BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kebab
Kata kabab ( ) ﺎﺑberasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti
daging yang digoreng dan bukanlah daging yang dipanggang. Kata kabab dari
bahasa Arab tersebut berasal dari Arabaic kabbaba yang berasal dari daerah
Akkadian kababu, yang berarti “membakar atau menggosongkan”
Kebab terbuat dari daging sapi maupun daging domba atau kambing,
yang digiling kasar lalu diolah dengan bumbu-bumbu khusus dan diproses
melalui tiga tahapan, yakni pencampuran bumbu, pencetakan daging, dan
pemasakan daging dengan cara dipanggang.
B. Definisi Babi
Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan
berhidung lemper dan merupakan hewan yang berasal dari Eurasia. Babi
termasuk hewan yang sangat kotor karena biasanya memakan segalanya yang
diberikan kepadanya dari mulai bangkai, kotorannya sendiri sampai kotoran
manusia. Secara psikis babi memiliki kebiasaan yang malas, tidak menyukai
matahari, sangat suka makan dan tidur dan memiliki sifat tamak. Sedangkan
secara fisik babi menyimpan banyak bibit penyakit, seperti penyakit pathogen
yang disebabkan karena cacing gelang dan pita (Trichinella spiralis dan
Taenia solium), oleh sebab itu babi diharamkan.
Daging babi adalah daging yang paling sulit untuk dicerna, karena
kandungan zat lemaknya yang sangat tinggi. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa daging kambing dan daging sapi berada di dalam lambung selama 3
jam untuk proses pencernaan yang sempurna, sementara daging babi bisa
berada dalam lambung selama 5 jam hanya untuk memperoleh hasil
pencernaan yang sempurna. Beberapa ilmuwan barat pun telah menegaskan
bahwa mengkonsumsi daging babi dapat menyebabkan kanker dan penyakit
4
Identifikasi Daging Babi..., Khotimah, Farmasi Ump, 2013
5
D. DNA
1. Struktur dan Sifat Fisika Kimia DNA
DNA merupakan asam nukleat yang mengandung materi genetik
yang berfungsi untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk
kehidupan secara seluler (Yuwono, 2009). DNA adalah polimer asam
nukleat yang tersusun secara sistematis dan merupakan pembawa
informasi genetik yang diturunkan kepada jasad keturunannya (Yuwono,
2009). Komponen satu nukleotida terdiri dari tiga bagian, yaitu gula
pentosa (deoksiribosa pada DNA dan ribosa pada RNA), basa nitrogen,
dan gugus fosfat. Basa nitrogen yang menyusun asam nukleat adalah
basa purin (adenine= A, guanine= G) serta basa pirimidin (cytosine= C,
thymine= T, uracil= U). Thymin hanya terdapat pada DNA sedangkan
urasil hanya terdapat pada RNA (Yuwono, 2009)
Proses kerja mesin purifikasi DNA terdiri dari 4 tahapan yaitu proses
pemecahan sel (lysis), pengikatan DNA atau RNA (binding), pencucian
(washing) dan elusi (elution) (Otto, 2002).
E. PCR
Polymerase Chain Reacton (PCR) merupakan teknik sintesis dan
amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik PCR ini pertama kali dikembangkan
oleh Karry Mullis pada tahun 1985. PCR dapat digunakan untuk
mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam
beberapa jam (Rudiretna et al, 2001). PCR adalah suatu teknik yang
melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan dalam setiap siklusnya
terjadi duplikasi jumlah target DNA untai ganda. Untai ganda DNA templat
(unamplified DNA) dipisahkan dengan denaturasi termal yang kemudian
didinginkan hingga mencapai titik suhu tertentu untuk memberi waktu pada
primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.
Polimerase DNA digunakan untuk memperpanjang primer (extend primers)
dengan adanya dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang
sesuai.
Komponen-komponen yang dibutuhkan pada proses PCR adalah
templat DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang
mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida
DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR;
magnesium klorida (MgCl) dan enzim polimerase DNA (Rudiretna et
al,2001).
