Diskusi Keselamatan Udara
Diskusi Keselamatan Udara
PENDAHULUAN
Transportasi Udara 1
Policy standardization, Monitoring trend and indicator, Analysis, dan
Implementing. Organisasi yang terdiri dari 191 negara anggota yang baru saja
menyelesaikan Sidang Umum Sesi ke-38 (Assembly – 38thSession) ini, akan
terus menjalankan tugas utamanya yang diemban sejak mulai dibentuk
dengan meningkatkan keselamatan, keamanan dan keteraturan operasi
penerbangan sipil.
Beberapa bentuk nyata yang telah dirasakan oleh kita bersama saat
ini adalah peningkatan volume pergerakan lalulintas pesawat yang tumbuh
sejalan dengan pemenuhan kapasitas daya angkut penumpang yang terus
meningkat dari tahun ketahun. Keberhasilan lainnya adalah penurunan
tingkat kecelakaan, pengurangan jumlah korban meninggal, pembuatan
berbagai pedoman peningkatan efisiensi operasi penerbangan, serta
pembentukan operasi penerbangan yang berbasis kepada ramah lingkungan
atau fly-green.
Keselamatan merupakan prioritas utama dalam dunia penerbangan,
tidak ada kompromi dan toleransi. Pemerintah berkomitmen bahwa "Safety is
Number One" sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992.
Penyelenggaraan transportasi udara tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan
ekonomi masyarakat pengguna jasa transportasi udara yang dilayani dan juga
kecenderungan perkembangan ekonomi global. Sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional yang semakin membaik, peran Pemerintah yang semula
sebagai penyedia jasa dan pelaku kegiatan ekonomi, akan berubah peran
menjadi sebagai regulator. Sebagai regulator, Pemerintah hanya bertugas
menerbitkan berbagai aturan, melaksanakan sertifikasi dan pengawasan guna
menjamin terselenggaranya transportasi udara yang memenuhi standar
keselamatan penerbangan. Pemerintah telah mempunyai Program Nasional
Keamanan Penerbangan Sipil (National Civil Aviation Security Programme)
yang bertujuan untuk keamanan dan keselamatan penerbangan, keteraturan
dan keberlanjutan penerbangan sipil di Indonesia dengan memberikan
Transportasi Udara 2
perlindungan terhadap penumpang, awak pesawat udara, pesawat udara, para
petugas di darat dan masyarakat, dan instalasi di kawasan bandar udara dari
tindakan melawan hukum.
Pemerintah memandang perlunya paradigma baru bahwa keselamatan
penerbangan merupakan tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Perusahaan Penerbangan dan Masyarakat pengguna jasa. Terkait dengan
keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia, Pemerintah telah
menetapkan peraturan perundang-undangan antara lain:
a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan;
b) PP Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan;
c) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2002 tentang Civil
Aviation Safety Regulation (CASR) part 135;
d) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 2 Tahun 2002 tentang Civil
Aviation Safety Regulation (CASR) part 121;
e) Peraturan Menteri Perhubungan lainnya yang berkaitan dengan
keselamatan dan keamanan penerbangan;
f) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara yang berkaitan dengan
keselamatan dan keamanan penerbangan.
Prosedur Keamanan Penerbangan Sipil, aturan - aturan pengamanan
penerbangan sipil :
1. ICAO Annex 17 The Safeguarding of Civil Aviation Againts Acts of Unlawful
Interference.
2. ICAO Document 8973 tentang Instruction Manual of The Safeguarding of
Civil Aviation Againts Acts of Unlawful Interference.
3. ICAO Annex 18 The Safe Transport of Dangerous Goods by Air.
4. ICAO Document 9284 tentang Technical Instruction of The Safe Transport
of Dangerous Goods by Air.
5. Undang - Undang No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.
Transportasi Udara 3
6. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan.
7. Keputusan Menteri Perhubungan No. 14 Tahun 1989 Tentang Penertiban
penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara sipil.
8. Keputusan Menteri Perhubungan No. 73 Tahun 1996 Tentang Pengamanan
Penerbangan Sipil.
9. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/40/II/1995 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan KM No. 14 Tahun 1989.
10. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/12/I/1995 Tentang
Surat Tanda Kecakapan Operator Peralatan Sekuriti dan Petugas
Pemeriksa Penumpang dan Barang.
11. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/275/XII/1998
Tentang Pengangkutan bahan dan / atau barang berbahaya dengan
pesawat udara.
12. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/293/XI/ Tentang
Sertifikat Kecakapan Petugas Penanganan pengangkutan bahan dan / atau
barang berbahayadengan pesawat udara.
13. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/100/VII/2003
Tentang Petunjuk teknis penanganan penumpang pesawat udara sipil
yang membawa sensata api beserta peluru dan tata cara pengamanan
pengawalan tahanan dalam penerbangan sipil.
14. Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 Tahun 2004 Tentang Program
Nasional Pengamanan Penerbangan Sipil.
15. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/252/XII/2005
Tentang Program Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pengamanan
Penerbangan Sipil.
Transportasi Udara 4
16. Surat Keputusan Dirjen Perhubungan Udara No. SKEP/253/XII/2005
Tentang Evaluasi Efektifitas Program Nasional Pengamanan Penerbangan
Sipil (Quality Control).
Ketentuan Keselamatan Penerbangan Dalam Peraturan Penerbangan
Nasional Indonesia. Keselamatan dan keamanan penerbangan (di Indonesia)
merupakan tanggung jawab semua unsur baik langsung maupun tidak
langsung, baik regulator, opertaor, pabrikan, pengguna dan kegiatan lain yang
berkaitan dengan transportasi penerbangan tersebut. Namun demikian
keberadaan tanggung jawab yang sifatnya konseptual tersebut perlu
diwujudkan, salah satu caranya adalah dengan adanya kebijakan-kebijakan
dalam bentuk peraturan-peraturan oleh pemerintah dan instansi-instansinya
di bidang transportasi, khususnya transportasi udara atau penerbangan.
Secara umum beberapa peraturan di bidang penerbangan tanah air
adalah sebagai berikut:
1) Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara (OPU).
OPU mengatur tentang dokumen angkutan udara, tanggung jawab
pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik barang kiriman)
dan besaran nilai ganti rugi, dan tanggung jawab pihak ketiga dan besaran
nilai ganti rugi. Sebagian ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100 Tahun
1939 tentang Pengangkutan Udara dinyatakan tidak berlaku lagi, kerena
telah disempurnakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 1992 tentang Penerbangan. Ketentuan dalam Ordonansi Nomor 100
Tahun 1939 tentang Pengangkutan Udara yang disempurnakan meliputi: (1)
tanggung jawab pengangkut kepada pihak kedua (penumpang dan pemilik
barang kiriman) dan besaran nilai ganti rugi, dan (2) tanggung jawab pihak
ketiga dan besaran nilai ganti rugi.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang
Penerbangan. Undang-Undang ini merupakan penyempurnaan dari
Transportasi Udara 5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 1958 tentang
Penerbangan dan sebagian dari Ordonansi Nomor 100 Tahun 1939 tentang
Pengangkutan Udara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 tentang Penerbangan mengatur tentang asas dan tujuan dari
penyelengaran penerbangan, kedaulatan atas wilayah udara, pembinaan
penerbangan sipil, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara serta
penggunaan sebagai jaminan hutang, penggunaan pesawat udara,
keamanan dan keselamatan penerbangan, bandar udara, pencarian dan
pertolongan kecelakaan serta penelitian sebab-sebab kecelakaan pesawat
udara, angkutan udara, dampak lingkungan, penyidikan dan ketentuan
pidana. Sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang tersebut
kemudian ditetapkan: (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995
tentang Angkutan Udara, (2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000
tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, dan (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan. Sedangkan
peraturan pelaksana yang lebih rinci dan teknis yang merupakan petunjuk
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah tersebut ditetapkan melalui
Keputusan Menteri dan Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan. Seiring dengan tingkat keselamatan transportasi di Indonesia
yang telah mencapai tingkat yang memprihatinkan dengan banyaknya
kecelakaan transportasi dan seolah telah menjadi berita yang wajar sehari-
hari di media massa, tidak terkecuali transportasi udara, pembahasan
mengenai perubahan undang-undang mengenai transportasi pun menjadi
bagian yang hangat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia
khususnya untuk bidang transportasi penerbangan, karena meskipun secara
kuantitatif kecelakan di sini lebih sedikit tetapi dampak kecelakaan yang
lebih jauh, membuatnya lebih menjadi perhatian khalayak ramai.
