Pemicu 4 Indera Word
Pemicu 4 Indera Word
MODUL PENGINDERAAN
Kelompok 5
CHAIRIZIA RIANTIARNO
PINIEL FRIMANTAMA
TIRZA SOSANTA
SRI ASTUTI
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2015
PEMICU 4
Seorang laki-laki, Pak Amin berusia 46 tahun datang ke dokter dengan keluhan pusing
berputar saat bangun dari tidur 3 hari yang lalu. Keluhan tersebut disertai dengan keluar
keringat dingin, mual, dan kadang muntah. Sekarang kalau berjalan, atau kalau menoleh ke
kiri merasa oleng. Rasa oleng bertambah ketika ia menutup mata dan membaik bila berjalan
sambil berpegangan pada tembok. Pak Amin merasa tidak nyaman saat menonton TV atau
ketika berada ditempat orang ramai lalu-lalang. Kadang-kadang telinga kiri Pak Amin
mendengar bunyi denging, tetapi tidak ada keluhan gangguan pendengaran. Pak Amin
bekerja sebagai operator mesin generator di menara pembangkit listrik. Dari anamnesis tidak
didapatkan riwayat infeksi di telinga, trauma kepala, dan pemakaian obat yang mengganggu
fungsi telinga. Dokter kemudian memeriksa pasien dengan tes dik Hallpike dan memberikan
bahwa dia ataupun lingkungannya berputar. Sering kali vertigo terjadi dengan
seketika, kadang-kadang, dan ketika berat disertai dengan mual, muntah, dan jalan
yang terhuyung-huyung.
Etiologinya :
* akibat obat-obatan
* kelaianan neurologis
* faktor lingkungan
- usia terkait/degeneratif
- trauma kepala
- konsumsi alkohol
- obat obatan
- penyakit sistemik
Tanda gejala:
- terjatuh/perasaan terjatuh
- pusing/perasaan pusing
- penglihatan kabur
- disorintasi
3. Patofisiologi gangguan keseimbangan
Proses keseimbangan dipengaruhi oleh vestibuler, visual, dan propioseptif. Hal ini
sel depolarisasi sel saraf sebagai impuls melalui n. vestibularis ke pusat keseimbangan
di otak. Apabila terjadi kesalahan persepsi antara posisi tubuh dengan susunan saraf pusat,
A. Gejala primer.
yang singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari apparatus otolith di
3. Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh pergerakan
kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak dapat melihat apabila
5. Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau distorsi
B. Gejala sekunder, termasuk mual, gejala otonom, lelah, sakit kepala, dan penglihatan
yang sensitif.
C. Perasaan kepala terasa ringan seperti hamper pingsan. Biasanya disebabkan oleh
D. Pusing dan perasaan ringan yang tidak spesifik. Istilah ini tidak memiliki arti yang
tepat dalam penggunaan umum. Sering ditemukan pada pasien dengan ganguan
psikologis.
Anamnesa
(seperti mual), gejala non spesifik (pusing atau kepala terasa ringan).
3. Waktu. Apakah gejala menetap atau episodik. Apabila episodik, berapa lama baru
berakhirnya.
6. Riwayatmenderitapenyakitlainnya.
7. Riwayat pengobatan. Banyak obat yang dapat menginduksi vertigo, termasuk obat
ototoksik, obat anti epilepsi, anti hipertensi, dan sedatif dan paparan zat ototoksik.
Pemeriksaan fisik
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab; apakah
akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat korteks
serebri, serebelum, batang otak atau berkaitan dengan sistim vestibuler/otologik; selain
ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat
diberikan terapi kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.
1. Pemeriksaan umum. Ukur tekanan darah dan nadi dengan posisi pasien berdiri.
Apabila tekanan darah saat berdiri rendah, periksa tekanan darah dengan posisi berbaring
dan duduk. Auskultasi arteri karotis dan subklavia. Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung kongestif,
2. Pemeriksaanneurologis
Pasien duduk di depan meja, tubuh tidak menyentuh meja dan tangan yang satu
berada diatas lutut, penderita disuruh menulis selajur huruf dari atas ke bawah,
mula-mula dengan mata terbuka lalu tertutup. Pada kelainan labirin satu sisi akan
terjadi deviasi dari tulisan dari atas kebawah sebesar 10 derajad atau lebih.
b. Tes Romberg
Pasien berdiri tegak kedua kaki sejajar bersentuhan dan mata lalu dipejamkan.
bergoyang menjauhi garis tengah dan akan kembali ke posisi duduk dan berdiri
seketika, jika ada lesi pasien akan jatuh ke sisi lesi. Test Romberg sangat berguna.
