiroid
dalam darah yang meningkat, maka perlu dipertimbangkan apakah ada
faktor lain yang dapat mengakibatkan meningkatnya kadar hormon tiroid
seperti keganasan atau tambahan asupan hormon tiroid.13
Penegakan diagnosa tirotoksikosis fetus dapat dilakukan dengan
pemeriksaan sonografi dan cordosentesis. Pada bayi yang mengalami
tirotoksikosis akan menunjukkan hasil USG berupa:16
1. DJJ >160 x/menit, hasil persisten selama 10 menit
2. Maturasi tulang semakin cepat
3. Fetal Goiter
4. Terdapat gambaran vaskularisasi sentral20
5. Fontanel semakin cepat menutup
6. Gerakan janin berkurang
Tindakan Cordocentesis dapat dilakukan jika hasil USG masih
diragukan. Tindakan ini dilakukan untuk mengukur kadar hormon tiroid
dalam darah umbilikal. Meskipun diakui sebagai golden standard, tindakan
invasif ini kurang direkomendasi mengingat komplikasi yang dapat muncul
seperti perdarahan fetal, bradikardi, infeksi, dan kematian.16
2.8. Tatalaksana
19
Terdapat berbagai macam tatalaksana untuk hipertiroid dalam
kehamilan. Obat anti-tiroid merupakan pengobatan pilihan dalam
mengontrol gejala hipertiroid selama kehamilan. Cara kerja obat ini
menghambat sintesis hormon tiroid dengan mereduksi organifikasi iodin
dan coupling dari MIT (monoiodothyrosine) menjadi DIT
(diiodothyrosine). Penggunaan obat golongan adrenergic beta blocker juga
dapat digunakan untuk menghilangkan gejala hipermetabolik. Modalitas
terapi lain yang dapat digunakan juga adalah pembedahan. Terapi
pembedahan ini jarang dilakukan, tetapi jika dengan pengobatan obat anti
hipertiroid ditemukan efek samping maka harus dipertimbangkan untuk
dilakukan pembedahan.2
Berikut jenis-jenis terapi yang digunakan untuk mengatasi hipertiroid
dalam kehamilan:
1. Adrenegic Beta Blocker
Penggunaan obat adrenergic beta blocker seperti propranolol
dengan dosis 20-40 mg setiap 6-8 jam ditujukan untuk
menghilangkan gejala adrenergik yang ditimbulkan akibat
hipertiroid. Gejalanya berupa tremor, takikardi, gelisah. Obat ini
harus diturunkan penggunaannya seiring dengan indikasi klinis.13
Penggunaan obat beta blocker jangka panjang berdampak pada
kejadian Kecil masa kehamilan, kelahiran prematur, dan kematian
perinatal.21
2. Obat A nti Tiroid
Untuk mengatasi hipertiroid dapat digunakan obat anti tiroid.
Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis hormon tiroid.
Sintesis ini dihambat dengan mereduksi iodin organifikasi dan
kopling dari MIT dan DIT pada jalur sintesis hormone tiroid.2 Obat
golongan ini adalah Propylthiouracil (PTU) dan Methimazole
(MMI). Penggunaan obat anti-tiroid Propylthiouracil (PTU) hanya
terbatas pada trimester pertama, setelah itu penggunaan
Methimazole direkomendasikan.22 Pada beberapa orang yang
20
menggunakan obat anti-tiroid sekitar 3-5% memiliki komplikasi
alergi. Namun yang harus menjadi perhatian dalam penggunaan obat
anti-tiroid adalah efek samping dari penggunaan obat ini.13
Pada penelitian restropektif membandingkan efek
penggunaan PTU, MMI, dan tanpa pengobatan. Malformasi
kongenital sering terjadi pada grup yang memakai metimazole.22
Malformasi kongenital meliputi atresia koanal dan esofagus,
omfalocele.
Dosis awal dari obat anti tiroid berdasarkan pada beratnya
gejala dan derajat tiroksemia. Pada umumnya, dosis awal pada
pemeberian obat anti-tiroid; MMI 5-15 mg per hari dan PTU 50-300
mg per hari13. Dalam memberikan pengobatan dengan obat anti
tiroid, disarankan untuk diberikan dosis terkecil dan efektif yang
dapat diberikan25.
Pada proses lanjutan kehamilan, obat antitiroid juga dapat
diindikasikan untuk memperbaiki keadaan tirotoksikosis pada fetus.
Pengaturan dosis efektif dilakukan berdasarkan pengukuran denyut
jantung janin, goiter melalui Doppler ultrasound, atau dengan
mengambil sampel darah umbilikus16.
