Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN
1
Tabel 1. Pembagian wilayah kabupaten/kota di Aceh
Simpang Tiga
12. Kab. Bener Meriah 7
Redelong
2
20 Kota Langsa Langsa 5
JUMLAH 264
Aceh beriklim tropis. Artinya dalam setahun terdiri atas musim kering (Maret-
Agustus) dan musim hujan (September – Februari). Kelembaban Udara di
wilayahprovinsi Aceh mencapai 79%, dengan rata rata curah hujan adalah 131,4 mm.
Di daerah pesisir, curah hujan berkisar antara 1.000 - 2.000 mm dan di dataran tinggi
dan pantai barat selatan antara 1.500 - 2.500 mm. Penyebaran hujan ke semuadaerah
tidak sama, di daerah dataran tinggi dan pantai barat selatan relatif lebih tinggi. Rata-
rata suhu udara mencapai 26,9°C dengan rata-rata suhu udara maksimum 32,5° C dan
minimumnya yaitu 22,9°C, serta tekanan udara mencapai 1.008,8 atm.
Wilayah Aceh terdiri dari pegunungan di bagian tengah dan dataran di
sekitarnya, yang terbagi ke dalam lima bentuk fisiografi.
1. Fisiografi struktur blok pegunungan; didominasi bukit-bukit terjal
bergelombang.
2. Fisiografi daerah depresi (grabben); merupakan daerah yang didominasi
oleh sedimen lunak, yang salah satunya dipengaruhi aktifitas patahan yang
mengapit kawasan ini. Daerah depresi tersebut memungkinkan terjadinya
fibrasi atau getaran ketika terjadi gempa bumi.
3. Fisiografi suok (embayments) Meulaboh dan Singgkil; yang
mengindikasikan bahwa kawasan tersebut pernah dilanda tsunami. Daerah
ini berpasir dan datar.
4. Perbukitan kaki pegunungan; merupakan kawasan dengan kemiringan
landai (<15o).
5. Kompleks gunungapi muda; didominasi produk batuan gunungapi dengan
kemiringan curam.Secara topografis, 55 persen kawasan Aceh merupakan
pegunungan dan perbukitan, yang lainnya berupa dataran.Rerata
ketinggian tempat adalah 125 meter di atas permukaan laut.
3
2.1.2 Topografi Aceh
4
Gambar 1. Peta topografi Aceh
Aktivitas geologi di wilayah Aceh dimulai pada zaman Miosen, yakni saat
diendapkannya batuan yang dikenal sebagai Formasi Woyla. Pada zaman tersebut
dihasilkan struktur geologi yang berarah selatan-utara, yang diikuti oleh permulaan
subduksi lempeng India-Australia terhadap lempeng Eurasia pada zaman Yura Akhir.
Pada periode Yura Akhir-Kapur diendapkan satuan batuan vulkanik. Selanjutnya, di
atas satuan ini diendapkan batu gamping (mudstone dan wreckstone) secara tak
selaras berdasarkan ditemukannya konglomerat atas.
Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada
zaman Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di
5
mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro
Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah
kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau
Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman. Sebagai akibatnya, terbentuk tegasan yang berarah NNW-SSE
menghasilkan patahan berarah utara-selatan. Sejak Pliosen sampai kini, akibat
kompresi terbentuk tegasan yang berarah NNE-SSW yang menghasilkan sesar
berarah NE-SW, yang memotong sesar yang berarah utara-selatan.
Pola tektonik wilayah Aceh dikontrol oleh pola tektonik di Samudera Hindia.
Samudera Hindia berada di atas lempeng samudera (Indian – Australian Plate), yang
bergerak ke utara dengan kecepatan 6–8 cm per tahun. Pergerakan ini menyebabkan
Lempeng India – Australia menabrak lempeng benua Eropa – Asia (Eurasian Plate).
Di bagian barat, tabrakan ini menghasilkan Pegunungan Himalaya; sedangkan di
bagian timur menghasilkan penunjaman (subduction), yang ditandai dengan palung
laut Java Trench membentang dari Teluk Benggala, Laut Andaman, selatan Pulau
Sumatera, Jawa dan Nusa Tenggara, hingga Laut Banda di Maluku.
6
kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau Sumatera serta pengangkatan
Pegunungan Bukit Barisan. Daerah-daerah yang berada di sepanjang patahan tersebut
merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh
adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh sendiri
merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah
graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh
besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
1. Kelompok batuan beku dan batuan metamorfik—terdiri dari: granit, diorit, gabro,
sekis, dan batu sabak—terdapat di bagian tengah Bukit Barisan. Batuan bersifat
padu, kelulusan airnya rendah, daya dukung fondasi bangunan umumnya baik,
mampu mendukung bangunan bertingkat tinggi, dan jarang menjadi akuifer.
