Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

PSOARIASIS VULGARIS

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi


Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit kelamin di RSUD dr. H.Soewondo Kendal

Disusun oleh :
Billy Serata Soenoe (30101407153)

Pembimbing :
dr. M. Nurul Kawakib, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018

i
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Billy Serata Soenoe

NIM : 30101407153

Fakultas : Kedokteran Umum

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Judul : Psoariasis Vulgaris

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kulit-Kelamin

RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Mengetahui dan Menyetujui,

Pembimbing,

dr. M. Nurul Kawakib, Sp.KK

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit kulit yang bersifat kronik dan residif, ditandai oleh
percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi pergantian kulit epidermis
atau proses keratinisasi yang lebih cepat dari biasanya. Penyakit ini tampak sebagai
plak tebal, eritematosa, berbatas tegas dan papul-papul yang tertutup sisik seperti
perak, biasanya terdapat di daerah tubuh yang mudah terkena trauma seperti lutut,
siku dan kulit kepala. Erupsi kulit ini dapat menyerang bagian tubuh manapun,
kecuali selaput lendir.2,3
Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada pasien dengan predisposisi
genetik. Beberapa faktor pencetus kimiawi, mekanik, termal, ketegangan emosi,
obat-obatan, obesitas, diabetes melitus maupun sindrom metabolik akan memicu
terjadinya psoriasis.1
Psoriasis diklasifikasikan menjadi tujuh berdasarkan bentuk klinis, yaitu:
psoriasis vulgaris, psoriasis gutata, psoriasis inversa/psoriasis fleksural, psoriasis
eksudativa, psoriasis seboroik/seboriasis, psoriasis pustulosa,dan eritroderma
psoriatik.1,4Pengobatan psoriasis dapat berupa pengobatan sistemik maupun
topikal. Pengobatan sistemik dapat diberikan kortikosteroid, obat sitostatik atau
siklosporin. Kortikosteroid, preparat ter, antralin, analog vitamin D, retinoid, dan
fototerapi (UVA dan UVB) merupakan pilihan obat topikal.2,6

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Abdul Basyit


Umur : 52 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki- laki
Pekerjaan : wiraswasta (kayu)
Alamat : Weleri Kab.Kendal
Status : Menikah
Tanggal Datang : 14 Juli 2018

II. DATA DASAR


a. Anamnesis
Anamnesis pasien dilakukan tanggal 14 Juli 2018, pukul 10.00 WIB di poli Kulit dan
Kelamin RSUD H.Soewondo Kendal dan didukung dengan catatan medis.
a. Keluhan Utama
Gatal di tungkai bawah bagian depan kanan dan kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD H. Soewondo Kendal
dengan keluhan gatal pada pagian tungkai bawah bagian depan kanan dan kiri.
Awal mula terdapat bundaran kecil di bagian kepala lalu di garuk- garuk dan
menimbulkan ketombe bewarna putih. Tidak lama kemudian timbul bundaran kecl
di tungkai kaki bawah yang gatal, kemudian di garuk-garuk yang mengakibatkan
luka semakin luas dan menyebar hingga seluruh tungkai bawah bagian depan.
Selanjutnya luka timbul pada siku kanan dan kiri. Pasien tidak pernah kontak
dengan orang yang mengalami keluhan seperti ini. Gatal dirasakan pada setiap hari
tetapi pada saat strees dan capek maka akan semakin gatal. Pasien sudah pernah
berobat di RSUD H.Soewondo, setelah berobat penyakit yang dialaminya
mengalami perbaikan dari sebelumnya.

2
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, lalu berobat dan lesinya
berkurang
- Pasien memiliki riwayat alergi dingin, ketika dingin pasien akan bersin bersin
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak perempuan dari ayah pasien serta adik pasien dulu pernah mengalami keluhan
gatal pada kepala dengan adanya gambaran ketombe di rambutnya, tetapi tidak
berkelanjutan
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat menggunakan BPJS. Pasien bekerja sebagai wiraswasta di bidang
kayu dengan status ekonomi cukup.
III. Pemeriksaan Fisik

1. Status Status Generalis :


a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda vital :
- Nadi : 80 kali permenit
- Respirasi : 12 kali permenit
- Suhu : 36.2 c
- TD : 120/80 mmhg
d. BB : 60 Kilogram
e. TB : 164 cm
2. . Status Internus
- Kepala : Tidak ada kelainan
- Rambut : Hitam dan putih, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema
palpebra(-/-)
- Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-)
- Telinga : Bentuk normal, discharge (-/-), nyeri tekan (-)

