PENDAHULUAN
Anak merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Keberadaannya
diharapkan dan ditunggu-tunggu serta disambut dengan penuh bahagia. Semua orang tua
mengharapkan memiliki anak yang sehat, membanggakan, dan sempurna, akan tetapi,
terkadang kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan. Pada praktek sehari-hari, bayi
baru lahir yang mengalami ikterus sering ditemukan. Sebagian dari bayi tersebut mengalami
Kolestasis neonatal mengenai kurang lebih 1:2500 bayi.4 Penyebab kolestasis neonatal
Atresia bilier adalah suatu penyakit yang disebabkan kerusakan progresif saluran
empedu ekstrahepatik dan akhirnya juga intrahepatik yang dalam waktu 3 bulan telah dapat
menyebabkan sirosis hati yang kemudian akan menimbulkan gagal hati, dan kematian bila
tidak diterapi. Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar
1:10,000-15,00 kelahiran hidup. Rasio atresia bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1
dan angka kejadian lebih sering pada bangsa Asia sehingga kita perlu lebih berhati-hati untuk
Kasai. Di Swedia dilaporkan angka harapan hidup 4 tahun dengan hatinya sendiri adalah 75%
pada bayi yang menjalani operasi Kasai sebelum usia 46 hari, 33% pada pasien yang menjalani
operasi Kasai antara 46-75 hari, dan 11% pada pasien yang menjalani pembedahan setelah 75
hari.6 Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana kolestasis terutama atresia bilier dapat berakibat
terjadinya sirosis hati, hipertensi portal, dan gagal hati yang hanya dapat ditolong dengan
transplantasi hati.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
oleh defek produksi empedu intrahepatik atau gangguan transport transmembrane empedu,
atau obstruksi mekanik terhadap aliran empedu. Karakterisitik utama pada kebanyakkan kasus
Seorang bayi dikatakan mengalami kolestasis bila kadar bilirubin terkonjugasi > 1,0
mg/dL jika kadar bilirubin total serum < 5,0 mg/dL, atau kadarnya >20% dari bilirubin total
jika kadar bilirubin total >5,0 mg/dL4. Setiap ditemukan peningkatan kadar bilirubin
Bayi berusia lebih dari 2 minggu yang masih tampak kuning perlu diperiksa kadar
bilirubin total dan terkonjugasi (direk) untuk menentukan apakah terdapat kolestasis. Secara
klinis kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja bewarna pucat atau akolik dan urin yang
bewarna kuning tua seperti teh, Apabila proses berjalan lama dapat muncul berbagai
manifestasi klinis lain misalnya pruritus, gagal tumbuh dan lain-lain akibat dari penumpukan
zat-zat yang seharusnya diangkut oleh empedu untuk dibuang melalui usus.2
(larut lemak) antara lain disebabkan oleh peningkatan hemolisis. Hiperbilirubinemia konjugasi
dapat terjadi melalui proses non-kolestasis, misalnya pada sindorm Dubin-Johnson, maupun
proses kolestasis. Berbeda dengan hiperbilirubinemai konjugasi non-kolestasis hanya terjadi
peningkatan kadar bilirubin direk tanpa disertai peningkatan asam empedu ( aliran dan eksresi
ekstrahepatik. Kolestasis disebut intrahepatik bila lokasi anatomi gangguan ekskresi empedu
terjadi antara sitoplasma hepatosit hingga duktus biliaris ukuran sedang (diameter 400 um).
Kolestasis ekstrahepatik bila gangguan eksresi empedu terjadi di duktus dengan diameter di
saluran empedu ekstrahepatik baik total maupun parsial. Contohnya ialah :2,3
4. Sludge dan batu atau kolelitiasis : adanya penumpukan endapan-endapan pada ductus
biliaris ekstrahepatal, misalnya sebagai akibat dari proses hemolitik yang berlebihan.