Transportasi Udara 6
Rancangan mengenai Undang-Undang ini mulai dibahas sejak Juni 2008,
dengan muatan rangkuman dari berbagai sumber, antara lain: Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 yang merupakan pengganti dari
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1992, artikel-artikel
yang relevan dalam tulisan ilmiah populer maupun yang terdapat dalam
annal of air and space law, usulan Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Udara (TNI-AU), dokumen ICAO mengenai perubahan iklim global, kasus
kecelakaan pesawat serta bahan dan hasil workshop yang berkaitan
dengan penegakan hukum di bidang transportasi udara. Menurut K.
Martono, pengajuan revisi terhadap Undang-Undang ini berdasarkan
pertimbangan pola pikir antara lain bahwa ketentuan-ketentuan dalam
Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 sebagian sudah
tidak relevan dan perlu dirubah, serta perlu adanya ketentuan-ketentuan
yang ditambahkan berkenaan dengan perkembangan ketentuan
internasional mengenai penerbangan. Hingga akhirnya Undang- Undang
Penerbangan yang baru ini berlaku mulai 12 Januari 2009, walaupun
demikian sesuai dengan ketentuan penutup, diperlukan waktu setidak-
tidaknya tiga tahun untuk memberlakukannya secara efektif. Selanjutnya
dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2009, maka OPU dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 sudah tidak berlaku lagi, namun ketentuan pasal 464 Undang-Undang
Penerbangan yang baru tersebut menyatakan bahwa peraturan pelaksana
bagi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 yang
digantikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti
pengaturannya pada dalam Undang-Undang Penerbangan yang baru.
Mengingat keselamatan dan keamanan merupakan bagian dari asas dalam
penyelenggaraan transportasi, maka pengaturannya pun merupakan
Transportasi Udara 7
bagaian yang mengalami revisi. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2009, keselamatan dan keamanan selama penerbangan
khusus dalam pesawat udara diatur dalam BAB VIII mengenai
Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara, Bagian keempat dari
Pasal 52 sampai dengan Pasal 57. Kemudian secara umum mengenai
keselamatan penerbangan yang memuat program, pengawasan, penegakan
hukum, manajemen dan budaya keselamatan diatur dalam BAB XIII Pasal
308 sampai dengan Pasal 322. Selanjutnya aturan pelaksana mengenai
ketentuan keselamatan dalam Undang- undang ini menggunakan Peraturan
Menteri mengenai keselamatan dan keamanan dalam pesawat udara,
kewenangan kapten selama penerbangan, budaya keselamatan dan
pemberian sanksi administratif.
Transportasi Udara 8
BAB II
Transportasi Udara 9
.Laporan ini mengacu kepada beberapa sumber dan indikator yang penting
terhadap kejadian yang terjadi antara tahun 2006-2011.
Data kecelakaan yang terjadi pada tahun 2011 yang lalu berdasarkan
jenis penerbangan komersial berjadwal yang mempergunakan pesawat yang
ber MTOW diatas 2250 kg.Kecelakaan juga berdasarkan definisi yang sesuai
dengan ketentuan pada Annex 13 to the Chicago Convention- Aircraft
Accident and Incident Investigation.