3
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-) pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-), skin tag (-
), hiperpegmentasi berlapis-lapis (-)
- Paru :
 Inspeksi : Hemithoraks dextra dan sinistra simetris, retraksi (-)
 Palpasi : Stermfremitus dextra dan sinistra sama, nyeri tekan (-)
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Jantung :
 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : Suara jantung I dan II murni, reguler, suara
tambahan (-)
- Abdomen :
 Inspeksi : Datar, simetris
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Hipertimpani (+)
 Palpasi :Supel, nyeri tekan (-), defense muscular (-), pembesaran organ (-)
- Ekstremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-

4
3. Status Dermatologis
 Lokasi : Siku kanan dan kiri, tungkai bawah kanan dan kiri
 Eflorensi :
Plak eritematosa disertai skuama tebal bersisik dengan susunan polisiklik
berbatas tegas (sirkumskrip), dengan penyebaran lokalisata di tungkai kanan
dan kiri
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
V. Diagnosis Banding
 Psoariasis Vulgaris
 Tinea Korporis
 Dermatitis Numularis

5
VI. Diagnosis Kerja
 Psoariasis Vulgaris
VII. Penatalaksanaan
 Dexosimetason (steroid topical) : diberikan pagi dan malam
 Nerilon (Diflucortolone valerate) : diberikan [agi dan malam berselang-seling
dengan dexosimetason
 Loratadin 1x1  sebagai antihistamin
 Metilprednisolon 2x 4 mg  sebagai steroid sistemik
VIII. Saran
Pasien diedukasi untuk menjaga kebersihan kulit, dan Mencegah garukan
dan gosokan. Hindari stress dan kelelahan serta Minum obat dan kontrol ke
dokter secara teratur
IX. Prognosis
 Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
 Quo Ad Functionam : bonam
 Quo Ad Sanationam : dubia ad malam
 Qou ad komestikum : dubia ad malam

6
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh gatal pada bagian
tungkai bawah depan kanan dan kiri. Awal mula terdapat bundaran kecil di bagian
kepala lalu di garuk- garuk dan menimbulkan ketombe bewarna putih. Tidak lama
kemudian timbul bundaran kecil di tungkai kaki bawah yang gatal, kemudian di
garuk-garuk yang mengakibatkan luka semakin luas dan menyebar hingga seluruh
tungkai bawah bagian depan
Keluhan ini sesuai dengan penderita psoariasis yaitu penderita mengeluh gatal
yang hebat. Selain itu tempat predileksinya pada ekstremitas bagian ekstensor.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikuler, numular atau plakat, dapat
berkonfluensi. 2
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin (kaarsvlek phenomena),
Auspitz dan Kobner (isomorfik). Pada fenomena tetesan lilin ialah skuama dikerok,
maka akan timbul garis-garis putih pada goresan seperti lilin yang digores,
disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Sedangkan pada fenomena Auspitz
tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis yaitu
dengan dikerok terus secara hati-hati sampai ke dasar skuama. Truma pada kulit
penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan psoriasis dan
disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu. 3
Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi inspeksi dan palpasi pada
pasien didapatkan ujud kelainan kulit berupa Plakat eritematosa disertai skuama
tebal bersisik dengan susunan polisiklik berbatas tegas (sirkumskrip), dengan
penyebaran lokalisata di tungkai kanan dan kiri. Hasil ini sesuai dengan bentuk
klinis psoariasis vulgaris. Selain psoariasis vulgaris dapat ditemukan bentuk
psoariasis lainnya seperti :

7
 Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain baik bacterial maupun viral.

Gambar 5. Psoriasis Gutata


 Psoriasis Inversa ( Psoriasis Fleksural)
Psoriasis ini mempunyai tempat predileksi di daerah fleksor sesuai dengan
namanya.

Gambar 6. Psoriasis Inversa


 Psoriasis Eksudativa
Bentuk ini sangat jarang. Biasanya kelainan pada psoriasis itu dalam bentuk kering,
tetapi pada jenis ini kelaianannya bersifat eksudatif seperti pada dermatitis akut.
 Psoriasis Seboroik
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan
agak lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat
seboroik.
 Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit
tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis
pustulosa yaitu:

8
 Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)
Psoriasis pustulosa palmoplantar bersifat kronik dan residif, mengenai telapak
tangan atau telapak kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-
kelompok pustule kecil steril dan dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai
rasa gatal.

