Culpa
Culpa
KEALPAAN (CULPA)
1. Syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang ialah adanya kesalahan pada orang
itu. Kesalahan disini mempunyai arti seluas-luasnya, ialah dapat dicela pembuat tersebut.
Ia meliputi adanya perbuatan yang bersifat melawan hukum, kemampuan bertanggung
jawab dari si pembuat serta hubungan batin antara pembuat dengan perbuatannya yang
berupa kesengajaan ataupun kealpaan. Yang terakhir ini disebut bentuk-bentuk kealpaan.
2. Dalam buku ke II K.U.H.P. terdapat beberapa fasal yang memuat unsur kealpaan. Ini
adalah delik-delik culpa (culpose delicten). Delik-delik itu dimuat antara lain dalam fasal-
fasal 188,231(4),359,360,409.
3. Apakah alasan pembentuk UU mengancam pidana perbuatan yang mengandung unsur
kealpaan di samping unsur kesengajaan? Menurut M.v.T. adalah ada keadaan, yang
sedemikian membahayakan keamanan orang atau barang atau mendatangkan kerugian
terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak dapat diperbaiki lagi.
4. Pengetian kealpaan atau culpa (dalam arti sempit) yakni bentuk kesalahan yang lebih
ringan dari pada kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang ringan.
Beberapa penulis menyebut beberapa syarat untuk adanya kealpaan:
a. Hazewinkel – Suringa
Ilmu pengetahuan hukum dan jurisprudensi mengartikan “schuld” (kealpaan”,
sebagai:
1) Kekurangan penduga-duga atau
2) Kekurangan penghati-hati
b. Van Hamel
Kealpaan mengandung dua syarat :
1) Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum
2) Tidak mengdakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum
c. Simons
Pada umumnya “schuld” (kealpaan) mempunya dua unsur:
1) Tidak adanya penghati-hati, disamping
2) Dapat diduganya akibat
d. Pompe
Ada 3 macam yang masuk kealpaan (onachtzaamheid):
1) Dapat mengirakan (kunnen verwachten) timbulnya akibat
2) Mengetahui adanya kemungkinan (kennen der mogelijkheid)
3) Dapat mengetahui adanya kemungkinan (kunnen kennen van de mogelijkheid)
5. Menetapkan adanya kealpaan pada seseorang
Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik atau
psychis. Ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran
sikap batin orang pada umumnya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si pembuat itu.
Ia harus orang biasa, seorang ahli biasa. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan
hati-hati yang cukup besar, jadi harus ada culpa lata dan bukannya culpa levis (kealpaan yang
sangat ringan).
Undang-undang mewajibkan seorang untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak
melakukan sesuatu. Misalnya,dalam peraturan lalu-lintas ada ketentuan bahwa di
persimpangan jalan,apabila datangnya bersamaan waktu, maka kendaraan dari kiri harus di
dahulukan. Contoh-contoh lain dapat diambil dari peraturan-peraturan keselamatan kerja,
pelayaran, ilmu kedokteran, dan sebagainya.
6. Beberapa keputusan hakim
a. Putusan (Hukum 1952 No.2) Pengdadilan Negeri Pontianak
b. Kasus yang dibicarakan dalam bab kausalitas (I.T.R. 147, halaman 865)
c. Putusan Politierechter Batavia (5Desember 1939) dan Hoogge rechtshof (6
Pebruari 1940) (I.T.v.R. 152 halaman 369)
d. Putusan Raad van Justitie Medan (I.T.v.R. 148 halaman 793)
7. Kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari (bewuste schuld dan
onbewuste schuld)
Pada dasarnya orang berfikir dan berbuat secara sadar. Pada delik culpoos kesadaran
si pembuat tidak berjalan secara tepat. Dan apabila akibatnya berupa hal yang tidak
dikehendaki oleh pembentuk UU, maka dapat terjadi apa yang disebut.
a. Kealpaan yang disadari
b. Kealpaan yang tidak disadari
8. Delik “pro parte dolus, pro parte culpa”
Delik-delik yang di rumuskan dalam fasal 359,360,188,409, dapat disebut delik-delik
culpoos dalam arti yang sesungguhnya. Di samping itu ada delik-delik yang di dalam
perumusannya memuat unsur kesengajaan dan kealpaan sekaligus, sedang ancaman
pidananya sama misalnya fasal 480,483,484,287,288,dan 292.
9. Apakah kealpaan orang lain dapat meniadakan kealpaan dari terdakwa? Jawabannya
ialah tidak tepat.
10. Persoalan kesalahan pada tindak pidana berupa pelanggaran
Dalam rumusan tindak pidana berupa pelanggaran pada dasarnya tidak ada
penyebutan tentang kesengajaan atau kealpaan, artinya tidak disebut apakah perbuatan
dilakukan dengan sengaja atau alpa.
11. Suatu yurisprudensi yang penting untuk perkembangan hukum pidana
Arrest H.R tanggal 14 Februari 1916 (arrest air dan susu) duduk perkara dalam fasal
303a dan 344 Peraturan Polisi Umum mengancam dengan pidana ; Barang siapa yang
melever susu dengan nama susu murni, padahal dicampur dengan sesuatu (tidak murni).
12. Arrest air dan susu penting untuk perkembangan hukum pidana
Dengan arrest itu, maka ajara “fait materiel” pada pelanggaran ditinggalkan dan
diakui untuk pertama kalinya oleh badan pengadilan yang tertinggi (belanda) serta
berlakunya asas “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld).
13. Fasal 2 UU Tindak Pidana Ekonomi (UU No.7 Drt. Tahun 1955)
Dalam penjelasan UU Tindak Pidana Ekonomi inipun tidak terdapat keterangan
tentang apa yang dimaksud dengan “tidak sengaja”.
Dalam vis compulsiva (daya paksa relatif) kita bedakan daya paksa dalam arti
sempit (atau paksaan psychis) dan keadaan darurat. Daya paksa dalam arti sempit
ditimbulkan oleh orang sedang pada keadaan darurat paksaan itu datang dari hal di
luar perbuatan orang K.U.H.P. kita tidak mengadakan pembedaan tersebut.
Ada 3 type keadaan darurat yaitu perbenturan antara dua kepentingan hukum,
perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum, dan perbenturan antara
kewajiban hukum dan kewajiban hukum