Gambar : Ekor pesawat AirAsia QZ8501 ditemukan dan diangkat ke kapal Crest Onyx di Selat
Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Sabtu (10/1/2015).(KOMPAS.com / IHSANUDDIN)
Transportasi Udara 10
2. Jatuhnya Pesawat TNI AU Hercules C-130 di Medan
Gambar : Situasi di lokasi jatuhnya pesawat Hercules C-130 milik TNI AU di Medan, Sumatera
Utara,Selasa(30/6/2015).(AFPPHOTO/KHARISMATARIGAN)
3. Pesawat ATR 42-300 Trigana Air jatuh menabrak gunung di dekat Oksibil,
Papua
Transportasi Udara 11
sekitarnya. Sedikitnya 44 orang dewasa, 3 anak, dan 2 balita, serta 5 orang
kru tewas dalam kecelakaan ini. Bahkan diketahui pula bahwa pesawat ini
mengangkut uang bernilai 6 Miliar Rupiah milik Kementerian Sosial sebagai
dana desa yang akan dibagikan langsung bagi masyarakat Distrik Oksibil.
Gambar : Tim SAR gabungan mencari korban kecelakaan pesawat Trigana di Kampung
Oksob, Distrik Okbape, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Selasa (18/8). ANTARA
FOTO/STR/pd/15 Aparat gabungan membawa jenazah korban kecelakaan pesawat Trigana
Air seusai upacara serah terima jenazah di Kompleks Bandara Sentani, Kabupaten Jayapura,
Papua, Rabu (19/8).
Sebuah pesawat jenis Boeing 737-300 milik Garuda Airlines dengan nomor
penerbangan GA-421, mendarat darurat di Sungai Bengawan Solo, Serenan,
Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Rabu sekitar pukul 16.45 WIB, 16
Januria 2002. Pesawat dengan rute penerbangan Mataram-Yogyakarta itu
mengangkut 60 penumpang dan termasuk kru.Pramugari Santi Anggraeni
meninggal dalam insiden ini. Dia meninggal tersobek akibat duduk di ekor
pesawat yang tersobek karena batu sungai,
Transportasi Udara 12
Gambar :Sebuah pesawat yang mendarat darurat di sungai bengawan Solo, insiden ini
menewaskan seorang pramugari I foto: detik.com
Gambar : Mandala Airlines Penerbangan RI 091 milik Mandala Airlines jatuh di kawasan
Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara, 5 September 2005.
Transportasi Udara 13
menembak jatuh pesawat Iran Air Flight 655. Menurut berita, pasukan
NAVY telah mencoba menghubungi Iran Air Flight 655 namun tidak ada
jawaban. Baik penumpang dan kru pesawat tidak ada yang selamat.
Terjadi di Kinshasa, Kongo, kecelakaan pesawat yang dialami oleh Iran Air
Flight 1988 memakan korban jiwa antara 225 sampai 348 orang.
Dikarenakan lokasi kecelakaan pesawat yang termasuk didaerah ilegal,
membuat informasi lengkap mengenai kecelakan mengerikan ini tidak
terlalu banyak diperoleh.
Kecelakaan diperkirakan karena pesawat kelebihan beban, kemungkinan
membawa senjata untuk pasukan militer Angola. Pesawat jatuh mengenai
sebuah pasar, kemudian meledak membentuk bola api besar. Kecelakaan
ini membunuh kira-kira 225 sampai 348 orang dan mengakibatkan luka
parah lebih dari 500 orang.
Transportasi Udara 14
8. Saudia Flight 1980
Hanya berselang 6 menit setelah pesawat Saudia Flight 180 lepas landas
dari Riyadh, sebuah peringatan diberikan melalui radio. Dikatakan bahwa
muncul asap mencurigakan dari kargo pesawat. Kru pesawat berusaha
untuk mencari tahu apa penyebab munculnya asap tersebut dan tindakan
apa yang harus dilakukan. Setelah kembali ke airport, kerusakan yang
disebabkan oleh asap itu memaksa mereka untuk mematikan mesin
pesawat. Pesawat sebenarnya berhasil mendarat dengan selamat, tapi
terdapat korban jiwa akibat kecelakaan tersebut. Sebanyak 301 penumpang
meninggal dunia akibat terlalu lama menghirup asap yang muncul dari
pesawat.
Sebanyak 346 orang meninggal atas kecelakaan pesawat yang terjadi di luar
kota Paris pada Maret 1974. Kecelakaan mengerikan yang memakan banyak
korban jiwa ini dialami oleh pesawat Turkish Airlines Flight 981. Menurut
investigasi, kecelakaan disebabkan karena kargo belakang pesawat
meledak.
