1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak
dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua
kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada
ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada
kutub-kutubnya.
2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan
dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi
koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas
biasanya diukur dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. (Pooja,
2010)
2.3.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas
medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu.
Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh
karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas
pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1996)
2.3.3 Temperatur Curie
Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana
fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi
tidak teratur (Takanori, 2011)
2.3.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting
dari magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai koersivitas
maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah
berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet
dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek
strees, dan lain sebagainya (konsorsium magnet).
2.4.2 Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang
berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik
memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik,
beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite (Mujiman,
2004)
2.4.4 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh faraday pada tahun
1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini
memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen
magnetik pada bismuth pada arah berlawanan dengan medan induksi pada magnet
(Tipler, 2001)
2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik
lemah atau soft magnetik materials maupun material magnetik kuat atau hard
magnetic materials.
2.5.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic )
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan
mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat magnet. Magnet
lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit, sehingga
magnetisasi mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa hysterisis loss. Magnet
lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh
arus listrik didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk
mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan.
Parameter utama lainnya adalah koersivitas, magnetisasi saturasi dan
konduktivitas listrik.
Gambar 2.4 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic) (Poja Chauhan, 2010)
Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi
yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang
sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak ditunjukkan pada gambar 2.4.
beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak
(MnZnFe2O4), besi silikon dll (Poja Chauhan, 2010)
Gambar 2.5 kurva histerisis magnet keras (hard magnetic) (Poja Chauhan, 2010)
Pada proses kompaksi, gaya gesek ruang terjadi antar partikel yang digunakan dan
antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan
pada daerah tepi dan bagian tengan tidak merata. Untuk menghindari terjadinya
perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang
bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam
penggunaan lubricant/pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap
campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses
sintering tingkat awal lubricant dapat menguap.Terkait dengan pemberian
lubricant pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu :
• Die-wall compressing : penekanan dengan memberikan lubricant pada
dinding cetakan.
• Internal lubricant compressing : penekanan dengan mencampurkan
lubricant pada material yang akan ditekan.
Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh
gaya van derwals :
• Pola ikatan bola – bola
Terjadinya bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield
strength (ys) matrik dan filler sehingga serbuk tidak mengalami
perunbahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elastik
baik pada matrik maupun pada filler sehingga serbuk serbuk tetap
berbentuk bola.
• Pola ikatan bola-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan diantara yield strength
(ys) dari matrik dan filler. Penekanan ini menyebabkan salah satu material
(matrik) terdeformasi plastis dan yang lai (filler) terdeformasi elastis,
sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bola-bidang.
• Pola ikatan bidang-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar pada dari yield
strength (ys) matrik filler. Penekanan ini menyebabkan kedua material
(matrik dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat partikel seolah-
olah berbentuk bidang-bidang.
Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang
mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu :
• Penyusutan (shringkage)
Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada
proses sintering akan berbentuk shringkage, yang terjadi karena saat proses
sintering berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami
degassing (peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila
temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel
matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking (
mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler). Liquid bridge ini akan
menutupi porositas sehingga terjadi eliminasi porositas/berkurangnya jumlah
dan ukuran porositas.Penyusutan dominan bila pemadatan belum mencapai
kejenuhan.
• Retak (cracking)
Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidang-
bidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas/ lubricant terjebak
di dalam material ), maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat
keluar tapi liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah
tertutup rapat. Gas yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga
terjadi bloating (mengembang), sehingga tekanan diporositas lebih tinggi
dibanding tekanan diluar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan
komposit tersebut rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang
lebih besar sehingga menyebaka retakan (cracking). Keretakan juga dapat
diakibatkan dari proses pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock
termal pada saat pemanasan karena pemuaian dari matrik dan filler uang
berbeda.
Tingkatan sintering
Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan :
• Presintering
Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk :
1. Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density)
2. Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam
porositas bahan komposit (degassing)
3. Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses
sintering (shock thermal). Temperatur presintering biasanya dilakukan pada
1/3 Tm (titik leleh)
• Difusi permukaan
Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar
partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada permukaan antar partikel
serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm).
Atom-atom pada permukaan partikel serbuk saling terdifusi antar permukaan
sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.
• Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk
adalah bahan yang mempunyai kompaktbilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat
adanya difusi antar permukaan sampel, sehingga menyebabkan terjadinya leher
(liquid bridge) antar partikel dan proses akhir dari pemanasan sintering
menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density).
Lapisan Oksida
• Terbentuknya lapisan oksida dapat menurunkan kualitas ikatan antar
permukaan
• Lapisan oksida akan menghalangi terjadinya kontak yang sempurna antara
matriks dan filler
• Dengan adanya lapisan oksida, maka gaya interaksi adhesi-kohesi tidak
bisa berjalan dengan baik. Karena terjadinya interaksi adhesi-kohesi salah
satunya disebabkan oleh adanya gaya elektrostatis yaitu gaya tarik –
menarik antara partikel-partikel yang bermuantan dalam suatu bahan,
maka dengan adanya lapisan oksida tersebut maka permukaannya menjadi
netral, ini mengakibatkan ikatan antar permukaan menjadi kurang kuat
• Lapisan oksida juga menyebabkan ikatan antara matrik dan filler menjadi
lebih sulit karena temperatur yang diperlukan untuk mereduksi oksida
tersebut membutuhkan temperatur yang lebih tinggi.
Dengan :
ρ = Densitas (gram/cm3)
m = Massa sampel (gram)
v = Volume sampel (cm3)
Dalam pelaksanaannya kadang – kadang sampel yang diukur mempunyai
ukuran bentuk yang tidak teratr sehingga untuk menentukan volumenya menjadi
sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan
rapat massa (bulk density) digunakan hukum archimedes yang persamaannya
sebagai berikut :
𝑚𝑚 𝑘𝑘
Densitas : ρ = 𝑚𝑚 𝜌𝜌𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 ....................................................................(2.2)
𝑘𝑘 − 𝑚𝑚 𝑏𝑏
Dengan :
Mk = Massa sampel kering (gram)
Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
B. Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan
jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu
material dinyatakan dalam (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada
di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi
mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi material
tersebut. Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
𝑚𝑚 𝑘𝑘 − 𝑚𝑚 𝑏𝑏
Porositas : P = x 100% ................................................ ............(2.3)
𝑚𝑚 𝑏𝑏
Dengan :
Mk = Massa sampel kering (gram)
Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
Alat meter air model kincir menggunakan magnet untuk mengukur debit air
yang mengalir pada sistem meteran air. Magnet sensor untuk alat meter air
memiliki diameter luar sekitar 8 mm dan tebal sekitar 4 mm. Kuat magnetnya
antara 600 sampai 950 Gauss (Prijo, 2012)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN