Anda di halaman 1dari 10

Analisis kejadian cedera tangan pada operasi pengeboran, workover, dan wellservice

di lepas pantai, Perusahaan Migas, 2012-2014

Syamsul Arifin

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Universitas Balikpapan


Jl Pupuk Raya, Gn Bahagia, Balikpapan (0542) 765442, 764205

syamsul.arifin@uniba-bpn.ac.id

ABSTRAK

Porsi terbesar kecelakaan kerja di pengeboran, workover, dan wellservice berdasarkan


bagian tubuh terjadi pada jari dan tangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
karakteristik pekerjaan, faktor manusia, pekerjaan, dan organisasi yang berkontribusi pada
kejadian cedera tangan. Penelitian ini mempergunakan disain studi kuantitatif dengan
pendekatan cross-sectional. Analisa data yang dilakukan adalah dengan menganalisa
distribusi proporsi variabel yang diteliti dan membandingkannya dengan teori/hasil
observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan yang terdapat
kasus cedera tangan memberikan porsi yang hampir sama namun dengan konsekuensi
cedera yang berbeda. Faktor manusia yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan
yaitu: mistake/mental slip, prosedur tidak dilakukan, analisis bahaya tidak dipergunakan,
dan penggunaan alat yang tidak benar. Faktor pekerjaan yang berkontribusi yaitu: desain
tidak memadai dan tidak tersedia peralatan standar. Faktor organisasi yang berkontribusi
yaitu: analisis bahaya tidak memadai/bahaya tidak teridentifikasi, prosedur tidak memadai,
prosedur tidak ada, tidak ada analisa risiko, tidak dilatih, dan arahan kerja tidak memadai.

Kata Kunci: kecelakaan, tangan, manusia, pekerjaan, organisasi.

Pendahuluan
Bekerja di lapangan minyak dan gas (migas) lepas pantai (offshore) adalah aktifitas
berisiko tinggi. Gardner (2002) menyebutkan beberapa karakteristik khas pekerjaan
offshore yang membuatnya menjadi berisiko tinggi: lokasi kerja yang terisolasi, potensi
bahaya besar (kebakaran, ledakan), pola kerja 12 jam per hari dengan 2 atau 4 minggu
kerja terus menerus, banyak terpaparan bahaya di waktu bersamaan (contoh: bahan
berbahaya, kebisingan, getaran, panas, pengangkatan manual), dan kondisi lingkungan.
Di industri migas hulu, ada beberapa fase aktifitas pekerjaan migas, mulai dari
eksplorasi, pengembangan, dan produksi lapangan. Salah satu bagian aktifitas pekerjaan
migas lepas pantai yang bisa berada di fase eksplorasi dan pengembangan adalah
pengeboran (drilling), workover, dan wellservice.

1
Dengan mengklasifikasi berdasarkan tipe aktifitas pekerjaan. Data International
Association of Oil and Gas Producer (OGP) menunjukkan bahwa 20% kejadian loss time
incident terjadi pada operasi pengeboran, workover, dan wellservices. (OGP, 2013)
Khusus untuk industri drilling sendiri, International Association Of Drilling
Contractors (IADC) mengeluarkan publikasi program statistik insiden anggotanya.
Proporsi kejadian kasus loss time incident pada anggota IADC yang mengikuti ISP
(Incident Statistic Program) diketahui bahwa porsi terbesar berdasarkan bagian tubuh,
kasus loss time incident terjadi pada jari sebanyak 22,88% dan pada tangan sebesar 6,85%.
(IADC, 2013)
PT. ABC adalah salah satu Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas dengan
pemerintah Indonesia melalui SKKMigas. PT. ABC memiliki hak untuk melakukan
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dalam blok/wilayah kerja di lepas
pantai Kutei Basin, Kalimtanan Timur.
Dari beberapa departemen yang ada di PT. ABC, Departemen Drilling dan
Completion (D&C) adalah salah satu departmen penunjang operasi. Drilling, workover dan
wellservices dianggap sebagai salah satu operasi dengan potensi risiko keparahan tingkat
tinggi.
Meskipun tiap tahun terlihat tren penurunan kejadian kecelakaan, cedera pada jari
dan tangan masih menempati porsi terbesar cedera yang ada di D&C. Sebanyak 59%
cedera yang ada di D&C antara 2012-2014 terjadi pada jari dan tangan pekerja.
Kejadian cedera tangan di D&C diduga lebih banyak diakibatkan oleh faktor
manusia. Belum adanya analisis lebih lanjut faktor manusia, pekerjaan dan organisasi yang
berkontribusi pada kejadian cedera tangan sehingga penanganannya bisa jadi tidak sesuai
untuk mencegah terulangnya kejadian di masa depan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian guna lebih memahami aspek manusia,
pekerjaan, dan organisasi terkait cedera tangan yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan pembuatan program promotif dan preventif pencegahan cedera tangan.
Dari hasil observasi, kejadian cedera tangan tidak hanya terjadi pada pekerjaan
utama di operasi pengeboran, workover dan wellservice, tapi juga pada pekerjaan
sampingan. Pada kejadian cedera tangan belum diketahui secara rinci apa saja faktor
manusia, pekerjaan, dan organsisasi yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan dalam
aktifitas pengeboran, workover, dan wellservice sehingga program pencegahan cedera
tangan menjadi tepat dan efektif.