Transportasi Udara 15
menyebabkan tekanan udara keluar. Terbukanya kargo pesawat
diperkirakan merupakan kesalahan mekanisme kunci pada kargo pesawat.
Jepang dikenal sebagai salah satu negara yang bandaranya selalu sibuk.
Pada tanggal 12 Agustus 1985, terjadi sebuah kecelakaan pesawat
mengerikan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa sebanyak 520 orang.
Kecelakaan pesawat tersebut terjadi setelah penerbangan Japan Ailines
Fligh 123 lepas landas. Kecelakaannya sendiri terjadi di dekat gunung
Ogura.Penyebab kecelakaan pesawat yang menewaskan ratusan orang ini
dikarenakan pesawat mengalami dekompresi. Dekompresi tersebut
merusak sistem hidrolik dan ekor pesawat. Akibatnya, pilot tidak lagi
sanggup mengontrol pesawat terbang.
Transportasi Udara 16
BAB III
FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB KECELAKAAN UDARA
Transportasi Udara 17
gagal memprogram manajemen vital komputer penerbangan atau
salah memperhitungkan bahan bakar yang dibutuhkan, dan sebagainya.
b) Kegagalan teknik: Penyebab kece-lakaan karena kegagalan alat
mencapai sekitar 20 persen meski ada perbaikan pada desain dan
kualitas manufaktur. Tak hanya itu, meski secara signifikan mesin saat
ini dapat diandalkan dibandingkan setengah abad lalu, namun sesekali
ternyata masih terjadi kegagalan.
c) Cuaca: Cuaca buruk menyumbang sekitar 10 (sepuluh) persennya,
meski dibantu banyak alat, seperti kompas gyroscopic, navigasi satelit,
dan uplinkdata cuaca, pesawat masih tak dapat menghalau badai, salju,
dan kabut.
d) Sabotase: Sekitar 10 (sepuluh) persen dari kecelakaan pesawat
disebabkan oleh sabotase seperti sambaran petir. Risiko yang
ditimbulkan oleh sabotase jauh lebih sedikit daripada yang banyak
orang percayai.
e) Kesalahan manusia : Sisanya dikaitkan pada jenis lain dari kesalahan
manusia seperti kesalahan yang dibuat oleh pengendali lalu lintas
udara, dispatcher, loader, pengisi bahan bakar, atau teknisi
pemeliharaan. Terkadang, kesalahan manusia ini disebabkan oleh
pekerja di penerbangan yang bekerja dengan shiftpanjang. Selain itu,
teknisi pemeliharaan ternyata juga dapat membuat kesalahan yang
berpotensi bencana.
Adanya berbagai kecelakaan penerbangan dibagi menjadi beberapa faktor
yang dapat dianggap sebagai penyebab kecelakaan penerbangan, seperti
pesawat udara itu sendiri (machine); faktor manusia (human); faktor
lingkungan (environment); penggunaan atau pengoperasian pesawat udara
(mission) dan pengelolaan (management). Selain itu saat ini diindikasikan
kecelakaan pesawat udara disebabkan oleh penumpang sendiri.
