Anda di halaman 1dari 21

BAB III

TEORI DASAR

3.1. Operasi Produksi

Operasi Produksi merupakan proses yang berkaitan dengan


pengumpulan sementara hasil produksi dari berbagai sumur yang nantinya
akan di treatment terlebih dahulu dan dipisahkan antara ke tiga fasanya. Gas
nya akan di gunakan untuk city gas, pembangkit listrik dan sembur buatan
lalu minyaknya akan dibawa ke unit pengolahan. Terdapat berbagai instalasi
– instalasi di Bunyu, di antaranya adalah :

3.1.1. Gathering Station (GS) atau Stasiun Pengumpul (SP) dan Test
Unit
Stasiun Pengumpul dan Test Unit (stasiun pengumpul
sementara) merupakan tempat pengumpulan minyak dan gas yang
diproduksi dari beberapa sumur produksi. Sumur - sumur produksi
dibagi berdasarkan jaraknya untuk mengalirkan fluida ke setiap
stasiun pengumpul. Berikut ini merupakan peralatan yang ada di
stasiun pengumpul :
a. Manifold
Manifold adalah sekumpulan valve yang dideretkan untuk
mengatur aliran masuk ke header dan separator yang
dikehendaki. Manifold dikelompokan berdasarkan tekanan
sumur (pwh) menjadi tiga yaitu LP (Low Pressure), MP
(Medium Pressure) dan HP (High Pressure). Ada 2 macam
manifold :
 Production manifold
 Test manifold

b. Header

20
Merupakan pipa berukuran lebih besar dari flowline yang
berfungsi untuk menyatukan fluida produksi dari
sumber - sumber produksi dan mengalirkannya ke fasillitas
pemisah. Ada dua jenis header yaitu :
 Header gabungan atau grup, merupakan header yang
bertujuan untuk mengumpulkan minyak dari berbagai
sumur produksi langsung menuju fasilitas pemisah lalu
menuju tangki gabungan tanpa melalui test.
 Header Test, merupakan header yang bertujuan untuk
mengumpulkan minyak dari salah satu sumur produksi
untuk di test rate produksinya. Dari header test nantinya
menuju separator test dan tank test untuk mengetahui
produksi sumur dalam sehari.

c. Separator
Pemisahan gas yang terlarut pada cairan biasanya
dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut dengan
separator minyak dan gas. Separator dapat di definisikan sebagai
tabung bertekanan dan bertemperatur tertentu yang digunakan
untuk memisahkan fluida produksi ke dalam fasa cairan dan fasa
gas. Separator dibagi menjadi tiga berdasarkan bentuknya yaitu
separator horizontal, separator vertikal dan separator bulat.
Fungsi utama separator :
 Unit pemisahan utama cairan dan gas.
 Melanjutkan proses dengan memisahkan kemungkinan
pelepasan gas dari cairan.
 Untuk mengontrol penghentian kemungkinan pelepasan
gas dari cairan.

21
Pada separator terdapat LCV (Liquid Control Valve) yang
berfungsi untuk menjaga liquid level. LCV sendiri digerakan
oleh alat bernama LLC (Liquid Level Control).

d. Gas Scrubber
Gas yang sudah dipisahkan dari fasa liquid di separator,
kemudian kembali di filter di gas scrubber. Gas scrubber
digunakan untuk meyakinkan bahwa gas tidak mengandung
material atau liquid yang dapat merusak peralatan, sehingga
scrubber harus dipasang untuk melindungi peralatan produksi
lain yang akan dilalui / menggunakan gas produksi.
Kegunaan dari scrubber adalah membersihkan gas yang
akan digunakan untuk :
 Bahan bakar pompa, generator dan mesin - mesin
 Power Plant untuk menghasilkan listrik