2
Tinjauan Teoritis
Faktor Manusia
Menurut Health Safety Executive UK (HSE, 2009), ada tiga aspek yang
memberikan dampak terhadap keselamatan dan kesehatan di tempat kerja yaitu: faktor
pekerjaan, individu dan organisasi.
Faktor individu adalah faktor yang dapat memberikan kegagalan aktif. James
Reason (1990) membedakan antara kesalahan yang disengaja dan kesalahan yang tidak
disengaja. Kesalahan yang disengaja berupa pelanggaran sedang kesalahan yang tidak
disengaja bisa berupa slip/lapse atau mistake.
Beberapa contoh penyebab langsung dan faktor kontributor dari kegagalan
individu: tingkat kompetensi dan kemampuan yang rendah; pekerja yang lelah; pekerja
yang bosan dan tidak memiliki hati pada pekerjaan; masalah kesehatan pekerja.
International Association of Oil & Gas Producers (OGP) ketika membuat daftar
kategori penyebab kecelakaan, menjabarkan faktor orang (tindakan) ke dalam beberapa hal
berikut: (OGP, 2011)
1) Mematuhi prosedur: pelanggaran yang disengaja (oleh individu atau grup);
pelanggaran tidak sengaja (oleh individu atau grup); posisi di lintasan benturan (di line
of fire); gerakan berulang atau posisi/postur tidak benar; bekerja atau bergerak dengan
kecepatan yang tidak tepat; pengangkatan yang tidak benar
2) Penggunaan alat, material dan produk: penggunaan/posisi peralatan/material/produk
yang tidak benar; perbaikan peralatan yang berenergi tanpa/tidak cukup isolasi
3) Penggunaan metode pelindung: gagal untuk memperingatkan bahaya; tidak
memadainya penggunaan sistem keselamatan; Alat Pelindung Diri (APD) tidak
dipergunakan atau dipergunakan tidak benar; peralatan atau material tidak diamankan;
pelindung, sistem peringatan atau alat keselamatan dimatikan atau dilepas
4) Kurang kewaspadaan/perhatian: pengambilan keputusan yang tidak benar; kurang
perhatian/teralihkan oleh hal/stres lain; tindakan kekerasan; penggunaan obat terlarang
atau alkohol; kelelahan.
Faktor Pekerjaan
Pada faktor pekerjaan, sebuah pekerjaan harus sesuai dengan prinsip-prinsip
ergonomi yang memperhatikan keterbatasan dan kekuatan manusia. Ketidaksesuaian antara
kebutuhan pekerjaan dan kapasitas manusia dapat menyebabkan kesalahan. Kesesuaian
pekerjaan dengan pekerja membuat pekerja tidak kelebihan beban (overload) sehingga
memberikan kontribusi yang paling efektif. (HSE, 2009)

