Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEJARAH KEJAYAAN ISLAM

MASA UMAYYAH DAN MASA ABBASIYAH

NAMA : MUHAMMAD REFKY A. N.


KELAS : XI – MIA 1
MAPEL : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
MASA UMAYYAH
A. LATAR BELAKANG HADIRNYA DINASTY UMAYYAH
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu
Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting ditengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan
pamannya Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam merebutkan kekuasaan dan
kedudukan.[2]
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah di
samping sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia
memindahkan ibu kota kekuasaan islam dari Kufah ke Damaskus.[3]
Hampir semua sejarawan membagi Dinasti umayyah (Umawiyah) menjadi dua
yaitu pertama, Dinasti umayyah yang dirintis dan didirikan oleh Muawiyyah Ibn Abi Sufyan
yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung sekitar satu abad dan mengubah
sistem pemerintahan dari sistemkhilafah pada sistem kerajaan atau monarki,
dan kedua, Dinasti umayyah di Andalusia (Siberia) yang pada awalnya merupakan wilayah
taklukan Umayah di bawah pimpinan seorang gubernur pada zaman Walid Ibn Abd Al-
Maliki kemudian diubaha menjadi kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas
setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayyah di Damaskus.[4]
Muawiyah dipandang sebagai pembangunan dinasti yang oleh sebagian besar
sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas
kekuasaanya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu,
Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam,
karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh
rakyat menjadi kekuasaaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity). [5]
Diatas segala-galanya jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang
menakjubkan, sesungguhnya Muawiyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan
pemimpin besar yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa,
politikus, dan administrator.
Gambaran dari sifat mulia tersebut dalam diri Muawiyah setidak-tidaknya tampak
dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun.
Situasi ketika Muawiyah naik ke kursi kekhalifahan mengundang banyak kesulitan.
Anarkisme tidak dapat lagi dikendalikan oelh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah
persatuan umat.
Dengan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin integritas kekuasaan di
masa-masa yang akan datang, Muawiyah dengan tegas menyelenggarakan suksesi yang
damai, dengan pembaiatan putranya, Yazid, beberapa tahun sebelum khlaifah meninggal
dunia.