Gas scrubber ini terdiri dari tipe vertical. Gas yang sudah
di filter kembali pada gas scrubber, kemudian disalurkan ke Gas
Kompressor untuk menghasilkan gas yang bertekanan tinggi
sehingga dapat disalurkan sesuai kebutuhan, baik sebagai gas
injeksi pada gas lift maupun sebagai pembangkit listrik.

e. Tanki Tampung

Tanki tampung merupakan tanki penampungan sementara


minyak dari sumur produksi yang kemudian akan dikirim ke
MGS (Main Gathering Station).

f. Bak Oil Catcher (BOC)

22
Bak Oil Catcher merupakan wadah atau tempat yang
berfungsi menangkap atau mengumpulkan fluida atau minyak
yang terikut dengan air pada saat proses drain air dari tangki
penampung produksi atau scrubber.

g. Pompa
Pompa merupakan alat untuk mentransfer minyak dari
stasiun pengumpul menuju MGS, selain itu pompa juga dapat
digunakan untuk menginjeksikan kembali air formasi ke
reservoir.

h. Tanki Test
Merupakan tanki untuk menampung minyak dari sumur
produksi yang di test rate produksinya.

3.1.2. Compressor Gas Station (CGS) atau Stasiun Kompresor Gas


(SKG)
Compressor Gas Station (CGS) merupakan tempat dimana gas
dikompres sehingga tekanan gas akan meningkat. Gas yang telah
diproses di CGS akan difungsikan untuk :
a Injeksi gas lift.
b Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Bunyu dan Tarakan.
c Suplai jaringan gas bagi penduduk Pulau Bunyu.

3.1.3 Main Gathering Station (MGS)

Setelah minyak dari sumur dialirkan ke stasiun pengumpul dan


dilakukan pengukuran antara gross dan net oil maka minyak akan
dialirkan ke Pusat Pengumpul Produksi, kemudian liquid tersebut
terlebih dahulu masuk kedalam tangki FWKO (Free Water Knock
Out), pada tanki FWKO akan dilakukan pemisahan antara minyak dan

23
air. Pada tanki FWKO proses yang dilakukan sangat sederhana
dimana pemisahan dilakukan berdasarkan massa jenis fluida (metode
Setling), minyak yang berada diatas air akan dialirkan ke tanki
tampung melalui sebuah pipa yang berada pada posisi / ketinggian
tertentu dan air akan mengalir kedalam tangki air melalui pipa yang
berada di dasar tanki, setelah itu air formasi ini akan dialirkan ke nut
shell filter lalu kemudian ke tanki clean water dan kemudian di
injeksikan ke sumur injeksi dengan menggunakan pompa injeksi.
Berikut ini merupakan asset yang terdapat di MGS :
a. Tanki FWKO
Tanki FWKO berguna untuk memisahkan kandungan
minyak dari air dengan metode Settling, metode ini bekerja
dengan prinsip perbedaan densitas dan pengendapan secara
gravitasi sehingga perbedaan densitas dari minyak dan air akan
membuat air mengendap dan keluar dari minyak, tanki yang
menjadi tanki FWKO adalah tanki 3 .

b. Tanki Tampung
Merupakan tanki penampungan yang digunakan untuk
menampung minyak yang telah siap dikirim ke Loading
Terminal untuk dikapalkan, tanki tampung diberi nomor 1 dan 2.

c. WIP
Merupakan tempat penampungan air dari pemisahan
minyak, yang nantinya akan diinjeksikan melalui sumur injeksi,
tanki WIP diberi nomor 4 dan 5.

d. Nut Shell Filter


Nut shell filter merupakan tangki yang berfungsi sebagai
unit untuk memisahkan atau membersihkan kandungan minyak
yang masih terkandung didalam air. Proses pemisahan pada Nut

24
Shell Filter menggunakan “pecan” sebagai media untuk
memfilter kandunyan minyak yang masih terkandung didalam
air setelah melalui tangki FWKO. Terdapat 3 unit tanki Nut
Shell Filter pada MGS dengan kapasitas sebesar 2000 m3/ 12586
bbl/day setiap tanki.

e. Pompa Injeksi
Pada MGS terdapat 5 pompa injeksi yaitu 5 unit pompa
sentrifugal untuk memompakan air dari tanki air bersih menuju
GS 1, GS 2, GS 3 menuju sumur pressure maintenance yang
berada disekitar MGS Pompa sentrifugal yang digunakan untuk
memompakan air ke sumur sumur pressure maintenance
memiliki kapasitas pompa sebesar 15000 bbl/day per-pompa.