3
Beberapa contoh penyebab langsung dan faktor kontributor dari kegagalan
pekerjaan: desain peralatan dan instrumen yang tidak logis; gangguan dan interupsi yang
terus menerus; instruksi yang hilang atau tidak jelas; peralatan yang tidak dirawat dengan
baik; beban kerja tinggi; kondisi kerja yang bising dan tidak menyenangkan.
Daftar kategori penyebab kecelakaan yang masuk ke dalam faktor pekerjaan
menurut OGP adalah sebagai berikut: (OGP, 2011)
1) Sistem pelindung: pelindung atau pembatas yang tidak memadai/rusak; Alat Pelindung
Diri (APD) yang tidak memadai atau rusak; alat peringatan/alat keselamatan yang tidak
memadai atau rusak; sistem pengamanan yang tidak memadai
2) Alat, material, produk: desain/spesifikasi/ manajemen perubahan yang tidak memadai;
alat/material/produk yang tidak memadai atau rusak; perawatan/inspeksi/pengujian
yang tidak memadai
3) Bahaya tempat kerja: terlalu padat, berantakan atau terbatas gerakan; permukaan,
lantai, jalan tidak memadai; atmosfir berbahaya (ledakan/beracun/ aspiksian); badai
atau kejadian alam.
Faktor Organisasi
Faktor organisasi dan lingkungan kerja merupakan faktor laten yang dapat
menyebabkan kegagalan. Beberapa contoh faktor laten di industri yaitu budaya
keselamatan, peraturan dan prosedur, pelatihan, pengawasan, desain peralatan, dan
perawatan.
Berikut adalah beberapa contoh penyebab langsung dan faktor kontributor dari
kegagalan organisasi dan manajemen: perencanaan pekerjaan yang tidak baik sehingga
tekanan kerja meningkat; sistem K3 dan barrier yang tidak memadai; respon tidak
memadai terhadap insiden sebelumnya; manajemen didasarkan atas komunikasi satu arah;
koordinasi dan tanggung jawab yang kurang; manajemen K3 dan budaya K3 yang tidak
memadai.
Sedangkan daftar kategori penyebab kecelakaan yang masuk ke dalam faktor
organisasi menurut OGP adalah sebagai berikut: (OGP, 2011) Kompetensi/pelatihan tidak
memadai; standar kerja/prosedur tidak memadai; identifikasi bahaya atau penilaian risiko
tidak memadai; komunikasi tidak memadai; pengawasan tidak memadai; budaya
organisasi/kepemimpinan yang buruk; gagal melaporkan kejadian.

Metode Penelitian

4
Disain penelitian ini mempergunakan disain studi kuantitatif dengan pendekatan
cross-sectional. Lokasi penelitian adalah di area operasi pengeboran, wellservice, dan
workover lepas pantai, PT. ABC di Kalimantan Timur. Waktu penelitian Januari 2015 – Juli
2015.
Data yang diteliti pada penelitian ini adalah data sekunder berupa data investigasi
kejadian kecelakaan di D&C selama periode Januari 2012-Desember 2014 beserta data
pendukungnya semisal Standard Operating Procedur (SOP), ijin kerja, Job Safety Analysis
(JSA), wawancara saksi dan korban, data part, foto-foto kejadian, dan data medis.
Data dikumpulkan dengan mengakses catatan investigasi kecelakaan yang dikelola
oleh HES Specialist, diteliti juga data investigasi yang telah di masukkan ke dalam sistem
online IMPACT guna mengetahui status close-out tindakan perbaikan yang telah
dilakukan.
Data dikelola dengan melakukan pengelompokkan data hasil investigasi ke dalam
variabel penelitian, dibuatkan tabel distribusi frekuensinya. Analisa data yang dilakukan
adalah dengan menganalisa distribusi proporsi variabel yang diteliti dan
membandingkannya dengan teori/hasil observasi.
Hasil analisis untuk menjelaskan tentang karakteristik pekerjaan, faktor manusia,
pekerjaan dan organisasi yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan aktifitas
pengeboran, workover dan wellservice akan disajikan dalam bentuk narasi, tabel distribusi
frekuensi dan grafik.

Hasil dan Pembahasan


Pembahasan Klasifikasi Pekerjaan
Distribusi kejadian berdasarkan klasifikasi pekerjaannya dibagi menjadi: primer,
sekunder, dan tertier. Pekerjaan primer adalah pekerjaan yang melibatkan lebih dari satu
tim kerja, pekerjaan ini umumnya dikerjakan oleh drilling kru dan service company kru
yang dilakukan di platform, rig floor dan work deck rig/barge. Pekerjaan primer
merupakan aktifitas inti operasi pengeboran, workover, dan wellservice. Pekerjaan
sekunder adalah pekerjaan pekerjaan pendukung aktifitas inti yang membutuhkan tim
kerja, biasanya dikerjakan oleh maintenance dan marine kru di storage/utility area. Sedang
pekerjaan tertier adalah pekerjaan yang tidak terkait langsung dengan aktifitas pengeboran,
workover, dan wellservice, merupakan aktifitas dengan tingkat resiko rendah. Pekerjaan
tertier dilakukan seorang diri, umumnya dikerjakan oleh barge kru (katering, camp) yang
dikerjakan di area akomodasi.