3. Pembedahan
Pembedahan pada kehamilan lebih beresiko dibandingkan
dengan terapi obat. Hal ini berkaitan dengan abortus spontan atau
persalinan prematur. Tiroidektomi pada kehamilan jarang dilakukan
dan bukan merupakan indikasi untuk dilakukan. Namun Subtotal
tiroidektomi pada pasien dengan efek yang kurang baik dari
penggunaan obat anti tiroid13. Metode pembedahan juga
direkomendasikan bila terdapat efek hepatotoksik obat anti tiroid.
Waktu yang paling tepat melakukan operasi sub total tiroidektomi
adalah saat trimester ke 2 24.
2.9.Komplikasi
21
Komplikasi yang paling sering muncul dari penggunaan obat anti
hipertiroid dibagi menjadi komplikasi minor dan mayor. Komplikasi minor
yang sering muncul akibat penggunaan obat anti-tiroid adalah reaksi kulit,
atralgia, dan dan gejala tidak nyaman pada perut. Komplikasi mayor dapat
berupa gejala yang dapat mengamcam nyawa diantaranya agranulositosis,
vaskulitis, immunoallergic hepatitis.13
Gejala agranulositosis terlihat sekitar 0,35% – 0,4%, pada pasien
yang menggunakan kedua jenis obat. Gejala vaskulitis dan immunoallergic
hepatitis biasanya muncul pada pengguna obat PTU. Angka kejadian
kerusakan hati akibat dari penggunaan PTU yaitu sekitar 1 dari 10000 pada
orang dewasa dan 3000 pada anak, biasanya gejala kerusakan hati terlihat
setelah 3 bulan setelah mulai pengobatan, walaupun gejalanya dapat muncul
setiap saat selama pengobatan. Dibandingkan dengan PTU, MMI memiliki
efek teratogenik pada fetal.2
Selain komplikasi yang terdapat pada ibu yang harus diperhatikan
efek terhadap janin yang dikandung akibat penggunaan obat anti-tiroid.
Efek penggunaan anti-tiroid pada janin terbagi menjadi; efek teratogenik
pada janin akibat penggunaan MMI.2 Efek teratogenik yang didapat dapat
berupa aplasia cutis dan atresia koanal maupun esofagus. Penggunaan obat
anti-tiroid juga berdampak gejala hipotiroid pada bayi. Hal ini dikarenakan
penggunaan obat anti-tiroid yang berlebihan pada ibu hamil, sehingga
menurunkan kadar hormone tiroid yang ada. Komplikasi lain yang muncul
akibat penggunaan obat anti-tiroid yaitu terhambatnya pertumbuhan fisik
dan mental.2
2.10. Pencegahan
Suplementasi iodin sebelum dan selama kehamilan dapat membantu
mencegah angka kejadian hipertiroid pada ibu hamil. Peningkatan kadar
hormon tiroid selama kehamilan menyebabkan peningkatan kebutuhan
iodin. Dengan pemberian suplementasi iodin pada ibu hamil baik sebelum
22
dan saat hamil akan membantu dalam menyediakan cadangan iodin. Hal ini
menyebabkan ibu hamil tidak akan mengalami kesulitan dalam adaptasi
terhadap peningkatan kebutuhan iodin untuk sintesis hormone tiroid.13
Defisiensi iodin pada ibu hamil akan menggangu sintesis hormon
tiroid. Hal ini akan menyebabkan peningkatan produksi TSH, hasilnya akan
meningkatkan ukuran tiroid. Selain itu suplementasi iodin telah terbukti
menurunkan angka kematian bayi, kreatinisme, hambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan.13
Pengendalian kadar tiroid pada ibu hamil akan lebih mudah
mencapai eutiroid bila sebelum hamil telah dilakukan operasi sub-
tiroidektomi. Namun hal ini tidak mengurangi kadar TRab dalam darah dan
tetap beresiko menyebabkan tirotoksikosis fetal.16
Kebutuhan iodine pada ibu hamil dianjurkan minimal sebesar 250
ug per hari. Jumlah ini dapat didapatkan dengan suplementasi iodin 150 ug
dan sisanya dapat didapat melalui makanan yang mengandung yodium.13
2.11. Prognosis
Komplikasi obstetrik lebih banyak terjadi pada ibu hamil yang
memiliki hipertiroid dibandingkan yang tidak, terutama untuk ibu hamil
dengan hipertiroid tidak terkontrol. Selain itu ibu hamil yang terdeteksi
hipertiroid sebelum kehamilan memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan terdeteksi saat kehamilan.23
BAB III
LAPORAN KASUS
23
I. IDENTITAS
Nama : Ny. N Nama Suami : Tn. I
Umur : 39 tahun Umur : 38 tahun
Alamat : Kab. Donggala Alamat : Kab. Donggala
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Hindu Agama : Hindu
Pendidikan : SD Pendidikan : SMA
II. ANAMNESIS
G4 P2 A1 Menarche : 15 tahun
HPHT : 01/05/2018 Perkawinan : 21 tahun
TP : 08/2/2018
Keluhan Utama :
Sesak nafas
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang dialami beberapa
jam SMRS. Pasien mengeluhkan pusing (+), sakit kepala (+), disertai nyeri ulu hati
dan mual (+), muntah (+). Pasien sering merasa jantungnya berdebar-debar dengan
kencang, pasien juga sering berkeringat walaupun tidak berada di tempat yang
panas dan dalam keadaan istirahat. Pasien juga mengeluhkan badan pasien sering
terasa lemas, cepat cape dan terasa gemetar pada kedua tangan pasien. Pasien
mengalami penurunan berat badan sedangkan nafsu makan meningkat, namun
akhir-akhir ini nafsu makan pasien semakin berkurang dan makan lebih sedikit.