B. PERKEMBANGAN DINASTY UMAYYAH


Bersamaan dengan meninggalnya khalifah Ali bin Abu Thalib maka hilang sudah
sistem pemerintahan khalifah yang bersifat demokratis. Bentuk pemerintahan berganti
menjadi dinasti (kerajaan). Sejak dulu Mu’awwiyah sangat berambisi untuk duduk di kursi
kekuasaan. Oleh karena itu, ia melakukan segala cara, dengan siasat dan tipu muslihat yang
licik. Kedudukannya sebagai khalifah tidak berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kaum
muslimin.
Selama dinasti ini berkuasa, banyak kemajuan yang dicapai, khususnya dalam bidang
penaklukan daerah danperluasan wilayah. Untuk perluasan wilayah barat dikirimlah
putranya sendiri, yazid bin Mu’awwiyah ke daerah Byzantium, sedangkan ke wilayah Timur
dikirim panglima Muhallab bin Abi Sufrah. Selain itu, masih banyak panglima-panglima lain
yang ditugaskan oleh muawiyyah untuk mengadakan perluasan ke wilayah Afrika.
Selama kekuasaan dinasti bani umayyah, terdapat banyak perkembangan dan
kemajuan yang dialami umat islam. Daerah kekuasaan semakin luas dan persoalan
pemerintahan dan persoalan hidup pun semakin kompleks. Muawiyyah sangat berambisi
untuk menakhlukkan Bizantium dengan symbol kekuatannya terdapat di kota konstatinopel.
Ada tiga hal yang mendorong muawiyyah malakukan hal tersebut, yaitu sebagai berikut
a) Byzantium merupakan basis kekuatan Kristen ortodoks yang di anggap akan berbahaya
bagi perkembangan islam.
b) Orang-orang bizantium suka mengadakan penyerangan terhadap kaum muslimin.
c) Bizantium memiliki kekayaan yang amat melimpah ruah.
Di laut Tengah armada laut Islam berhadapan dengan armda Byzantium. Dalam suatu
baku tembak diperairan Lychia pasukan Islam berhasil menghancurkan armada Byzantium.
Didaratan Afrikan Utara pasukan Islam yang telah berhasil menduduki Mesir di
zaman Umar, dilanjutkan terus ole Khalifah Al-Walid (705-715 M) dari Bani Umayah.
Dibawah Amir Maghribi, Musa berhasil menaklukan kota lama Kartago, untuk seterusnya
memasuki daerah suku-suku bangsa Berber di Maghribi.
Setelah menguasai Afrika Utara pada tahun 710 M Amir Musa memerintahkan Thariq
bin Zihad untuk menyeberang ke Tanjung Iberia didaratan Spanyol sebelah barat. Begitu
seluruh pasukan mendarat didaratan Iberia Spanyol Thariq membakar semu perahu yang
telah menyeberangkan mereka ke tujuan. Tindakan itu dimaksudkan agar tidak ada pilihan
bagi pasukan Islam, kecuali maju untuk menyongsong hari baru, yaitu kemenangan.
Pada tahun 717-718 M operasi dilanjutkan dengan kepemimpinan Al-Hurr bin Abdul
Rahman Al-Tsagafi, sebagai pengganti ketiga dari Amir Musa. Gerakan itu menuju Spanyol
Utara setslah menaklukan Saragosa. Langkah-langkah perluasan aderah itu terjadi di masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M).
Peta kekhalifahan Umayah meliputi kawasan yang amat luas. Disebelah barat
berbatasan dengan Teluk Biskaye di Eropa dan Maghribi di Afrika Utara. Disebelah timur
berbatasan dengan Danau Aral, batas Tiongkok dan Lemabah Indus di India. Belum lagi
dikawasan seluruh jazirah Arab.
Sepanjang sejarah, dinasti bani umayyah telah banyak memberikan andil besar
terhadap perkembangan dan kemajuan peradaban islam. Ilmu pengetahuan dapat berkembang
dengan baik, begitu pula kebudayaannya. Di antara kebudayaan islam yang berkembang
pada masa itu, antara lain seni sastra, seni ukir, seni suara,seni arsitektur, dan sebagainya.
Pada masa ini telah banyak didirikan bangunan-bangunan yang megah dan indah, seperti
masjid-masjid, rumah-rumah, perkantoran, istana para raja.

C. KEJAYAAN YANG DICAPAI DINASTI UMAYYAH


Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian
tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua
khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat
penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah
Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah
Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.
Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan berbagai bidang baik politik
(tata pemerintahan) maupun sosial kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani Umayyah
menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan
wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis
Penasihat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang
sekretaris untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
1. Katib Ar-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-
menyurat dengan para pembesar setempat.
2. Katib Al-Kharraj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara.
3. Katib Al-Jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan
dengan ketentaraan.
4. Katib Asy-Syurtah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan
dan ketertiban umum.
5. Katib Al-Qudat, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum melalui badan-
badan peradilan dan hakim setempat.
Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah telah membuka terjadinya kontak antar
bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi
yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dan sebagainya. Hubungan tersebut lalu melahirkan
kreativitas baru yang menajubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di bidang seni,
terutama seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang
gemilang, seperti Dome of the Rock (Qubah Ash-Shakhara) di Yerusalem menjadi monumen
terbaik yang hingga kini tak henti-hentinya dikagumi orang. Perhatian terhadap seni sastra
juga meningkat di zaman ini, terbukti dengan lahirnya tokoh-tokoh besar sepertiAl-Ahtal,
Farazdag, Jurair, dan lain-lain.
Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang yang telah
dilakukan masa kekuasaan sebelumnya, yaitu masa kekuasaan khulafaur rasyidin. Dalam
bidang peradaban Dinasti Umayyah telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah
pengembangan dan perluasan berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab
sebagai media utamanya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (negara), kemudian
dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya
tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha
negara dan pemerintahan sebagai pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa
Arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah
bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.
2. Marbad kota pusat kegiatan ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu
pengetahuan dan kebudayaa. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad,
kota satelit dari Damaskus. Di kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama,
penyair, dan cendekiawan lainnya.
3. Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al Qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua, yang
telah dibina sejak zama Khulafaur rasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah
dikembangluaskan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sanagt penting.
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman secara
komprehensif.
5. Ilmu Hadis
Ketika kaum muslim telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada satu hal yang juga
sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang disebut hadis. Oleh karena itu
timbullah usaha untuk mengumpulkan Hadis, menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya
menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis.

