Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
1. Maisaroh 160110201064
2. Jessyka Bella Eswigati 160110201065
3. Lailatul Mukarromah 160110201067
4. Dian Ayu Lestari 160110201068
5. Achmad Faturrahman 160110201071
6. Nanda Roviko Ariviyani 160110201072
7. Dimas Yohan Al Fauzi 160110201073
8. Lathifatur Rohmah 160110201075
9. Yahya Basit Abrori 160110201076
10. Diana Purnawati 160110201077
11. Siti Komaria 160110201080
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JEMBER
2018
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan waktu serta kesempatan pada penulis untuk mengerjakan
makalah ini, sehingga makalah ini dapat penulis kerjakan dan selesai tepat
waktu.
Penulis
[Type text]
DAFTAR ISI
PRAKATA ................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3
BAB I .......................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 5
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 6
BAB II ........................................................................................................................ 7
LANDASAN TEORI ................................................................................................ 7
2.1 Unsur Intrinsik........................................................................................................ 7
2.1.1 Judul ................................................................................................................... 7
2.1.2 Tema .................................................................................................................. 7
2.1.3 Latar atau Seting ................................................................................................ 7
2.1.4 Aluratau Plot Cerita ........................................................................................... 8
2.1.5 Konflik ............................................................................................................... 8
2.1.6 Tokoh dan Penokohan........................................................................................ 8
2.1.7 Sudut Pandang ................................................................................................... 8
2.1.8 Gaya Bahasa ..................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.9 Amanat ............................................................................................................. 11
2.2 Aspek Sosial-Budaya ............................................................................................ 11
BAB III..................................................................................................................... 12
PEMBAHASAN ...................................................................................................... 12
3.1 Unsur Intrinsik...................................................................................................... 12
3.1.1 Judul ................................................................................................................. 12
3.1.2 Tema ................................................................................................................ 13
3.1.3 Latar atau setting ............................................... Error! Bookmark not defined.
3.1.4 Alur atau Plot cerita .......................................... Error! Bookmark not defined.
3.1.6 Tokoh dan Penokohan...................................................................................... 23
3.1.7 Sudut Pandang ................................................................................................. 24
3.1.8 Gaya Bahasa .................................................................................................... 33
3.2 Aspek Sosial —Budaya ......................................................................................... 36
3.2.1 Aspek Sosial-Budaya dari segi Ekonomi dan Masyarakat .............................. 36
[Type text]
3.2.2 Aspek Sosial-Budaya dari segi Tradisi dan Budaya ........................................ 40
3.2.3Aspek Sosial-Budaya dari segi Politik .............................................................. 46
BAB IV ..................................................................................................................... 50
KESIMPULAN ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 51
[Type text]
BAB I
PENDAHULUAN
[Type text]
1.2.2 Bagaimana kajian sosial-budaya dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari?
1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan unsur intrinsik yang ada dalam novel Ronggeng Dukuh
Paruk karya Ahmad Tohari.
1.3.2 Mengetahui kajian sosial-budaya dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk
karya Ahmad Tohari.
[Type text]
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Unsur Intrinsik
2.1.1 Judul
Judul merupakan sebuah inti keseluruhan cerita yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca. Judul menunjukan tokoh utama, dapat
menujukan alur atau waktu, dapat menunjukan objek yang dikemukakan
dalam suatu cerita, dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita, dan
dapat mengandung beberapa pengertian(Jones dalam Maslikatin, 2007:23).
2.1.2 Tema
Tema (theme), menurut Stanton (1965: 20) dan Kenny (1966: 88), adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:82-
84), tema dapat digolongkan dari tingkat keutamaanya, yaitu tema pokok
(mayor) dan tema tambahan (minor).Tema mayor yaitu makna pokok cerita
yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Sedangkan tema
minor ini bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama
keseluruhan cerita.
2.1.3 Latar atau Setting
Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu menyarankan pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro,
2005:216). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005:216) mengelompokkan latar,
bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal
inilah yang dihadapi dan diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika
membaca cerita fiksi.
[Type text]
2.1.4 Alur atau Plot Cerita
Menurut Nurgiyantoro (2007:110), alur merupakan unsur fiksi yang
penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang
terpenting diantara berbagai unsur fiksi yang lain.
2.1.5 Konflik
Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara
dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan
(Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro, 2005:122).
Konflik dengan demikian, dalam pandangan kehidupan yang normal-
wajar-faktual, artinya bukan dalam cerita, menyaran pada konotasi
negative, sesuatu yang tidak menyenangkan (Nurgiayantoro, 2005:122).
2.1.6 Tokoh dan Penokohan
Istilah karakter (character) sendiri dalam berbagi literatur bahasa
inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-
tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, emosi,
keinginan dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Staton
dalam Nurgiyantoro, 2005:165).
[Type text]
Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2005: 256) dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sudut pandang persona ketiga: “Dia”dan sudut pandang persona
pertama: “Aku”.
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia”
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah
penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan
menyebutkan nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan
mereka. Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi menjadi dua,
yaitu “dia” mahatahu dan “dia” terbatas, “dia” sebagai pengamat. Berikut
penjabaran tentang sudut pandang-sudut pandang tersebut.
1) “Dia” Maha Tahu
Pada sudut pandang persona ketiga “dia” maha tahu pengarang
menjadi narator dan dapat menceritakan hal apa saja yang menyangkut
tokoh “dia”. Narator mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa,
dan tindakan, sampai pada latar belakang tindakan tersebut dilakukan.
Narator menguasai semua hal tentang tokoh-tokoh “dia” baik yang sudah
berwujud tindakan maupun baru berupa pikiran (Abramsdalam
Nurgiyantoro, 2005: 258).
2) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai pengamat
“Dia” terbatas merupakan sudut pandang yang menempatkan
pengarang sebagai narator yang mengetahui apa yang dilihat, didengar,
dipikir, dan dirasakan terbatas pada satu orangtokoh “dia”
(Stantondalam Nurgiyantoro, 2009: 259). Karena fokus dari pengarang
hanya pada satu tokoh “dia”, maka selanjutnya pengarang akan menjadi
pengamat bagi tokoh lain. Pengarang yang bertindak sebagai narator akan
menceritakan apa yang bisa ditangkap oleh idera penglihat dan indera
pendengar saja. Narator dalam cerita ketika menggunakan sudut pandang
ini hanya akan menjadi perekam dari kegiatan-kegiatan tokoh-tokoh lain
selain tokoh “dia” yang menjadi fokus perhatian.
[Type text]
b. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”
Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti
“dia” pada sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut
pandang ini kemahatahuan pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku”
hanya dapat mengetahui sebatas apa yang bisa dia lihat, dengar, dan rasakan
berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain (Nurgiyantoro, 2005:
262).
Menurut Nurgiyantoro (2005: 263) sudut pandang persona “aku” dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang “aku” tokoh utama dan sudut
pandang “aku” tokoh tambahan. Berikut ulasan tentang dua sudut pandang
tersebut.
1) “Aku” Tokoh Utama”
Dalam sudut pandang “aku” tokoh utama, pengarang bertindak
sebagai pelaku utama dalam cerita serta praktis menjadi pusat kesadaran
dan penceritaan. ”Aku” tokoh utama merupakan tokoh protagonis dan
memiliki pengetahuan terbatas terhadap apa yang ada di luar dirinya
(Nurgiyantoro, 2005: 263).