Granit, diorit, dan gabro dapat digunakan sebagai bahan bangunan, meskipun tidak
sebagus andesit. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung hingga pasir.
Kesuburan potensialnya tergolong sedang karena kandungan silikanya yang tinggi.
2. Kelompok batuan sedimen dan gunungapi tua—terdiri dari breksi, konglomerat,
dan lava—terdapat di bagian tepi Bukit Barisan dan daerah perbukitan rendah yang
membentang dari Sigli hingga Pangkalanbrandan di Sumatera Utara. Sifat batuan
umumnya padu, kelulusan airnya rendah, mampu mendukung bangunan bertingkat,
7
dan dapat menjadi akuifer dengan produktifitas kecil hingga sedang. Tanah hasil
pelapukannya bertekstur lanau hingga pasir. Kesuburan potensialnya berkisar
rendah hingga sedang.
3. Batugamping terdapat memanjang di daerah Lhok Nga, sebelah selatan Banda
Aceh, dan di Lampeunerut. Bersifat padu atau berongga, kelulusannya beragam
tergantung dari banyaknya rongga. Pada batugamping padu, daya dukung terhadap
pondasi tergolong bagus. Batugamping dapat digunakan sebagai bahan bangunan
dan bahan baku semen. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung dan
umumnya mempunyai kesuburan potensial tinggi.
4. Kelompok batuan gunungapi muda—terdiri dari tufa, aglomerat, breksi volkanik,
dan lava—terdapat di daerah perbukitan di sebelah selatan Lhokseumawe. Pada
umumnya batuan bersifat agak padu, kelulusan airnya sedang hingga tinggi, dan
daya dukung pondasi bagus. Tanah hasil pelapukannya bertekstur lempung, lanau
dan pasir; kesuburan potensialnya tinggi.
5. Kelompok endapan aluvium—terdiri dari lempung dan pasir—terdapat di
sepanjang pantai dan di sepanjang DAS Krueng Aceh, termasuk Kota Banda Aceh.
Endapan masih bersifat lepas hingga agak padu, kelulusan airnya rendah hingga
sedang, daya dukung pondasinya rendah hingga sedang, dan kesuburan potensial
tanahnya rendah hingga tinggi.
8
Aceh Selatan. Hal ini dapat menyebabkan Aceh mengalami bencana geologis yang
cukup panjang.
Gempa bumi yang terjadi selama kurun waktu 2007-2010 di Aceh sebanyak 97
kali dengan kekuatan >5 sampai dengan 7,5 Skala Richter. Kejadian diprediksi akan
berulang karena Aceh berada diatas tumbukan lempeng dan patahan. Dampak yang
ditimbulkan selama kurun waktu tersebut yaitu korban jiwa sebanyak 62 orang,
kerusakan harta benda diperkirakan mencapai 25–50 Milyar rupiah, kerusakan sarana
dan prasarana 20–40 persen, sedangkan cakupan wilayah yang terkena gempa sekitar
60–80 persen, dan 5 persen berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat
(terganggunya mata pencaharian). Kabupaten/Kota yang diperkirakan akan terkena
dampak adalah: Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulue, Aceh
Barat Daya, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Subulussalam, Sabang, Aceh Besar, Pidie,
Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
9
Potensi bencana gas beracun diindikasikan pada kawasan yang berdekatan
dengan gunung berapi aktif. Dengan demikian kawasan dengan potensi rawan bahaya
gas beracun adalah relatif sama dengan kawasan rawan letusan gunung berapi.
Kawasan potensi rawan bahatya gas beracun tersebut adalah di Bener Meriah (G.
Geureudong dan Bur Ni Telong), Pidie dan Pidie Jaya (G. Peut Sagoe), Aceh Besar
(G. Seulawah Agam), dan Sabang (Cot. Simeuregun Jaboi).
Tanah longsor yang terjadi selama kurun waktu 2007-2009 di Aceh sebanyak
26 kali. Dampak kerusakan harta benda yang ditimbulkan diperkirakan mencapai 50 –
100 Miliar rupiah, kerusakan sarana dan prasarana 20 – 40 persen, sedangkan cakupan
wilayah yang terkena longsor sangat luas 20 – 40 persen, serta berpengaruh terhadap
kondisi sosial ekonomi masyarakat (terganggunya mata pencarian) sebesar 5 – 10
persen. Bencana tanah longsor yang berdampak pada masyarakat secara langsung
adalah pada jalur jalan lintas tengah, yaitu yang terdapat di Kabupaten Aceh
Tenggara, Kabupaten Gayo Lues, sekitar Takengon di Kabupaten Aceh Tengah, dan
di sekitar Tangse – Geumpang Kabupaten Pidie.