D. MASA KEMUNDURAN DINASTY UMAYYAH


Secara Revolusioner, Daulah Abbasiyyah (750-1258) menggulingkan kekuasaan Daulah
Umayyah, kejatuhan Daulah Umayyah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
meningkatnya kekecewaan kelompok Mawali terhadap Daulah Umayyah, pecahnya
persatuan antar suku bangsa Arab dan timbulnya kekecewaan masyarakat agamis dan
keinginana mereka untuk memilki pemimpin karismatik. Sebagai kelompok penganut islam
baru, mawali diperlakukan sebagai masyarakat kelas dua, sementara bangsa Arab menduduki
kelas bangsawan. Golongan agamis merasa kecewa terhadap pemerintahan bani Umayyah
karena corak pemerintahannya yang sekuler. Menurut mereka, Negara seharusnya dipimpin
oleh penguasa yang memiliki integritas keagamaan dan politik. Adapun perpecahan antara
suku bangsa Arab, setidak-tidaknya ditandai dengan timbulnya fanatisme kesukuan Arab
utara, yakni kelompok Mudariyah dengan kesukuan Arab Selatan, yakni
kelompok Himyariyah. Disamping itu, perlawanan dari kelompok syi`ah merupakan faktor
yang sangat berperan dalam menjatuhkan Daulah Umayyah dan munculnya Daulah
Abbasiyyah.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah
lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan
sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat
dikalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai
konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali)
dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan
akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah.
Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara
(Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam
semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar
golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani
Umayyah.
4. Lemahnya pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar
golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan
ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali
yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-
orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Dinasti
Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-
angsur melemah. Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani
Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744
M.

E. HAL YANG HARUS DILAKUKAN GENERASI ISLAM


KEDEPAN
Kita berharap agar pemuda Islam yang berkhidmah untuk kejayaan Islam itu
unggul dalam pelajarannya dan menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik).
Sehingga orang-orang memandang bahwa tugas agama itu tidak mengahambat
pelajaran. Orang yang faqih dalam agama islam tidak identik dengan orang yang
lemah dalam bidang akademik. Belajar agama, bukan mengurangi etos kerja.
Kewajiban-kewajiban itu dilakukan secara berimbang. Yang satu tidak melampaui
yang lain.
Belajar itu memang merupakan kewajiban. Semakin banyak bidang kehidupan
yang dipelajari, semakin sadar betapa banyak aspek yang belum diketahuinya.
Unggul dalam pelajaran merupakan kelaziman bagi para pemikul panji-panji dakwah
Islam. Dan kita juga harus mempelajari segala sesuatu yang menjadi kelaziman bagi
kita, baik yang berkaitan dengan waktu maupun aspek-aspek kehidupan yang lain.

KESIMPULAN
1. Proses penyerahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan dilakukan di suatu
tempat yang bernama Maskin dengan ditandai pengangkatan sumpah setia. Dia telah berhasil
meraih cita-cita untuk menjadi seorang pemimpin umat Islam menggantikan posisi dari
Hasan bin Ali sebagai khalifah. Dengan demikian berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani
Umayyah (661-750 M) yang mengubah gaya kepemimpinannya dengan cara meniru gaya
kepemimpinan raja-raja Persia dan Romawi berupa peralihan kekuasaan kepada anak-
anaknya secara turun temurun.
2. Pada masa khilafah al-Rasyidin benar-benar menurut teladan Nabi. Mereka dipilih melalui
proses musyawarah, yang dalam istilah sekarang disebut dengan demokratis. Setelah periode
ini pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun.
Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri
ketika negara menghadapi kesulitan. Sedangkan khalifah-khalifah sesudahnya sering
bertindak ototriter.
3. Sepeninggal khalifah Hisyam ibn Abd Al-Malik, khalifah-khalifah yang terpilih bukan hanya
lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi. Akhirnya,
pada tahun 750 M, dinasti Umayyah digulingkan Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu
Muslim Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan
diri ke Mesir, kemudian dia ditangkap dan dibunuh disana.

DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007
Syukur, Fatah. Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang, 2008
Sulaiman, Rusydi. Pengantar Metodologi Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2014
Istian Aby Bakar, Sejarah Peradaban Islam untuk perguruan tinggi islam dan umum,UIN
malang pres,2008
MASA ABBASIYAH
A. LATAR BELAKANG HADIRNYA DINASTY ABBASIYAH
Berdirinya dinasti abbasiyah tak bisa dilepaskan dari muncuknya berbagai masalah di
periode-periode akhir dinasti ummayah. Masalah masalah tersebut kemudian bertemu dengan
masalah yang lain yang memiliki keterkaitan. Ketidak puasan di sana-sini yang ditampakkan
lewat berbagai macam pemberontakanjelas menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi
kelangsungan hidup bani ummayah, yang kemudian menjadi momentum yang tepat untuk
menjatuhkan dinasti ummayah yang dimotori oleh abu al-abbas al-saffah.
Pada saat yang sama pula banyak ketidak puasan akan pemerintahan yang dibawa oleh
para khalifah bani ummayah, kemudian muncullah gerakan propaganda untuk menjatuhkan
daulah bani ummayah dari kekuasan. Gerakan yang digalang keluarga al-abbas ini awalnya
bersifat rahasia kemudian berlanjut secar terang-terangan, setelah dirasa mempunyai
kekuatan dan dukungan dari rakyat. Setelah perjuangan bani abbas menuju tampuk kekuasaan
dan tidak ditutup-tutupi lagi, terjadilah pertempuran antara abu muslim dari bani abbasiyah
menggempur khalifah marwan dari daulah bani ummayah, yang kemudian ditandai dengan
terbunuhnya khalifah marwan di mesir. Dengan demikian berakhirlah riwayat dinasti
ummayah dan lahirlah dinasti abbasiyah.
Pada masa ini peradaban islam mengalami banyak kemajuan. Hal itu ditandai dengan
dengan ilmu pengetahuan , yang diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama
yang berbahasa yunani kedalam bahasa arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan
pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berpikir. Imperium kedua dalam di
dunia islam yang menggantikan daulah ummayah ini ini setelah terjadi revolusi sosial yang
dipelopori oleh para keturunan bani abbas yang tak luput oleh dukungan golongan oposisi
terhadap bani ummayah seperti kaum syiah, khawarij, qadariyah, mawali, dan suku arab
bagian selatan.
Kemajuan peradaban abbasiyah sebagiannya disebabkan oleh stabilitas politik dan
kemakmuran ekonomi kerajaan ini. Pusat kekuasaan abbasiyah berada di baghdad. Daerah ini
bertumpu pada pertanian dengan sistem kanan dan irigasi di sungai eufrat dan tigris yang
mengalir sampai teluk persia. Perdangan juga menjadi tumpuan kehidupan masyarakat
baghhdad yang menjadi kota transit perdangan antar wilayah timur seperti persia, india, china
dan nusantara. Dan pada masa ini masyarakat islam juga mengalami kemajuan ilmu
pengetahuan yang sangat pesat.