Gambar 7. Psoriasis Pustulosa Palmoplantar (Barber)


 Psoriasis Pustulosa Generalisata Akut (Von Zumbusch)
Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch) dapat ditimbulkan oleh
berbagai faktor provokatif, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortikosteroid sistemik. Faktor lain selain obat ialah hipokalsemia, sinar
matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus. Penyakit ini
dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah mendapat psoriasis. Dapat
pula muncul pada penderita yang belum pernah menderita psoriasis. Gejala
awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertia gejala umum berupa
demam,malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin
eritematosa. Setelah beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan
eritematosa pada kulit yang normal. Dalam beberapa jam timbul banyak pustul
miliar pada plak-plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi
membentuk lake of pus berukuran beberapa cm.1 Kelainan-kelainan semacam
itu akan terus menerus dan dapat menjadi eritroderma. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan leukositosis, kultur pus dari pustul steril.

Gambar 8. Psoriasis pustulata generalisata akut (von Zumbusch)

9
 Eritroderma psoriatic
Psoriasis eritroderma dapat disebabkan oelh pengobatan topical yang terlalu kuat
atau karena penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk
psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal.
Adakalanya lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan
kulitnya lebih meninggi. 2,6
Etiopatogenesis psoriasis sendiri ialah penyakit yang ditandai dengan terjadinya
hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Epidermis pada plak psoriasis
menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi inkomplit sel epidermal di atas area
sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel germinatif sangat mudah dikenali, dan
terdapat pengurangan waktu untuk transit sel melalui sel epidermis yang tebal.
Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai dengan peningkatan jumlah
mediator inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear, leukosit, dan makrofag,
terakumulasi di antara dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut dapat menginduksi
perubahan pada struktur dermis baik stadium insial maupun stadium lanjut
penyakit.3

Gambar 1. Patogenesis kelainan kulit pada psoriasis

Dalam anamnesis juga didapatkan bahwa penyakit yang diderita oleh pasien akan
semakin memberat jika pasien sedang dalam keadaan banyak pikiran dan ketika
pasien kelelahan. Ini sesuai dengan factor yang berperan sebagai etiologi psoariasis
, diantaranya adalah sebagai berikut
I.Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit keluarga
yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis
adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis.1 Bila orangtua tidak
menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila

10
salah satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat
menjadi 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:
 Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial
 Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersufat nonfamilial
Hal lain yang menyokong adanya factor genetic adalag bahwa psoriasi
berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57
dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan
psoriasis pustulosa berkaitan dengan HLA-B27.
II. Faktor Imunologik
Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga
jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesis psoriasis matang
umumnya penuh dengan sebukakan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas
limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan
pada lesi baru pada umumnya lebih didominasis oleh sel linfosit T CD8. Pada lesi
psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel Langerhans
juga berperan dalam imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis
dimulai dengan adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel
langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat,
hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari.
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit
autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif. Berbaga factor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam
kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan
Kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat, alcohol dan merokok. Stress psikis
merupakan factor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat
dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya
dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis
gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh
Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalan penyakit.
Puncak insidens psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu

11
kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya
memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialysis dan hipokalsemia dilaporkan
menjadi salah satu factor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif
ialah beta adrenergic blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian
mendadak steroid sistemik. 2
Ada beberapa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu:
1. Faktor herediter bersifat dominan otosomal dengan penetrasi tidak lengkap.
2. Faktor-faktor psikis, seperti stres dan gangguan emosis. Penelitian
menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan
kegelisahan menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat.
3. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis
paru, dermatomikosis, arthritis dan radang menahun ginjal.
4. Penyakit metabolic, seperti diabetes mellitus yang laten.
5. Gangguan pencernaan, seperti obstipasi.
6. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh
pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan
lebih hebat. 5
Pada pasien kali ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, tetapi pada
pasien psoariasis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa gambaran
histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis) reteridges dengan bentuk clubike,
perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler menghilang, parakeratosis, mikro
abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang menyerupai pustul
spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis
(menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah
berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam
papila dermis atas. 1,2,5,6
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa
terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak
serta psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan
menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula
darah, kolesterol, dan asam urat. 5,6,8