3.1.4 Loading Terminal

Dari salah satu tugas dan tanggung jawab Loading Terminal


adalah mendistribusikan minyak mentah, maksudnya ialah dengan
mendistribusikan minyak mentah dari suatu fasilitas penampung
(Loading Terminal) sampai ke kapal tanker.
Minyak yang ada selalu di periksa dan diukur nilai BS&W
(Base sediment and Water), Density, dan temperature yang akan
digunakan untuk mengetahui / menghitung jumlah minyak dalam
keadan standar 15º C dan volume faktor koreksinya. Dalam tanki
penampungan kandungan Base Sediment and Water harus kurang dari
0,5 %. Setelah Minyak mentah memenuhi standar tersebut, maka
minyak disimpan dalam tanki pengumpul dan siap dikapalkan.
Tinggi level air dapat diketahui dengan Water Finding Paste,
yang dioleskan ke meteran pengukur yang dimasukkan ke dalam
tanki, pasta yang melekat pada meteran akan berubah warna menjadi
merah apabila terjadi kontak dengan air. Peralatan di loading terminal

25
tidak jauh berbeda dengan peralatan di MGS, berikut merupakan
peralatan yang terdapat di loading terminal :

a. Tangki Tampung
Merupakan tanki penampungan yang digunakan untuk
menampung minyak yang telah siap dikirim ke Tanker.

b. Oil Catcher
Merupakan wadah atau tempat yang berfungsi menangkap
atau mengumpulkan fluida atau minyak yang terikut dengan air
pada saat proses drain air dari tanki tampung. Tempat ini juga
sebagai penampung fluida yang diproduksi dari tiap – tiap
sumur yang dialirkan ke tanki setempat, sehingga
pengambilannya dilakukan dengan Road Tanker.

c. Sludge Pond
Merupakan salah satu fasilitas pengolahan limbah
sehingga tidak merusak lingkungan sekitar. Air dan lumpur
yang ikut terproduksikan dengan minyak dialirkan melalui
saluran air ke dalam sludge pond ini untuk di lakukan
pemisahan antara air, minyak dan dan lumpur. Setelah dari
fasilitas ini air lalu diinjeksikan ke dalam sumur kembali.

d. Pompa Transfer
Merupakan pompa yang digunakan untuk mentransfer
minyak dari tangki tampung (loading terminal) ke tanker.

3.1.5 Pengapalan

Pengapalan dapat dilakukan apabila kandungan pada minyak


bumi seperti densitas, temperatur, cerat air atau Endapan air pada Oil

26
Storage dan tinggi cairan telah memenuhi standar dan telah diperiksa
oleh SKK MIGAS. Pengapalan merupakan kegiatan akhir dari
Operasi Produksi minyak, setelah pengapalan minyak dikirim ke
tempat pengolahan yang dalam hal ini Bunyu Field akan mengirim ke
PERTAMINA RU V Balikpapan untuk kemudian diolah menjadi
Bensin, minyak tanah, solar dan lain - lain.

3.2. Penyemenan (Cementing)

Penyemenan (Cementing) adalah proses pencampuran dan


pendesakan bubur semen melalui casing sehingga mengalir ke atas
melewati annulus dibelakang casing sehingga casing terikat dengan
formasi.
Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk melekatkan
casing pada dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah -
masalah mekanis sewaktu operasi pemboran (seperti getaran), melindungi
casing dari fluida formasi yang bersifat korosi dan untuk memisahkan zona
yang satu terhadap zona yang lain di belakang casing. Menurut alasan dan
tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua, yaitu Primary Cementing
(Penyemenan Utama) dan Secondary atau Remedial Cementing
(Penyemenan Kedua atau Penyemenan perbaikan). Primary Cementing
adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah casing diturunkan
ke dalam sumur. Sedangkan secondary cementing adalah penyemenan
ulang untuk menyempurnakan primary cementing atau memperbaiki
penyemenan yang rusak. Jenis – jenis penyemenan yang dilakukan sebagai
berikut :

a. Primary Cementing
Pada primary cementing, penyemenan casing pada dinding lubang
sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen. Berikut
pengaruh penyemenan terhadap jenis casing :

27
 Penyemenan Conductor Casing

Penyemenan pada conductor casing bertujuan untuk mencegah


terjadinya kontaminasi fluida pemboran (lumpur pemboran) terhadap
lapisan tanah permukaan.

 Penyemenan pada Surface Casing

Penyemenan pada surface casing bertujuan :

 Untuk melindungi air tanah agar tidak tercemar dari fluida


pemboran.
 Memperkuat kedudukan surface casing sebagai tempat
dipasangnya Blow Out Preventer (BOP).
 Untuk menahan beban casing yang ada di bawahnya.
 Untuk mencegah terjadinya aliran fluida pemboran atau fluida
formasi yang masuk melalui surface casing.

 Penyemenan pada Intermediet Casing

Penyemenan pada intermediet casing bertujuan untuk menutup


tekanan formasi abnormal dan untuk mengisolasi daerah lost
circulation.

 Penyemenan pada Production Casing

Penyemenan pada production casing bertujuan :

 Untuk mencegah terjadinya aliran antar formasi ataupun fluida


formasi yang tidak diinginkan yang akan memasuki sumur.
 Untuk mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida
formasi (perforated completion).
 Untuk mencegah terjadinya korosi pada casing yang disebabkan
oleh material - material korosif.

b. Secondary Cementing
Setelah operasi khusus semen dilakukan, seperti Cement Bond
Logging (CBL) dan Variable Density Logging (VDL), kemudian

28
didapati kurang sempurnanya atau ada kerusakan pada primary
cementing, maka dilakukanlah secondary cementing. Secondary
cementing dilakukan juga apabila pengeboran gagal mendapatkan
minyak dan menutup kembali zona produksi yang diperforasi.
Secondary cementing dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Squeeze
cementing, Re-cementing dan Plug-back cementing :

 Plug Cementing
Plug Cementing merupakan proses penyemanan penempatan semen
slurry ke dalam sumur dengan tujuan agar tercipta solid seal atau
plug.

.
Gambar 3.1. Plug Cementing.

Plug-back cementing dilakukan untuk:


 Menutup atau meninggalkan sumur (abandonment well).
 Melakukan directional drilling sebagai landasan whipstock yang
dikarenakan adanya perbedaan compressive strength antara semen
dan formasi maka akan mengakibatkan bit berubah arahnya.
 Menutup zona air di bawah zona minyak agar water - oil ratio
berkurang pada open hole completion.

29
 Squeeze Cementing
Squeeze Cementing merupakan proses penyemenan dimana bubur
semen atau slurry ditekan sampai tekanan tertentu pada suatu sumur
minyak atau gas.

Gambar 3.2. Squeeze Cementing.

Squeeze Cementing, bertujuan untuk :


 Mengurangi water - oil ratio, water gas ratio atau gas - oil ratio.
 Menutup formasi yang sudah tidak lagi produktif.
 Menutup zona lost circulation.
 Memperbaiki kebocoran yang terjadi di casing.
 Memperbaiki primary cementing yang kurang memuaskan.
Operasi squeeze dilakukan selama operasi pemboran berlangsung,

komplesi maupun pada saat workover.