5
Gambar 1. Distribusi Klasifikasi Pekerjaan Kejadian

Sebagian besar kejadian cedera tangan terjadi di rig floor dan dek kerja barge
(53%), dimana aktifitas utama terkait pengeboran, workover, dan wellservice berlangsung.
Yang cukup menarik, proporsi lokasi kejadian terbesar kedua cedera tangan terjadi adalah
di akomodasi dan dapur (21%), dimana aktifitas lebih banyak masuk ke dalam kategori
aktifitas pendukung yang tidak terkait langsung dengan operasi pengeboran, workover, dan
wellservice. Sehingga data klasifikasi pekerjaan yang menghasilkan cedera tangan, bisa
dikatakan masing-masing tipe pekerjaan (primer, sekunder, tertier) memberikan porsi yang
hampir sama, sekitar sepertiga.
Ketika dilakukan penjabaran dan tabulasi silang dengan detail konsekuensi
kejadian, meskipun tiap tipe pekerjaan memberikan jumlah cedera yang hampir sama,
namun konsekuensi cedera yang dihasilkan berbeda. Pekerjaan yang terkait langsung
dengan aktifitas inti pengeboran memberikan konsekuensi cedera tangan yang lebih serius,
sedang aktifitas pendukung semisal katering atau aktifitas di akomodasi lebih banyak
berkontribusi pada cedera tangan ringan.
Pembahasan Akar Penyebab Kejadian
Distribusi akar penyebab kejadian hasil investigasi kecelakaan dapat disajikan
dalam tabel berikut.

Tabel 1. Distribusi Akar Penyebab Kejadian


Akar Penyebab Kejadian Jumlah Kejadian
Mistake/mental slip 10
Analisa bahaya tidak memadai 7
Desain tidak memadai 4
Prosedur tidak dilakukan 3
Prosedur tidak memadai 3
Bahaya tidak teridentifikasi 2
Tidak ada analisa resiko 2
Tidak dilatih 2

6
Prosedur tidak ada 2
Analisa bahaya tidak dipergunakan 1
Penggunaan alat yang tidak benar 1
Arahan kerja tidak memadai 1
Tidak tersedia peralatan standar 1

Data akar penyebab kejadian cedera tangan memperlihatkan bahwa


“mistake/mental slip” dan “analisa bahaya yang tidak memadai” merupakan kontributor
tertinggi penyebab cedera tangan seperti yang terlihat pada tabel di atas.
Setelah dilakukan klasifikasi akar penyebab kejadian menjadi faktor personal,
faktor pekerjaan, dan faktor organisasi, terlihat bahwa faktor organisasi merupakan
penyebab terbesar kejadian cedera tangan, hampir setengah kejadian cedera tangan
diakibatkan oleh faktor organisasi (49%), baru kemudian faktor manusia (38%).
Faktor manusia
Dari keseluruhan akar penyebab kejadian cedera tangan, dipilah faktor manusia
yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan di Departemen D&C, yaitu:
a) Mistake/mental slip (26%)
b) Prosedur tidak dilakukan (8%)
c) Analisa bahaya tidak dipergunakan (3%), dan
d) Penggunaan alat yang tidak benar (3%).
Dari daftar diatas, mistake/mental slip disebut terbanyak sebagai akar penyebab
kejadian (26%).
Luput (slips) terjadi ketika suatu aksi fisik gagal mewujudkan hasil yang
diinginkan, terkait dengan perhatian atau konsentrasi pekerja. Sedang pada khilaf (lapses),
kegagalan yang terjadi terkait dengan ingatan atau memori pekerja. Mode aktifitas untuk
kesalahan ini adalah skill-based error. Keliru (mistake), sebaliknya, terjadi ketika
seseorang mempergunakan rencana yang tidak memadai untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Kekeliruan biasanya melibatkan kesalahan interpretasi atau kurangnya
pengetahuan. (DOE, 2009)
OEDRS (Operational Excellence Data Reporting Standard) menjelaskan
“mistake/mental slip” sebagai: The people doing the task had all the skills and knowledge,
had proper work direction and priorities, and did not intentionally choose not to follow
procedures. Factors may include attention lapse, stress, fatigue, over-tiredness, emotional
distress; external distractions such as other workers and/or activities; internal distractions
such as daydreaming; unintentionally skipping a procedure step. (OEDRS, 2014)