2) “Aku” Tokoh Tambahan
“Aku” tokoh tambahan merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai tokoh “aku” dalam cerita sebagai tokoh
tambahan. Tokoh tambahan ini akan bercerita dan mendampingi tokoh
utama menceritakan berbagai pengalamannya, setelah cerita tokoh utama
selesai, tokoh tambahan kembali melanjutkan kisahnya (Nurgiyantoro,
2005: 264).
c. Sudut Pandang Campuran
Sudut pandang campuran adalah sudut pandang yang menggabungkan
antara sudut pandang orang ketiga “dia” dan sudut pandang orang pertama
“aku”. Pengarang melakukan kreativitas dalam penceritaan dengan
mencampurkan sudut pandang tersebut. Penggunaan sudut pandang ini tentu
berdasarkan kebutuhan. Tidak semua penceritaan menggunakan sudut
[Type text]
pandang ini, namun tergantung dengan efek yang diinginkan oleh pengarang
saja (Nurgiyantoro, 2005: 267).
2.1.9 Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang melalui karyanya. Amanat sering disebut pesan, yaitu pesan
pengarang kepada pembaca. Pesan itu ada yang disampaikan secara tersirat,
ada pula yang tersurat. Biasanya pesan itu dapat ditelusuri melalui
percakapan para tokoh. Waluyo (2006:29) menyatakan jika tema berkaitan
dengan arti, maka amanat berkaitan dengan makna. Selanjutnya, ia
menyatakan bahwa tema bersifat sangat lugas, objektif, dan khusus,
sedangkan amanat bersifat kias, subjektif, dan umum.
Mengkaji dari dua ahli sastra di atas, ada beberapa masalah yang menjadi
wilayah kajian sosiologi karya sastra adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-
hal lain yang tersirat dalam karya sastra yang berkaitan dengan masalah
sosial. Di samping itu, sosiologi karya sastra juga mengkaji sastra sebagai
cermin masyarakat, sastra sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat
kenyataan sosial budaya suatu masyarakat pada masa tertentu (Junus, 1986),
mengkaji sastra sebagai bias (refract) dari realitas (Harry Levin).
[Type text]
Kajian sosiologi karya sastra memiliki kecenderungan untuk tidak
melihat karya sastra sebagai suatu keseluruhan, tetapi hanya tertarik kepada
unsur-unsur sosiobudaya yang ada di dalam karya sastra. Kajian hanya
mendasarkan pada isi cerita, tanpa mempersoalkan struktur karya sastra atau
unsur intrinsik karya sastra. Sesuai dengan pengertian di atas, sosiologi karya
satra menurut kajian (Junus, 1986:3-5), sebagai berikut sosiologi karya sastra
yang melihat karya sastra sebagai dokumen sosial budaya ditandai oleh :
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Unsur Intrinsik
3.1.1 Judul
Judul merupakan sebuah inti keseluruhan cerita yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca. Judul menunjukan tokoh utama, dapat
menujukan alur atau waktu, dapat menunjukan objek yang dikemukakan
dalam suatu cerita, dapat mengidentifikasi keadaan atau suasana cerita, dan
dapat mengandung beberapa pengertian (Jones dalam Maslikatin, 2007:23).
[Type text]
Ronggeng Dukuh Paruk merupakan judul dari novel karya Ahmad Tohari
yang menunjukkan keadaan yang sedang terjadi di dukuh paruk . Selain itu judul
dari novel ini juga menunjukkan tentang cerita yang ada dalam novel tersebut .
Novel Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan tentang pergulatan seorang
penari tayub di dusun kecil, Dukuh Paruk pada masa pergolakan komunis. Sesuai
dengan judul cerita yaitu Ronggeng Dukuh Paruk menceritakan tentang
kehidupan seorang ronggeng dan pedukuhan kecil yang bernama Dukuh Paruk.
Kisah ronggeng tersebut diceritakan oleh tokoh utama yang ada dalam novel
tersebut.
Data :
“... Dukuh paruk tanpa ronggeng bukanlah Dukuh Paruk. Srintil, cucuku
sendiri akan mengembalikan citra sebenarnya pedukuhan ini”... (Ronggeng
Dukuh Paruk:15)
Analisis :
Data diatas menunjukkan bahwa novel ini menceritakan tentang kisah
seorang penari. Sesuai dengan judulnya yaitu Ronggeng Dukuh Paruk, novel ini
mengisahkan tentang kehidupan seorang tokoh yang menjadi ronggeng di
desanya.
Ronggeng Dukuh Paruk dapat dikaitkan dengan adat yang sangat dijunjung
tinggi di pedukuhan kecil itu. Pedukuhan yang sangat menghormati leluhurnya
yang disebut sebagai Ki Secamenggala. Dunia yang diciptakan menggambarkan
tentang sebuah tempat yang masih tabu dengan nilai-nilai moral ataupun
kemanusiaan.
3.1.2 Tema
Tema (theme), menurut Stanton (1965: 20) dan Kenny (1966: 88), adalah makna
yang dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005:82-
84), tema dapat digolongkan dari tingkat keutamaanya, yaitu tema pokok
(mayor) dan tema tambahan (minor). Tema mayor yaitu makna pokok cerita
yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu. Sedangkan tema
[Type text]
minor ini bersifat mendukung dan atau mencerminkan makna utama
keseluruhan cerita.
a. Tema Mayor
Tema mayor dalam novel ini yaitu tentang kehidupan sosial-budaya sebuah
penduduk yang memiliki kepercayaan primitif dan perekonomian rendah.
Penduduk yang dimaksud ialah penduduk Dukuh Paruk yang masih
memegang teguh kepercayaan nenek moyang padahal kepercayaan tersebut
secara jelas menyalahi nilai moral.
Data:
Adat Dukuh Paruk mengajarkan, kerja sama antara ketiga anak laki-laki itu harus
berhenti disini. Rasus, Warta, dan Darsun kini harus saling adu tenaga
memperebutkan ubi singkong yang mereka cabut... (RDP, 11)
... Salah satu diantaranya adalah upacara pemandian yang secara turun temurun
dilakukan di depan cungkup makam Ki Secamenggala. (RDP, 43)
Analisis :
Data :
Demikian. seorang ronggeng dilingkungan pentas tidak akan menjadi bahan
percemburuan bagi perempuan Dukuh Paruk. Malah sebaliknya. Makin lama
seorang suami bertayub dengan ronggeng, makin bangga pula istrinya. Perempuan
semacam itu puas karena diketahui umum bahwa suaminya seorang lelaki jantan,
baik dalam arti uangnya maupun berahinya. (RDP, 38-39)
Dari orang-orang Dukuh Paruk pula aku tahu syarat terakhir yang harus dipenuhi
oleh Srintil adalah bukak klambu... (RDP, 51)
[Type text]
Analisis:
Dari data di atas sudah sangat jelas sekali bahwa novel ini mengisahkan
tentang kehidupan sosial masyarakat Dukuh Paruk yang hanya memiliki
kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang dan sosok ronggeng yang sangat
mereka agungkan. Ronggeng merupakan kebanggan Dukuh Paruk. Tidak ada
orang cerdas di dukuh tersebut. Bahkan wanita Dukuh Paruk semakin senang
jika suaminya bertayup lama dengan Ronggeng. Dukuh itu hanya berisi
tentang kemelaratan masyarakat yang berupa kemelaratan norma dan nilai
moralnya.
