Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

PERCOBAAN 1

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN

Disusun Oleh :

Shintia Kusuma Dewi (14K10109)

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI


PROGRAM STUDI STRATA 1 FARMASI
BOGOR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan, sebagai mahasiswa farmasi sudah seharusnya mengetahui
hal-hal yang berkaitan dengan obat baik dari segi farmasetik,
farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan
toksikologinya. Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara
umum pada keterkaitan yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik
sangat sulit mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh,
biokimia, dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang
mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik
dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi, yaitu
cara membuat, memformulasi, menyimpan, dan menyediakan obat (Sudjadi
Bagad, 2007).
Keandalan pengamatan manusia terhadap suatu subyek dalam suatu
pengamatan sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukannya suatu alat atau
obyek tertentu untuk dapat membantunya dan yang dapat pula dipergunakan
sebagai subyek dalam penelitian, di antaranya adalah dengan mempergunakan
hewan-hewan percobaan.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini.
Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek
yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga
digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu
obat sebelum diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian,
harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang
akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di
samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh
karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai
hewan percobaan.
Peranan hewan percobaan dalam kegiatan penelitian ilmiah telah
berjalan sejak puluhan tahun lalu. Agar mengetahui bagaimana cara kita
sebagai mahasiswa maupun sebagai seorang peneliti dalam hal ini
mengetahui tentang kemampuan obat pada seluruh aspeknya yang
berhubungan dengan efek toksiknya maupun efek sampingnya tentunya kita
membutuhkan hewan uji atau hewan percobaan. Hewan coba adalah hewan
yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologis. Hewan
laboratorium tersebut di gunakan sebagai uji praktik untuk penelitian
pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia.dalam praktikum kali ini
menggunakan mencit sebagai hewan percobaan. Mencit merupakan hewan
yang mudah ditangani dan bersifat penakut fotofobik, cenderung berkumpul
sesamanya dan bersembunyi. Sehingga hewan tersebut sering dan banyak
digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk
percobaan.

1.2 Tujuan Percobaan


Tujuan dari pelaksanaan percobaan ini :
1. Untuk membentuk sikap mampu menangani hewan percobaan mencit,
tikus, kelinci, marmot dan katak untuk percobaan farmakologi
2. Untuk mengetahui cara penanganan hewan secara manusiawi serta faktor
– faktor yanmg mempengaruhi responnya
3. Untuk mengetahui sifat – sifat hewan percobaan.
1.3 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan farmakologi ini adalah :
1. Memberikan pemahaman terhadap praktikan tentang penanganan hewan
percobaan secara manusiawi.
2. Menjadikan praktikan lebih memperhatikan perlakuan terhadap hewan
percobaan agar hasil percobaan kedepannya lebih efisien dan memberikan
hasil yang maksimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori


Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tidak ternilai
jasanya dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan
senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci di dalam
pengembangan senyawa bioaktif dan usaha-usaha kesehatan (Malole, 1989).
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis
suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh
berbagai fartor, yaitu :
1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin,
bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan,dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat
merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa
bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan
penyimpangan hasil. Di samping itu, cara pemberian senyawa bioaktif
terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap
senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya.
Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau
bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan
digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya,
senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian
sifat fisiologi yang berpengaruh.
a. Distribusi.
b. Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat
senyawa bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah
kontak mula oleh senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis
seperti jumlah suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula
senyawa bioaktif dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa
bioaktif yang bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan
mencapai sasaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
c. Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak
mula senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa
hewan coba berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati,
percobaan dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian
dan penganan/perlakuan yang khusus (Malole, 1989).

2.2 Cara Penanganan Hewan Coba


Mencit (Mus musculus) adalah hewan percobaan yang sering dan
banyak digunakan di dalam laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk
percobaan. Hewan ini mudah ditangani dan bersifat penakut, fotofobik,
cenderung berkumpul sesamanya dan bersembunyi. Aktivitasnya di malam
hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan mengurangi aktivitasnya.
2.2.1 Cara Memegang Mencit
Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya
dengan tangan kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang
kasar (kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari
telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat / setegang mungkin. Ekor
dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari
manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang oleh
tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan (Malole, 1989).