Kolestrasis intraahepatik gangguan yang terjadi pada tingkat hepatosis ataupun elemen
ductus biliaris yang ada di dalam hati atau intrahepatal. Penyebab-penyebab penting yang
1. Infeksi
2. Metabolic
Disease Type IV
Penyakit Gaucher
3. Toksik
Obat-obatan
4. Genetic/kromosomal
Trisomi 18
Trisnomi 21
5. Penyakit Caroli
Sindron Alagille
Metabolisme bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh enzim
hemoksigenase yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim reduksitase. Sel
retikuloendotel membuat bilirubin tak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan kedalam
darah diikat albumin untuk diangkut ke dalam plasma. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel
adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan air. Bilirubin akan diikat nonkovalen dan
sistemik. Retensi bilirubin memunculkan warna tinja yang lebih pucat ( akibat pigmen warna
Pada kondisi fisiologis, kadar asam empedu dijaga pada batas yang aman untuk
mencegah kerusakan organel sel. Pada keadaan kolestasis, mekanisme kontrol kadar asam
empedu ini terganggu sehingga kadar asam empedu intraseluler dapat mencapai kadar yang
merusak organel sel. Target kerusakan utama asam empedu di hepar adalah hepatosit dan sel
duktus biliaris. Pada konsentrasi micromolar rendah, asam empedu hidrofobik menyebabkan
konsentrasi millimolar atau micromolar tinggi, asam empedu hidrofobik mampu melarutkan
membran plasma. Asam empedu hidrofilik membutuhkan dosis yang jauh lebih tinggu dari
asam empedu hidrofobik untuk menghasilkan efek toksik. Mekanisme kerusakan mitokondria
dan membran plasma ini diduga berkaitan dengan mekanisme direk dan mekanisme inflamasi.
Pada percobaan in vitro didapatkan bahwa asam empedu hidrofobik dosis millimolar berikatan
langsung dengan lapisan lemak ganda di membran plasma sehingga menimbulkan lubang-
diagnostic yang terarah agar efisein dan tidak terlamabat. Evalusai diagnostic tersebut
1. Tahap pertama, bila bayi kuning pada usia lebih dari 2 minggu tentukan apakah kuning
yang dialami bayi tersebut adalah kolestasis dengan cara memeriksa bilirubin total dan
bilirubin direk.
2. Tahap kedua adalah diagnosis cepat untuk penyakit yang dapat diterapi, sehingga terapi
cepat pula dapat dilakukan. Diagnosis yang perlu dipikirkan pada tahap ini misalnya
adalah terutama sepsis, infeksi saluran kemih, hipotiroid. Bila bayi bukan dengan
3. Tahap ketiga adalah penentuan apakah kolestasis adalah atresia bilier agar dapat
4. Tahap keempat adalah pemeriksaan lanjutan untuk diagnosis yang spesifik dan evaluasi
2.8 Anamnesis
Hasil anamnesis diharapkan dapat menjadi pemandu pencarian etiologik dan faktor resiko
Riwayat kehamilan dan kelahiran : riwayat obsteri ibu ( infeksi TORCH, hepatitis B,
dan infeksi lain), berat badan lahir, infeksi intrapartum, morbiditas perinatal, riwayat
Mata :
Abdomen
konsistensi kenyal atau sudah mengeras, permukaan masih licin atau sudah
berbenjol-benjol
1. Tes hati
Transaminase
(AST) merupakan tes yang paling sering dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan
hepatoseluler kerana tes ini spesifik untuk mendeteksi adanya nekrosis hepatosit, akan tetapi
tidak spesifik2. AST dijumpai dalam kadar yang tinggi pada berbagai jaringan, antaranya hati,
otot jantung, otot skelet, ginjal, pancreas dan sel darah merah. Apabila ada kerusakan pada
jaringan-jaringan tersebut maka akan terjadi kenaikan kadar enzim ini dalam serum3.
Dibandingkan dengan ALT, AST lebih spesifik untuk mendeteksi adanya penyakit hati kerana
kadar di jaringan lain relatif lebih rendah dibandingkan dengan kadar di hati4.
Gamma-glutomyltransferase (GGT)
GGt merupakan enzim yang dapat ditemukan pada epitel duktuli biliaris dan hepatosit
hati. Aktivitasnya dapat ditemukan pada pancreas, lien, otak, mammae, dan intestinum dengan
kadar tertinggi pada tubulus renal. Kerana enzim ini dapat ditemukan pada banyak jaringan,
Pada bayi baru lahir dapat dijumpai kadar GGT yang sangat tinggi, lima sampai delapan
kali lebih tinggi dari batas atas kadar normal pada orang dewasa. Pada bayi premature, kadar
GGT dapat lebih tinggi disbanding bayi cukup bulan pada minggu pertama kehidupan.
