Pendahuluan
2Peel, et.al. (2007) menyebutkan bahwa luas daratan di bumi yang beriklim sabana
tropis (basah-kering tropis) dengan lambang Aw mencapai 11,5% dari luas seluruh
daratan di muka bumi. Sementara iklim kering, khususnya iklim gurun
(BWH),mencapai 14,2 % dari luas semua daratan di bumi
3
Istilah „daerah sabana‟ dalam tulisan ini merujuk pada istilah ekologi, bukan klasifikasi
iklim yang lebih kompleks dijelaskan. Dengan demikian, istilah “ daerah beriklim
sabana tropis” dan “daerah sabana” saya gunakan secara bergantian, sama seperti
menyebut „daerah beriklim tropis‟ menjadi „daerah tropis‟.
2
Pendahuluan
4Kedua istilah itu muncul dalam ujian kelayakan disertasi yang dilaksanakan tanggal 24
Agustus 2015.
4
Pendahuluan
8www.eoearth.org adalah salah satu website yang menunjukkan peta klasifikasi iklim
Köppen-Geiger.Peta itu secara gamblang menunjukkan bagian Timur Pulau Sumba
berwarna biru muda, warna untuk iklim bersimbol Aw atau iklim basah-kering tropis
(wet-dray tropics)/sabana tropis (savannah tropics). Peta klasifikasi iklim Köppen-
Geiger pada website lain mungkin saja menggunakan warna yang berbeda untuk
menunjukkan simbol-simbol iklim di dunia
9Saya menyadari adanya kompleksitas definisi komoditisasi seperti yang dikemukakan
oleh Marx. Namun dalam buku ini saya memilih menggunakan definisi komoditisasi
7
SABANA SUMBA :
Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Desa
oleh Polanyi karena cukup mudah dipahami daripada definisi yang dikemukakan oleh
Marx.
10 Dalam blog-nya http://www.rushkoff.com/blog/2005/9/4/commodified-vs-
commoditized.html Rushkoff (2005) berpendapat kedua istilah tersebut
menggambarkan dua proses “pemberian” nilai yang berbeda. Istilah komodifikasi yang
berasal dari teori ekonomi politik Marxist digunakan untuk menggambarkan proses
berubahnya sesuatu yang sebelumnya tidak memiliki nilai ekonomi, ketika diberikan
sebuah nilai pasar justru nilai pasar itu menggantikan nilai-nilai sosial lain yang
sebelumnya melekat pada barang/jasa itu. Proses ini menggambarkan modifikasi dari
suatu hubungan yang “tidak ternoda” oleh perdagangan, menjadi suatu hubungan
komersial. Sementara itu, istilah komoditisasi yang lazim digunakan pada teori bisnis
adalah proses berubahnya suatu barang yang memiliki nilai ekonomis dan dapat
dibedakan dari segi atribut (keunikan atau merek), menjadi komoditas sederhana di
mata konsumen atau pasar. Proses ini dianggapnya sebagai bentuk perubahan pasar
akibat persaingan harga, dari monopoli menjadi persaingan sempurna. Sementara itu,
Gotham (2002) beranggapan bahwa komodifikasi adalah dominasi nilai-tukar suatu
komoditas terhadap nilai-gunanya dan menyiratkan perkembangan masyarakat
konsumen dimana hubungan pasar masuk dan mendominasi kehidupan sosial.
8
Pendahuluan
11 Lodu, Dionisius U.A. 2009. “Mentan Panen Kapas Perdana Didampingi Lula
Kamal”.Waingapu.com. Senin, 06 Juli 2009 00:42; Irawan, Ade. 2011. “R I Genjot
Produksi Kapas di NTT”. detikFinance. Kamis, 23/06/2011, 13:07 WIB; Herlina KD,
2011.“ Pembentukan Pusat Pelatihan Kapas: Tahun 2012, Kementan akan dirikan pusat
pelatihan kapas”. Kontan.id. Jumat, 24 Juni 2011, 09:10 WIB; “Sumba Penghasil Kapas
Terbesar”.FloresNews.com, Monday, 27 June 2011, 02:57; BNI Securities, 06-07-2011,
17:54:37. Keempat artikel diunggah pada 14 April 2012
12“Sumba Timur Kembangkan Tanaman Kapas”, Pos Kupang. Com – Tribun news.com;
spesifik; Bila iklim di Sumba Timur sesuai, lahan berlimpah, dan tenaga
kerja tersedia, mengapa komoditisasi kapas di Desa Tanamanang tidak
berjalan sesuai rencana? Jawaban atas pertanyaan itu saya sampaikan
melalui artikel-artikel dalam buku ini yang secara ringkas disajikan
sebagai berikut;
Artikel ke-4 yang berjudul “Iklim dan Kelembagaan dalam
Pembangunan Ekonomi Desa di Daerah Sabana” bertujuan menjawab
pertanyaan yang terkait dengan asumsi kesesuaian iklim (agroklimat)
untuk mendukung pembangunan ekonomi desa.Menggunakan kasus
komoditisasi kapas di Desa Tanamanang, artikel ini menunjukkan
keterkaitan antara iklim dan kelembagaan yang menentukan
pelaksanaan program-program pembangunan ekonomi. Karakteristik
daerah sabana yang penuh ketidakpastian membentuk kebiasaan
penduduk lokal untuk melakukan kegiatan yang bersifat diversifikasi
sebagai usaha melangsungkan kehidupan.Diversifikasi tidak hanya
ditemukan pada jenis mata pencaharian, tetapi juga pada pola tanam,
dan penggunaan sumber daya.Temuan utama dalam artikel ini adalah
iklim sebagai bagian dari ekologi membentuk kelembagaan lokal
dengan karakteristik khusus yaitu diversifikasi penghidupan.Namun
berbeda dari studi tentang diversifikasi penghidupan yang umumnya
didasarkan pada asumsi aspek ekonomi saja, diversifikasi penghidupan
penduduk lokal dilakukan sebagai adaptasi untuk menghadapi
variabilitas iklim yang menjadi karakteristik utama ekologi sabana.
Selanjutnya, untuk menjawab pertanyaan yang terkait dengan
ketersediaan lahan sebagai sumber daya pendukung komoditisasi kapas,
artikel ke-5 dengan judul “Memahami Penggunaan Lahan Untuk
Pembangunan Ekonomi Desa di Daerah Sabana :There is no such thing
as free land!” mengungkap makna dan penggunaan lahan di Desa
Tanamanang yang menjadi lokasi penelitian. Artikel ini
mendeskripikan bagaimana penduduk lokal menghadapi kenyataan
bahwa kualitas tanah yang tersedia di sekitar mereka kurang subur dan
bervariasi. Atas kenyataan tersebut penduduk memaknai lahan sesuai
kosmologi mereka dan menggunakan lahan sesuai pengetahuan lokal
11
SABANA SUMBA :
Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Desa
12
Pendahuluan
14
Pendahuluan
Selamat Membaca!
Daftar Pustaka
Blyth, M., S. Djoeroemana, J. Russel-Smith & B. Myers. 2007. “Integrated
Rural Development in East Nusa Tenggara, Indonesia: Overview of
Opportunities, Constraints, and Options for Improving Livelihoods “
inDjoeroemana, S.; B.Myers; J. Russell-Smith; M. Blyth; and I.E.T.
Salean(eds).2007. Integrated rural development in East Nusa
15
SABANA SUMBA :
Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Desa
16
Pendahuluan
17