2.2.2 Bobot Badan hewan Coba yang Digunakan


Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat
berdasarkan kriteria bobot badannya di samping usianya. Farmakope
Indonesia edisi III-1979 mengemukakan kriteria bobot beberapa
hewan percobaan yang digunakan dalam uji hayati.
Mencit : 17-25 gram
Kelinci : 15-20 kg
Tikus : 150-200 gram
Kucing : tidak <5kg
Marmo : 300-500 gram
Merpati : 100-200 gram

2.2.3 Cara Mengorbankan Hewan Percobaan


1. Pengorbanan hewan sering diperlakukan apabila keadaan rasa
sakit yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila
mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu
banyak dibandingkan dengan kebutuhan.
2. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan
sedemikian sehingga hewan akan mati dengan seminimal
mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan
melakukan dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah
dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan kematian juga perlu
ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam
rangkaian percobaan.
3. Cara pengorbanan hewan lain adalah dengan menggunakan gas
karbondioksida dalam wadah khusus atau dengan pemberian
pentobarbital natrium pada takaran letalnya.
2.2.4 Uraian Hewan Percobaan
1. Mencit (Mus musculus) (Syafri, M. 2010)
Sistem taksonomi mencit adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
Mencit memiliki beberapa data biologis, diantaranya:
Lama hidup : 1-2 tahun
Lama produksi ekonomis : 9 bulan
Lama bunting : 19-21 hari
Kawin sesudah beranak : 1-24 jam
Umur disapih : 21 hari
Umur dewasa : 35 hari
Umur dikawinkan : 8 minggu
Siklus kelamin : poliestrus
Perkawinan : pada waktu estrus
Berat dewasa : 20-40 gram (jantan) dan 18-35
gram (betina)

2. Tikus putih menurut Natawidjaya (1983)


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Data biologis tikus menurut Smith & Mangkoewidjojo (1998) :
Lama hidup : 2-3 tahun, dapat sampai 4
tahun.
Lama Bunting : 20-22 hari.
Kawin sesudah beranak : 1 sampai 24 jam.
Umur disapih : 21 hari.
Umur dewasa : 40-60 hari.
Umur dikawinkan : 10 minggu (jantan dan betina).
Siklus kelamin : Poliestrus.
Siklus estrus (birahi) : 4-5 hari.
Lama estrus : 9-20 jam.
Perkawinan : Pada waktu estrus.
Ovulasi : 8-11 jam sesudah timbul estrus.
Jumlah anak : Rata-rata 9-20.
Puting susu : 12 puting, 3 pasang didaerah
dada dan 3 pasang di daerah perut.
Susu : Air 73 %, lemak 14-16 %,
protein 9-10 %, Gula 2-3 %.
Perkawinan kelompok : 3 betina dengan 1 jantan.
a. Morfologi dan Anatomi
Tikus rumah memiliki panjang 65-95 mm dari ujung hidung
mereka ke ujung tubuh mereka. Bulu mereka berkisar dalam
warna dari coklat muda sampai hitam dan pada umunya
memiliki warna putih. Tikus memiliki ekor panjang yang
memiliki sedikit bulu dan memiliki deretan lingkaran sisik.
Tikus rumah cenderung memiliki panjang bulu ekor lebih
gelap ketika hidup erat dengan manusia, mereka berkisar 12-
30 gram berat badanya. Banyak bentuk-bentuk domestik tikus
telah dikembangkan yang bervariasi dalam warna dari putih
menjadi hitam dan dangan bintik-bintik.
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan atau
kelenjar-kelenjar yang berhubungan, fungsinya untuk :
a). Ingesti dan Digesti makanan.
b). Absorbsi sari makanan.
c). Eliminasi sisa makanan.