7
Mistake/mental slip yang disebutkan sebagai akar penyebabnya dalam penyebab
kejadian cedera tangan, bisa jadi perlu dijabarkan lebih lanjut lagi, apakah masuk ke
kategori mode bekerja skill, rule atau knowledge base. Tindakan pengendalian yang efektif
akan sangat tergantung pada mode kerja apa kesalahan itu terjadi.
Pada mode skill-base, diperlukan peralatan yang memadai guna meminimalisir
slips. Pekerja juga harus bebas dari interupsi dan gangguan yang bisa merusak konsentrasi,
membagi fokus perhatian mereka dan menyebabkan lapse memori. Pada mode ini, pekerja
bisa sangat terbantu dengan pengingat atau alat bantu kerja sederhana. Ketika mode rule-
base, pekerja membutuhkan prosedur yang akurat, lengkap dan tidak ambigu sebagai
referensi kerja. Mereka juga mungkin perlu mendapatkan akses ke ahli tertentu ketika
harus memutuskan peraturan mana yang harus diambil dan aplikasi yang benar untuk
peraturan tersebut. Di sisi lain, ketika pemahaman pekerja terhadap permasalahan bekerja
di mode knowledge-base tidak lengkap atau tidak akurat, dan dibutuhkan proses berpikir
yang banyak dan lambat, kolaborasi dengan tim ahli yang berpengalaman bisa jadi
diperlukan untuk membuat pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
Faktor Pekerjaan
Dari keseluruhan akar penyebab kejadian cedera tangan, dipilah faktor pekerjaan
yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan di Departemen D&C, yaitu:
a) Desain tidak memadai (10%)
b) Tidak tersedia peralatan standar (3%)
Di faktor pekerjaan, sebuah pekerjaan harus sesuai dengan prinsip-prinsip
ergonomi yang memperhatikan keterbatasan dan kekuatan manusia. Ketidaksesuaian antara
kebutuhan kerja dan kapasitas manusia dapat menyebabkan kesalahan manusia.
Kesesuaian pekerjaan dengan pekerja membuat pekerja tidak kelebihan beban (overload)
sehingga dapat memberikan kontribusi yang paling efektif. (HSE, 1999)
Rekayasa teknik (engineering) telah berkembang jauh pada awal mula
berkembangnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Hal ini sejalan dengan prioritas
hirarki pencegahan kecelakaan kerja, yang dimulai dari tahapan rekayasa teknik,
administrasi dan pelatihan, kemudian alat pelindung diri.
Aplikasi modifikasi teknik di lapangan juga telah diterapkan, terutama dalam
penggunaan tag-line atau tali pemandu, penyediaan dan penggunaan alat bantu semisal
push-pull stick, yang berguna untuk memandu penempatan ketika pengangkatan peralatan,
praktik kebijakan hand-off-load atau tangan tidak menyentuh material yang sedang

8
diangkat/angkut, dan sarung tangan high-impact atau yang memberikan pekerja
perlindungan lebih ketika ada kontak/gesekan.
Faktor Organisasi
Dari keseluruhan akar penyebab kejadian cedera tangan, dipilah faktor organisasi
yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan di Departemen D&C, yaitu:
a) Analisa bahaya tidak memadai/Bahaya tidak teridentifikasi (23%)
b) Prosedur tidak memadai (8%)
c) Prosedur tidak ada (5%)
d) Tidak ada analisa resiko (5%)
e) Tidak dilatih (5%)
f) Arahan kerja tidak memadai (3%)
Porsi paling besar di kategori faktor organisasi adalah analisa bahaya tidak
memadai dan prosedur yang tidak memadai.
Analisa bahaya adalah salah satu komponen komitmen terbesar sistem manajemen
K3. Salah satu cara untuk menentukan dan membuat prosedur kerja yang layak adalah
dengan terlebih dahulu melakukan analisa bahaya kerja. (OSHA, 2002)
Hal ini konsisten dengan temuan audit Contractor Health Environment Safety
Management (CHESM) yang menunjukkan adanya kekurangan di sisi analisa bahaya dan
prosedur standar operasi. “Hazard identification and control” menjadi salah satu temuan
tiga besar di CHESM audit, 7 (12%) perusahaan memerlukan perbaikan dalam hal ini.
Temuan terbanyak ada pada ketidakjelasan proses peninjauan kembali Job Safety Analysis
(JSA), tidak ada nomor di template JSA, dan tidak ditemukannya data pendukung adanya
komunikasi JSA sebelum melakukan pekerjaan. Proses peninjauan ulang prosedur juga
ditemukan dalam audit CHESM.