Kemampuan normal minimal dengan mata tertutup selama sekitar 6 detik. Dewasa
ataksia menjadi sangat tergantung terhadap penglihatan dan merasa tidak seimbang
apabila mata tertutup. Tidak ada pasien dengan gangguan bilateral yang dapat berdiri
Pasien kaki saling menyilang dan tangan menyilang didada. Pasien di suruh berjalan
lurus, pada saat melangkah tumit kaki kiri djiletakkan pada ujung jari kaki kanan dan
menyimpang.
d. Stepping test
Berjalan di tempat dengan mata terbuka dan lalu tertutup sebanyak 50 langkah. Test
dianggap abnormal ada kelainan vestibuler jika pasien berjalan beranjak miring
sejauh 1 meter atau badan berputar lebih 30 derajat. Jika penderita stabil test diulang
dengan tangan terentang. Juga berjalan diatas kasur. Penderita dengan kelainan
vestibular bilateral yang di sebabkan intoksikasi obat – obatan dapat berjalan dengan
Dengan mata terbuka pasien di minta untuk mengangkat lengannya lurus keatas
pemeriksa.
g. Finger to finger test : bila kelainan labirin satu / dua sisi maka kelainan test ini
selalu pada kedua jari kiri dan kanan, bila sumber kelainannya dari serebelum satu
sisi maka jari yang menunjukkan kelainan hanya pada sisi maka jari yang
menunjukkan kelainan hanya pada sisi yang sesuai dengan sisi kelainan serebelum.
telinga bagian dalam, otak, dan otot okuler. Evaluasi nistagmus yang optimal
memerlukan kacamata Frenzel, dimana kacamata ini dipakai oleh pasien dan
jenis kacamata Frenzel yang ada, optikal dan video, kacamata frenzel video jauh lebih
unggul.
spontan selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang dihasilkan oleh disfungsi telinga
dalam adalah nistagmus posisi primer, mata secara perlahan deviasi dari tengah
dengan kemudian terdapat sentakan cepat yang membawa bola mata kembali ke
posisi tengah. Banyak nistagmus dengan pola–pola lain (seperti sinusoidal, gaze
balik bola mata seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk gerakan
nistagmus ketika membuat catatan. Fiksasi dapat dihilangkan dengan menutup mata
menghilangkan fiksasi.
2. Tes Posisi Dix Hallpike. Pasien diposisikan di meja pemeriksaan yang datar,
kepala diekstensikan melalui ujung meja. Jika kacamata Frenzel tersedia, gunakan,
tapi biasanya tidak digunakan. Pasien kemudian digerakkan dengan cepat dengan
posisi kepala tergantung. Jika pasien tidak pusing atau nistagmus yang terjadi setelah
20 detik, pasien didudukkan. Kepala kemudian diposisikan 45o ke kanan dan pasien
ditidurkan dengan posisi supinasi dengan kepala ke kanan. Setelah 20 detik, pasien
duduk kembali dan prosedur diulang ke kiri ( posisi kepala ke kiri). Serangan
nistagmus dapat diprovokasi dengan posisi kepala ke kanan dan ke kiri. Nistagmus
tipe BPPV (kanal posterior) bergerak ke atas dan mempunyai komponen berputar,
gerakan bola mata ke bawah ketika pasien duduk. Ada beberapa jenis BPPV dengan
arah berbeda. Jenis BPPV kanal lateral dikaitkan dengan nistagmus horizontal yang
kuat yang berubah arah kepala kiri dan kanan. Jenis kanal anterior dihubungkan
nistagmus posisi. Dengan kacamata Frenzel, kepala pasien diputar oleh pemeriksa
dengan arah horizontal dan seterusnya sebanyak 20 x putaran. Dilakukan dengan deviasi
kepal 45o ke sisi lain untuk 2 x putaran per detik.Nistagmus berlangsung 5 detik atau
lebih adalah indikasi adanya gangguan organik telinga atau sistem saraf pusat dan
2. Tes Arteri Vertebre untuk Vertigo servikal. Dengan posisi pasien tegak lurus dan
memakai kacamata. Kepala diputar maksimal ke satu sisi dan biarkan selama 10 detik.