3. Menurut Oliver ( 1984), kelinci dapat diklasifikasikan sebagai


berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Mammalia
Ordo : Logomorphia
Famili : Leporidae
Genus : Lepus
Spesies : Lepus nigricollis
Masa hidup : 5 - 10 tahun
Masa produksi : 1 - 3 tahun
Masa bunting : 28-35 hari (rata-rata 29 - 31 hari)
Masa penyapihan : 6-8 minggu
Umur dewasa : 4-10 bulan
Umur dikawinkan : 6-12 bulan
Siklus kelamin : Poliestrus dalam setahun 5 kali hamil
Siklus berahi : Sekitar 2 minggu
Ovulasi : Terjadi kawin (9 - 13 jam kemudian)
Fertilitas : 1 - 2 jam sesudah kawin
Jumlah kelahiran : 4 - 10 ekor (rata-rata 6 - 8)
Volume darah : 40 ml/kg berat badan
Bobot dewasa : tergantung pada ras, jenis kelamin.

4. Menurut Radipoetro (1977) membagi klasifikasi marmot sebagai


berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Superclass : Tetrapoda
Class : Mammalia
Subclass : Theria
Infraclass : Eutharia
Ordo : Rodentia
Familia : Cavia
Species : Cavia porcellus
Genus : Cavia
Species : Cavia porcellus

5. Klasifikasi Katak Sawah, adalah sebagai berikut :


Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Amphibia
Ordo : Anura
Familia : Ranidae
Genus : fejervarya
Species : Fejervarya cancrivora

6. Klasifikasi & Morfologi Kucing


Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Karnivora
Famili : Felidae
Genus : Felis
Spesies : F.Silvestris
Upaspesies : Catus (kucing)
a. Morfologi Kucing
Kucing, Felis silvestris catus, adalah sejenis karnivora. Kata
"kucing" biasanya merujuk kepada "kucing" yang telah
dijinakkan, tetapi bisa juga merujuk kepada "kucing besar"
seperti singa, harimau, dan macan. Kucing peliharaan atau
kucing rumah adalah salah satu predator terhebat di dunia.
Kucing ini dapat membunuh atau memakan beberapa ribu
spesies. Kucing dianggap sebagai "karnivora yang sempurna"
dengan gigi dan saluran pencernaan yang khusus. Kucing
memiliki banyak warna dan macam pola. Ciri fisik ini tidak
bergantung pada rasnya.

7. Klasifikasi & Morfologi Anjing


Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Phylum
Class : Mamalia
Family : Canidae
Ordo : Carnivora
Genus : Canis
Species : C. Lupus
a. Morfologi Anjing
Anjing adalah mamalia yang telah mengalami domestikasi
dari serigala sejak 15.000 tahun yang lalu atau mungkin
sudah sejak 100.000 tahun yang lalu berdasarkan bukti
genetik berupa penemuan fosil dan tes DNA. Penelitian lain
mengungkap sejarah domestikasi anjing yang belum begitu
lama. Anjing telah berkembang menjadi ratusan ras dengan
berbagai macam variasi, mulai dari anjing tinggi badan
beberapa puluh cm seperti Chihuahua hingga Irish
Wolfhound yang tingginya lebih dari satu meter. Warna
rambut anjing bisa beraneka ragam, mulai dari putih sampai
hitam, juga merah, abu-abu (sering disebut "biru"), dan
coklat. Selain itu, anjing memiliki berbagai jenis rambut,
mulai dari yang sangat pendek hingga yang panjangnya bisa
mencapai beberapa sentimeter. Rambut anjing bisa lurus atau
keriting, dan bertekstur kasar hingga lembut seperti benang
wol.

8. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Primata
Familia : Cercopithecidae
Subfamilia : Cercopithecinae
Tribus : Papionini
Genus : Macaca
Spesies : M. fascicularis
a. Ciri-ciri
Monyet Ekor Panjang merupakan jenis monyet yang
mempunyai panjang ekor lebih kurang sama dengan panjang
tubuh, yang diukur dari kepala hingga ujung tubuhnya.
Panjang tubuh berkisar antara 385-648mm. Panjang ekor
pada jantan dan betina antara 400-655 mm. Berat tubuh
jantan dewasa berkisar antara 3,5-8 kg. Warna tubuhnya
bervariasi, mulai dari abu-abu sampai kecoklatan, dengan
bagian ventral bewarna putih. Anak yang baru lahir berambut
kehitaman. Masa kehamilan berkisar antara 153-179 hari dan
umumnya melahirkan hanya satu ekor anak. Monyet Ekor
Panjang paling sering digunakan dalam percobaan biomedik.
Di dalam tubuhnya sering ditemukan antibodi untuk virus
jenis-jenis tertentu.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Hewan Percobaan


3.1.1 Alat
1. Sarung tangan
2. Masker
3.1.2 Hewan percobaan
1. Mencit
2. Tikus

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Perlakuan pada hewan coba
a. Perlakuan hewan percobaan pada mencit

Gambar 1. Teknik Pegang Mencit


Mencit diangkat ekornya dengan tangan kiri, letakkan pada
suatu tempat yang permukaannya tidak licin, sehingga saat ditarik
mnecit akan mencengkram. Telunjuk dan ibu jari tangan kanan
menjepit kulit tengkuk sedangkan ekornya dengan tangan kiri.
Kemudian posisi tubuh menict dibalikkan sehingga permukaan
perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari manis dan
kelingking tangan kanan.
b. Perlakuan hewan percobaan pada tikus

Gambar 2. Perlakuan hewan


Dapat diperlakukan seperti mencit atau seperti mencit tetapi
pegangan pada bagian tengkuk bukan dengan memegang kulitnya,
bisa juga dengan cara menjepit leher dengan jari tengah dan
telunjuk.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan


Hewan percobaan yang digunakan di laboratorium tak ternilai jasanya
dalam penilaian efek, toksisitas dan efek samping serta keamanan dan
senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci di dalam
pengembangan senyawa bioaktif dan usaha–usaha kesehatan (Malole, 1989)
Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berprikemanusiaan. Berikut cara perlakuan terhadap beberpa
hewan percobaan yang telah dipelajari dalam percobaan kali ini, antara lain :
1. Mencit
Sifat mencit : Cendrung berkumpul bersama, penakut, fotofobik, lebih
aktif pada malam hari, aktivitas terhambat dengan kehadiran manusia,
tidak mengigit.
Cara memperlakukan mencit : Mencit diangkat ekornya dengan tangan
kiri, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin, sehingga
saat ditarik mnecit akan mencengkram.
Telunjuk dan ibu jari tangan kanan menjepit kulit tengkuk sedangkan
ekornya dengan tangan kiri. Kemudian posisi tubuh menict dibalikkan
sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan antara jari
manis dan kelingking tangan kanan.
2. Tikus
Sifat tikus : Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik, aktivitasnya tidak
terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau dalam
keadaan defisiensi nutrisi, cendrung menjadi galak dan sering
menyerang, dapat hidup sendiri di kandangnya
Cara memperlakukan tikus : Angkat dengan cara memegang bagian
ujung ekor, letakkan pada kawat kandang. Tangan kiri bergerak dari
belakang dengan jari tengah dan telunjuk “mengunci” tengkuknya,
sementara ibu jari menjepit kaki depan. Untuk perlakuan yang hanya
memerluka n ekor, masukkan ke dalam “holder”.
3. Kelinci
Sifat kelinci : Jarang bersuara kecuali dalam kondisi nyeri yang luar
biasa, cendrung berontak bila kenyamannya terganggu, sangat rentan
terhadap angin langsung dan udara dingin, untuk perlakuan yang hanya
memerlukan kepala, masukkan ke dalam “holder”.
Cara memperlakukan kelinci : Perlakukan dengan halus, jangan
memegang telinga saat mengangkat / menangkap, pegang kulit leher
kelinci dengan tangan kiri, Dekapkan kearah tubuh.
4. Marmot
Sifat marmot : jinak, mudah ditanganni, jarang menggigit, kulit halus dan
berkilat, bila dipegang bulu tebal dan kuat tetapi tidak kasar, tidak
mengeluarkan cairan dihidung dan telinga.
Cara perlakuan marmot : marmot dapat diangkat dengan cara memegang
badan bagian atas dengan yang satu dan memegang bagian belakangnya
dengan tanagan yang lain.
5. Katak
Sifat katak : kulit katak lembab dan licin
Cara perlakuan katak : katak dapat dipegang pada leher atau punggung,
karena kulit licin harus menggunakan lap kasar.
6. Kucing
Sifat kucing : pemalu, bulu lebat
Cara perlakuan : kucing dapat dipegang pada bagian tengkuk atau leher
dengan tangan kanan, dan tangan kiri membopong bagian bokong kucing.
7. Anjing
Sifat anjing : tidak semata –mata jinak
8. Kera
Sifat kera : tidak semata –mata jinak, genetic hampir sama dengan
manusia