B. PERKEMBANGAN DINASTY ABBASIYAH


1. Peta Wilayah Islam
Pada masa Abbasiyah, kekuasaan Islam bertambah luas dengan pusat
perkembangannya di Baghdad. Perluasan kekuasaan dan pengaruh Islam bergerak ke wilayah
Timur Asia Tengah, Hindia dan perbatasan Cina. Ini terjadi pada masa khalifah al-
Mahdi. Penguasaan Byzantium berlangsung dalam waktu yang lama. Penyerangan
Byzantium terhadap Islam pada masa khalifah al-Mansur dapat ditangkis tentara Islam pada
tahun 138 H. Pada tahun 165 H., di masa khalifah al-Mahdi umat Islam berhasil memasuki
Bosporus yang membuat ratu Irene menyerah dan berjanji membayar upeti. Pada masa daulat
Bani Abbasiyah ini wilayah Islam sangat luas, meliputi wilayah yang dikuasai Bani Umayyah
antara lain Saudi Arabia, Yaman, Oman, Uni Emirat Arab, Quait, Iraq, Iran, Yordania,
Palestina, Lebanon, Mesir, Libia, Tunisia, Az-Zajair, Maroko, Spanyol, Afghanistan,
Pakistan.
Daerah di atas memang belum sepenuhnya berada di wilayah Bani Umayyah. Namun di
zaman Bani Abbasiyah perluasan daerah dan penyiaran Islam semakin berkembang sehingga
meliputi daerah Turki, Armenia dan daerah sekitar Laut Kospra, yang sekarang termasuk
wilayah Uni Soviet. Bagian wilayah Barat adalah India dan Asiah tengah dan wilayah
perbatasan Cina sebelah selatan.
Seluruh wilayah – wilayah yang telah memeluk agama Islam tersebut tidak seluruhnya
di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah di Baghdad. Seperti Andalusia (Spanyol), Afrika Utara,
dan Mesir, Syam serta India. Sikap politik daulat Bani Abbasiyah berbeda dengan daulat
Bani Umayyah. Perbedaan itu terjadi karena di dalam daulat Bani Abbasiyah pemegang
kekuasaan lebih merata, bukan hanya di pegang oleh bangsa Arab, tapi lebih demokratis
melihat bahwa kekuasaan itu harus dibagi-bagi dalam segala kekuatan masyarakatnya, maka
bangsa Persia juga diberi wewenang untuk memegang kekuasaan begitu juga bangsa Turki
dan lainnya.[6]
2. Lahirnya Tokoh Intelektual Muslim
Pada mulanya Ibukota Negara adalah Al-Hasyimiyah dekat Kufah. Namun, untuk
lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu Al-Manshur
memindahkan ibukota Negara ke kota yang baru di bangunnya, Baghdad dekat bekas ibukota
Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Itulah sebabnya Philip K. Hitti menyebutnya sebagai kota
intelektual, menurutnya Baghdad merupakan professor masyarakat Islam. Sebagai ibukota,
Baghdad mencapai puncaknya pada masa Harun ar-Rasyid walaupun kota tersebut belum
lima puluh tahun dibangun.

C. KEJAYAAN YANG DICAPAI DINASTY ABBASIYA

Para sejarawan dalam membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah, ada