Pasien juga mengeluh adanya pembengkakan pada leher yang baru disadari pada
usia kehamilan 4 bulan yang semakin lama makin membesar, tidak nyeri. Pasien
sudah berobat di ahli kandungan dan diberikan obat PTU dan propranolol. BAK
biasa, BAB lancar.
24
Riwayat Penyakit Terdahulu:
DM (-), HT (-), asma (-), Pasien memiliki riwayat Hipertiroid sejak 5 tahun yang
lalu
Riwayat Haid :
Haid pertama pada umur 13 tahun. Pasien mengaku haid teratur dengan siklus 28-
30 hari, lama haid ±7 hari.
25
Kepala – Leher :
Bentuk simetris, kedua konjungtiva anemis (-/-), kedua sklera tidak ikterik, mata
cekung (-), eksoftalmus (-/-), telinga normal, otorhea (-), bentuk hidung normal,
rhinorhea (-), mukosa faring tidak hiperemis, karies dentis (-), pembengkakan
kelenjar getah bening (-).
Status lokalis :
Inspeksi : Tampak massa pada region coli dextra et sinistra, warna sama dengan
sekitar, mengikuti gerakan menelan, tidak ada edema, tidak ada sikatrik, tidak
bergerak keatas saat lidah dijulurkan.
Palpasi : Teraba massa soliter ukuran ±2 x 3 cm, konsistensi padat kenyal,
permukaan rata, berbatas tegas, mobile, tidak ada nyeri tekan, suhu sama dengan
sekitar.
Thorax
Inspeksi : Pergerakan thoraks simetris, retraksi (-), sikatrik (-)
Palpasi : Vocal fremitus (+/+)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada jantung, batas paru
hepar SIC VII linea mid-clavicula dextra, batas jantung dalam
batas normal.
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi
jantung I/II murni reguler
Ekstremitas :
Akral hangat + + Oedem - -
+ + - -
26
Abdomen :
Inspeksi : Bekas luka operasi (-), striae (-)
Auskultasi : DJJ 152x/m
Perkusi : Redup
Palpasi : L1 TFU 3 jari dibawah proc. xyphoideus (22cm)
L2 Punggung – Kanan
L3 : Presentasi kepala
L4 : Belum masuk PAP
HIS :-
V. PEMERIKSAAN GINEKOLOGIK
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT : Pembukaan (-), porsio tebal lunak
27
Protein Negatif
Leukosit Positif (Penuh)
Eritrosit Positif (Penuh)
VII. RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang dialami beberapa
jam SMRS. Pasien mengeluhkan pusing (+), sakit kepala (+), disertai nyeri ulu hati
dan mual (+), muntah (+). Pasien sering merasa jantungnya berdebar-debar dengan
kencang, pasien juga sering berkeringat walaupun tidak berada di tempat yang
panas dan dalam keadaan istirahat. Pasien juga mengeluhkan badan pasien sering
terasa lemas, cepat cape dan terasa gemetar pada kedua tangan pasien. Pasien juga
mengeluh adanya pembengkakan pada leher yang baru disadari pada usia
kehamilan 4 bulan yang semakin lama makin membesar, tidak nyeri. Pasien sudah
berobat di ahli kandungan dan diberikan obat PTU dan propranolol. BAK biasa,
BAB lancar.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum baik, konjungtiva
anemis (-/-), tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 105 x/menit, respirasi 36x/menit,
suhu 36,6oC. Pada pemeriksaan region coli tampak massa pada region coli dextra
et sinistra, warna sama dengan sekitar, mengikuti gerakan menelan, tidak ada
edema, tidak ada sikatrik, tidak bergerak keatas saat lidah dijulurkan. Teraba massa
soliter ukuran ±2 x 3 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, berbatas tegas,
mobile, tidak ada nyeri tekan, suhu sama dengan sekitar. Pemeriksaan abdomen ;
DJJ 152 x/m, TFU 3 jari dibawah proc. xyphoideus (22cm), punggung kanan,
presentasi kepala, belum masuk pintu atas panggul, pembukaan (-), porsio tebal
lunak.