 Re-Cementing
Re-Cementing merupakan proses penyemenan ulang guna untuk
memperbaiki ikatan semen di belakang casing (bonding).

3.2.1 Evaluasi Penyemenan

Evaluasi hasil penyemenan merupakan serangkaian kegiatan yang


perlu dilakukan untuk mengetahui baik atau buruknya suatu ikatan semen.

30
Fungsi dari penyemenan ini sangatlah penting, karena keberhasilan dari
hasil penyemenan berpengaruh terhadap proses produksi fluida
hidrokarbon. Oleh karena itu, perlu adanya evaluasi hasil penyemenan agar
kelak saat produksi telah dilaksanakan lubang sumur tidak mengalami
permasalahan, seperti casing yang bocor, terkontaminasinya fluida
pemboran dengan formasi dan lain sebagainya. Hasil evaluasi tersebut
dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan perlu atau tidaknya tindakan
remedial cementing (Yazid, 2015).

Evaluasi hasil penyemenan ini dilakukan untuk mendapatkan hasil


penyemenan yang memenuhi standar. Hasil penyemenan yang memenuhi
standar harus dapat menghasilkan bonding atau ikatan semen yang baik,
compressive strength yang tahan terhadap tekanan dari formasi dan dari
dalam casing serta yang terpenting fungsi dari semen itu sendiri dapat
terpenuhi. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari hasil
penyemenan, misalnya kondisi lubang bor, ketepatan dalam perhitungan
bubur semen baik addictive, total fluida dan total sak semen, serta
pengalaman dari ahli penyemenan (Yazid, 2015).

3.3. Kerja Ulang & Perawatan Sumur

Kerja Ulang adalah pekerjaan untuk mempertahankan atau


memperbaiki / menambah produksi dengan cara – cara mengubah atau
mengolah zona produksi atau mengganti zona produksi.

Perawatan Sumur adalah pekerjaan sumur yang dilakukan rutin untuk


mempertahankan produksi atau memperbaiki tanpa harus mengubah zona
produksinya. Beberapa pekerjaan yang dilakukan sebagai berikut, yaitu:

3.3.1. Perforasi

Perforasi merupakan salah satu kegiatan dalam well completion,


yang dimaksud perforasi adalah pembuatan lubang menembus casing,

31
semen dan formasi sehingga terjadi komunikasi antara formasi dengan
sumur yang mengakibatkan fluida formasi dapat mengalir ke dalam
sumur. Adapun kondisi kerja perforasi diantaranya yaitu :

a. Conventional Overbalance

Kondisi kerja perforasi overbalance merupakan kondisi


kerja di dalam sumur dimana tekanan formasi dikontrol oleh
fluida atau lumpur komplesi, atau dengan kata lain bahwa
tekanan hidrostatik (PH) lebih besar dibandingkan tekanan
formasi (PF), sehingga memungkinkan dilakukan pemasangan
tubing dan perlengkapan sumur lainnya. Cara overbalance
umumnya digunakan pada :

 Komplesi multizone
 Komplesi cased hole
 Komplesi dengan menggunakan liner
 Komplesi pada casing intermediate

b. Conventional Underbalance
Kondisi kerja perforasi underbalance merupakan kondisi
kerja dimana tekanan hidrostatik lumpur komplesi (PH) lebih
kecil dibandingkan dengan tekanan formasi (PF). Cara ini sangat
cocok digunakan untuk formasi yang lebih sensitive / reaktif dan
umumnya lebih baik dibandingkan dengan overbalance, karena:
 Tidak terjadi loss circulation karena PH lebih kecil dari
PF.
 Clean up lebih cepat dan efektif.