b. Tema Minor
Tema minor dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk buku pertama ini terdapat
beberapa bagian, yaitu;
Data :
Dari orang-orang Dukuh Paruk pula aku tahu syarat terakhir yang harus dipenuhi
oleh Srintil bernama bukak-klambu. Berdiri bulu kudukku setelah mengetahui
macam apa persyaratan itu. Bukak-klambu adalah semacam sayembara, terbuka bagi
laki-laki mana pun. Yang disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng..
laki-laki yang dapat menyerahkan sejumlah uang yang ditentukanoleh dukun
ronggeng, berhak menikmati virginitas itu. (RDP, 51)
Analisis:
Data di atas menunjukkan terjadinya eksploitasi terhadap tokoh Srintil
oleh Dukun ronggengnya, Kartareja dan isterinya. Srintil diperdagangkan
bahkan diadakan sayembara yang mana Laki-laki yang mendapatkan
keperawanan Srintil adalah yang mampu memberi uang yang telah ditentukan
oleh Dukun Kartareja. Hal itu merupakan sebuah pengeksplotasian terhadap
wanita. Perempuan yang seharusnya dilindungi dan dihormati malah diperjual
belikan layaknya barang. Laki-laki yang mendapatkan keperawanan Srintil
adalah yang mampu memberi uang yang telah ditentukan oleh Dukun
Kartareja.
[Type text]
Kemelaratan perekonomian Dukuh Paruk.
Analisis:
Data di atas menunjukkan tentang keaadaan Dukuh Paruk, kemelaratan
pedukuhan kecil yang disebabkan oleh kebodohan para penduduknya.
Pedukuhan tersebut mengalami kemelaratan, keterbelakangan, bahkan
penduduknya tidak terurus. Hal yang cukup mengenaskan bagi sebuah
pedukuhan pada umumnya. Para penduduk yang dikatakan pasrah tidak
berniat untuk memperbaiki nasipnya. Mereka hanya pasrah, sehingga
kemelaratan tersebut menjadi ciri khas dari pedukuhan ini.
[Type text]
Latar atau setting yang disebut juga landas tumpu menyarankan pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro,
2005:216). Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005:216) mengelompokkan latar,
bersama dengan tokoh dan plot, ke dalam fakta (cerita) sebab ketiga hal inilah
yang dihadapi dan diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca
cerita fiksi.
Latar Tempat
Terlihat jelas dari judul novel Ronggeng Dukuh Paruk, novel Ronggeng
Dukuh Paruk ini berlatar tempat utama di pedukuhan yang bernama Dukuh
Paruk. Latar utama yang terjadi di Dukuh Paruk memunculkan latar yang
lebih khusus. Hal ini terdapat dalam latar berikut:
1. Di tepi kampung.
Data:
Di tepi kampung, tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebuah
singkong
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di tepi kampung, pada saat itu
anak-anak sedang kesusahan mencabut sebuah singkong
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di bawah pohon nangka,
tepatnya di pelataran.
3 Pemakaman
Data
Srin, ini tanah pekuburan. Dekat dengan makan Ki Secamenggala pula.
Analisis
[Type text]
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di pemakaman, tepatnya di
dekat makam Ki Secamenggala
4 Dukuh Paruk
Data
Dukuh Paruk masih diam meskipun beberapa jenis satwanya sudah terjaga
oleh pertanda bayangnya pagi
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di dukuh paruk, sesuai
dengan keadaan lingkungan yang ada di sana.
5 Pasar Dawuan
Data
Orang-orang di Pasar Dawuan asyik terlena
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di pasar dawuan.
6 Rumah Tarim
Data
“Saya Dilam dari Warubosok, saya datang kemari hendak minta tolong
kepada kakek Tarim.”
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di Rumah Tarim, pada saat
itu seseorang sedang meminta bantuan kepada kakek Tarim.
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di rumah Nyai Kartareja,
pada saat itu Nyai sedang menghias Srintil
8 Rumah Sakarya
Data
Ku lihat dua orang perampok tetap tinggal di luar rumah… Sakarya yang
terkejut langsung mengerti
[Type text]
Analisis
Data di atas menunjukkan latar tempat berada di Rumah Sakarya, pada
saat itu terjadi perampokan di sana.
9 Di sawah
Data
Di tengah sawah, seratus meter di sebelah barat Bajus memilih tempat…
Analisis
Data di atas menunjukkan bahwa latar tempat berada di Sawah, pada saat
iti Bajus sedang memilih tempat.
Analisis
Data di atas menunjukkan bahwa penulis memulai cerita dii dukuh paruk
bermula dari tahun 1964, namun tokoh-tokoh didalamnya tidak mengetahui
tahun yang pasti karena mereka tidak memiliki kalender.
Analisis
Data di atas menunjukkan latar waktu terjadi pada saat tengah malam, bulan
Februari tahun 1966.
[Type text]
“Memasuki tahun 1970 kehidupan di wilayah Kecamatan Dawuan berubah
gemuruh oleh deru truk-truk besar berwarna kuning serta buldoser berbagai jenis
ukuran.”
Analisis
Data di atas menunjukkan latar waktu terjadi pada tahun 1970, pada saat itu
Kecamatan Dawuhan berada pada suasana yang menakutkan, karena datangnya
truk-truk besar.
Analisis
Alur atau plot merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap
kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan atau menyebabkan terjadi peristiwa yang lain. Karena terkaitan
antar perisiwa itu sering tidak langsung dan tempatnya secara linier berjauhan,
untuk memahaminya dengan baik, masih memerlukan penjelasan. Disinilah
letak pentingnya daya intelektual sebagaimana yang di maksud Foster daya
intelektual memerlukan daya ingat memori yang dianggap sebagai sesuatu
[Type text]
yang penting walau sebenernya yang terjadi lebih dari sekedar kognitif(Staton,
1965:14).
Alur cerita yang terdapat dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah alur
campuran. Karena cerita yang ada di dalam novel menceritakan kejadian masa
sekarang, lalu kembali ke masa lampau, dan kembali lagi ke masa sekarang.
1. Alur maju
Alur maju ialah jalan cerita yang menyajikan urutan yang dimulai dari
tahap perkenalan menuju tahap penyelesaian secara sistematis dan tidak
mengacak
Data : “jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh paruk keluar
halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih
senang bergulung dalam kain sarung, t idur diatas balai-balai bamboo. Mereka
akan bangun esok pagi bila sinar matahari menerobos celah dindiing dan
menyengat diri mereka”
Analisis : analisis dari data diatas yaitu anak Dukuh Paruk setelah makan mereka
tidak ada yang keluar, mereka lebih senang kalau sehabis makan mereka pasti
bergulung sarung dan tiduran dikamarnya.
“sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh Paruk
mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum Srintil
berhak menyebut dirinya seorang rongggeng yang sebenarnya”
Analisis : Srintil harus melakukan dua tahap yang harus dilakukan kalau ingin
dirinya menjadi ronggeng yang sebenarnya.