Transportasi Udara 18
Tabel 2. Data Investigasi Kecelakaan Penerbangan
Jenis Kejadian Korban Jiwa
Jumlah
Kecelakaan Korban Korban
NO Tahun Serious
Investigasi Accident Meninggal Luka-
Incident
KNKT / Hilang luka
1 2007 21 15 6 125 10
2 2008 21 14 7 6 2
3 2009 21 13 8 40 9
4 2010 18 8 10 5 46
5 2011 32 19 13 71 8
6 2012 29 13 16 58 9
7 2013 34 9 25 2 8
8 2014 30 7 23 169 6
9 2015 28 11 17 65 10
10 2016 41 15 26 5 57
Total 275 124 151 546 165
Sumber : KNKT
Transportasi Udara 19
Transportasi Udara 20
BAB IV
Transportasi Udara 21
pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan
maupun standar keamanan dan keselamatan penyelenggaraan angkutan
udara, antara lain, sebagai berikut:
a. Monitoring secara kontinu terhadap pelaksanaan kegiatan usaha jasa
angkutan udara. Berdasarkan hasil monitoring tersebut dilakukan
analisa dan evaluasi agar dapat diketahui apakah terdapat
penyimpangan atau pelanggaran terhadap peraturan dan ketentuan
yang berlaku. Apabila ditemui adanya penyimpangan atau pelanggaran,
akan diberikan peringatan untuk tindakan korektif sampai dengan 3
kali, untuk selanjutnya diambil tindakan administratif sampai dengan
memberikan sanksi (pencabutan izin rute, pencabutan izin usaha),
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Terkait dengan
operasional pesawat udara, bagi perusahaan yang armadanya tidak
memenuhi syarat kelaikan terbang maka akan digrounded dan
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Transportasi Udara 22
surveillance, ramp check, route check, proficiency check. Salah
satu pihak yang memegang peranan penting dalam pengaturan
lalu lintas penerbangan untuk keamanan dan keselamatan
penerbangan adalah Perusahaan Umum (Perum) Lembaga
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia
(LPPNPI) atau dikenal dengan Airnav Indonesia merupakan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan tanggal 13 September
2012. Airnav Indonesia didirikan sesuai amanat UU Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan dan bertugas menyediakan
pelayanan navigasi penerbangan.Airnav Indonesia mengelola
seluruh ruang udara Indonesia yang dibagi menjadi 2 (dua) Flight
Information Region (FIR),yaitu Jakarta FIR dan Ujung Pandang FIR.
Pelayanan Airnavyang diselenggarakan oleh Airnavmencakup berupa
Pelayanan Pemanduan lalu lintas udara, Pelayanan Telekomunikasi
penerbangan, Pelayanan informasi aeronautika, Pelayanan Informasi SAR
penerbangan, Pelayanan informasi Meteorologi penerbangan. Prinsip Bisnis
Airnav adalah Cost Recovery Basis.AirNav Indonesia mengemban tugas dan
tanggung jawab untuk fokus melaksanakan pelayanan navigasi
penerbangan di seluruh wilayah ruang udara Indonesia guna menjamin
pemberian pelayanan yang selamat, teratur dan efisien.
Tugas dan tanggung jawab AirNav Indonesia tidaklah ringan
mengingat Indonesia memiliki tingkat kebutuhan dan permintaan terhadap
jasa transportasi udara yang cukup besar.Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut saat ini terjadi ekspansi dan pertumbuhan maskapai penerbangan
yang sangat pesat.Indikator pertumbuhan tersebut dapat dilihat dari
semakin meningkatnya jumlah pergerakan pesawat akibat penambahan
jumlah armada, penambahan rute dan jadwal penerbangan secara
signifikan. Tanggung jawab Perum LPPNPI sebagai pihak Penyelenggara
Transportasi Udara 23
Pelayanan Navigasi Penerbangan untuk menjaga keamanan penerbangan,
juga diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Nomor PM 127 Tahun 2015,
sebagai berikut:
1) Menyusun, melaksanakan, mengem-bang kan dan mempertahankan
efektifitas Program Keamanan Penyelenggara Pelayanan Navigasi
Penerbangan di setiap bandar udara dengan berpedoman kepada
program keamanan penerbangan nasional dan disahkan oleh Direktur
Jenderal.
2) Melakukan evaluasi secara periodik terhadap Program Keamanan
Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan dan melakukan
perubahan (amandemen) bila diperlukan.
3) Menetapkan organisasi, atau menunjuk pejabat/personel yang
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pelaksanaan Program
Keamanan Pelayanan Navigasi Penerbangan.
4) Menyediakan sumber daya dan fasilitas keamanan sesuai dengan
kebutuhan.
5) Melakukan pengawasan keamanan penerbangan internal dan
menjamin pelaksanaan tindakan perbaikan dari hasil pengawasan.