Kemudian secara perlahan akan turun, baik pada bayi premature maupun cukup bulan dan
GGT merupakan indicator yang paling sensitive untuk mendeteksi adanya penyakit
hepatobilier. Kadar GGT tertinggi ditemukan pada obstruksi hepatobilier dan kolestasis
P 17-28
P 14-25
P 14-26
P 11-28
Sumber : Modul Pelatihan Kolestasis. 1st ed. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Albumin
endoplasma hepatosit dengan half-life dalam serums sekitar 20 hari. Fungsi utamanya adalah
untuk mempertahankan tekanan koliod osmotic intravaskulat dan sebagai pembawa (carrier)
berbagai komponen dalam serum, termasuk bilirubin, ion-ion inorganik seperti kalsium serta
obat-obatan.3
Penurunan kadar albumin serum dapat disebabkan kerana penurunan produksi akibat
penyakit parenkim hati. Kadar albumin serum digunakan sebagai indikator utama kapasitas
sintesis yang masih tersisa pada penyakit hati. Kerana albumin memiliki half-life yang panjang,
kadar albumin seum yang rendah sering digunakan sebagai indikator adanya penyakit hati
kronis.2
Umur g/dL
Sumber : Modul Pelatihan Kolestasis. 1st ed. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
kadar T4 dan TSH serum, alfa-1 antripsin serum, asam amino, laktat, ammonia
4. USG Abdomen
USG Abdomen merupakan pemeriksaan radiologis yang paling berguna pada evaluasi
awal kolestasis pada bayi. USG dapat menunjukkan ukuran dan keadaan hati dan kandungan
empedu, mendeteksi adanya obstruksi pada sistem bilier oleh batu maupun endepan, ascites
dan menentukan adanya dilatasi obstruktif atau kistik pada sistem bilier.2
Pada saat puasa kandung empedu bayi normal pada umumnya akan terisi cairan empedu
sheingga akan mudah dilihat dengan USG. Pada umumnya bayi cukup puasa 4 jam, tetapi bila
dicurigai atresia bilier lebih baik bayi dipuaskan 12 jam, tentukan bayi perlu diinfus agar tidak
terjadi dehidasi dan/atau hipoglikemia.2 Pemeriksaan USG hati saat puasa pada atresia bilier
akan menunjukkan kandung empedu yang kecil atau tidak terlihat. Pada saat setelah diberi
minum, pada USG tidak tampak perubahan ukuran kandung empedu. Hal ini disebabkan
kerana adanya gangguan aliran empedu dari kandung empedu melewati ductus koledokus
komunis ke dueodenum.3
Tanda “triangular cord” yaitu ditemukan adanya densitas ekogenik triangular atau
tubular di kranial bifurcation vena porta spesifik menunjukkan adanya atresia biliaris.
5. Biopsi hati
Pemeriksaan lanjutan yang pernting adalah biopsy hati. Biposi hati dapat dilakukan
dengan aman pada bayi dan membantu menegakkan diagnosis pasti kolestasis. Guidelines
NASPGHAN menganjurkan biopsi hati perkutan dilakukan pada semua bayi yang tidak dapat
Pada atresia bilier dapat ditemukan gambaran proliferasi duktus biliaris, bile plug,
portal track edema dan fibrosis. Sedangkan pada hepatitis neonatal idiopatik dapat ditemukan
gambaran pembengkakan sel difus, transformasi giant cell, dan nekrosis hepatoselular fokal.
