NIM : 20180210026
Sistem ini muncul kerana rusaknya lingkungan yang digunakan sebagai bagian
dari pertanian. Rusaknya lingkungan ini berdampak kepada kualitas hidup yang
menurun dengan hilangnya keanekaragaman hayati dan berkurangnya atau tidak
tersedianya makanan untuk mencukupi kebutuhan makhluk hidup terutama pada
bidang pertanian. Faktor utama hal ini ialah tingginya penggunaan external input yang
menyebabkan polusi lingkungan (tanah, air maupun udara). Untuk mengatasi hal ini
muncul pemikiran akan mengurangi dampak tersebut, yakni dengan pertanian
berkelanjutan (Sustainable Agriculture).
Salah satu cara untuk menerapkan sistem pertanian berkelanjutan ialah GAP
(Good Agriculture Practices) yang menerapkan cara budidaya tumbuhan atau ternak
yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. Adapun
pedoman/standar pekerjaan ini dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang
dihasilkan memenuhi standar internasional. GAP adalah praktek pertanian yang
bertujuan untuk:
Dalam menjalankan GAP ini dapat dilakukan dengan berbagi konsep sistem
pertanian keberlanjutan, salah satunya adalah LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture). LEISA merupakan teknologi yang bisa memanfaatkan sumber daya lokal
secara efisien. Petani yang kini menerapkan HEIA, bisa saja mengurangi pencemaran
serta meningkatkan efisiensi input luar dengan beralih kepada beberapa teknik LEISA.
Sistem ini masih memanfaatkan EI tetapi hanya mensuport agar produksi tidak turun
drastis akibat peralihan dari penerapan HEIA ke LEISA, namun hanya saja eksternal
input yang digunakan rendah atau mengurangi agar bisa beradaptasi.
Dalam sistem pertanian LEISA ini, ada beberapa prinsip yang bisa diterapkan,
yaitu :
Sistem budidaya ganda lebih baik dalam memanfaatkan ruang yang ada bagi
pertumbuhan akar dan tajuk, mendaur ulang air dan unsur hara yang ada dengan lebih
sesuai dan memiliki kapasitas penyangga yang lebih besar terhadap periode ataupun
peristiwa yang merugikan seperti kekeringan, serangan hama, kebutuhan uang tunai
dalam jumlah besar secara mendadak dan sebagainya dibanding sistem budidaya
tanaman tunggal. Dengan kata lain, hal itu bisa memberikan manfaat dan memberikan
perlindungan yang lebih baik pada modal usahatani alami.
Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di lahan kering
dapat dilakukan melalui pertanaman secara tumpangsari, karena pertanaman secara
tumpangsari pada lahan kering dapat memelihara kelembaban dan kadar air tanah serta
mengurangi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah (Samosir, 1996).
Tumpangsari merupakan salah satu bentuk program meningkatkan pertanian
serta alternatif yang tepat untuk melipatgandakan hasil pertanian pada daerah-daerah
yang kurang produktif. Keuntungannya adalah selain diperoleh panen lebih dari sekali
setahun, juga menjaga kesuburan tanah dengan mengembalikan bahan organik yang
banyak dan penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Dalam sistem pertanaman
tumpangsari, untuk memperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang
ditumpangsarikan harus dipilih sedemikian rupa yang mampu memanfaatkan ruang
dan waktu seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh persaingan yang
sekecil-kecilnya (Prajitno, 1988). Jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari
harus memiliki pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling
melengkapi. Tanaman tumpangsari jagung dapat dilakukan dengan padi gogo, palawija
lain atau sayuran yang dilakukan dengan tujuan ; (1) penganekaragaman penggunaan
makanan, (2) mengurangi resiko kegagalan panen, dan (3) meningkatkan intensitas
tanam.
Daftar pustaka