28
Hasil pemeriksaan penunjang darah rutin: leukosit 12,76x103/μL, eritrosit
4,26 x106/μL, hemoglobin 11,4 g/dL, platelet 290 x103/μL, clotting time 6 menit 35
detik, bleeding time 3 menit. FT4 5,48 ng/dl dan TSHs <0.005.
VIII. DIAGNOSIS
GIVPIIA1 gravid 34-35 minggu + Hipertiroid
IX. PENATALAKSANAAN
- Konsul spesialis penyakit dalam
- O2 2-4 lpm/ nasal canul
- IUFD RL 20 tpm
- Inj. Odansentron/8jam/IV
- Pasang Kateter
- Observasi TTV dan BJF
Jawaban Konsul :
Spesialis Penyakit Dalam :
- Throzol 2 x 10 mg
FOLLOW UP
29
S : nyeri ulu hati (+), mual(+), muntah (+), nyeri kepala (-), pusing (-), sesak
nafas (+), jantung berdebar-debar (+), BAK (+) terpasang kateter, dan BAB
(-), Flatus (+).
O :Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Kompos mentis P :32 x/m
TD : 110/70 mmHg S : 36,5 °C
N : 120 x/m
Eksoftalmus (-/-)
Anemis (-/-)
Paru-paru: bunyi napas vesikuler, rhonki -/-
Jantung: BJ I/II regular, murmur (-),
DJJ: 154 x/m
Ekstremitas: edema -/-
Urin tampung : 400 cc
A : GIVPIIA1 gravid 34-35 minggu + Hipertiroid
P: IFVD ringer laktat 20 tpm
- O2 2-4 lpm/ nasal canul
- Inj. Odansentron/8jam/IV
- Throzol 2 x 10 mg
S : nyeri ulu hati (+), mual(+), muntah (+), nyeri kepala (-), pusing (-), sesak
nafas (-), nyeri dada (-), BAK (+) terpasang kateter, dan BAB (+)
30
O :Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Kompos mentis P :28 x/m
TD : 120/70 mmHg S : 36,8 °C
N :80 x/m
Eksoftalmus (-/-)
Anemis (-/-)
Paru-paru: bunyi napas vesikuler, rhonki -/-
Jantung: BJ I/II regular, murmur (-),
DJJ: 134 x/m
Ekstremitas: edema -/-
Urin tampung : 300 cc
A : GIVPIIA1 gravid 34-35 minggu + Hipertiroid
P: IFVD ringer laktat 20 tpm
- Inj. Odansentron/8jam/IV
- Throzol 2 x 10 mg
- Pro aff kateter dan aff infus
S : nyeri ulu hati (+), mual(+), muntah (-), nyeri kepala (-), pusing (-), sesak
nafas (-), nyeri dada (-), BAK (+), dan BAB (+)
O :Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Kompos mentis
TD : 110/80 mmHg
N :88 x/m
P :20 x/m
S : 36,6 °C
31
Eksoftalmus (-/-)
Anemis (-/-)
Paru-paru: bunyi napas vesikuler, rhonki -/-
Jantung: BJ I/II regular, murmur (-),
DJJ: 146 x/m
Ekstremitas: edema -/-
A : GIVPIIA1 gravid 34-35 minggu + Hipertiroid
P:
- Antasida doen 3x1 cth
- Throzol 2 x 10 mg
- Boleh pulang (kontrol polik kandungan)
33
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas yang dialami beberapa jam
SMRS. Pasien mengeluhkan pusing (+), sakit kepala (+), disertai nyeri ulu hati dan
mual (+), muntah (+). Pasien sering merasa jantungnya berdebar-debar dengan
kencang, pasien juga sering berkeringat walaupun tidak berada di tempat yang panas
dan dalam keadaan istirahat. Pasien juga mengeluhkan badan pasien sering terasa
lemas, cepat cape dan terasa gemetar pada kedua tangan pasien. Pasien mengalami
penurunan berat badan sedangkan nafsu makan meningkat, namun akhir-akhir ini nafsu
makan pasien semakin berkurang dan makan lebih sedikit. Pasien juga mengeluh
adanya pembengkakan pada leher yang baru disadari pada usia kehamilan 4 bulan yang
semakin lama makin membesar, tidak nyeri. Pasien sudah berobat di ahli kandungan
dan diberikan obat PTU dan propranolol. BAK biasa, BAB lancar.