yang membaginya menjadi lima periode, dan ada yang membaginya menjadi tiga
periode. Akan tetapi dalam makalah ini tidak di bahasa semua periodisasinya,
penulis akan membatasi pembahasannya dalam periode Bani Abbasiyah yang
menjadi masa keemasannya, yaitu pada periode pertama, pada masa
kehalifahan Harun al-Rasyid. Sebab Kekhalifahan Bani Abbasiyah biasa dikaitkan
dengan Khalifah Harun al-Rasyid. Harun al-Rasyid yang digambarkan sebagai
Khalifah yang paling terkenal dalam zaman keemasan kekhalifahan Bani Abbasiyah.
Dalam memerintah Khalifah digambarkan sangat bijaksana, yang selalu didampingi
oleh penasihatnya, yaitu Abu Nawas, seorang penyair yang kocak, yang sebenarnya
adalah seorang ahli hikmah atau filsuf etika. Zaman keemasan itu digambarkan
dalam kisah 1001 malam sebagai negeri penuh keajaiban.
Sebenarnya zaman keemasan Bani Abbasiyah telah dimulai sejak
pemerintahan pengganti Khalifah Abu Jakfar Al-Mansur yaitu pada masa Khalifah Al-
Mahdi (775-785 M) dan mencapai puncaknya di masa pemerintahan Khalifah Harun
Al-Rasyid.
Di masa-masa itu para Khalifah mengembangkan berbagai jenis Kesenian,
terutama kesusastraan pada khususnya dan kebudayaan pada umumnya. Berbagai
buku bermutu diterjemahkan dari peradaban India maupun Yunani. Dari India
misalnya, berhasil diterjemahkan buku-buku Kalilah dan Dimnah maupun berbagai
cerita Fabel yang bersifat anonim. Berbagai dalil dan dasar matematika juga
diperoleh dari terjemahan yang berasal dari India. Selain itu juga diterjemahkan
buku-buku filsafat dari Yunani, terutama filsafat etika dan logika. Salah satu
akibatnya adalah berkembangnya aliran pemikiran Muktazilah yang amat
mengandalkan kemampuan rasio dan logika dalam dunia Islam. Sedangkan dari
sastra Persia terjemahan dilakukan oleh Ibnu Mukaffa, yang meninggal pada tahun
750 M. Pada masa itu juga hidup budayawan dan sastrawan masyhur seperti Abu
Tammam (meninggal 845 M), Al-Jahiz (meninggal 869 M), Abul Faraj (meninggal
967 M) dan beberapa sastrawan besar lainnya.7
Kemajuan ilmu pengetahuan bukan hanya pada bidang sastra dan seni saja
juga berkembang , meminjam istilah Ibnu Rusyd, Ilmu-ilmu Naqli dan Ilmu Aqli. Ilmu-
ilmu Naqli seperti Tafsir, Teologi, Hadis, Fiqih, Ushul Fiqh dan lain-lain. Dan juga
berkembang ilmu-ilmu Aqli seperti Astronomi, Matematika, Kimia, Bahasa, Sejarah,
Ilmu Alam, Geografi, Kedokteran dan lain sebagainya. Perkembangan ini
memunculkan tokoh-tokoh besar dalam sejarah ilmu pengetahuan, dalam ilmu
bahasa muncul antara lain Ibnu Malik At-Thai seorang pengarang buku nahwu yang
sangat terkenal Alfiyah Ibnu malik, dalam bidang sejarah muncul sejarawan besar
Ibnu Khaldun serta tokoh-tokoh besar lainnya yang memiliki pengaruh yang besar
bagi perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
Popularitas Daulah Abbasiyah juga mencapai puncaknya di zaman Khalifah al-
Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk
keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan.
Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan
sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta
kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

D. MASA KEMUNDURAN DINASTY ABBASIYAH

Kebesaran, keagungan, kemegahan, dan gemerlapnya Baghdad sebagai pusat


pemerintahan dinasti Abbasiyah seolah-olah hanyut dibawah sungai Tigris, setelah
kota itu dibumuhanguskan oleh tentara Mongol di bawah Hulagu Khan pada tahun
1258 M. semua bangunan kota termasuk istana emas tersebut dihancurkan pasukan
Mongol meruntuhkan perpustakaan yang merupakan gudang ilmu, dan membakar
buku-buku yang ada di dalamnya. Pada tahun 1400 M. kota ini diserang juga oleh
pasukan Timur Lenk, dan pada tahun 1508 M oleh tentara Kerajaan Safawi.Menurut
W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran pada
masa daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:

1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi pusat


dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya
di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintah sangat rendah.
2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara
bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak
sanggup memaksa pengiriman pajak ke Bagdad.[10]
Sedangkan menurut Badri Yatim, di antara hal yang menyebabkan kemunduran
daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut:

1. Persaingan Antar Bangsa


Khilafah Abbasiyah yang didirikan Bani Abbas bersekutu dengan orang-orang
Persia. Persekutuan dilatarbelakangi persamaan nasib semasa kekuasaan Bani
Umayyah. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah abbasiyah berdiri, persekutuan
tetap dipertahankan. Pada masa ini persaingan antar bangsa memicu untuk saling
berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan
sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.

2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah mengalami kemunduran ekonomi bersamaan dengan
kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Abbasiyah
merupakan pemerintahan yang kaya. Dan yang masuk lebih besar daripada
pengeluaran, sehingga baitul mal penuh dengan harta. Setelah khilafah mengalami
periode kemunduran, negara mengalami defisit anggaran, dengan demikian terjadi
kemerosotan ekonomi.