12
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita penyakit
psoariasis vulgaris. Sedangkan untuk diagnosis bandingnya ialah :
1. Dermatofitosis (Tinea Kruris)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat
terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya
adalah skuama umumnya pada perifer lesi dengan gambaran khas adanya
central healing, keluhan pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan
langsung ditemukan jamur.2,6
2. Dermatitis Numularis
Pasien mengeluh sangat gatal. Lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk
koin dengan batas tegas yang terbentuk dari papul dan papulovesikel yang
berkonfluens. Perbedaanya adalah lesi dapat hanya satu atau multiple dan
tersebar bisa bilateral atau simetris1
Pada pasien ini diberikan terapi obat dexosimetason berupa steroid topical yang
diberikan pagi dan malam bergantian dengan Diflucortolone valerate sehari sekali,
lalu diberikan loratadine 10 mg/hari dan diberikan metilprednisolon 2 x 4 mg/hari.
Terapi ini sudah sesui dengan penatalaksanaan pada pasien psoariasis. Pasien
psoariasis sendiri dapat diberikan terapi yang terdiri dari pengobatan secara
sistemik, pengobatan secara topical, terapi penyinaran dengan PUVA dan
pengobatan dengan cara Goeckman.
1. Pengobatan Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis dengan dosis ekuivalen
prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan
lalu diberikan dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 2
b. Obat Sitostatik
Obat sitistatik yang biasa digunakan adalah metotrexate. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat enzim dihidrofolat reduktase, sehingga menghambat

13
sintesis timidilat dan purin. Obat ini menunjukkan hambatan replikasi dan
fungsi sel T dan mungkin juga sel B karena adanya efek hambatan sintesis. 7
Indikasinya ialah untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis
dengan lesi kulit dan eritroderma karena psoriasis yang sukar terkontrol dengan
obat standar. Kontraindikasinya ialah bila terdapat kelainan hepar, ginjal,
system hematopoetik, kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya TBC, Ulkus
peptikum, colitis ulserosa dan psikosis). Pada awalnya metotrexate diberikan
dengan dosis inisial 5 mg per orang dengan psoriasis untuk melihat apakah ada
gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika tidak terjadi efek yang tidak
diinginkan maka MTX diberikan dengan dosis 3 x 2.5mg dengan interval 12
jam selama 1 minggu dengan dosis total 7.5mg. Jika tidak ada perbaikan maka
dosis dinaikkan 2,5 - 5 mg per minggu dan biasanya dengan dosis 3 x 5 mg
akan tampak ada perbaikan. Cara lain adalah dengan pemberian MTX i.m dosis
tunggal sebesr 7,5 – 25 mg. Tetapi dengan cara ini lebih banyak menimbulkan
reaksi sensitivitas dan reaksi toksik. Jika penyakit telah terkontrol maka dosis
perlahan diturunkan dan diganti ke pengobatan secara topical.
Setiap 2 minggu dilakukan pemeriksaan hematologic, urin lengkap, fungsi
ginjal dan fungsi hati. Bila jumlah leukosit < 3500/uL maka pemberian MTX
dihentikan. Bila fungsi hepar baik maka dilakukan biopsy hepar setiap kali
dosis mencapai dosis total 1,5 gram, tetapi bila fungsi hepar abnormal maka
dilakukan biopsy hepar bila dosis total mencapai 1 gram.
Efek samping dari penggunaan MTX adalah nyeri kepala, alopecia, saluran
cerna, sumsul tulang, hepar dan lien. Pada saluran cerna berupa nausea, nyeri
lambung, stomatitis ulcerosa dan diare. Pada reaksi yang hebat dapat terjadi
enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Depresi sumsum tulang
menyebabkan timbulnya leucopenia, trombositopenia dan kadang-kadang
anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.
c. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Pada beberapa
pasien Parkinson yang juga menderita psoriasis dan diterapi dengan levodopa
menunjukkan perbaikan. Berdasarkan penelitian, Levodopa menyembuhkan