Rangkaian dari sebuah Gun perforasi sebagai berikut :

a. Shape Charge

32
Shape Charge merupakan tempat bahan peledak diletakkan di
sepanjang rangkaian gun.

Gambar 3.3. Shape Charge.

b. Prima Cord
Prima Cord merupakan kabel yang saling menghubungkan
antara shape charge yang terpasang.

c. Detonator
Detonator merupakan pemicu ledakan yang di hubungkan
dengan prima cord yang di aliri dengan arus listrik.

Gambar 3.4. Prima Cord dan Detonator.

Jenis – jenis gun yang dipakai di Lapangan Bunyu, yaitu Enerjet dan
HSD (High Shoot Density).
a. Enerjet

33
Enerjet merupakan perforasi yang dilakukan saat kondisi
sumur Underbalance, dimana tekanan di formasi lebih tinggi
dari tekanan sumur, sehingga fluida bisa mengalir setelah di
lakukan perforasi.

Untuk Enerjet dipakai ukuran 21/8” dengan 6 spf dan 1


arah penembakan dan tubing yang biasa dipakai berukuran 27/8”.
Gun di masukkan ke dalam tubing setelah X - Mas Tree
dipasang dan diturunukan secara perlahan dengan wireline yang
disambungkan ke mobil Kontrol. Yang diperhatikan di dalam
mobil kontrol antara lain:
 Kecepatan wireline
Kecepatan saat wireline diturunkan atau dinaikkan tidak
boleh terlalu cepat, karena bisa mengakibatkan gesekkan
antara gun dengan tubing sehingga menyebabkan
kerusakan pada gun tersebut.
 Tension
Tension merupakan ketegangan dari wireline, sehingga
pengamatan tension sangat penting. Jika tension melebihi
batas yang telah ditentukan sebelumnya, maka akan
menyebabkan masalah yang berupa tersangkutnya
wireline di dalam tubing. Ini merupakan salah satu
kelemahan dari Enerjet.
 Kedalaman
Pemantauan kedalaman sangat penting dalam menentukan
zona yang akan di lakukan perforasi. Sebelum On Depth
wireline diturunkan melebihi dari kedalaman seharusnya
dan dinaikkan melebihi kedalaman seharusnya guna untuk
dilakukan korelasi kedalaman dengan data sebelumnya.
Setelah dilakukan korelasi, wireline akan di tempatkan di
kedalaman yang seharusnya.

34
Setelah On Depth, gun diledakkan melalui detonator yang
dikendalikan dari mobil kontrol. Dengan indikasi saat dilakukan
peledakkan tension wireline menurun secara tiba – tiba yang
berarti gun telah berhasil meledak. Setelah meledak, gun akan
ditarik kembali secara perlahan melalui tubing hingga sampai ke
permukaan. Kemudian dilakukan pengecekan pada stripes gun
guna mengetahui shape charge berhasil meledak sepenuhnya.

b. HSD (High Shot Density)


HSD (High Shot Density) merupakan perforasi yang
dilakukan saat kondisi sumur Overbalance, dimana tekanan di
sumur lebih tinggi dari tekanan formasi, sehingga fluida tidak
bisa langsung mengalir setelah di lakukan perforasi.
Sebelum dan selama proses running wireline, dipompakan
brine water ke dalam lubang sumur untuk menjaga tekanan dari
sumur agar saat dilakukan perforasi fluida tidak langsung
mengalir. HSD memiliki 3 ukuran yaitu :
 33/8” dengan 6 spf.
 41/2” dengan 5 spf.
 41/2” dengan 12 spf.