Mata tetap di tengah. Tes positif bila nistagmus terjadi dengan posisi kepala sejajar
tubuh.
3. Tes Valsava. Dilakukan jika ada gejala tekanan sensitif kompleks dalam riwayat
penyakit. Ketika memakai kacamata frenzel, pasien diminta bernafas dalam dan menahan
nafas selama 10 detik sambil diamati nistagmus dengan kacamata frenzel. Tes positif bila
bernafas dalam selama 30 x. Segera setelah hiperventilasi, mata dilihat apakah ada
nistagmus dengan menggunakan kacamata dan pasien ditanya bila tes menimbulkan
gejala. Tes positif tanpa nistagmus menunjukkan gejala hiperventilasi. Nistagmus yang
dipicu oleh hiperventilasi dapat berupa tumor nervus cranial VIII atau medulla spinalis.
5. Tes fungsi pendengaran. Biasanya dengan menggunakan garpu tala. Tes ini digunakan
untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan
Schwabach.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Audiologik, tidak dibutuhkan untuk untuk setiap pasien dengan keluhan pusing,
dipergunakan bila diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akus
tikus atau multiple sklerosis. Kombinasi pemeriksaan BERA dan CT Scan dapat
c. Otoacoustic Emission (OAE) menilai suara oleh telinga pasien sendiri. Cara ini
pendengaran sentral dan orang- orang dengan neuropati auditorik. Dalam situasi ini,
OAE dapat dilakukan bahkan bila pendengaran subjektif berkurang. Ketika ada
frekuensi pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal memberi kesan penyakit
Meniere. ECOG itu sulit dan interpretasi dari hasil harus memnuhi penilaian bentuk
gelombang.
2. Tes Vestibular tidak dibutuhkan untuk setiap pasien dengan keluhan pusing.
belum jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan. ENG secara bertahap digantikan dengan
tes VEMP.
nistagmus spontan dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah tes
yang panjang dan sulit. Jika ada hasil yang abnormaldan tidak sesuai dengan
gejalaklinis sebaiknya dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi dengan
tes VEMP.
yang baik untuk keperluan diagnosticdan toleransi pasien. Tes ini sensitif terhadap
kaustik. VEMP secara umum normal pada neuritis dan penyakit Menier.
c. Posturografi adalah sebuah instrument dari tes Romberg. Ini sangat berguna untuk
pemeriksaan rutin untuk pasien denga keluhan pusing. Dalam faktanya pemeriksaan
kimia, hitung jenis, tes toleransi glukosa, tes alergi tidak secara rutin diperiksa.
4. Pemeriksaan Radiologi, foto tengkorak, foto vertebrae servikal, CT scan kepala dan
periventrikuler substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara rutin
dibutuhkan untuk evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis yang lain berkaitan.
daripada MRI dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. CT
tulang temporal mutlak dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior. Jenis
koronal langsung resolusi tinggi adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT Scan
tulang temporal banyak memancarkan radiasi dan untuk alasan ini, tes VEMP
5. Pemeriksaan lainnya
a. EEG digunakan untuk diagnosis kejang. Hasilnya sangat rendah untuk pasien
MANAJEMEN VERTIGO
Penatalaksanaan vertigo bergantung pada lama keluhan dan ketidaknyamanan akibat
gejala yang timbul serta patologi yang mendasarinya. Pada vertigo, beberapa tindakan
spesifik dapat dianjurkan untuk mengurangi keluhan vertigo. Pada penyakit Meniere,
dapat dicoba dengan “bedside maneuver” yang disebut dengan “Epley particle
Penatalaksanaan Medikamentosa
yang paling banyak dipakai adalah skopolamin dan homatropin. Kedua preparat
antikolinergik per oral memberikan efek rata-rata 4 jam, sedangkan gejala efek
sickness”. Efek sedasi merupakan efek samping utama dari pemberian penghambat
histamin-1. Obat ini biasanya diberikan per oral, dengan lama kerja bervariasi mulai
c. Histaminergik. Obat kelas ini diwakili oleh betahistin yang digunakan sebagai
efek vasodilatasi, perbaikan aliran darah pada mikrosirkulasi di daerah telinga tengah
dan sistem vestibuler. Pada pemberian per oral, betahistin diserap dengan baik,
dengan kadar puncak tercapai dalam waktu sekitar 4 jam. efek samping relatif jarang,
sistem vestibuler perifer. Lama kerja neuroleptik ini bervariasi mulai dari 4 sampai 12
dan metoklopramid. Efek samping dari antagonis dopamin ini terutama adalah
sebagainya.