14
sekitar 40% pasien dengan psoriasis. Dosisnya adalah 2 x 250 mg – 3 x 250
mg. Efek samping levodopa adalah mual, muntah, anoreksia, hipotensi,
gangguan psikis dan gangguan pada jantung.
d. Diaminodifenilsulfon
Diaminodifenilsulfon (DDS) digunakan pada pengobatan psoriasis
pustulosa tipe Barber dengan dosis 2 x 100 mg sehari. Efek sampingnya adalah
anemia hemolitik, methemoglobinuria dan agranulositosis.
e. Etretinat & Asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Etretinat efektif untuk psoriasis pustular dan dapat pula
digunakan untuk psoriasis eritroderma. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan 1mg/kgbb/hari, jika belum
terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1½ mg/kgbb/hari. Efek
sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut, mata,
dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan
persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar, hiperostosis, dan
teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah obat
dihentikan. Asitretin (neotigason) merupakan metabolit aktif etretinat yang
utama. Efek sampingnya dan manfaatnya serupa dengan etretinat.
Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya hanya 2 hari, dibandingkan dengan
etretinat yang lebih dari 100 hari. 2
f. Siklosporin
Siklosporin berikatan dengan siklofilin selanjutnya menghambat
kalsineurin. Kalsineurin adalah enzim fosfatase dependent kalsium dan
memgang peranan kunci dalam defosforilasi protein regulator di sitosol, yaitu
NFATc (Nuclear Factor of Activated T Cell). Setelah mengalami defosforilasi,
NFATc ini mengalami translokasi ke dalam nukleus untuk mengaktifkan gen
yang bertanggung jawab dalam sintesis sitokin, terutama IL-2. Siklosporin juga
mengurangi produksi IL-2 dengan cara meningkatkan ekspresi TGF-ß yang

15
merupakan penghambat kuat aktivasi limfosit T oleh IL-2. Meningkatnya
ekspresi TGF-ß diduga memegang peranan penting pada efek imunosupresan
siklosporin. 7
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari. Bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya
setelah obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
2. Pengobatan Topikal
a. Preparat Ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah
anti radang. Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal
dari:
 Fosil, misalnya iktiol.
 Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
 Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis,
yang cukup efektif ialah yang berasal dari batubara dan kayu. Ter dari batubara
lebih efektif daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan
memberikan iritasi juga besar. Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik
digunakan ter yang berasal dari batubara, karena ter tesbut lebih efektif
daripada ter yang berasal dari kayu dan pada psoriasis yang menahun
kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis akut dipilih ter
dari kayu, karena jika dipakai ter dari batu bara dikuatirkan akan terjadi iritasi
dan menjadi eritroderma.
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau
kurang sedap dan berwarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis
detergens tidak demikian. Konsentrasi yang biasa digunakan 2 – 5%, dimulai
dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan.
Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3 – 5 %. Sebagai vehikulum
harus digunakan salap karena salap mempunyai daya penetrasi terbaik.

16
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yag baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka dan daerah lipatan digunakan
krim, di tempat lain digunakan salap. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia
eksterna dipilih potensi sedang, bila digunakan potensi kuat pada muka dapat
memberik efek samping di antaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan
berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salap
dengan potensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah
terjadi perbaikan potensinya dan frekuensinya dikurangi.
c. Ditranol (Atralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnai kulit dan
pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8 persen dalam pasta,
salep, atau krim. Lama pemakaian hanya ¼ – ½ jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
d. Pengobatan dengan Penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis,
sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik ialah
penyinaran secara alamiah, tetapi sayang tidak dapat diukur dan jika berlebihan
akan memperberat psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artifisial,
diantaranya sinar A yang dikenal dengan UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,
metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang
dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman.
Dapat juga digunakan UVB untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata,
pustular, dan eritroderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasikan
dengan salep likuor karbonis detergens 5 -7% yang dioleskan sehari dua kali.
Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12 -23 m J menurut tipe
kulit, kemudian dinaikkan berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai
15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali. Target pengobatan
ialah pengurangan 75% skor PASI (Psoriasis Area and Severity Index). Hasil
baik dicapai pada 73,3% kasus terutama tipe plak.

17
e. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vitamin D. Preparatnya berupa salep atau krim
50 mg/g. Perbaikan setelah satu minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik
daripada salap betametason 17-valerat. Efek sampingnya pada 4 – 20% berupa
iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula telihat eritema dan
skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari obat dihentikan.
f. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila
dikombinasikan dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan
mempercepat penyembuhan dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah
iritasi berupa gatal, rasa terbakar dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat
fotosensitif.
g. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh
(selain lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan
bahan dasar vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat
meninggikan daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai
efek antipsoriasis.
3. PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang
sinergik. Mula-mula 10 – 20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian
dilakukan penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan, di antaranya 4 x
seminggu. Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3 – 4 minggu, setelah
itu dilakukan terapi pemeliharaan seminggu sekali atau dijarangkan untuk
mencegah rekuren. PUVA juga dapat digunakan untuk eritroderma psoriatik dan
psoriasis pustulosa. Beberapa penyelidik mengatakan pada pemakaan yang lama
kemungkinan akan terjadi kanker kulit.