Dalam proses perforasi menggunakan HSD tidak


menggunakan rangkaian tubing karena ukuran stripes gun lebih
besar dari ukuran tubing. Running stipes gun pada perforasi
menggunakan HSD ditutupi dengan protector agar gun tidak
bersentuhan dengan air yang bisa menyebabkan gun tidak dapat
meledak dan juga proses running wireline pada HSD dapat
dilakukan dengan kecepatan yang tinggi berbeda dengan inerjet
yang dilakukan dengan perlahan dikarenakan pada running
wireline pada HSD tidak menggunakan rangkaian tubing seperti
enerjet. Jenis – jenis perforasi yang dilakukan, diantaranya :

35
 Perforasi Produksi
Perforasi Produksi merupakan perforasi yang dilakukan
untuk membuka zona prduktif.
 Perforasi perbaikan bonding
Perforasi perbaikan bonding merupakan proses yang
dilakukan dengan melubangi casing dan semen guna
memperbaiki ikatan semen dibelakang casing.

3.4 BHP Test


BHP test merupakan serangkaian pengujian rutin yang dilakukan
terhadap sumur yang sudah berproduksi guna mengetahui tekanan dan
temperatur didalam lubang sumur, selain untuk mengetahui tekanan dan
temperatur, dilapangan Bunyu data BHP test dapat digunakan untuk
mengetahui kinerja dari katup gas lift, kandungan fluida didalam lubang
sumur, serta memprediksikan adanya kebocoran casing. Program kerja
dari BHP test terbagi menjadi 3 yaitu :

1. FBHP (Flowing Bottom Hole Pressure)


FBHP adalah program pengujian tekanan dasar sumur dimana sumur
dibiarkan mengalir (flowing), biasanya diberlakukan untuk sumur
dengan sembur alam dan Gas lift, metode ini akan memberikan nilai
pwf.

2. SBHP (Static Bottom Hole Pressure)


SBHP adalah program pengujian tekanan dasar sumur dimana sumur
dalam keadaan tertutup (static), program pengujian ini dilakukan
untuk menentukan nilai dari tekanan reservoir serta nilai static fluid
level.

3. FSBHP/SFBHP

36
Merupakan kombinasi dari FBHP dan SBHP, untuk FSBHP mula-
mula sumur dibiarkan mengalir dan dilakukan pengujian tekanan
(FBHP), setelah selesai sumur ditutup lalu dilakukan pengujian
tekanan dengan metode SBHP. Sedangkan untuk SFBHP hanyalah
kebalikan dari FSBHP.

Adapun komponen-komponen dari peralatan BHP test adalah sebagai


berikut :

a) Truck
Berfungsi sebagai control room, tempat dudukan drum, serta media
mobilisasi dari peralatan BHP test
b) Drum
Berfungsi sebagai tempat menggulung slight line
c) Slight line
Sebuah kabel yang berfungsi sebagai penghubung antara peralatan bawah
permukaan dengan peralatan di permukaan
d) Tension meter
Peralatan yang berfungsi untuk menghitung tegangan pada slight line
e) Lubricator
Lubricator adalah peralatan permukaan yang digunakan untuk
memberikan jalan masuk bagi peralatan BHP test kedalam lubang sumur
melalui well head, dengan adanya lubricator fluida sumur tidak akan
tumpah keluar dari wellhead ketika peralatan BHP test dimasukan.
f) Sinker
Sebuah besi yang digunakan untuk melakukan pengecekan keadaan
sumur
g) Electronic Memory Recorder (EMR)
Peralatan bawah permukaan yang berfungsi untuk mengukur nilai dari
tekanan serta temperatur didalam lubang sumur.