Selain itu dapat pula ditemukan badan inklusi virus yang menunjukkan adanya infeksi CMV
6. Kolangiografi
intraoperatif. Dokter bedah anak akan memasukkan cairan kontras langsung ke dalam kantung
emepedu, dan dilihat aliran cairan kontras secara langsung dengan fluroskopi bagaimana
perjalanan cairan kontras tersebut. Bila terdapat obstruksi maka cairan kontras tidak daoat
mengalir kedalam duodenum. Selain menilai aliran cairan kontras ke duodenum, dapat juga
dinilai patensi saluran bilier ductus hepatikus kanan dan kiri dengancara mengklem ductus
koledokus.3
2.11 Tatalaksana
1. Kausal
Terapi spesifik pada kolestasis bergantung pada penyebabnya. Operasi Kasai dan
2. Supportif
Apabila tidak ada terapi spesifik maka dilakukan terapi supportif yang bertujuan untuk
A. Medikamentosa
Asam ursodeoksikolat
Umumnya digunakan sebagai agen pilihan pertama pada pruritus yang disebabkan kerana
kolestasis, kolestasis yang disebabkan kerana nutrisi parenteral dan atresia biliaris. Asam
ursodeoksilat merupakan asam empedu hidrofilik yang bekerja pada bile pool dengan
Kolestiramin
Kolestiramin dapat mengikat asam empedu di lumen usus sehingga dapat menghalangi
sirkulasi enterohepatik asam empedu serta meningkatkan ekskresinya. Selain itu kolestiramin
dapat menurukan umpan balik negatif ke hati, memacu konversi kolestrol yang berperan
sebagai koleretik. Kolestiramin biasanya digunakan pada manajemen jangka panjang kolestasis
Phenobarbital
Phenobarbital dapat meningkatkan aliran asam empedu, meningkatkan sistesis asam empedu,
mestimulasi pelepasan enzim-enzim hepar, sehingga dapat menurukan kadar asam empedu
dalam sirkulasi. Akan tetapi phenobarbital dapat menyebabkan sedasi dan gangguan perilaku
Kekurangan Energi Protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari kolestasis. Penurunan
ekskresi asam empedu menyebabkan gangguan pada lipolisi intraluminal, solubilisasi dan
absorbsi trigliserid rantai panjang. Maka pada bayi dengan kolestasis diperlukan kalori yang
Kebutuhan kalori umunya dapat mencapai 125% kebutuhan bayi normal sesuai dengan
Sebagai tambahan dapat diberikan lemak rantai sedang kerana tidak memerlukan
Asam empedu dibutuhkan dalam proses absorbs vitamin-vitamin larut lemak ( A, D, E, K).
suplementasi oral. Suplementasi tetap diberikan minimal sampai 3 bulan bebas ikterus.
BAB 3
KESIMPULAN
Bayi dengan kuning pada usia 2 minggu atau lebih perlu diperiksa bilirubin total dan
direk untuk memastikan apakah terdapat kolestasis. Kolestasis bukan merupakan suatu
pembentukan empedu di hepatosit, transport keluar dari hepatosit, saluran empedu intrahepatik
Secara klinis kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat atau
akolik, dan urin yang berwarna kuning tua seperti teh. Apabila proses berjalan lama dapat
muncul berbagai manifestasi klinis lainnya misalnya pruritus, gagal tumbuh, dan lain-lain
akibat dari penumpukan zat-zat yang seharusnya diangkut oleh empedu untuk dibuang melalui
usus.
Kolestasis bila ditemukan perlu diperiksa lebih lanjut untuk ditentukan penyebabnya.
Evaluasi kolestasis perlu dilakukan dengan pendekatan bertahap untuk kecepatan dan efisiensi
biaya. Tahap untuk mencari etiologi, perlu dicari penyakit yang dapat diterapi dan segera dapat
dimulai terapi bila ditemukan, selanjutnya usaha untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis atresia bilier. Selanjutnya bila belum ditemukan diagnosis etiologinya, maka perlu
2. Juffrie M, Sri Mulyani N. Modul Pelatihan Kolestasis. 1st ed. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada; 2009.
3. Trihono P, M. Djer M, Sjakti H. Best Practices in Pediatrics. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2013.
5. Waiman E, Oswari H. Peran Operasi Kasai pada Pasien Atresia Bilier. Sari Pediatri.
2010;11(6):463-470.
6. Wildhaber B, Majno P, Mayr J. Biliary Atresia : Swiss National Study 1994-2004. J Pediatr
Gastroenterol Nutr. 2008;48:299-307.