2. Alur mundur
Alur mundur merupakan proses jalan cerita yang tidak berurutan.
Pengarang menuliskan cerita dengan diawali dengan konflik, selanjutnya dengan
penyelesaian konflik, kemudian diakhiri dengan menceritakan kembali latar
belakang konflik tersebut.
Data : “sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil
basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman
yang kecil itu lengang, amat lengang”
Analisis : beberapa tahun yang lalu kala Srintil masih bayi, Dukuh Paruk sudah
menjadi seorang ronggeng.
[Type text]
3. Alur gabungan
Alur gabungan merupakan jenis kombinasi dari alur maju dan alur
mundur. Pengarang menuliskan cerita secara berurutan, selanjutnya menyisipkan
kembali cerita dimasa lalu.
Data : “Dukuh Paruk dengan segalan isinya termasuk cerita nenek itu hanya bisa
ku rekam setelah aku dewasa. Apa yang aku alami sejak anak-anak
kusimpan dalam ingatan yang serba sederhana”
Analisis : Dukuh Paruk hanya bisa mengenang cerita nenek itu dan tidak bisa
mengulanginya lagi.
3.1.4 Konflik
Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara
dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan
(Wellek dan Warren dalamNurgiyantoro,2005:122)
Data :
“Seorang anak berlari-lari dari sawah sambil memegangi perut. Di depan pintu rumahnya
dia muntah, terhuyung dan jatuh pingsan. Ibunya yang sudah mulai merasakan sakit
menyengat kepalanya, menjerit dan memanggil para tetangga… “
Analisis :
Dari kutipan di atas menjelaskan tentang munculnya permasalahan pertama yang
sedang terjadi di Dukuh Paruk . Keracunan tempe bongkrek yang mengakibatkan
banyaknya masyarakat Dukuh Paruk meninggal termasuk ronggeng terakhir di
Dukuh Paruk serta penabuh gendang.
Munculnya konflik lain ditandai ketika srintil mulai menjadi ronggeng baru,
saat itu kehidupan srintil mulai berubah. Dari yang dulunya sering bermain
bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak
[Type text]
ada waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu Rasus mulai renggang dengan
srintil, wanita yang disukainya.
3. Peningkatan konflik
Konflik meningkat pada bab dua dan tiga. Konflik utama dikembangkan dengan
kuat pada bab tiga, yaitu ketika srintil harus menyelesaikan syarat terakhir
menjadi seorang ronggeng, syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama
bukak-klambu. Sebuah syarat yang akan menggoyahkan hubungan Rasus dan
Srintil. Hal itu memunculkan kebencian yang mendalam bagi rasus atas semua
kebudayaan yang ada di Dukuh paruk.
4. Klimaks
[Type text]
moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut(Staton dalam Nurgiyantoro,
2005:165). Tokoh ceritanya (character),adalah orang-orang yang ditampilkan
dalam suatukarya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang di
ekpresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tidakan(Abrams,1981:20),.
a. Tokoh Utama
Tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk adalah Rasus.
Pengarang menampilkan Rasus sebagai narator dalam novel
Ronggeng Dukuh Paruk. Tokoh Rasus merupakan tokoh yang serba
tahu akan segala peristiwa dalam cerita itu. Tokoh Rasus digambarkan
sebagai seorang pemuda biasa yang tidak mempunyai status
kebangsaan, tinggal di daerah terpencil yang mempunyai status
rendah, kurang pengetahuan, serta mudah rapuh atau lemah.
Data :
Aku tidak rela hal semacam itu terjadi. Tetapi lagi-lagi terbukti seorang anak
dari Dukuh Paruk bernama Rasus terlalu lemah untuk menolak hal buruk
yang amat dibencinya. Jadiaku hanya bisa mengumpat dalam hati dan
meludah. Asu buntung! (RDP: 53)
Analisis :
Dalam kutipan data di atas watak rapuh Rasus tampak jelas dalam
pengakuannya bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh
ketidakmampuannya melawan hukum pasti di Dukuh Paruk yang
harus dilakukan seorang ronggeng yaitu malam bukak-klambu. Rasus
harus merelakan orang yang dicintainya yaitu srintil untuk
menyelesaikan persyaratan terakhir menjadi seorang ronggeng yang
[Type text]
bernama bukak-klambu.Menghadapi hal itu rarus tidak dapat berbuat
apa-apa, dia hanya dapat pasrah pada apa yang akan terjadi pada
srintil.
Rasus mempunyai sifat yang bersahabat, penyayang, pendendam,
pemberani
Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang
anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang
singkong.” (RDP:4)
Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan
emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.” (RDP:49)
Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas
dendamku terhadap Dukuh Paruk......” (RDP:47)
Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit
mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar
menunggu, maka timbul keberanianku” (RDP:61)
[Type text]
watak yang dimiliki Srintil. Dulu srintil yang sering bermain bersama
Rasus, Warta dan Darsun tapi setelah menjadi seorang ronggeng dia
sudah tidak ada waktu untuk bermain bersama mereka. Dari situ
sangat terlihat perubahan sifat srintil. Dari sosok kekanakannya yang
polos menjadi wanita yang dewasa.
1. Srintil mempunyai sifat yang bersahabat, seorang ronggeng,
agresif, Dewasa
Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil
minta jaminan besok hari Rasus dan dua orang temannya akan
bersedia kembali bermain bersama.” (RDP:4)
Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai
menari. Matanya setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di
samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama.
Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah
bersemayam indang ronggeng.” (RDP:10)
Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika
Srintil merangkulku, menciumiku. Nafasnya terdengar begitu
cepat.” (RDP:38)
Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang.
Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang bayi, tentang
perkawinan.” (RDP:53)
c. Tokoh Sukender/Bawahan
Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk terdiri atas beberapa tokoh bawahan
dari analisis novel yang saya lakukan. Tokoh bawahan dalam novel
Ronggeng Dukuh Paruk, diantaranya:
[Type text]
Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang
anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang
singkong.” (RDP:4)
Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh
sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai
sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.”
(RDP:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada
yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa
membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (RDP:37)
Dari data diatassudahjelasbahwa Warta mempunyaisifat yang
bersahabat, perhatiandanpenghibur.Terbuktijelaskesetiaannyadia
yang
bersahabatdenganRasussertamemberikanperhatiannyadanpenghi
burankepadaRasus.
2. Dursun: bersahabat
Bukti bahwa Dursun bersahabat di tepi kampung, tiga orang
anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang
singkong.” (RDP:4)
Dari data diatasmenggambarkanjelassifatDursun yang
bersahabatdenganRasusdan Warta yang
padawaktuitusedangbekerjasamasusahpayahmencabutsebatangsi
ngkong di tepi kampong.
3. Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega
Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang
bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih
merenungi ulah cucunya sore tadi.” (RDP:8)
Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati.
“kamu si tua bangka dengan cara memperdagangkan Srintil.”
(RDP:63)
Sakaryadalam novel inisangatjelasdigambarkanolehpengarang
yang mempunyaisifatpenyayangpadaSrintilnamun di
[Type text]
sisilaindiajugamempunyaisifattegaterhadapSrintildenganmemper
dagangkanSrintil.
4. Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk
Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek
Srintil itu percaya penuh Roh Ki Secamenggala telah memasuki
tubuh Kartareja.....” (RDP:27)
Sudahjelaspastibahwa Ki
SecamenggalaadalahnenekmoyangasalDukuhParuk.Bisadibuktik
anpadasaatwaktuRoh Ki SecamenggalamemasukitubuhKartareja
5. Kartareja dan Nyaii Kartareja : mistis, egois
Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal
disembunyikan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu
ketika dia meniupkan mantra pekasih ke ubun-ubun
Srintil.”(RDP::9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-
kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-aba....” (RDP:26)
KartarejadanNyaiKartarejamempunyai aura kemistisan di
saatSrintilmaujadironggengdansifatmerekaegoisjugaterlihatketik
amegurusiSerintil yang akanmenjadironggeng
6. Sakum: hebat
Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu
mengikuti secara seksama pagelaran ronggeng.” (RDP:9)
Sakummemanghebatkarenadenganmatabutadiamampumengikuti
secaraseksamakegiatanpagelaranronggeng
7. Nenek Rasus : linglung
Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku.
Kurus dan makin bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak
bertanya kepadaku. Linglung dia.” (RDP:62)
NenekRasusmenjadilinglung di akibatkantermakanumurbeliau
yang sudahtuanenekRasusmenjadilinglung.
8. Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala
[Type text]
Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang
yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali
terjaga di Dukuh Paruk.....” (RDP:12)
Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk.
Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe
bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua, asu
buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe
bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan
tempeku mengandung racun......” (RDP:15)
Santayibjelas di diskripsikanolehpengarangmenjadi orang yang
bertanggungjawabnamun di
sisilainsantayibinimempunyaisisisifat yang keraskepala yang
sudahterbuktipadakutipandiatas.
9. Istri Santayib : Keibuan, prihatin
Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri.
Rupanya dia tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.”
(RDP:12)
Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama
siapakah nanti anak kita, kang?” (RDP:16)
Dari
kutipasdiatassudahjelasterbuktibahwaistriSantayibinimemangber
sifatkeibuandanmempunyaisifatkeprihatinan.
10. Dower : mengusahakan segala macam cara atau pantang
menyerah
Bukti bahwa Dower mengusahakan “ padahari ini saja baru ada dua buah perak.
Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu
satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (RDP:34) “Aku
datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap
engkau mau menerimanya.” (RDP:41)
[Type text]
Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Dower yang
pantah menyerah dengan mengusahakan segala cara demi bisa
menjadi orang pertama yang buka kelambu dengan Srintil.
11. Sulam : penjudi dan berandal, sombong
Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa
Sulam adanya; anak seorang lurah kaya dari seberang kampung.
Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan
berandal.” (RDP:42)
Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang
menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu saja aku
membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi
kerbau seperti anak pecikalan ini.” (RDP:42)
Sulamsudahterlihatjelasdaribuktidiatasmempunyaisifatpenjudida
nberandal.Serta sifatkesombongannyamungkin di
karenakanayahnya yang seoranglurah kaya.
12. Siti: alim
Bukti bahwa Siti alim “he, jangan samakan Siti dengan gadis-
gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena kau
memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan
singkong ke arah Rasus) (RDP:50)
SitimempunyaisifataliminiterbuktisaatmarahpadaRasus yang
padawaktuitumenggodanya di pasar.Sehinggajelas-
jelassitiinitidakbisa di samakandengangadis-gadis yang ada di
dukuhparuk.
13. Sersan Slamet : penyuruh, tegas
Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-
prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak dan
kubawa ke sebuah rumah....” (RDP:54)
Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara.
Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan
Slamet tegas (RDP:55)
[Type text]
Dari kutipandiatasinisersanSelamet diseorang yang
penyuruhdantegasdikarenakanndiaseorangsersansehinggawajars
ajakalaudiapenyuruhkepadabawahannyadanbersikaptegas.
14. Kopral Pujo : penakut
Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata
Kopral Pujo tidak lebih berani daripada aku......” (RDP:60)
KopralPujoterbuktidari data
diatasdiaseorangpenakutwalaupudiaseorangtentaratapidiapunya
rasa takut.
3.1.7 Sudut Pandang
Unsur intrinsik karya fiksi berikutnya adalah sudut pandang. sudut pandang
adalah cara penyajian cerita, peristiwa-peristiwa, dan tindakan-tindakan pada
karya fiksi berdasarkan posisi pengarang di dalam cerita(Nurgiyantoro,2005:
246). Siswandarti (2009: 44) juga sependapat bahwa sudut pandang adalah posisi
pengarang dalam cerita fiksi.
Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2005: 256) dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu sudut pandang persona ketiga: dia dan sudut pandang persona pertama:
aku. Berikut penjabaran tentang sudut pandang tersebut.
a. Sudut Pandang Persona Ketiga: Dia
Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang persona ketiga adalah
penceritaan yang meletakkan posisi pengarang sebagai narator dengan
menyebutkan nama-nama tokoh atau menggunakan kata ganti ia, dia, dan
mereka. Sudut pandang persona ketiga dapat dibedakan lagi menjadi dua,
yaitu “dia” mahatahu dan “dia” terbatas, “dia” sebagai pengamat. Berikut
penjabaran tentang sudut pandang-sudut pandang tersebut.
1) “Dia” Mahatahu
Pada sudut pandang persona ketiga “dia” mahatahu pengarang
menjadi narator dan dapat menceritakan hal apa saja yang menyangkut
tokoh “dia”. Narator mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa,
dan tindakan, sampai pada latar belakang tindakan tersebut dilakukan.
Narator menguasai semua hal tentang tokoh-tokoh “dia” baik yang sudah
[Type text]
berwujud tindakan maupun baru berupa pikiran (Abrams, 1981: 143
dalamNurgiyantoro, 2005: 258).
2) “Dia” Terbatas, “Dia” sebagai pengamat
“Dia” terbatas merupakan sudut pandang yang menempatkan
pengarang sebagai narator yang mengetahui apa yang dilihat, didengar,
dipikir, dan dirasakan terbatas pada satu orang tokoh “dia” (Stanton,
1965: 26 dalam Nurgiyantoro, 2005: 259). Karena fokus dari pengarang
hanya pada satu tokoh “dia”, maka selanjutnya pengarang akan menjadi
pengamat bagi tokoh lain. Pengarang yang bertindak sebagai narator
akan menceritakan apa yang bisa ditangkap oleh idera penglihat dan
indera pendengar saja. Narator dalam cerita ketika menggunakan sudut
pandang ini hanya akan menjadi perekam dari kegiatan-kegiatan tokoh-
tokoh lain selain tokoh “dia” yang menjadi fokus perhatian.
b. Sudut Pandang
Persona Pertama:
“Aku”
Sudut pandang persona pertama “aku” merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai “aku” yang ikut dalam cerita. Kata ganti
“dia” pada sudut pandang ini adalah “aku” sang pengarang. Pada sudut
pandang ini kemahatahuan pengarang terbatas. Pengarang sebagai “aku”
hanya dapat mengetahui sebatas apa yang bisa dia lihat, dengar, dan rasakan
berdasarkan rangsangan peristiwa maupun tokoh lain (Nurgiyantoro, 2005:
262).