6) Program Keamanan Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan
sebagaimana dimaksud, paling sedikit memuat tentang hal-hal: (a)
tujuan program; (b) tanggung jawab pelaksana program; (c)
pengorganisasian fungsi dan tanggung jawab; (d) langkah-langkah
pengamanan yang meliputi, perlindungan fasilitas navigasi,
pengendalian jalan masuk fasilitas navigasi, personel keamanan
penerbangan, pengamanan teknologi informasi dan komunikasi (cyber
security), contingency plan, koordinasi antar instansi, kontribusi air
traffic management untuk melindungi dari tindakan melawan hukum,
prosedur emergency saat bencana alam dan air space management for
Transportasi Udara 24
ATM security, pelatihan personel, dan pembiayaan keamanan
penerbangan.
Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional IATA, potensi
industri penerbangan Indonesia sangat besar dan pada 2034 diperkirakan
masuk dalam daftar enam besar untuk perjalanan udara, dengan jumlah
penumpang mencapai 270 juta dari dan di dalam negara tersebut. Untuk
bandara Soekarno Hatta saja, rata-rata per hari melayani 1.200 pesawat
take offdan landing, dimana rata-rata per jam mencapai 70-an pesawat
yang take offdan landing. Beberapa bandara lainnya, seperti Kualanamu-
Deliserdang, Juanda-Surabaya, Ngurah Rai-Bali, Sepinggan -Balikpapan, dll.
Juga mengalami hal yang sama, over capacity.Dampak dari kondisi over
capacitytersebut, dapat menghambat keselamatan serta kelancaran
penerbangan, antara lain terjadinya keadaan, sebagai berikut, Pilot yang
terbang memasuki wilayah Jakarta, harus mengantri panjang dalam waktu
yang cukup lama saat akan berangkat, dan harus holding (terbang berputar-
putar menunggu giliran untuk mendarat ) saat melakukan pendekatan
untuk mendarat ke Bandara Soetta. Sudah tentu, kondisi ini akan
membakar bahan bakar lebih banyak, yang berarti biaya operasional
membengkak. Bagi penumpang, lama perjalanan menjadi tidak menentu,
karena antrean dapat memakan waktu dari bilangan puluhan menit bahkan
sampai bilangan jam, yang berarti bisnis terganggu.Bagi Crew Airnav
Indonesia yang bertugas memberikan layanan, kondisi seperti ini juga
sangat memberatkan.
Transportasi Udara 25
Mengatur puluhan pesawat dengan kecepatan tinggi di udara pada
waktu bersamaan, yang terus bergerak maju.semuanya ingin mendapatkan
prioritas, sungguh suatu kondisi yang menuntut konsentrasi tinggi,
ketelitian, serta mental yang kuat. Banyak pihak menginginkan pejabat
Perum LPPNPI dan jajaran di bawahnya bekerja secara profesional, cepat,
cermat dan cekatan.Perlu diketahui, bahwa kelancaran dan efisiensi
kegiatan operasi penerbangan tidak hanya dipengaruhi oleh pelayanan
navigasi penerbangan, tetapi juga faktor-faktor lain seperti kapasitas
runway, konfigurasi taxiway, kapasitas apron juga fasilitas penunjang
lainnya.
Pesatnya pertumbuhan pergerakan lalu lintas penerbangan pada
kenyataannya juga kurang diimbangi oleh ketersediaan infrastruktur
bandara sebagai tempat melayani kegiatan lalu lintas pesawat penerbangan
dan penumpang. Ketidak seimbangan kondisi tersebut seringkali
mengakibatkan terganggunya operasional penerbangan yang berujung pada
terjadinya penundaan penerbangan, pembatalan penerbangan dan
penumpukan penumpang di ruang terminal bandara, hingga permasalahan
Transportasi Udara 26
berupa adanya maskapai yang berebut terbang saat “golden time”, baik
saat pagi maupun pada sore hari.
A. Aspek Hukum Keselamatan Penerbangan Pesawat Udara
Sebenarnya tujuan utama kegiatan penerbangan adalah keselamatan
penerbangan. Dalam hal keselamatan penerbangan tersebut diperlukanlah
aspek hukum untuk mengaturnya, aspek hukum ini berkaitan erat dengan
perlindungan konsumen terhadap pengguna jasa transportasi udara niaga,
dalam konteks ini maka semua perusahaan penerbangan wajib untuk
mengantisipasi segala kemungkinan yang dapat mencelakakan
penumpangnya, oleh karena itu setiap perusahaan penerbangan komersil
dituntut untuk menyediakan armada pesawatnya yang handal dan selalu
dalam keadaan layak terbang.