Keberhasilan pada proses PCR sangat tergantung pada primer yang
digunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas
fragmen DNA target yang akan diamplifikasi, sekaligus menyediakan gugus
hidroksi (OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA.
Perancangan primer dapat dilakukan berdasar urutan DNA yang telah
diketahui ataupun pada urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau
protein dapat diperoleh dari data base Gen Bank. Apabila urutan DNA
ataupun urutan protein yang dituju belum diketahui maka perancangan primer
dapat berdasarkan pada hasil analisis homologi dari urutan DNA atau protein
yang telah diketahui mempunyai hubungan kekerabatan yang terdekat.
Kriteria-kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan perancangan
primer:
1. Panjang primer
Panjang primer yang akan digunakan dalam merancang suatu
primer perlu diperhatikan. Umumnya panjang primer berkisar antara 10
sampai 40 pasangan basa dan merupakan komplementer dari DNA.
Primer merupakan kunci keberhasilan PCR, karena primer akan
mengawali proses polimerasi untaian DNA. Fungsi primer adalah
menyediakan ujung 3’-OH yang akan digunakan untuk menempelkan
molekul DNA (nukleotida) pertama pada untaian DNA baru dalam
proses polimerasi (Yuwono, 2009). Konsentrasi primer yang digunakan
untuk 30 siklus pada proses PCR sekitar 1µM. Jika konsentrasi primer
tingggi dapat menyebabkan kesalahan penempelan pada sekuen DNA,
sehingga hasil PCR tidak sesuai yang dibutuhkan. Jika konsentrasi
primer rendah, proses PCR tidak dapat berjalan secara evisien, karena
hasil amplifikasi yang diperoleh sangat sedikit (Muladno, 2010).
2. Komposisi primer
Dalam merancang suatu primer perlu diperhatikan komposisinya,
dimana rangkaian nukleotida yang sama perlu dihindari, karena dapat
menurunkan spesifisitas primer yang memungkinkan terjadinya
mispriming di tempat lain. Kandungan ((G+C) (% jumlah G dan C))
sebaiknya sama atau lebih besar dari kandungan (G+C) DNA target.
Sebab primer dengan % (G+C) rendah diperkirakan tidak akan mampu
berkompetisi untuk menempel secara efektif pada tempat yang dituju
dengan demikian akan menurunkan efisiensi proses PCR.
3. Melting temperature (Tm)
Melting temperatur (Tm) adalah temperatur dimana 50 % untai
ganda DNA nya terpisah. Pemilihan Tm suatu primer sangat penting
karena akan berpengaruh sekali di dalam pemilihan suhu annealing
DNA hingga hitungan picogram atau setara dengan sel tunggal karena
sensitifitas dye yang sangat tinggi. Hasil peningkatan fluoresensi
digambarkan melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu
fasa awal, fasa eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil
(Vaerman, 2004).
Tiga komponen utama dalam instrumen real-time PCR yaitu thermal
block cycler sebagai akurasi data, optical system sebagai deteksi data, dan
software sebagai analisis data. Real-time PCR juga dapat menganalisis
banyak sampel dalam waktu bersamaan menggunakan multiwell plates
(Roche¹, 2008).
G. Elektroforesis Gel
Elektroforesis gel adalah suatu teknik yang berdasarkan pada
pergerakan molekul bermuatan dalam media penyanggah matriks stabil
dibawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel
agarosa poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk
memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan
dijalankan secara horizontal, sedangkan eletroforesis akrilamid dapat
memisahkan 1 pb dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid
biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA atau sekuensing (Gaffar,
2007).
Larutan DNA yang bermuatan negatif dimasukkan kedalam sumur yang
terdapat dalam gel agarosa dan diletakkan pada kutub negatif, apabila dialiri
arus listrik dengan menggunkan larutan buffer yang sesuai maka DNA akan
bergerak ke kutub positif. Laju migrasi DNA dalam medan listrik berbanding
terbalik dengan massa DNA. Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran
panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang berukuran kecil akan
bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga
elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran
panjangnya.