Menurut Nurgiyantoro (2009: 263) sudut pandang persona “aku” dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu sudut pandang “aku” tokoh utama dan sudut
pandang “aku” tokoh tambahan. Berikut ulasan tentang dua sudut pandang
tersebut.
1) “Aku” Tokoh Utama
Dalam sudut pandang “aku” tokoh utama, pengarang bertindak
sebagai pelaku utama dalam cerita serta praktis menjadi pusat kesadaran
[Type text]
dan penceritaan. “Aku” tokoh utama merupakan tokoh protagonist dan
memiliki pengetahuan terbatas terhadap apa yang ada diluar dirinya.
2) “Aku” Tokoh Tambahan
“Aku” tokoh tambahan merupakan sudut pandang yang
menempatkan pengarang sebagai tokoh “aku” dalam cerita sebagai
tokoh tambahan. Tokoh tambahan ini akan bercerita dan mendampingi
tokoh utama menceritakan berbagai pengalamannya, setelah cerita tokoh
utama selesai, tokoh tambahan kembali melanjutkan kisahnya
(Nurgiyantoro, 2005: 264).
c. Sudut Pandang
Campuran
Sudut pandang campuran adalah sudut pandang yang menggabungkan
antara sudut pandang orang ketiga “dia” dan sudut pandang orang pertama
“aku”. Pengarang melakukan kreativitas dalam penceritaan dengan
mencampurkan sudut pandang tersebut. Penggunaan sudut pandang ini tentu
berdasarkan kebutuhan. Tidak semua penceritaan menggunakan sudut
pandang ini, namun tergantung dengan efek yang diinginkan oleh pengarang
saja (Nurgiyantoro, 2005: 267).
Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini pada bagian pertama
menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terdapat dalam
kutipan berikut.
Data :
[Type text]
Rasus ketika menyaksikan pentas menari srintil. Pengarang seperti ikut
merasakan apa yang dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati Rasus.
Data :
3.1.9Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh
pengarang melalui karyanya. Amanat sering disebut pesan, yaitu pesan
pengarang kepada pembaca. Pesan itu ada yang disampaikan secara tersirat,
ada pula yang tersurat. Biasanya pesan itu dapat ditelusuri melaluipercakapan
para tokoh. (Waluyo,2006:29) menyatakan jika tema berkaitan dengan arti,
maka amanat berkaitan dengan makna. Selanjutnya, ia menyatakan bahwa
tema bersifat sangat lugas, objektif, dan khusus, sedangkan amanat bersifat
kias, subjektif, dan umum.
[Type text]
Amanat dapat disampaikan secara implisit dan eksplisit. Amanat yang
disampaikan dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah
laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan
penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang
berhubungan dengan gagasan utama cerita.Amanat yang terkandung dalam
Novel Ronggeh Dukuh Paruk
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca
melalui novel Ronggeng Dukuh Paruk ini adalah agar kita semua mau dan
mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga
dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi
kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh
dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan kan dating dalam
hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam
hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu! Pesan lain mungkin lebih
cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang terhadap
[Type text]
pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga
novel ini muncul dan menjadi penyuara kegetiranhatipengarang yang
menggambarkankeadaan di masaitu.
3.2Aspek Sosial —Budaya
3.2.1 Aspek Sosial-Budaya dari segi Ekonomi
Sastra mempunyai fungsi sosial atau “manfaat”yang tidak sepenuhnya
bersifat pribadi. Sastra dikaitkan dengan situasi tertentu, atau dengan sistem
politik, ekonomi, dan sosial tertentu (Wellek & Werren, 1989:98-99).
Data :
Ribuan hektar sawah telah tujuh bulan kerontang. Sepasang burung bangau itu
tak kan menemukan genangan air meski selebar telapak kaki…(hal 9)
Adat Dukuh Paruk mengajarkan, kerja sama antara ketiga anak laki-laki itu
harus berhenti disini. Rasus, Warta, dan Darsun kini harus saling adu tenaga
memperebutkan umbi singkong yang baru mereka cabut. Rasus dan Warta
mendapat dua buah, Darsun hanya satu. Tak ada protes. Ketiganya kemudian sibuk
mengupasi bagiannyadengan gigi masing-masing, dan langsung mengunyahnya.
Asinnya tanah. Sengaknya kencing sendiri. (RonggengDukuhParuk:11)
Analisis :
[Type text]
kapur keras, mereka mengencingi pangkal batang umbi singkong. Setalah
mereka berhasil mencabut umbi singkong dari tanah, kerjasama yang mereka
gunakan saat mencabut tanaman singkong tidak ada, yang ada hanya nafsu
untuk menguasai hasil usaha mereka bersama, tanpa dibagi rata. Mereka
memperebutkan hasil usaha mereka dengan rakus tanpa memikirkan hasil
yang didapat oleh temannya, pembagian yang tidak merata sehingga Rasus,
dan Warta mendapat dua buah, sedangkan Darsun hana mendapat satu buah,
hal itu bisa saja dianggap tidak adil bagi masarakat diluar Dukuh Paruk,
namun hal tersebut dianggap lumrah oleh masarakat Dukuh Paruk.
Penerapan hukum rimba serta cara anak-anak Dukuh Paruk makan umbi
singkong tanpa dicuci setelah dikupas dan ada campuran air kencing mereka,
menunjukkan bahwa Dukuh Paruk bukanlah pedukuhan kaya melainkan
pedukuhan miskin dan juga terpencil.
Data :
… Bungkil ampas minyak kelapa yang telah ditumbuk halus dibilas dalam air.
Setelah dituntas kemudian dikukus. Turun dari tungku, bahan ini diratakan dalam
sebuah tampah besar dan ditaburi ragi bila sudah dingin. Besok hari pada bungkil
ampas minyak kelapa tumbuh jamur-jamur halus. Jadilah tempe bongkrek. Sudah
sejak lama Santayib memenuhi kebutuhan orang Dukuh Paruk akan tempe ini.
(RonggengDukuhparuk:21)
Analisis :
[Type text]
dikonsumsi. Jika pengolahan tidak tepat bisa menyebabkan keracunan pada
orang yangmengkonsumsi tempe bongkrek tersebut.
Data :
Hanya beberapa hari telah tersiar kabar tentang malam bukak-klambu bagi
ronggeng Srintil. Orang segera tahu pula, Kertareja menentukan syarat sekeping
uang ringgit emas bagi laki-laki yang ingin menjadi
pemenang…(RonggengDukuhParuk:52)
…“Itu benar. Srintil memang ayu dan kenes. Tetapi siapa yang memiliki sebuah
ringgit emas di Dukuh Paruk?”(RonggengDukuhParuk:52)
Analisis :
Data :
“Kau sudah tahu darimana ronggeng itu memperoleh bandul kalung seberat dua
puluh lima gram. Tetapi kau pasti belum tahu siapa yang memberi Srintil sebuah
kalung,”ujar perempuan lainnya.
[Type text]
“Dari lurah Pecikalan yang menggendaknya?”
“Salah. Lurah Pecikalan telah mengganti atap ilalang rumah Sakarya dengan seng.
Dia tidak memberikan kalung kepada ronggeng itu”
“Jadi siapa?”
“Le Hian! Itu, Cina yang mempunai kilang ciu tersembunyi di tengah kebun pisang.