37
3.5 Sonolog

Sonolog merupakan kegiatan yang berfungsi mengukur Static Fluid


Level (SFL) untuk sumur mati dan Working Fluid Level (WFL) untuk
sumur yang masih berproduksi. Prinsip kerjanya dengan mengirimkan
getaran kedalam sumur yang berasal dari gas N2. Getaran tersebut
dihubungkan dengan recorder yang berfungsi untuk menggambarkan pola
getaran gas N2 tersebut. Bila getaran tersebut melewati tubbing joint, pola
grafiknya akan membentuk defleksi dan saat getaran dipantulkan lagi ke
permukaan fluid level, pola aliran akan menggulung. Kedalaman fluid level
dihitung berdasarkan kecepatan rambat getaran dan waktu yang diperlukan
getaran kembali ke atas.
Fluid level ini sangat menentukan kinerja pompa yang akan dipasang.
Sebelum sumur diproduksikan, penentuan fluid level sangat diperlukan
untuk menentukan ukuran pompa yang akan dipasang. Fluid level itu sendiri
merupakan ukuran kemampuan suatu sumur untuk memproduksikan
fluidanya. Makin tinggi fluid level, makin bagus produksinya karena
tekanannya masih besar. Sedangkan setelah sumur diproduksikan, penentuan
fluid level dilakukan untuk mengetahui apakah sumur tersebut masih
support untuk pompa yang sebelumnya telah dipasang. Fluid level terdiri
atas Static Fluid Level dan Working Fluid level.

3.6 Gas Lift


Gas lift adalah salah satu bentuk sistem artificial lift yang lazim
digunakan untuk memproduksikan fluida dari sumur-sumur minyak bumi.
Sistem ini bekerja dengan cara menginjeksikan gas bertekanan tinggi
kedalam annulus dan kemudian masuk kedalam tubing produksi yang
menyebabkan naiknya gas liquid ratio sehingga menyebabkan berat kolom
fluida dalam tubing. Sehingga tekanan reservoir mampu mengalirkan fluida
dari lubang sumur menuju fasilitas produksi di permukaan. Syarat utama
dari sistem ini adalah ketersediaan gas bertekanan tinggi yang digunakan
untuk proses aerasi fluida dalam lubang sumur. Gas bertekanan tinggi fluida

38
tersebut dapat berasal dari sumur gas yang masih memiliki tekanan tinggi,
atau dari sistem kompresi gas dengan menggunakan kompresor.
Performa sebuah sumur gas lift sangat dipengaruhi oleh dua
parameter penting yaitu kedalaman titik injeksi dan laju aliran gas yang
diinjeksikan. Kedua parameter tersebut pada umumnya merupakan hasil
perhitungan dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti performa
reservoir, ketersediaan gas injeksi, tekanan kerja gas injeksi, kemiringan
sumur, dsb.
Secara garis besar, komponen utama dari suatu system gas lift dapat
dikelompokkan ke dalam surface equipment dan downhole equipment.
Peralatan atas permukaan meliputi sumber gas tekanan tinggi, pipa saluran
gas injeksi, dan meter pengukur laju aliran gas injeksi. Sedangkan peralatan
bawah permukaan dalam sumur meliputi satu atau beberapa gas lift mandrel
dan katup gas lift yang dipasang dalam mandrel.

Gambar 3.5 Rangkaian Gas Lift

3.7 ESP (Electric Submersible Pump)


Electric Submersible Pump adalah pompa yang dimasukkan ke
dalam lubang sumur yang digunakan untuk memproduksi minyak dan
digerakkan oleh motor listrik. Peralatan pompa listrik submersible terdiri
dari pompa sentrifugal, protektor dan motor listrik. Unit ini ditenggelamkan

39
dicairan, disambung dengan tubing dan motornya dihubungkan dengan
kabel ke permukaan yaitu switcboard dan transformator.
Pompa ESP terdiri dari pompa sentrifugal bertingkat banyak berputar 3,475
– 3,500 RPM, 60 Hz dengan motor listrik induksi sinkron kutub 3 fase,
berbentuk sangkar, instalasi ESP dapat dilihat pada Gambar 3.6. Pompa ESP
biasanya dipakai untuk laju produksi 200 – 2,500 STB/day, walaupun dapat
juga digunakan untuk produksi sampai 95,000 STB/day. Pompa ESP
umumnya digunakan pada sumur miring di daerah lepas pantai. Didaratan
hanya digunakan untuk laju produksi tinggi yaitu di atas 2,000 STB/day.

Gambar 3.6 Rangkaian ESP

40

Anda mungkin juga menyukai