pada reseptor GABA. Efek sebagai supresan vestibuler diperkirakan terjadi melalui
antikonvulsan. Beberapa obat golongan ini yang sering digunakan adalah lorazepam,
kalsium di dalam sistem vestibuler, sehingga akan mengurangi jumlah ion kalsium
untuk penatalaksanaan vertigo; kedua obat ini juga digunakan sebagai obat migren.
sinarizin dikonsumsi per oral. Flunarizin mempunyai waktu paruh yang panjang,
dengan kadar mantap tercapai setelah 2 bulan, tetapi kadar obat dalam darah masih
dapat terdeteksi dalam waktu 2-4 bulan setelah pengobatan dihentikan. Efek samping
jangka pendek dari penggunaan obat ini terutama adalah efek sedasi dan peningkatan
berat badan. Efek jangka panjang yang pernah dilaporkan ialah depresi dan gejala
parkinsonisme, tetapi efek samping ini lebih banyak terjadi pada populasi lanjut usia.
h. Asetilleusin Obat ini banyak digunakan di Prancis. Mekanisme kerja obat ini sebagai
antivertigo tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bekerja sebagai prekrusor
penggunaan asetilleusin ini di antaranya adalah gastritis (terutama pada dosis tinggi)
ondansetron.
labirinitis vestibular
migraine vestibuler
fistula perilimfe
1. Labyrinthus osseus
Terletak didalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah. Terdiri
dari labyrinthus osseus, tersusun dari sejumlah rongga di dalam tulang dan labyrinthus
labyrinthus osseus.
Labyrinthus osseus terdisi atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis dan
compacta tulang. Mereka dilapisi oleh endosteum dan berisi cairan bening,
lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh bassis stapedis dan
ligm. annulare dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membrana tympanica
mambranosa.
Canalis semicircularis ada tiga, yaitu canalis semicircularis superior, posterior
ductus semicircularis.
satu pilar sentral, modiolus cochleae dan modiulus ini dikelilingi tabung
terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang,
2. Labyrithus Membranaceus
didalam cochlea.
Koklea
Organo Corti
A. ETIOLOGI
1. Internal
Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan
Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis otak sering terganggu akibat
lanjutnya usia
2. Eksternal
Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan ototoksik dan reaksi paska radang
1. Berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua telinga
pembicaraan.
4. Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih mudah didengar daripada
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat dengan
Cormick et al,7 meneliti pada tikus yang mempunyai hipertensi mendapatkan bahwa
koklea). Disfungsi saraf simpatis, disfungsi trombosit dan natriuretic hormon merupakan
lama 4 tahun, rata-rata diderita selama satu tahun. Dan hanya 3 (tiga) subyek memakan
obat hipertensi, tetapi hanya 2 (dua) subyek minum obat hipertensi secara teratur.
Telah dilakukan penyesuaian masa kerja, mengacu pada uji statistik yang memenuhi
syarat. Masa kerja > 20tahun jelas merupakan faktor risiko timbulnya gangguan
pendengaran karena makin seringnya dan lama terpajan dengan kebisingan. Dari
perhitungan statistik umur > 40tahun tidak mempunyai risiko timbulnya gangguan
secara bivariat tetapi dengan pengendalian faktor risiko lain dengan analisis multivariat
menjadi tidak bermakna. Walaupun faktor degeneratif merupakan faktor risiko gangguan
pendengaran yang diketahui tetapi tidak bisa dibuktikan pada penelitian ini.Dengan uji
multi kolinieritas ternyata masa kerja dan umur mempunyai multikolinieritas yang tinggi.