Lihatlah, sebentar lagi Srintil akan memakai subang berlian. Atau akan memakai
gelang rangkap.”
“Ah, kau seperti tahu segala urusannya?”
“Mengapa tidak? Ada seorang sinten wedana sedang menggendaknya. Bahkan
kudengar istrisinten itu sudah menuntut cerai kepada
suaminya.”(RonggengDukuhparuk:81-82)
Analisis :
Pedukuhan Dukuh Paruk ang terpencil dan melarat dapat terkenal sebab
keberadaan ronggeng. Dengan adanya ronggeng, Dukuh Paruk menjadi
ramai, dan menjadi tempat kunjungan bagi masyarakat di luar pedukuhan
tersebut. Ronggeng menjadi simbol birahi dan kesenangan. Banyak laki-laki
yang ingin meniduri ronggeng Srintil, namun harus ada modal yang harus
dikeluarkan untuk meniduri ronggeng Dukuh Paruk. Ronggeng Dukuh Paruk
harus bersedia menjadi gendak, atau wanita simpanan bagi laki-laki yang
mampu membayar mahal serta memberikan materi melimpah pada ronggeng
tersebut. Dari semua laki-laki yang menjadikan Srintil sebagai gendak atau
wanita simpanan, semua berasal dari pedukuhan di luar Dukuh Paruk.
Masarakat Dukuh Paruk tidak dapat membiayai kehidupan atau memberikan
kemewahan pada ronggeng Dukuh Paruk sendiri. Warga dari masarakat lain
yang malah mampu memberikan kekayaan serta memanjakan Srintil. Lurah
Pecikalan memberikan genteng seng menggantikan atap ilalang rumah
Sakarya, dukun ronggeng Dukuh Paruk. Ada Le Hian pemilik kilang ciu
tersembunyi yang memberikan sebuah kalung emas kepada Srintil. Serta
aksesoris lainnya. Warga Dukuh Paruk hanya mampu memberikan saweran
pada saat ronggeng tersebut mentas, tidak bisa sampai meniduri atau bahkan
menjadikannya wanita simpanan.
Data :
[Type text]
Pada tahun 1964 itu Dukuh Paruk tetap cabul, sakit, dan bodoh. Perubahan kecil
hanya menyangkut Srintil, Sakarya, da Kartareja. Rumah mereka berkapur, bahkan
berjendela kaca. Kertareja bisa mempuanyai lampu pompa. Demikian juga
Sakarya. Selebihnya adalah Dukuh Paruk yang sudah dikenal dari generasi ke
generasi. Bahkan pada tahun-tahun itu Dukuh Paruk makin kusam. Pedukuhan
yang kecil itu mustahil menghindar dari keruntuhan sistem ekonomi yang sudah
lama merajalela secara umum diseluruh negeri. (RonggengDukuhParuk:227)
Analisis :
Tahun 1964 adalah tahun dimana ronggeng Dukuh Paruk, Srintil telah
menjadi primadona. Dalam setiap pertunjukan pentas tidak hanya puluhan
orang yang menonton melainkan ratusan orang.Martabat Dukuh Paruk
menjadi terangkat dengan adanya ronggeng Srintil, yang sebelumnya belum
pernah terjadi pada ronggeng Dukuh Paruk pendahulu Srintil. Dukuh Paruk
yang ekonominya dikatakan miskin masih tetap miskin meskipun
menghasilkan ronggeng yang terkenal dan digemari banyak orang, bahkan
dari luar Dukuh paruk sendiri. Dukuh Paruk masih tetap terkungkung dalam
kemiskinan, bahkan lebih miskin dari tahun-tahun sebelumnya.
MasyarakatDukuh Paruk yang memiliki harta atau bisa dikatakan kayayaitu
ronggeng Srintil, Sakarya kakek Srintil, serta Kertareja dukun ronggeng,
selain mereka warga Dukuh Paruk tidak memiliki harta kekayaan. Dukuh
Paruk tidak bisa menghindari keruntuhan ekonomi dari zaman nenek
moyang, bahkan pada tahun itu terjadi keruntuhansistem ekonomi secara
nasional dan Dukuh Paruk makin melarat.
[Type text]
kolektif penulis yang telah dipengaruhi oleh kondisi, adat-istiadat, dan norma
pada suatu kelompok masyarakat tertentu.
Data:
Semua orang Dukuh Paruk tahu Ki Secamenggala, moyang mereka, dahulu
menjadi musuh masyarakat. Tetapi mereka memujanya. Kubur Ki Secamenggala
yang terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat
kehidupan kebatinan mereka. (RonggengDukuhParuk:10)
Analisis:
Data:
Dipedukuhan itu ada kepercayaan kuat, seorang ronggeng sejati bukan hasil
pengajaran. Bagaimanapun diajari, seorang perawan tidak bisa menjadi ronggeng
kecuali roh indang telah merasuk tubuhnya. Indangadalah semacam wangsit yang
dimuliakan di dunia peronggengan. (RonggengDukuhParuk:13)
[Type text]
Analisis:
Data :
Aku dilarang mereka membakar dupa, Kang. Juga syarat-syarat lainnya. Wah,
hatiku sungguh tidak enak. Bisa terjadi apa-apa nanti”(RonggengDukuhParuk:)
Analisis:
[Type text]
berlebih bahkan percaya akan terjadi petaka yang dapat mengganggu
kehidupan mereka.
Data:
Semuaorang Dukuh Paruk tahu Ki Secamenggala, moyang mereka, dahulu menjadi
musuh masyarakat. Tetapi mereka memujanya. Kubur Ki Secamenggala yang
terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat kehidupan
kebatinan mereka. (Ronggeng Dukuh Paruk : 10)
Analisis:
Data :
Satu hal disembunyikan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu, ketika dia
meniupkan mantra pekasih
ke ubun-ubun Srintil. Mantra yang di Dukuh Paruk dipercaya akan membuat siapa
saja tampak lebih cantik
dari yang sebenarnya;
uluk-uluk perkutut manggung
teka saka ngendi,
teka saka tanah sabrang
pakanmu apa,
[Type text]
pakanku madu tawon
manis madu tawon,
ora manis kaya putuku, Srintil.
Konon bukan hanya itu.
Beberapa susuk emas dipasang oleh Nyai Sakarya di tubuhSrintil.
(RonggengDukuhparuk:)
Analisis :
Data :
“Eh, kalian dengar. Srintil bukan milik orang per orang. Bukan hanya kalian yang
ingin memanjakan Srintil.
Sehabis pertunjukan nanti aku mau minta ijin kepada Nyai Kartareja.”
“Engkau mau apa?”
“Memijat Srintil. Bocah ayu itu pasti lelah nanti. Dia akan kubelai sebelum tidur.”
“Yah, Srintil. Bocah kenes, bocah kewes. Andaikata dia lahir dari perutku!”kata
perempuan lainnya lagi.
Berkata demikian, perempuan itu mengusap matanya sendiri. Kemudian
membersihkan airmata yang
menetes dari hidung.
Rasus yang sejak semula berdiri tak bergerak di tempatnya mendengar segala
pergunjingan itu. Anak
[Type text]
laki-laki berusia tiga belas tahun itu merasa ada sesuatu yang terlangkahi di
hatinya. Ia merasa Srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh
Paruk.(RonggengDukuhParuk:)
Analisis:
Data :
Suami-istri Santayib menyiapkan dagangannya; tempe bongkrek.