Gejala-gejala yang dirasakan pasien sesuai dengan gejala-gejala yang ada pada
hipertiroid yaitu jantung berdebar-debar, berkeringat berlebihan, lemas, cepat lelah dan
terasa bergetar pada tangan. Hormone-hormon tiroid memiliki efek pada pertumbuhan
sel, perkembangan dan metabolism energy. Ketika hormone tiroid diproduksi berlebih,
maka laju metabolism basal akan meningkat menyebabkan pasien merasa cepat lelah
dan sering berkeringat. Selain meningkatkan laju metabolism basal kelebihan hormone
tiroid juga akan menyebabkan pengaktifan simpatis yang berlebihan, yang mendasari
keluhan pasien yaitu palpitasi dan gemetar. Pengaktifan simpatis yang berlebih dan
peningkatan laju metabolism basal tentunya akan menyebabkan banyaknya
katabolisme yang terjadi, sehingga pasien juga mengalami penurunan berat badan yaitu
pada pasien mengalami penurunan berat badan sedangkan nafsu makan pasien
meningkat.
34
. Sesak napas sebagai gejala utama disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan
akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan paru. Pada penderita
hipertiroid terdapat kenaikan curah jantung dan konsumsi oksigen pada saat maupun
setelah melakukan aktivitas. Selain itu kapasitas vital pada penderita hipertiroid akan
menurun disertai dengan gangguan sirkulasi dan ventilasi paru
Pada pemeriksaan tanda vital Nadi: 105 x/menit terjadi karena peningkatan
kerja otot jantung sehingga denyut jantung meningkat bersamaan dengan
meningkatnya curah jantung yang menyebabkan frekuensi nadi meningkat. Respirasi:
36 x/menit, frekuensi napas yang cepat menunjukkan bahwa pasien mengalami sesak
napas dimana keluhan tersebut diakibatkan oleh kenaikan curah jantung dan konsumsi
oksigen pada saat maupun setelah melakukan aktivitas. Selain itu kapasitas vital pada
penderita hipertiroid akan menurun disertai dengan gangguan sirkulasi dan ventilasi
paru.
Pada pemeriksaan region coli tampak massa pada region coli dextra et sinistra,
warna sama dengan sekitar, mengikuti gerakan menelan, tidak ada edema, tidak ada
sikatrik, tidak bergerak keatas saat lidah dijulurkan. Teraba massa soliter ukuran ±2 x
3 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, berbatas tegas, mobile, tidak ada nyeri
tekan, suhu sama dengan sekitar.
Pemeriksaan abdomen ; DJJ 152 x/m, TFU 3 jari dibawah proc. xyphoideus
(22cm), punggung kanan, presentasi kepala, belum masuk pintu atas panggul,
pembukaan (-), porsio tebal lunak.
Hasil pemeriksaan penunjang darah rutin: leukosit 12,76x103/μL, eritrosit 4,26
x106/μL, hemoglobin 11,4 g/dL, platelet 290 x103/μL, clotting time 6 menit 35 detik,
35
DAFTAR PUSTAKA
10. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC. 2001.
36
11. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman BL,
Casey BM, Sheffield JS. Williams Obstetrics 24th ed. New York:McGraw-
12. Chang DLF dan Pearce EN. Screening for Maternal Thyroid Dysfunction in
2012.
Internal Medicine 18th ed. New York: McGraw-Hill, medical Pub. Division,
2012.
15. Saki F, et. Al : Thyroid Function in Pregnancy and its Influences on Maternal
16. Batra CM: Fetal and Neonatal Thyrotoxicosis. Indian Journal of Endocr Metab
Report and Review of the Literature. BMC Research Notes 7: 814, 2014
(659-674)p, 2011
37
19. Douglas G, Nicol F, Robertson C. Macleod’s Clinical Examination 12th ed.
21. Petersen KM, Solem EJ, Andersen JT, Petersen M, Brødbæk K, Køber K, et
38