3. Konflik Keagamaan
Konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra pada masa khilafah Abbasiyah,
sehingga mangakibatkan perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti
Mu’tazilah, Syi’ah, Ahlussunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan
pemerintahan Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai
faham keagamaan yang ada.

4. Ancaman dari luar


Selain yang disebutkan daiatas, ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan
kemunduran dinasti Abasiyah lemah dan hancur.

E. HAL YANG HARUS DILAKUKAN GENERASI ISLAM


KEDEPAN

Pemuda Muslim wajib memahami Islam dengan benar. Untuk mengerti


agamanya ia harus memahaminya dengan pola pendekatan yang benar.
Sebagaimana pemahman yang mengawali perintisan Islam ini, pendahulu kita yang
shalih (salafus sholih). Banyak orang yang menzhalimi Islam dengan memasukkan
ke dalamnya sesuatu yang bukan termasuk ajaran Islam, dan mengeluarkan darinya
apa yang termasuk prinsip ajaran Islam.
Sepanjang zaman ini ada orang-orang yang menyandarkan kepada Islam apa
yang sebenarnya bukan berasal dari Islam. Telah banyak perkara aneh dan asing ke
dalam Islam, padahal ia bukan dari ajaran Islam. Ajaran-ajaran semacam itu telah
merusak keindahan dan kemuliaan Islam dan mengotori kejernihannya. Bid’ah-
bid’ah tersebut terdapat di sana-sini dan orang-orangpun menerima saja sebagai
bagian dari ajaran Islam sesuatu yang sama sekali tidak ada keterangan dan
perkenan, restu dari Allah Subhanahu Wata’ala. Yang mereka namakan dengan
terma ‘bid’ah hasanah’ dan dengan semboyan bahwa “menambah kebaikan itu
adalah baik”.
Rasulullah Subhanahu Wata’ala telah menekankan kepada umatnya agar tidak
memberikan tambahan apa pun dalam agama Islam. Sebab segala sesuatu yang
menerima tambahan berarti pula menerima pengurangan (dapat dikurangi), padahal
sesuatu yang sempurna itu tidak menerima tambahan dan pengurangan. Sedang
Allah SWT telah menyempurnakan agama Islam ini sehingga ia tidak memerlukan
tambahan dan pengurangan dari siapa pun.

KESIMPULAN
Dari paparan di atas, bisa disimpulkan bahwa Dinasti Bani Abbasiyah merupakan
puncak peradaban Islam. Hal ini dikarenakan perkembangan ilmu pengetahuan pada
beberapa Khalifah mengalami perkembangan yang pesat. Dalam kurun waktu yang relatif
lama, tidak mustahil jika Dinasti Bani Abbasiyah mampu memajukan peradaban Islam pada
masa itu.
Seiring dengan berjalannya waktu, muncul lah ego – ego dari para penguasa
sehingga menjadi faktor yang menyebabkan kemunduruan Dinasti Bani
Abbasiyah. Banyaknya penguasa yang hedonisme, korupsi serta berfoya – foya membuat
anggaran Negara sulit untuk diatur. Akibatnya banyak bangsa seperti Turki dan Persia, ingin
mengambil alih kekuasaan Bani Abbasiyah dengan cara menggerogoti dari dalam. Juga
karena banyaknya provinsi yang melepaskan diri dari cengkraman kekuasaan Bani
Abbasiyah. Provinsi – provinsi ini tidak hanya melepaskan diri, tapi juga ikut memberontak
dan ingin menggusur Bani Abbasiyah. Hal inilah yang membuat lemahnya Dinasti Bani
Abbasiyah hingga akhirnya para pemberontak berhasil merobohkan kekuasaan Bani
Abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, Fatah NC, Sejarah Peradaban Islam,Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2011

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo, Jakarta, 2010

Nata, H. Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam,Kencana, Jakarta, 2011

Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam,Pustaka Setia, Bandung, 2008

Samsul, Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Amzah, 2013

Anda mungkin juga menyukai