Adapun keuntungan dan kerugian dari penggunaan hewan percobaan


tersebut, antara lain :
1. Mencit
Keuntungan : mudah ditangani, mudah dikembangbiakkan, mudah
dipelihara, reaksi obat yang diberikan lebih cepat menimbulkan efek.
Kerugian : aktivitas terganggu bila ada manusia, untuk pemberian oral
agak sulit, penakut.
2. Tikus
Keuntungan : mudah ditangani, sangat cerdas, mudah dikembangbiakkan,
mudah dipelihara, reaksi obat cepat.
Kerugian : lebih resisten terhadap infeksi, galak, bila makanan kurang dia
bisa memakan sejenisnya.
3. Kelinci
Keuntungan : lebih tenang, mudah dikendalikan
Kerugian : suhu badan mudah berubah jika mengalami gangguan
lingkungan, agak susah dikembangbiakkan
4. Marmot
Keuntungan : jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, tidak
mengeluarkan cairan dari hidung dan telinga
Kerugian : terkadang galak
5. Katak
Keuntungan : mudah didapat, mudah dicari
Kerugian : kulit lembab dan licin, sulit dipegang
6. Kucing
Keuntungan : mudah dikembangbiakkan, mudah didapat, jinak
Kerugian :
7. Anjing
Keuntungan : mudah dibedah karena permukaan tubuh luas
Kerugian : kebanyakan ganas, sulit dikendalikan terkadang
8. Kera
Keuntungan : hasil percobaan dengan kera lebih baik karena
morfologinya atau genetiknya hampir menyerupai manusia
Kerugian : sulit didapat, terkadang galak dan sulit dikendalikan

Dalam bidang farmakologi, hewan yang digunakan haruslah memiliki


kesamaan struktur dan sistem organ dengan manusia seperti mencit, katak,
marmot, tikus,kera,dsb. Selain itu haruslah juga diperhatikan variasi biologik (
usia, jenis kelamin ), ras, sifat genetik, status kesehatan, nutrisi, bobot dan
luas permukaan tubuh, serta keadaan lingkungan fisiologik.

Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan


hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai fartor, yaitu :
a. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin,
bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
b. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan,dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor–faktor ini dapat
merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap senyawa
bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan
penyimpangan hasil. Di samping itu, cara pemberian senyawa bioaktif
terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap
senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya.
Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau
bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan
digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya,
senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian
sifat fisiologi yang berpengaruh.
a. Distribusi.
b. Absorpsi suatu senyawa bioaktif di samping ditentukan oleh sifat senyawa
bioaktifnya sendiri juga ditentukan oleh sifat/keadaan daerah kontak mula
oleh senyawa bioaktif dengan tubuh. Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah
suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula senyawa bioaktif
dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang
bersangkutan. Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran kerjanya
dalam jangka waktu tertentu akan berbeda.
c. Cara atau rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula
senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek senyawa bioaktif. Penanganan umum beberapa hewan
coba berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan
dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan
penganan/perlakuan yang khusus (Malole, 1989).