Dengandikeluarkan faktor risiko umur maka korelasi antar variabelbisa dihilangkan. Dari
24 pekerja yang berumur > 40tahun dan mempunyai gangguan pendengaran, ternyata 22
pekerja (91,67%) mempunyai masa kerja > 20 tahun. Dari penjelasan secara kaidah
pengetahuan kedokteran dan secara statistik tersebut maka dapat dinyatakan bahwa
faktor risiko umur tetap merupakan suatu faktor risikoyang penting dan bermakna.
Gizi
Faktor risiko gizi yang dipakai adalah IMT (IndeksMasa Tubuh), untuk memudahkan
penafsiran dibagi 2kategori (gemuk dan normal). Pada kenyataan tidak adayang
tergolong kurus IMT < 18, pekerja pertambangan minyak secara umum mempunyai
masalah kelebihan beratbadan. Kegemukan diketahui secara luas dan melalui penelitian-
pendengaran. Pengaruh bising dan getaran pada fungsi keseimbangan dan pendengaran,
menemukan ada pengaruh faktor gizi lebih terhadap timbulnya gangguan pendengaran.
pendengaran sensorineural pada uji bivariat tetapi menjadi tidak bermakna uji
multivariat. Pada pengujian multi kolinieritas IMT bebas dari multikolinieritas dengan
faktor risiko hipertensi, merokok, masa kerja, umur, kadar kolesterol total darah. Faktor
risiko IMT tetap merupakanf aktor risiko gangguan pendengaran sensorineural tapi
Merokok
sensorineural. Dengan sekitar 4000 jenis yang kimia terkandung dalam rokok,dengan
tingkat sel. Pengaruh bahan-bahan kimia dalam rokok tersebut akan menimbulkan
kerusakan pada organ koklea. Data mengenai jumlah rokok yang diisap dan waktu sejak
mulai merokok tidak tersedia, sehingga data yang bisa diolah hanya ada kebiasaan
merokokatau tidak. Dalam penelitian ini faktor risiko merokok merupakan faktor risiko
yang kuat dan independent terhadap terjadinya gangguan pendengaran sensorineural. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian oleh Nakanishi et all, menemukan ada hubungan yang
tinggi merokok dengan terjadinya gangguan pendengaran frekuensi tinggi pada pekerja
kantor (relatif kurang terpajan bising). Nakanishi et all. mengemukakan suatuin sufisiensi
sirkulasi darah pada organ koklea merupakan penyebab utama gangguan pendengaran
pada frekuensi tinggi. Sedangkan penelitian lain dengan metode penelitian potong
perokok).
Kadar kolesterol total darah pada penelitian inidiambil titik potong yang bersifat
preventif pada 200mg%. Kadar kolesterol total jelas merupakan faktorrisiko terjadinya
timbulnya adanya gangguan pendengaran pada pekerja di daerah bising dan bahaya
kimia. Pada gambar grafik distribusi tingkat kolesterol darah, terlihat bahwa sebagian
Semua pekerja yang masuk sampel penelitian ini semua terpajan bahaya kimia. BTX
merupakan faktorrisiko yang bersifat additive terhadap faktor risiko bising terhadap
pada penelitian ini. Demikian juga faktor risiko kebisingan yang merupakan faktor risiko
utama pada gangguan pendengaran sensorineural tidak dianalisis pada penelitian ini.
13. Patofisiologi dan klasifikasi gangguan pendengaran
1. Tuli konduktif
Disebabkan oleh kondisi patologis pada kanal telinga eksterna, membran timpani, atau
telinga tengah. Gangguan pendengaran konduktif tidak melebihi 60dB karena dihantarkan
menuju koklea melalui tulang (hantaran melalui tulang) bila intensitasnya tinggi.
Penyebab tersering gangguan pendengaran jenis ini pada anak adalah otitis media dan
disfungsi tuba eustachius yang disebabkan oleh otitis media sekretori. Kedua kelainan
2. Tuli sensorineural
Disebabkan oleh kerusakan atau malfungsi koklea, saraf pendengaran dan batang otak
sehingga bunyi tidak dapat diproses sebagaimana mestinya. Bila kerusakan terbatas pada
sel rambut di koklea, maka sel ganglion dapat bertahan atau mengalami degenerasi
transneural. Bila sel ganglion rusak, maka nervus VIII akan mengalami degenerasi
pada saat anak dalam kandungan, proses kelahiran,infeksi virus, pemakaian obat yang
merusak koklea (kina, antibiotika seperti golongan makrolid), radang selaput otak, kadar
bilirubin yang tinggi. Penyebab utama gangguan pendengaran ini disebabkan genetik atau
3. Tuli campuran
Bila gangguan pendengaran atau tuli konduktif dan sensorineural terjadi bersamaan.
Vestibuli meliputi organ-organ telinga dalam dan terkait organ visual dan pendengaran.
Apabila mengalami gangguan maka secara visual dan pendengaran akan terganggu.
Pusing berputar saat bangun disebabkan karen vertigo akibat gangguan pada sistem yang
menjaga keseimbangan tubuh. Pada kasus vertigo yang dialami adalah vertigo vestibular
tipe perifer yaitu Benign Proxymal postinal Vertigo (BPPV) yang kemungkinan
diakibatkan karena proses degeneratif sistem vestibular pada telinga tengah hal ini
Otolith terlepas menempel pada permukaan kupula gerakan endolimfe pada salah
satu kanal semisirkularis terganggu (di pengaruhi gravitasi dan akselarasi) vertigo
pendengaran?
Pada pemicu, pak amin bekerja sebagai operator mesin generator di menara pembangkit
listrik. Bising intensitas tinggi dapat merusak kokhlea telinga dalam sehingga
aktifitas motorik tidak dapat dipisahkan dari factor lingkungan dan system regulasi yang
melawan gravitas dan factor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar
seimbangan dengan bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh agar seimbang dengan
bidang tumpu, serta menstabilkan bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak.
membaik perlahan jika di bantu dengan berpegangan pada sesuatu guna meminimalisir
• Tinnitus merupakan keadaan dimana terdengar suara di telinga tanpa adanya stimulus
akustik
• Terjadi akibat hasil aktivitas abnormal di sistem saraf yang diterima sebagai sensasi
Saat suara masuk, tulang-tulang pendengaran bergetar. Suara lalu diteruskan ke koklea
(rumah siput), yang terletak di bagian tengah telinga. Pada koklea terdapat sel-sel rambut
yang berfungsi menangkap rangsangan atau frekuensi suara. Sel rambut juga berfungsi
mengubah energi akustik menjadi rangsang listrik untuk dapat diteruskan ke pusat
persepsi pendengaran di otak. Suara berfrekuensi lebih dari 80 desibel dapat membuat
sel-sel rambut mengalami kelelahan. Sel-sel rambut yang sering lelah lama-kelamaan
PATOFISIOLOGI
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan
kejadian tersebut :
fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nnistagmus (usaha koreksi bola mata),
ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar
(berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih
sensorik, menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan
tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan
pola 3 gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi
4) Teori otonomik. Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom
sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan 4 stres yang akan
memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya
adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat
meneangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal
serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual,
muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
mulai (akselarasi) atau berhenti (deselarasi) berputar atau menengok. Tiap telinga
memiliki 3 kanalis semisirkuaris yaitu anterior, lateral dan posterior. Sel-sel rambut
lapisan gelatinosa, kapula yang menonjol kedalam endolimfe. Kapula ini bergoyang
melengkung karena bagian kupulanya mengikuti arah gerakan cairan endolimfe yang
berlawanan. tetapi hanya sesaat karena cairan endolimfe akan bergerak menyusul
gerakan kepala (balik ke arah kiri). Ketika kepala berhenti / deselarasi cairan
endolife sesaat masih berlanjut (ke arah kanan) kupula dan sel rambut melengkung
ke arah sebaliknya sesaat dan kembali sejajar lagi dengan arah gerakan kepala.
- Peran otolit
Memberi informasi tentang posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi
berbagai pola aktivitas saraf bergantung padap osisi kepala dalam kaitannya dengan
gravitasi
o Gerakan linear horizontal saat berlari contohnya (awalnya membaran otolit tertinggal
di belakang endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang lebih besar namun akan
kembali sejajar jika kecepatan konstan, tetapi jika berhenti maka membarna otolit akan
maju dikit dan kembali lagi jadi posisi rambut normal) akan terjadi akselerasi dan
depolarisasi juga.