Sebelum matahari terbit akan datang para tetangga yang akan membeli bongkrek.
Kecuali hari pasaran
Santayib hanya menjual dagangannya kepada para
tetangga.(RonggengDukuhParuk:)
Analisis :
[Type text]
Data :
Segumpal cahaya kemerahan datang dari langit menuju Dukuh Paruk. Sampai di
atas pedukuhan cahaya itu
pecah, menyebar ke segala arah. Seandainya ada manusia Dukuh Paruk yang
melihatnya, dia akan
berteriak sekeras-kerasnya. “Antu tawa. Antu tawa. Awas ada antu tawa! Tutup
semua tempayan! Tutup
semua makanan!”
Namun semua orang tetap tidur nyenyak.(RonggengDukuhParuk:)
Analisis :
[Type text]
Novel Ronggeng Dukuh Paruk juga menjelaskan masalah aktivitas
politik yaitu kampanye dari PKI. Buku kedua lebih dijelaskan kehidupan
masyarakat yang berlatar belakang peristiwa 1965 dan kemunculanPKI
(Partai Komunis Indonesia)pada masa itu. Kehidupan masyarakat politik juga
terekam jelas dalam Buku Kedua Trilogi Ahmad Tohari yang berjudul
"Lintang Kemukus Dini Hari". Judulnya mungkin menyiratkan kemunculan
PKI pada masa itu.
Data:
Ada orang datang, entah siapa. Kepada Kartareja orang itu mengaku anggota
panitia. Dia menyodorkan kertas berisi catatan lagu. Tetapi karena Kartareja buta
huruf orang itu membacakan untuknya. Ternyata lagu-lagu itu semua sudah dihafal
oleh dukun ronggeng itu. Hanya disana-sini ada pergantian kata atau kalimat.
Kartareja merasakan keanehan karena dalam lagu-lagu itu diselipkan kata “rakyat”
dan “revolusi”.(RonggengDukuhParuk:179)
Analisis :
Ke dunia Dukuh Paruk, perihal PKI (atau apa pun yang berhubungan
dengannya) dibawa pertama kali oleh Pak Ranu, seorang penggawa kantor
kecamatan. Kedatangan Ranu ke Dukuh Paruk adalah untuk mengundang
Srintil dan kelompok ronggengnya, agar berpentas di perayaan Agustusan.
Meskipun awalnya Srintil tak berminat memenuhi undangan tersebut, tapi
akhirnya ia menerimanya juga. Dan terbukti perayaan Agustusan tersebut tak
semata-mata perayaan Hari Kemerdekaan, tapi telah menjelma menjadi arena
propaganda politik. Seseorang bahkan menyodorkan secarik kertas berisi
daftar dan lirik lagu. Tembang-tembang itu sudah mereka kenal sebelumnya,
hanya saja di beberapa tempat lagu-lagu tersebut diselipi
kata rakyat dan revolusi.
Data :
“. . .seniman-seniman rakyat! Rakyat yang perkasa, rakyat yang demikian tangguh,
sehingga mereka masih tetap menyanyi dan menari meskipun telah berabad-abad
hidup tertindas”(RonggengDukuhParuk: 187)
Analisis :
[Type text]
Dalam pentas Agustus itu pula, rombongan ronggeng Srintil yang
awalnya hanya dikenal sebagai Ronggeng (dari) Dukuh Paruk, tiba-tiba
disebut, seniman-seniman rakyat. Tanpa mereka ketahui atau kehendaki,
Ronggeng Dukuh Paruk telah mengawali langkah kecil mereka yang tak
terelakkan untuk mendekat ke kelompok merah, kelompok pembela rakyat
tertindas, kelompok orang-orang Komunis, yang kelak akan sangat
menentukan nasib mereka.Dalam hal ini, orang-orang Komunis digambarkan
tidak dengan cara simpatik. Mereka merekrut kader baru (dalam hal ini Srintil
dan kelompok orang-orang Dukuh Paruk), meskipun awalnya tampak dengan
cara halus tetapi pada dasarnya juga memasang jebakan.
Data :
“Apa yang kau lihat, Nak?”
“Wah! Merah, merah, Pak. Bapak tidak melihat, ya?”
“Apa yang merah?”
“Semua, banyak sekali. Orang-orang bertopi kain merah. Bendera-bendera merah.
Tulisan-tulisan merah. Eh ada juga yang hitam, hijau, dan kuning. Wah, bagus
sekali, Pak”(RonggengDukuhParuk:181)
Analisis :
Dalam dialog ini antara Sakum yang buta dengan anaknya. Anak sakum
yang tidak bersekolah seolah menjelaskan warna-warna yang Ia lihat, karena
Ayahnya yang buta. Maka Sakum meminta tolong anaknya untuk
menggunakan syaraf mata anaknya. Warna-warna yang ia sebut seolah
menyiratkan kampanye politik PKI, meskipun merah tidak dimonopoli oleh
PKI, tapi warna itu memang identik dengan partai tersebut.
Data :
Berita tentang perusakan makam Ki Secamenggala cepat tersebar kemana-mana,
tanpa seorang Dukuh Paruk pun menceritakan hal yang merampas kehormatan
mereka itu ke luar. Dan para perusak yang memakai caping hijau. Pada tahun 1965
itu siapapun tahu kelompok petani mana yang suka berpawai atau berkumpul dalam
rapat dengan tutup kepala seperti itu.(RonggengDukuhParuk:236)
Analisis :
[Type text]
Suatu hari, mereka menemukan cungkup makam Ki Secamenggala,
nenek moyang dan pusat kehidupan batin serta spiritual mereka, porak
poranda. Dengan segera mereka mengambil kesimpulan, semua itu ulah
Bakar(orang yang diterima di Dukuh Paruk sebagai kamitua), karena mereka
tak lagi mau mengikuti kemauannya.Ternyata yang merusak menggunakan
caping hijau. Kita tahu, meskipun tak secara jelas diungkapkan di novel ini,
partai-partai Islam mempergunakan warna hijau untuk identitas mereka. Di
masa itu, sangat besar kemungkinan ini merujuk ke Partai Nahdlatul
Ulama. Demikian juga kita bisa mengerti mengapa orang-orang Islam tak
akan menyukai makam Ki Secamenggala yangdikeramatkan dan bahkan
disembah. Novel ini hanya menuliskan secara tersamar “pada tahun 1965 itu
siapa pun tahu kelompok petani mana yang suka berpawai atau berkumpul
dalam rapat dengan tutup kepala seperti itu.
Data :
“Aku dilarang mereka membakar dupa, Kang. Juga syarat-syarat lainnya. Wah,
hatiku sungguh tidak enak. Bisa terjadi apa-apa nanti”(RonggengDukuhparuk:188)
Analisis :
[Type text]
BAB IV
KESIMPULAN
[Type text]
DAFTAR PUSTAKA
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik Sampai Post
Modern.Yogyakarta; Pustaka Pelajar
Maslikatin, Titik. 2007. Kajian Sastra: Prosa, Puisi, Drama. Jember: Jember
University Press.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1994. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia
[Type text]