10
kabupaten/kota. Kabupaten Aceh Utara terdata mengalami kejadian tertinggi
dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
Banjir hampir merata terjadi di berbagai wilayah Aceh. Namun, dari data
kejadian 3 tahun banjir (2006-2009) terjadi 106 kali bencana banjir di 22 dari 23
kabupaten/kota. Elemen berisiko yang rentan ketika terjadi banjir adalah lahan
pertanian, peternakan, perdagangan dan jasa di 22 kabupaten/kota di Aceh, kecuali
Kabupaten Simeulue. Kawasan rawan banjir yang peluangnya tinggi dengan
hamparan yang relatif luas terdapat di pesisir timur dan utara yang dilalui sungai-
sungai yang relatif besar, yaitu di Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Pidie Jaya,
Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang. Selain
itu kawasan rawan banjir yang peluangnya tinggi adalah pada hamparan yang
merupakan flood plain atau limpasan banjir sungai-sungai di pesisir barat, yang
terletak di Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Subulussalam,
Aceh Singkil, dan juga di tepi Lawe Alas di Aceh Tenggara.
Sumber kerentanan bencana banjir ini berasal dari pembalakan liar (illegal
logging) di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), pendangkalan sungai, rusak atau
tersumbatnya saluran drainase, dan terjadinya perubahan fungsi lahan tanpa sistem
tatakelola yang baik yang memperhatikan kapasitas DAS dalam menampung air.
Kabupaten Aceh Utara mencatat kejadian tertinggi dibandingkan Kabupaten Kota
lainnya. Selain bencana yang disebabkan oleh fenomena alam, bencana juga dapat
disebabkan oleh perilaku manusia antara lain karena kelalaian, ketidaktahuan, maupun
sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat atau disebut bencana sosial.
Bencana sosial dapat terjadi dalam bentuk kebakaran, pencemaran lingkungan (polusi
udara dan limbah industri) dan kerusuhan/konflik sosial. Potensi rawan kebakaran
seperti kebakaran hutan terjadi pada hutan-hutan yang dilalui jaringan jalan utama
sebagai akibat perilaku manusia, terutama pada kawasan hutan pinus dan lahan
gambut yang cenderung mudah mengalami kebakaran pada musim kemarau. Indikasi
potensi rawan kebakaran hutan tersebut adalah di Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh
Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Singkil, dan
Aceh Tengah.
11
Gambar 2. Peta prakiraan wilayah potensi terjadi gerakan tanah pada bulan september 2010 di
Nanggroe Aceh Darussalam.
Daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi :
1. Dataran terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga
sebagian Kecamatan Kuta Raja .
2. Pesisir pantai wilayah barat di sebagian Kecamatan Meuraxa.
12
dan perbukitan. Dari kondisi geologi Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar
Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser
sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Kota Banda
Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah
dan Darussalam, sehingga Banda Aceh adalah suatu daratan hasil ambalasan sejak
Pilosen membentuk suatu Graben. Ini menunjukkan ruas-ruas patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh, dan kedua patahan
yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di
sebelah Tenggara, sehingga dataran Banda Aceh merupakan batuan sedimen yang
berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di sekitarnya.
Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa Bumi dahsyat di Samudra Hindia,
lepas pantai barat Aceh. Gempa terjadi pada waktu 7:58:53 WIB. Pusat gempa
terletak pada bujur 3.316° N 95.854° EKoordinat: 3.316° N 95.854° E kurang lebih
160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3
menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam
kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Sumatera Utara, Pantai
Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan
sampai Pantai Timur Afrika.
Di Indonesia, gempa menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan gedung
hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatra.
Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi,
kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat Aceh dan
Sumatera Utara.
13
sepanjang ± 1200 km yang membentang dari Aceh sampai ke Andaman. Gempa
terjadi akibat dari patahnya rekahan sepanjang 1.600 kilometer di mana lempeng
tektonik India bertabrakan di bawah lempengSunda. Rekahan diperkirakan telah
tergelincir 20-25 meter dalam waktu hampir seketika.Gempa bumi ini terjadi ketika
lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng Burma dan menghasilkan serangkaian
tsunami mematikan di pesisir sebagian besar daratan yang berbatasan dengan
Samudra Hindia. Ini merupakan salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang
sejarah. Indonesia adalah negara yang terkena dampak paling besar, diikuti Sri Lanka,
India, dan Thailand. Dengan kekuatan Mw 9,1–9,3, gempa ini merupakan yang
terbesar ketiga yang pernah tercatat di seismograf dan memiliki durasi terlama
sepanjang sejarah, sekitar 8,3 sampai 10 menit. Gempa tersebut mengakibatkan
seluruh planet Bumi bergetar 1 sentimeter dan menciptakan beberapa gempa lainnya
sampai wilayah Alaska.Episentrumnya berada di antara Simeulue dan daratan
Sumatera.
14