Kesimpulan dan Saran


Karakteristik pekerjaan (primer, sekunder, tertier) yang terdapat kasus cedera
tangan dalam aktifitas pengeboran, workover, dan wellservice memberikan porsi yang
hampir sama, masing-masing sepertiga. Meskipun proporsi karakteristik pekerjaan hampir
sama, konsekuensi cedera yang dihasilkan berbeda. Pekerjaan yang terkait langsung
dengan aktifitas inti pengeboran, workover dan wellservice memberikan konsekuensi
cedera tangan yang lebih serius, sedang pada aktifitas pendukung lebih banyak
berkontribusi pada konsekuensi cedera tangan ringan.

9
Faktor manusia yang berkontribusi pada kejadian cedera tangan di Departemen
D&C, yaitu: mistake/mental slip, prosedur tidak dilakukan, analisa bahaya tidak
dipergunakan, dan penggunaan alat yang tidak benar. Faktor pekerjaan yang berkontribusi
pada kejadian cedera tangan di Departemen D&C, yaitu: desain tidak memadai dan tidak
tersedia peralatan standar. Faktor organisasi yang berkontribusi pada kejadian cedera
tangan di Departemen D&C, yaitu: analisa bahaya tidak memadai/bahaya tidak
teridentifikasi, prosedur tidak memadai, prosedur tidak ada, tidak ada analisa resiko, tidak
dilatih, dan arahan kerja tidak memadai.
Saran untuk menindaklanjuti hasil penelitian diantara adalah perlu penjabaran lebih
lanjut lagi, “mistake/mental slip” yang disebutkan sebagai akar penyebabnya masuk ke
kategori mode bekerja skill, rule atau knowledge base, karena tindakan pengendalian yang
efektif akan sangat tergantung pada mode kerja apa kesalahan itu terjadi.

Daftar pustaka
Department of Energy. 2009. Human Performance Improvement Handbook - Volume 1:
Concepts and Principles. Washington, D.C, USA.
-----. 2009. Human Performance Improvement Handbook - Volume 2: Human Performance
Tools for Individuals, Work Teams, and Management. Washington.
Gardner, Ron. 2002. Overview and Characteristics of Some Occupational Exposures and
Health Risks on Offshore Oil and Gas Installations. Ann. occup.Hyg., Vol. 47, No. 3,
pp. 201–210. Oxford University Press. UK
Health Safety Executive, UK. 2009. Reducing error and influencing behaviour. UK
(www.hse.gov.uk)
-----. 1999. Health & Safety Management Lecturing Resource - Lecture Notes: Accident
Aetiology. Diakses di: http://www.hse.gov.uk/quarries/education/ (11 Maret 2015)
International Association of Oil & Gas Producers (OGP). 2011. Health & safety incident
reporting systems users’ guide – 2010 data. London
International Association of Drilling Contractor (IADC). 2013. Rotary Rig Supplemental
Incident Reports (Total Counts). Diakses di: http://www.iadc.org/isp/iadc-2013-isp-
program-annual-report-index/ (14 Januari 2014)
Occupational Safety & Health Administration (OSHA). 2002. Job Hazard Analysis. USA
PT. ABC. 2015. IBU D&C CHESM, D&C KLO Contract Owner Forum. Presentasi Budi
Santoso CHESM Advisor, 12 Februari 2015
-----. 2014. Incident Investigation Facilitator Handbook. USA
-----. 2014. Operational Excellence Data Reporting Standard (OEDRS). USA
Reason, James. 2000. Human error: models and management. BMJ volume 320 18 march
2000
-----. 2009. Human Error. Cambridge University Press. New York, USA

10

Anda mungkin juga menyukai