18
4. Pengobatan Cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal
dari batubara dan sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengenai
ter dan sinar tersebut. Yang pertama digunakan ialah crude coal ter yang bersifat
fotosensitif. Lama pengobatan 4 – 6 minggu, penyembuhan terjadi setelah 3
minggu. Ternyata bahwa UVB lebih efektif daripada UVA. 2
Prognosis pada kasus ini quo ad vitam adalah dubia ad bonam, quo ad
functionam adalah bonam, quo ad sanationam adalah dubia ad malam, dan qou ad
komestikum adalah dubia ad malam

19
BAB IV
KESIMPULAN

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh gatal pada bagian tungkai
kaki kanan lalu pada kaki kiri. Pada tungkai kaki kanan di dapatkan gambaran ujud
kelainan kulit berupa Plakat eritematosa disertai skuama tebal bersisik dengan
susunan polisiklik berbatas tegas (sirkumskrip), dengan penyebaran lokalisata di
tungkai kanan dan kiri. Dari pemeriksaan juga didapatkan fenomena tetesan lilis,
Auspitz serta fenomena kobner. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan
penunjang. Maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita psoariasis vulgaris.
Selanjutnya pasien diberikan terapi berupa obat dexosimetason steroid topical yang
diberikan pagi dan malam bergantian dengan Diflucortolone valerate sehari sekali,
lalu diberikan loratadine 10 mg/hari dan diberikan metilprednisolon 2 x 4 mg/hari.
Pasien juga di edukasi untuk menjaga kebersihan kulit, dan Mencegah garukan dan
gosokan. Hindari stress dan kelelahan serta Minum obat dan kontrol ke dokter
secara teratur. Prognosis pada pasien ini Secara medis biasanya tidak berbahaya,
tetapi sangat berpengaruh pada penampilan (kosmetik). Prognosis pada kasus ini
quo ad vitam adalah dubia ad bonam, quo ad functionam adalah bonam, quo ad
sanationam adalah dubia ad malam, dan qou ad komestikum adalah dubia ad malam

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa . Dalam : Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S, ed. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta : FK-UI.
2007. Hal. 189-196.
2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In : Feedberg IM et al, Editors. Psoriasis
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 5th Edition. Volume 1. New
York : The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 169-193.
3. Griffiths C Camp R, Barker J. Psoriasis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Editors. Rook’s Textbook Of Dermatology. 7th Edition. Volume 1-4. USA:
Blackwell Publishing. Massachusetts; 2004. p. 20.1-60.
4. Nestle FO, Kaplan DH, Barker J. Mechanism of Disease Psoriasis. N Eng J
Med. Inggris: Massachusetts medical society. 2009; 361. 496-509.
5. Krueger JG, Bowcock A. Psoriasis Pathophysiologi : Current concept of
pathogenesis. Ann Rheum Dis 2005; 64: ii30-ii36.
6. Kerkhof P, Schalkwijk J. Psoriasis. In : Bolognia JL, Rapini RP, eds.
Dermatology. 2ndEdition. Vol. 1. Phiadelphia : Mosby; 2003. p. 125-40.
7. James WD, Berger TG, Elder JT. Psoriasis. Andrew’s Desease of The skin,
Clinical Dermatology. 10 ed. New York: Sauders Elsevier; 2006. p.193-201.
8. Jariwala SP. The Role of Dendritic Cells In the Imunopathogenesis Psoriasis.
Arch Dermatol Res 2007; 229 : 359-64.
9. Wyatt EL, Sutter SH, Drake LA. Dermatological Pharmacology. In : Hardman
JG, Limbird LE, Eds. The Pharmacological Basis of Therapeutics.
10thEdition. New York : The McGraw-Hill Companies. 2006. p. 1804-9.
10. Vakirlis E, Kantanis A, Ioannides D. Calcipotriol/bethamethason
Dipropionate in the Treatment of Psoriasis Vulgaris. The Clin Risk Manag
2008 ; 4: 141-148

21

Anda mungkin juga menyukai