Keselamatan penerbangan berkaitan erat dengan fisik pesawat terbang serta
aspek pemeliharaan (maintence) sehingga terpenuhi persyaratan teknik
penerbangan, selain itu aspek keselamatan penerbangan juga berkenaan erat
dengan faktor sumber daya manusia yang terlibat dalam kegiatan
penerbangan.Keselamatan penerbangan merupakan hasil keseluruhan dari
kombinasi berbagai faktor, yaitu faktor pesawat udara, personil, sarana
penerbangan, operasi penerbangan dan badan-badan pengatur penerbangan.
B. Peraturan Pemerintah Perhubungan Tentang KKOP (Kawasan Keselamatan
Operasional Penerbangan)
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan adalahwilayah daratan dan/atau
perairan serta ruang udara disekitar bandar udara yang digunakan untuk
kegiatanoperasi penerbangan dalam rangka menjaminkeselamatan
penerbangan.Untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di Bandara
Udara dan sekitarnya, perlu menetapkan batas-batas Keselamatan Operasi
penerbangan. Oleh karena itu, ditetapkan penetapan Kawasan Keselamatan
Operasi Penerbangan (KKOP), termasuk didalamnya pengaturan tentang
pengendalian bangunan dan benda tumbuh, meliputi mendirikan, mengubah
dan melestarikan suatu bangunan.Oleh karena pentingnya penetapan
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) bagi keamanan dan
Transportasi Udara 27
keselamatan penerbangan serta untuk memberikan perlindungan bagi
masyarakat di sekitar bandar udara. maka Pemerintah Daerah
harusmenerbitkan regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah yang dapat
mengikat dan dijadikan pedoman bagi pemangku kepentingan dan
masyarakat untuk melakukan aktivitas di sekitar bandar udara.
Transportasi Udara 28
BAB V
PENUTUP
Transportasi Udara 29
yang disediakan memenuhi persyaratan keselamatan penerbangan secara
konsisten dan terus menerus, secara konsisten dan terus menerus melakukan
pengawasan dengan melakukan pengecekan terhadap pemenuhan peraturan
perundang-undangan dan peraturan keselamatan penerbangan yang berlaku dan
Penegakan hukum secara konsisten terhadap pelanggaran pemenuhan regulasi
secara administrasi berupa pencabutan sertifikat.
Transportasi Udara 30
DAFTAR PUSTAKA
https://newsrina.blogspot.co.id/2014/09/garuda-indonesia-boeing-737-300.html
https://www.merdeka.com/uang/ini-penyebab-kecelakaan-pesawat-kerap-terjadi-di-
indonesia.html
Muhammad, Abdulkadir. 2008. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan
Transportasi Udara 31
Djarab, Hendarmin. dkk. 1998. Beberapa Pemikiran Hukum Memasuki Abad XXI.
Bandung : Angkasa Konvensi Chicago 1944 (Convention on International Civil
Aviation)
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes.2003. Pengantar Hukum Internsional.
Bandung : Alumni
Martono, K. 2009. Hukum Penerbangan Berdasarkan UURI No. 1 Tahun 2009
Bandung : Mandar Maju
Martono, K. dan Usman Melayu. 1996. Perjanjian Angkutan Udara di Indonesia.
Bandung : Mandar Maju
Budi Setiawan, Edi, 2007, Mencermati Kelaikan Terbang Pesawat Tua
www.pikiranrakyat.co.id,
Angkasa,2004. Penerbangan Nasional:Perketat Keselamatan, Jadikan Kompetitif.
Gramedia.Jakarta
Tamin, Ofyar, 2000, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Penerbit ITB,
Bandung.
www.sinarharapan.co.id, Menyelamatkan Tranportasi Udara,
Transportasi Udara 32