Adapun beberapa pertimbangan saat memilih hewan percobaan,


diantaranya alasan mengapa hewan jantan yang dipilih untuk percobaan.
Maka inilah penjelasannya :
Hewan percobaan nya pun dipilih berkelamin jantan, Dipilih jantan karena
sistem imun pada mencit jantan cenderung lebih tidak dipengaruhi oleh
hormon reproduksi. Hal ini disebabkan karena kadar hormon estrogen pada
hewan jantan relatif rendah dibanding betina dan adanya stres akut dapat
menyebabkan penurunan kadar estrogen pada betina yang berefek
imunostimulasi sehingga dapat mengaburkan efek stress bising terhadap
hormon-hormon stres yang mempunyai efek imunodepresi, yang dihasilkan
oleh aksis HPA dan sistem SMA seperti kortisol dan adrenalin.
Lalu perlakuan pada hewan percobaan harus berberat badan standar
untuk dijadikan percobaan adalah agar :
Hewan percobaan dipilih yang berberat badan standar karena, untuk
memudahkan perhitungan dosis pemberian obat, agar lebih termonitoring
bagaimana efek kerja obat terhadap berat badan yang berhubungan dengan
luas permukaan tubuh.
Dan hewan percobaan diharuskan berpuasa saat untuk tindakan
percobaan melalui oral untuk memasukkan obat uji dikarenaka :
Berpuasa pada hewan coba tentunya adalah untuk mengakuratkan hasil
percobaan nantinya, agar hasil yang didapat sebenar – benarnya tidak
terpengaruh oleh makanan, minuman atau obat – obat lain bahkan fisiologis
tubuh yang mungkin mempengaruhi hasil percobaan.
Perlakuan terhadap hewan percobaan perlu diperhatikan dengan baik
agar mendapatkan hasil yang baik dan akurat. Hewan percobaan yang tidak
jinak dapat dijadikan jinak terlebih dahulu atau dapat ditenangkan terlebih
dahulu agar memudahkan proses perlakuan selanjutnya. Dan jangan
memberikan gerak reflek yang membuatnya terkejut dan menjadikannya
terlalu banyak bergerak dan menjadikannya stress.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
a. Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa
kasih sayang dan berprikemanusiaan. Setiap hewan percobaan memiliki
sifat – sifat biologis yang berbeda, tentunya dengan penanganan yang
berbeda pula.
b. Pemilihan hewan coba yang baik harus bebas dari patogen, mempunyai
kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik, kepekaan
terhadap suatu penyakit, dan mengikuti standart tertinggi sehubungan
dengan (nutrisi, kebersihan pemeliharaan).
c. Pemberian obat pada hewan coba dapat diberikan secara peroral,
subkutan, intravena, intramuskular, dan intraperitoneal.
d. Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada
spesies hewan percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan
menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies.
e. Terdapat factor internal dan eksternal pada hewan percobaan yang dapat
mempengaruhi hasil percobaan.

5.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya sebaiknya praktikan membawa mencit
atau hewan percobaan yang terstandar, yang kondisinya terbukti baik secara
keseluruhan dan fisiologisnya. Agar dalam percobaan memberikan hasil yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Malole, M.M.B, Pramono, C.S.U., (1989), “ Penggunaan Hewan-hewan


2. http://putihtikus.blogspot.co.id/2013/04/klasifikasi-tikus-putih.html
3. http://saruedisimamorae.blogspot.co.id/2012/09/morfologi-dan-anatomi-
kelinci.html
4. http://lilispuspita.blogspot.co.id/2012/06/eliminative-behavior.html
5. https://faridsancoyowidagdo.wordpress.com/2012/10/30/monyet-ekor-panjang-
macaca-fascicularis/
6. Mariam, Siti. 2017. Penuntun Praktikum Farmakologi. Bogor
LAMPIRAN

Gambar Keterangan

Gambar 1. Penanganan mencit


Mencit cengkram pada kawat besi saat
akan diperlakukan

Gambar 2. Penanganan mencit


Posisi mencit saat ditenangkan

Anda mungkin juga menyukai