Sakulus (informasi)
o Saat bangun dari tidur, naik – turun tangga sinyal-sinya dari barbagai komponen
informasi diintegrasikan dari permukaan kulit, mata, sendi ,dan otot untuk
Sistem Vestibular
Sistem vestibular berperan penting dalam keseimbangan, gerakan kepala,dan gerak bola
mata. Sistem vestibular meliputi organ-organ di dalam telinga bagian dalam. Berhubungan
dengan sistem visual dan pendengaran untuk merasakan arah dan kecepatan gerakan kepala.
Sebuah cairan yang disebutendolymph mengalir melalui tiga kanal telinga bagian dalam
sebagai reseptor saatkepala bergerak miring dan bergeser. Gangguan fungsi vestibular
occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihatobyek yang bergerak.
kemudian pesan diteruskan melalui saraf kranialis VIII kenukleus vestibular yang berlokasi
di batang otak (brain stem). Beberapa stimulus tidak menuju langsung ke nukleus vestibular
reticular), dan cerebelum. Hasil dari nukleus vestibular menujuke motor neuron melalui
medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan
otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat
ototpostural.
Sistem Visual
Sistem visual (penglihatan) yaitu mata mempunyai tugas penting bagi kehidupan manusia
yaitu memberi informasi kepada otak tentang posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan
sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya. Dengan input visual, maka tubuh manusia dapat
beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dilingkungan sehingga system visual langsung
keseimbangan tubuh. Pada gambar dibawah ini kita dapat melihat system visualisasi pada
tubuh manusia.
Sistem Somatosensori (Tactile &Proprioceptive).
satu sama lainnya yang mana Sistem Somatosensori memiliki tiga neuron yang panjang yaitu
a. Primer Neuron (Pertama) memiliki badan sel pada dorsal root ganglion didalam saraf
spinal (area sensasi berada pada daerah kepala dan leher), dimana bagian ini akan menjadi
suatu terminal dari ganglia saraf trigeminal atau ganglia dari saraf sensorik kranial lainnya).
b. Second Neuron (kedua) dimana neuron ini berada di medulla spinalis danbrain stem dan
meiliki sel tubuh yang baik. Akson neuron ini naik ke sisiberlawan di medulla spinalis dan
brain stem, (Akson dari banyak neuronberhenti pada bagian thalamus (Ventral Posterior
nucleus, VPN), dan yang lainnya pada system retikuler dan cerebellum.
c. Third neuron (ketiga) Dalam hal sentuhan dan rangsangan nyeri, neuron ketiga memiliki
tubuh sel dalam VPN dari thalamus dan berakhir di gyruspostcentralis dari lobus parietal.
Sistem somatosensori tersebar melalui semua bagian utama tubuh mamalia (dan vertebrata
lainnya). Terdiri dari reseptor sensori dan motorik (aferen) neurondi pinggiran (kulit, otot dan
Sistem somatosensori adalah sistem sensorik yang beragam yang terdiridari reseptor dan
proprioception (posisi tubuh), dan nociception (nyeri). Reseptor sensorik menutupi kulit dan
epitel, otot rangka, tulang dan sendi, organ,dan sistem kardiovaskular. Informasi propriosepsi
disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input)
proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagianbergantung pada impuls
yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alatindra tersebut adalah ujung-ujung
saraf yang beradaptasi lambat di sinovia danligamentum. Impuls dari alat indra ini dari
reseptor raba di kulit dan jaringan lain,serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan
Nistagmus merupakan reaksi dari reflex terhadap vestibuler ocular aksi tertentu. Nistagmus
dapat bersifat fisiologis dan patologis dan manifestasi secara spontan atau dengan bantuan
alat. nistagmus merupakan parameter akurat untuk menetukan aktifitas system vestibuler
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi: 6. Jakarta : EGC 2011.
4. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junqueira. Edisi 12. Jakarta: EGC, 2012.
5. www.kalbemed.com/Portals/6/06_198Vertigo.pdf
6. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/04/penatalaksanaan_vertigo.pdf
7. W. Sudoyo, Aru, Setiyohadi, Bambang dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
8. H. Sidarta Ilyas, Sri Rahayu. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas