Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

STUDI PUSTAKA

2.1 Umum

Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia harus melakukan pergerakan. Hal ini
menjadi sesuatu yang mutlak pada daerah perkotaan, dimana setiap tata guna lahan tersebar
satu sama lain, sehingga kegiatan pemenuhan kebutuhan umumnya tidak dapat dilakukan
dengan pergerakan seminimal mungkin apalagi tanpa melakukan pergerakan.
Pada tata guna lahan dengan tingkat aktivitas tinggi, maka tarikan menuju tempat tersebut
juga akan tinggi. Jumlah kendaraan yang meningkat setiap tahunnya, terutama jenis
kendaraan pribadi, jelas menjadi penyebab utama meningkatnya kebutuhan akan ruang
parkir. Dengan demikian dibutuhkan adanya sarana parkir yang memadai untuk menampung
semua kendaraan yang datang dan akan parkir. Dengan kata lain, luas lahan parkir yang
tersedia harus mampu memenuhi kebutuhan parkir di tempat tersebut. Di samping itu,
pemilik kendaraan biasanya membutuhkan lokasi yang aman dan nyaman untuk memarkir
kendaraannya.

Perparkiran berkaitan erat dengan kebutuhan ruang, sedangkan sediaan lahan - terutama
daerah perkotaan - sangat terbatas bergantung pada luas wilayah kota, tata guna lahan, dan di
bagian wilayah kota yang mana. Bila ruang parkir dibutuhkan di wilayah pusat kegiatan,
maka ketersediaan lahan merupakan masalah yang sangat sulit, kecuali dengan mengubah
sebagian peruntukannya.

2.2 Definisi Parkir

Berdasarkan peraturan hukum yang berlaku di Indonesia, parkir didefinisikan sebagai


berikut:
1. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara
(Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 4 tahun 1994).
2. Parkir adalah menempatkan dan atau memberhentikan kendaraan bermotor atau
sepeda pada jangka waktu tertentu di tempat yang telah ditentukan (Peraturan Daerah
Kodya DT II Bandung No. 4 tahun 1993).

2.3 Jenis Parkir

Parkir dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori berikut ini.

2.3.1 Parkir Berdasarkan Letak Penempatan Kendaraan


Berdasarkan letak kendaraan diparkirkan, parkir digolongkan menjadi:
5
1. On-street parking (parkir di badan jalan)
On-street parking adalah jenis parkir dimana kendaraan diparkirkan dengan
menggunakan sebagian badan jalan (di tepi jalan) sebagai sarananya. Hal ini
memberikan dampak negatif bagi kelancaran arus lalu lintas, karena menyebabkan
berkurangnya lebar jalan yang dapat dilewati oleh kendaraan yang melaluinya.

2. Off-street parking (parkir di luar jalan)


Off-street parking adalah jenis parkir dimana kendaraan diparkirkan di suatu lokasi di
luar badan jalan, baik itu berupa pelataran parkir maupun gedung parkir. Di pusat
kegiatan kota yang sulit memperoleh lahan yang cukup luas maka fasilitas yang
mungkin dipilih adalah pembangunan gedung parkir yang dapat dibangun bertingkat
sesuai dengan tingkat kebutuhan parkir.

Pada prinsipnya pengelolaan gedung parkir dan pelataran parkir hampir sama. Bedanya
gedung parkir terdiri dari beberapa lapis lantai parkir sedangkan pelataran parkir hanya satu
lapis saja. Keduanya sama-sama merupakan fasilitas parkir di luar jalan yang memerlukan
biaya investasi yang cukup besar, namun pengembaliannya dapat diharapkan tidak terlalu
lama dan bisa dijadikan lahan usaha.

2.3.2 Parkir Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan


Berdasarkan status kepemilikan dan pengelolaan lahan parkir, parkir dibedakan menjadi:

1. Parkir Umum
Merupakan perparkiran yang menggunakan tanah-tanah, jalan-jalan, lapangan yang
dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah.

2. Parkir Khusus
Perpakiran yang menggunakan tanah-tanah yang dimiliki dan dikelola oleh pihak
non-pemerintah.

2.3.3 Parkir Berdasarkan Jenis Kendaraan


Berdasarkan jenis kendaraan yang menggunakan fasilitas lahan parkir, parkir dibedakan
menjadi:

1. Parkir untuk kendaraan beroda dua tidak bermesin (sepeda)


2. Parkir untuk kendaraan beroda dua bermesin (sepeda motor)
3. Parkir untuk kendaraan beroda empat (mobil penumpang)
4. Parkir untuk kendaraan beroda empat atau lebih (mobil non-penumpang)

2.3.4 Parkir Berdasarkan Sudut Parkir dengan Sumbu Jalan


Berdasarkan cara kendaraan diparkirkan (sudut parkir) di badan jalan, berdasarkan
Keputusan Menteri Perhubungan KM No. 4/1994], tipe parkir digolongkan menjadi:
6
1. Parkir kendaraan bermotor roda 4 dengan sudut parkir 0° atau pararel/sejajar sumbu
jalan
600 cm 600 cm 600 cm

250 cm

560 cm
Gambar 2.1 Parkir Sejajar Sumbu Jalan

2. Parkir kendaraan bermotor roda 4 membentuk sudut (30°, 45°, 60°


°, 90°)

a. Tipe parkir membentuk sudut 30°


30 yaitu :

Gambar 2.2 Parkir dengan Sudut 30° terhadap Sumbu Jalan

b. Tipe parkir yang membentuk sudut 45°


45 :

Gambar 2.3 Parkir dengan Sudut 45°° terhadap Sumbu Jalan

c. Tipe parkir yang membentuk sudut 60°


60 :

Gambar 2.4 Parkir dengan Sudut 60° terhadap Sumbu Jalan


alan

7
d. Tipe parkir yang membentuk sudut 90°
90 :

Gambar 2.5 Parkir Tegak Lurus terhadap Sumbu Jalan


alan

3. Dimensi lahan parkir sepeda motor [Pignatiro, J. Louis]

Gambar 2.6 Parkir Sepeda Motor On-Street

2.4 Kebutuhan Parkir

Setiap pelaku lalu lintas mempunyai kepentingan yang berbeda dan menginginkan fasilitas
parkir sesuai dengan kepentingannya. Selain itu lokasi tempat parkir dengan tempat yang
dituju harus berada dalam jarak yang
yang dapat dijangkau dengan berjalan kaki, karena kebutuhan
tempat parkir merupakan fungsi dari
dar kegiatan (warpani, 1980; 160). Semakin
emakin terhimpunnya
kegiatan di suatu tempat, seperti halnya di kampus ITB, maka semakin besar pula kebutuhan
akan tempat parkir.

Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan dalam menentukan kebutuhan parkir untuk
suatu lokasi. Metode tersebut biasanya disesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah
yang bersangkutan. Antara daerah satu dengan daerah lainnya sangat mungkin terjadi
dilakukan penerapan metode yang berbeda.

2.4.1 Metode yang Menitikberatkan pada Jumlah Penduduk


Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah semakin meningkat jumlah penduduk maka
persentase kebutuhan parkir akan semakin menurun,
menurun, ini dapat dilihat pada Tabel 2.1. Hasil
sebuah studi di Amerika Serikat menyatakan kecenderungan yang kuat untuk jumlah
kendaraan yang diparkir di pusat kota lebih kecil yaitu 17 %. Sedangkan untuk kota yang
jumlah penduduknya berkisar 500.000 ribu jiwa mencapai 9.6 % dengan yang yan terkecil untuk
kota berpenduduk di atas 1 juta jiwa yang hanya mencapai 6 % saja (O’Flaherty, 1974).
1974)

8
Tabel 2.1 Persentase Kendaraan Parkir di Pusat Kota-Kota Amerika dalam Hubungannya dengan
Jumlah Kendaraan yang Terdaftar di Kota tersebut
Jumlah Maksimum
Jumlah Kendaraan Interval Penduduk Jumlah Kendaraan Parkir
Tahun
per 1000 Penduduk (juta) Kendaraan pada Pusat Wilayah
Jumlah Persentase
1950 380 0,005-0,01 3000 490 16,3
1950 380 0,01-0,025 6800 1180 17,1
1950 330 0,025-0,05 11900 1950 16,5
1950 320 0,05-0,1 25600 4450 17,6
1950 320 0,1-0,25 52000 5700 10,7
1948 260 0,25-0,5 95000 9140 9,6
1947 240 0,5-1 132000 12000 9,6
1954 300 >1 390000 23400 6,0
Sumber : O’Flaherty, 1974

2.4.2 Metode yang Menitikberatkan pada Luas Lantai atau Banyaknya Unit
Metode yang menitikberatkan pada luas lantai atau banyaknya unit merupakan metode
sederhana yang banyak dipakai untuk menentukan berapa kapasitas parkir yang sebaiknya
disediakan. Untuk wilayah DKI Jakarta telah ditetapkan ketentuan – ketentuan tentang
bangunan bertingkat, termasuk di antaranya adalah tentang tempat parkir. Pemerintah Daerah
DKI telah menentukan perhitungan luas lantai bangunan, dengan ketentuan standar
kebutuhan parkir dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kebutuhan Tempat Parkir Berdasarkan Dinas Tata Kota DKI
Perkantoran Satu petak parkir per 75 m2 luas lantai bangunan
Bangunan Rumah Tinggal Satu petak parkir per 70 m2 luas lantai satuan petak
Flat/Apartemen parkir dengan standar ukuran parkir untuk mobil
Hotel Berbintang 4 & 5 Satu petak parkir per 100 m2 luas lantai bangunan
Hotel Berbintang 2 & 3 Satu petak parkir per 140 m2 luas lantai bangunan
Bangunan Toko/Perdagangan Satu petak parkir per 50 m2 luas lantai bangunan
Bangunan Restoran/Club/Hiburan Satu petak parkir per 20 m2 luas lantai bangunan
Sumber : Sudarjanto (1996, h.10) seperti dilaporkan Surviyanto, A. dan Romual Natio, B. (2004)

2.4.3 Metode yang Mendasarkan Hubungan Kebutuhan Parkir dengan Jenis Tata Guna
Lahan
Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/HK.105/DRJD/96,
kebutuhan ruang parkir ditentukan berdasarkan tingkat pelayanan, tarif yang diberlakukan,
ketersediaan ruang parkir, tingkat kepemilikan kendaraan bermotor dan tingkat pendapatan
masyarakat. Berdasarkan hasil studi Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, kebutuhan ruang
parkir secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.3.

9
Tabel 2.3 Kebutuhan Ruang Parkir berdasarkan Jenis Tata Guna Lahan
Kebutuhan
Jenis Tata Guna Lahan Satuan
Ruang Parkir
Pusat Perdagangan
· Pertokoan SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 - 7,5
· Pasar Swalayan SRP / 100 m2 luas lantai efektif 3,5 - 7,5
· Pasar SRP / 100 m2 luas lantai efektif
Pusat Perkantoran
· Pelayanan bukan umum SRP / 100 m2 luas lantai 1,5 - 3,5
· Pelayanan umum SRP / 100 m2 luas lantai
Sekolah SRP / mahasiswa 0,7 - 1,0
Hotel/Tempat Penginapan SRP / kamar 0,2 - 1,0
Rumah Sakit SRP / tempat tidur 0,2 - 1,3
Bioskop SRP / tempat duduk 0,1 - 0,4
Sumber: Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, Dit BSLLAK, 1998

2.4.4 Metode Akumulasi Maksimum Kendaraan Parkir


Untuk mendapatkan kebutuhan parkir maka dicari akumulasi maksimum dari suatu interval
pengamatan. Akumulasi parkir adalah jumlah kendaraan yang parkir pada suatu tempat pada
periode waktu tertentu. Jumlah kendaraan yang parkir pada suatu tempat tidak akan sama
dengan tempat yang lainnya dari waktu ke waktu.

Akumulasi parkir menentukan puncak kebutuhan parkir pada suatu lokasi bervariasi dari
waktu ke waktu, dimulai dari variasi jam – jaman, harian, bulanan, dan seterusnya. Oleh
karena itu untuk melakukan survey
survey parkir harus diperhatikan waktu pelaksanaannya agar
didapatkan hasil yang dapat mewakili kondisi lapangan secara efisien.

Gambar 2.7 Akumulasi Maksimum Parkir

Analisis akumulasi parkir maksimum ini dapat dilakukan dengan perhitungan kendaraan –
kendaraan yang bergerak masuk dan keluar dari lokasi survey secara kontinu. Cara tersebut
memerlukan data tentang jumlah kendaraan dalam fasilitas awal perhitungan dan pengecekan
pe
10
jumlah kendaraan yang tersisa pada akhir perhitungan agar dapat menjelaskan keakuratan
perhitungan. Selanjutnya dengan metode ini dapat diketahui besarnya akumulasi kendaraan
yang ada di tempat parkir suatu tempat. Dapat juga diketahui bagaimana kondisi di dalam
tempat parkir dari waktu ke waktu dari selisih akumulasi kendaraan datang dengan akumulasi
kendaraan keluar.

Di samping beberapa metode yang telah disebutkan di atas, kebutuhan akan tempat parkir
juga dipengaruhi oleh beberapa hal berikut ini:

1. Jarak Antara Tempat Parkir dengan Tujuan


Kedekatan antara tujuan dengan tempat parkir sangat berpengaruh karena akan
memudahkan pengguna kendaraan menuju tempat tujuannya dan memenuhi
kebutuhannya.

2. Jenis Tata Guna Lahan Tujuan Perjalanan


Suatu tata guna lahan kebutuhan parkirnya akan berbeda dengan tata guna lahan
lainnya. Sebagai contoh tempat parkir suatu tempat wisata tentunya lebih luas jika
dibandingkan dengan tempat parkir sekolah.

3. Distribusi Waktu Perjalanan


Distribusi waktu perjalanan terkait pola perilaku perjalanan seseorang. Pada lokasi
berbeda dapat terjadi perbedaan waktu puncak (peak hour) kebutuhan parkir di waktu
yang berbeda.

4. Durasi Parkir
Durasi parkir juga menentukan seberapa besar kapasitas parkir harus disediakan.
Durasi yang lama berarti akumulasi parkir yang terjadi cenderung semakin bertambah
banyak dari waktu ke waktu sehingga penyediaan lahan parkir relatif harus cukup
besar.

5. Efisiensi Manajemen dan Operasi Dari Fasilitas Tempat Parkir


Semakin bagus pengaturan fasilitas parkir suatu tempat makin besar pula tingkat
efektifitas yang didapat sehinga jumlah kendaraan yang parkir juga dapat bertambah
banyak.

6. Pengaruh Bentuk Dari Hubungan dengan Jalan Utama


Semakin mudah lokasi tersebut diakses dari jalan utama dan tidak menyulitkan, maka
akan semakin besar pula kemungkinan lokasi itu dikunjungi oleh pengguna parkir.

7. Informasi yang Berkaitan dengan Tempat Tersebut


Informasi yang luas mengenai suatu tempat akan semakin menarik minat pengguna
parkir.

11
2.5 Karakteristik Parkir

Dalam perencanaan suatu fasilitas parkir, informasi mengenai karakteristik parkir sangat
diperlukan. Beberapa parameter karakteristik parkir yang harus diketahui adalah:
1. Akumulasi Parkir
Yaitu jumlah kendaraan yang parkir dalam suatu tempat parkir tertentu dalam satuan
waktu tertentu. Informasi ini dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan kendaraan
yang telah menggunakan lahan parkir ditambah dengan kendaraan yang masuk serta
dikurangi dengan kendaraan yang keluar. Integrasi dari kurva akumulasi parkir
selama periode tertentu menunjukkan beban parkir (jumlah kendaraan parkir) dalam
satuan jam kendaraan per periode waktu tertentu.

2. Volume Parkir
Yaitu jumlah kendaraan yang dapat parkir dalam suatu tempat parkir tertentu dalam
satuan waktu tertentu (biasanya per hari).

3. Kapasitas Parkir
Yaitu kemampuan dari suatu areal parkir untuk menampung kendaraan dalam suatu
satuan waktu tertentu, atau banyaknya kendaraan yang dapat dilayani oleh suatu lahan
parkir selama waktu pelayanan.

4. Pergantian Parkir (Parking Turnover)


Yaitu banyaknya kendaraan yang dapat menggunakan petak parkir dalam satu satuan
waktu tertentu. PTO menunjukkan tingkat penggunaan ruang parkir dan diperoleh
dengan membagi volume parkir dengan kapasitas parkir.

5. Indeks Parkir
Adalah prosentase jumlah kendaraan parkir yang menempati area parkir terhadap
jumlah tempat parkir yang disediakan.

6. Durasi Parkir
Yaitu lama waktu yang digunakan oleh suatu kendaraan untuk parkir pada suatu
tempat parkir tertentu, atau selisih dari waktu kendaraan masuk dengan keluar dari
tempat parkir.

2.6 Tarif Parkir

Tarif parkir adalah besarnya uang yang harus dikeluarkan pemilik kendaraan sebagai
pembayaran atas penggunaan lahan parkir. Berdasarkan ditetapkan/tidaknya tarif, terdapat
dua jenis parkir:

12
1. Parkir gratis
Parkir gratis biasanya berlaku pada fasilitas-fasilitas umum yang menyediakan lahan
parkir khusus bagi pengguna fasilitas tersebut, sebagai contoh adalah beberapa
supermarket yang tidak memungut biaya parkir bagi pelanggannya.

2. Parkir berbayar
Parkir berbayar biasanya berlaku pada fasilitas parkir yang menawarkan pelayanan
yang lebih baik, misalnya gedung/pelataran parkir dengan tingkat keamanan yang
lebih baik. Metode pentarifan yang dapat diberlakukan adalah sebagai berikut:
a. Tarif tetap(flat), adalah metode pentarifan dengan besar tarif yang tidak
bergantung pada lamanya kendaraan diparkir.
b. Tarif progresif, adalah metode pentarifan dengan besar tarif bertambah seiring
bertambahnya waktu kendaraan diparkir.
c. Tarif kombinasi, adalah kombinasi antara tarif flat dengan tarif progresif.

Khusus untuk tarif parkir yang tetap (flat), pendapatan parkir dari fasilitas parkir di
luar jalan, dapat dihitung dengan rumus berikut :

PP hr = JKP x FP x Tp ................................................ (2.1)


atau
PP thn = JKP x 365 x FP x Tp………………………. …… (2.2)
Dimana :
PP hr = Pendapatan parkir selama satu hari
JKP = Jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan/pelataran/gedung parkir
dalam satu hari
Fp = Faktor penggunaan,
0,8 untuk perkantoran/kegiatan yang hari sabtu minggu tutup
0,9 untuk pertokoan
Tp = Tarif parkir

Tetapi bila tarif parkir dipengaruhi oleh waktu, diperlukan informasi tambahan
mengenai durasi parkir dari tiap kendaraan, maka digunakan rumus sebagai berikut :

PP hr = ΣJKPi x FP x Tpi……………………………. (2.3)


atau
PP thn = ΣJKPi x 365 x FP x Tpi…………………….. (2.4)
Dimana :
JKPi = Jumlah kendaraan yang masuk ke kawasan/pelataran/gedung
parkir dalam satu hari yang parkir selama i jam
Tp = Tarif parkir i jam

13
2.7 Survey Perparkiran

Untuk mengetahui karakteristik parkir, perlu dilakukan pengamatan/survey terhadap kejadian


parkir yang berlangsung di suatu lokasi studi. Survey Parkir terdiri dari dua bagian yaitu :
survey inventaris parkir dan survey pemakaian ruang.

2.7.1 Survey Inventaris Parkir


Survey Inventaris ini, cakupan studi parkirnya adalah meliputi:
1. Ruang parkir untuk kendaraan di jalan baik yang dikendalikan maupun yang tidak
dikendalikan.
2. Ruang parkir untuk kendaraan pribadi di luar jalan untuk kendaraan umum dan
pribadi.
3. Pemberhentian angkutan umum di fasilitas-fasilitas jalan lainnya.
4. Lokasi bongkar muat barang dan parkir mobil barang.

Survey Inventaris ini juga harus mencatat sistem pengendalian yang dilaksanakan di areal
parkir, yang mencakup:
1. Lokasi tempat parkir dilarang dan dibatasi
2. Waktu pengendalian larangan dan pembatasan parkir
3. Tarif dan biaya parkir
4. Marka jalan, dimensi celukan dan sudut kemiringan parkir
5. Rambu jalan termasuk rambu yang tidak resmi

2.7.2 Survey Pemakaian Ruang Parkir


Untuk mengetahui seberapa besar pemakaian ruang parkir pada lokasi studi yang ditetapkan,
dapat dilakukan survey wawancara dan survey observasi.

1. Survey Wawancara
Survey parkir meliputi wilayah yang sangat luas dengan berbagai macam karakteristik
dari pemarkir, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan melakukan
wawancara. Ada beberapa teknik wawancara, antara lain :

a. Wawancara kepada pemarkir (Parking Person Interview)


b. Menyebarkan angket (Reply Paid Questionnaire)
c. Survey wawancara di rumah (Home Interview Survey)
d. Survey wawancara di tempat tertentu (Site Spesific Interview Survey)

2. Survey Observasi
Survey observasi merupakan suatu survey dengan melakukan pengamatan atau
pengawasan serta pencatatan terhadap kendaraan yang ada. Ada beberapa cara survey,
antara lain :

14
a. Survey parkir kordon (Cordon Counts)
Alasan pelaksanaan survey parkir kordon adalah :
• Untuk mengukur akumulasi kendaraan pada daerah studi, terutama pada
puncak akumulasi, agar dapat menentukan persentase dari tempat parkir
teredia yang sedang digunakan pada saat itu.
• Untuk menentukan akumulasi kendaraan selama jam sibuk ketika arus lalu
lintas juga tertinggi.
• Untuk mengukur total kapasitas ruang parkir per jam, yang dibutuhkan
dalam 1 (satu hari).
Metoda dari survey kordon ini adalah :
• Gambar garis kordon yang melingkari daerah studi.
• Mulailah periode survey dengan menghitung seluruh kendaraan yang
diparkir dalam daerah studi.
• Secara serentak mulailah menghitung semua kendaraan yang (a) memasuki
dan (b) keluar dari daerah studi, pada semua jalan. Periode waktu antara 5-
30 menit adalah yang umum digunakan tergantung dari persoalan
parkirnya.
Keuntungan dari metoda survey ini :
• Sederhana untuk dilaksanakan, membutuhkan sedikit staff yang terlatih.
• Memberikan suatu ukuran yang sederhana terhadap persoalan parkir.
Kerugian dari metode survey ini :
• Tidak ada informasi mengenai lokasi parkir, lamanya parkir, tujuannya dan
lain-lain.
• Metoda yang sederhana ini tidak membedakan antara kendaraan yang
bergerak dan yang diparkir didalam daerah studi.

b. Survey Durasi Parkir


Survey ini adalah jenis survey yang paling umum digunakan dan yang paling
dapat diandalkan, kadang-kadang disebut “survey patroli parkir” atau “ survey
pelat nomor kendaraan parkir”.
Tujuan survey patroli ini adalah :
• Untuk menentukan karakteristik parkir sepanjang hari dan terutama pada
saat jam puncak kendaraan.
• Untuk menentukan besarnya kepadatan parkir (baik waktu maupun daerah)
dan bagaimana kepadatan ini dapat disebarkan pada masa yang akan
datang.
• Untuk merencanakan sitem pengendalian parkir yang selektif di jalan dalam
rangka mengefisienkan pengguna ruang jalan terhadap persaingan antara
arus lalu lintas dan kendaraan yang parkir.

15
• Untuk membedakan antara pemarkir jangka pendek (misalnya orang yang
belanja di toko) dan pemarkir jangka panjang (misanya orang yang datang
untuk bekerja), dengan tujuan untuk menyediakan fasilitas parkir untuk
segala tujuan.
• Untuk memeriksa sistem pengamatan dan penindakan terhadap sistem
pengendalian parkir yang digunakan.
• Untuk mengumpulkan data sebagai dasar dalam memperkirakan kebutuhan
/permintaan terhadap ruang parkir di masa datang dan tempat parkir yang
digunakan serta untuk merencanakan suatu kebijaksanaan perparkiran yang
sifatnya menyeluruh.
• Untuk menentukan masalah khusus yang terjadi pada saat memuat dan
membongkar barang.
• Untuk menentukan kejadian khusus yang terjadi pada saat memuat dan
membongkar barang.
• Untuk menemukan kejadian yang khusus dari cara memarkir kendaraan
yang berbahaya.
Keuntungan dari metoda survey ini adalah :
• Mudah untuk dilaksanakan.
• Memberikan data yang luas dengan usaha yang minimum.
Kerugian dari metode ini adalah informasi mengenai maksud parkir atau tempat
asal dan tujuan sebenarnya tidak akan diperoleh.

2.7.3 Teknik Pengambilan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedang sampel adalah bagian dari jumlah dan karkateristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiono,2006:90).

Pengkajian terhadap sampel pada dasarnya dimaksudkan untuk menemukan generalisasi atas
populasi atau karakteristik populasi (parameter), sehingga dapat dilakukan penyimpulan
(inferensi) tentang universe, oleh karena itu penarikan sampel jangan sampai bias dan harus
menggambarkan seluruh unsur dalam populasi secara proporsional, hal ini bisa dilakukan
dengan cara memberikan kesempatan yang sama pada seluruh elemen dalam populasi.

Langkah-langkah dalam penentuan sampel adalah sebagai berikut :


1. Mendefinisikan populasi yang akan dijadikan obyek penelitian
2. Menentukan prosedur sampling
3. Menentukan besarnya sampel

Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat banyak metode
pengambilan sampel yang dapat dilakukan, antara lain :
16
2.7.3.1 Probability Sampling
Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Berikut ini
adalah beberapa jenis probability sampling yang umum digunakan:
1. Simple random sampling
Teknik pengambilan sampel dari populasi sangat sederhana dengan cara mengambil
acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Dengan syarat anggota
populasi homogen.
2. Proportionate stratified random sampling
Teknik pengambilan sampel bila populasi tidak homogen dan berstrata secara
proporsional.
3. Disproportionate stratified ramdom sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrtata tapi
kurang proporsional.
4. Cluster sampling
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek ayang akan
diteliti atau sumber data sangat luas, misalnya penduduk suatu negara.

2.7.3.2 Non-probability sampling


Teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Berikut ini adalah beberapa jenis non-
probability sampling yang umum digunakan:
1. Sampling sistematis
Teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah
diberi nomor urut.
2. Sampling kuota
Teknik menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai
jumlah yang diinginkan.
3. Sampling insidental
Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel.
4. Purposive sampling
Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, penelitian tentang kualitas
makanan maka sampelnya orang ahli makanan.
5. Sampling jenuh
Teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel
6. Snowball sampling
Teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar.

17
2.7.4 Menentukan ukuran sampel
Pertimbangan dalam penentuan berapa besar sample yang dibutuhkan harus
mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain :
1. Jumlah sampel diharapkan 100% mewakili populasi atau sama dengan populasi itu
sendiri.
2. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi maka peluang kesalahan generalisasi
semakin kecil.
3. Berapa jumlah sampel tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan yang
dikehendaki selain tergantung pada dana, tenaga dan waktu

Untuk mendapatkan ukuran sampel yang dapat menggambarkan dan mewakili populasi,
maka dalam penentuan ukuran sampel digunakan rumus berikut ini:

  .

   …………………………….. (2.5)
    .


Dimana :
n = Ukuran sampel yang dibutuhkan
N = Total populasi
Z = Standard deviasi
d = Sampling error

2.8 Desain Gedung Parkir

Dalam melakukan perancangan gedung parkir, ada beberapa parameter-parameter yang harus
dipertimbangkan seperti parameter kekuatan struktur, keamanan, keselamatan, sirkulasi
kendaraan dan pejalan kaki dan sebagainya. Pada umumnya pelaksanaan desain didasarkan
pada kode/standar desain yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik lokal maupun oleh
negara yang bersangkutan. Dalam perencanaan layout gedung parkir ini akan digunakan
beberapa kode dari dalam dan luar negeri.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa kriteria perencanaan yang dikeluarkan Direktorat Bina
Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat berkaitan dengan
pembangunan fasilitas gedung parkir.

2.8.1 Satuan Ruang Parkir


Satuan ruang parkir (SRP) adalah ukuran luas efektif untuk meletakkan kendaraan (mobil
penumpang, bus/truk, atau sepeda motor), termasuk ruang bebas dan lebar buka pintu.

18
Penentuan SRP didasarkan pada beberapa hal berikut ini:
1. Dimensi kendaraan standar untuk mobil penumpang

Gambar 2.8 Dimensi kendaraan


kendaraan standar untuk mobil penumpang

a = jarak gandar h = tinggi total


b = depan tergantung B = lebar total
c = belakang tergantung L = panjang total
d = lebar
2. Ruang bebas kendaraan parkir
park
Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal kendaraan.
Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintu kendaraan dibuka, yang
diukur dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan parkir yang ada di sampingnya.
Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan antara pintu
pin kendaraan dan
kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan.
Ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan untuk menghindari
benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang (aisle).
( Jarak bebas
arah lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30 cm.
3. Lebar bukaan pintu kendaraan
Ukuran lebar bukaan pintu merupakan fungsi karakteristik pemakai kendaraan yang
memanfaatkan fasilitas parkir. Sebagai contoh, lebar lebar bukaan pintu kendaraan
karyawan kantor akan berbeda dengan lebar bukaan pintu kendaraan pengunjung
pusat kegiatan perbelanjaan. Penggolongan pengguna fasilitas parkir berdasarkan
karakteristiknya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Lebar Bukaan Pintu berdasarkan golongan pengguna fasilitas parkir

Jenis Bukaan Pintu Pengguna dan/atau Peruntukan Fasilitas Parkir Gol


Pintu depan/belakang terbuka tahap Karyawan/pekerja kantor, Tamu/pengunjung pusat kegiatan I
awal 55 cm. perkantoran, perdagangan,
dagangan, pemerintahan, universitas
Pintu depan/belakang terbuka penuh 75 Pengunjung tempat olahraga, pusat hiburan/ rekreasi, hotel, II
cm pusat perdagangan eceran/swalayan, rumah sakit, bioskop
Pintu depan
pan terbuka penuh dan Penyandang cacat III
ditambah untuk pergerakan kursi roda
Sumber : Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, 1998

19
Berdasarkan Butir 1 dan 2, penentuan satuan ruang parkir (SRP) dibagi atas tiga jenis
kendaraan dan berdasarkan butir 3, penentuan SRP untuk mobil penumpang diklasifikasikan
menjadi tiga golongan seperti terlihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Penentuan SRP berdasarkan golongan dan jenis kendaraan

Satuan Ruang Parkir (m2)


Jenis Kendaraan
a) Mobil penumpang untuk golongan I 2,30 x 5,00
1. b) Mobil penumpang untuk golongan II 2,50 x 5,00
c) Mobil penumpang untuk golongan III 3,00 x 5,00
2. Bus/truk 3,40 x 12,50
3. Sepeda motor 0,75 x 2,00
Sumber : Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, 1998

Besar satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut:
1. Satuan Ruang Parkir untuk Mobil Penumpang

Gambar 2.9 Dimensi SRP untuk Mobil Penumpang


Keterangan :
B = lebar total kendaraan; L = panjang total kendaraan; O = lebar bukaan pintu;
a1, a2 = jarak bebas arah longitudinal; R = jarak bebas arah lateral
Gol I : B = 170 O = 55 R=5 Bp = B+O+R = 230
L = 470 a1 = 10 a2 = 20 Lp = L+a1+a2 = 500
Gol II : B = 170 O = 75 R=5 Bp = 250
L = 470 a1 = 10 a2 = 20 Lp = 500
Gol III : B = 170 O = 80 R=5 Bp = 300
L = 470 a1 = 10 a2 = 20 Lp = 500
Keterangan: dalam satuan centimeter

20
2. Satuan Ruang Parkir untuk Bus/Truk

Gambar 2.10 Dimensi SRP untuk Bus/Truk

3. Satuan Ruang Parkir untuk Sepeda Motor

Gambar 2.11 Dimensi SRP untuk Sepeda Motor

2.8.2 Lintasan Kendaraan


Lintasan kendaraan yang akan bersirkulasi dan keluar masuk tempat parkir perlu
diperhatikan. Lintasan kendaraan saat melakukan maneuver bergantung pada jenis dan
ukuran kendaraan. Besarnya radius belok untuk tiap jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel
2.6. Gambar lintasan kendaraan rencana berjenis mobil penumpang berdasarkan rekomendasi
AASHTO (1994) dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Tabel 2.6 Radius Belok Minimum dan Radius Belok Dalam

Jenis Kendaraan Desain Mobil Penumpang Unit Tunggal Bus Mobil Barang Tempelan Tempelan
Jarak sumbu (m) 12 15 18
Radius belok minimum (m) 7,6 12,6 12,6 12 13,5 13,5
Radius belok dalam (m) 4,7 8,5 6,1 6 6 6,8
Sumber : Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, 1998

21
Gambar 2.12 Detail Lintasan Belok Minimum untuk Mobil Penumpang

2.8.3 Jalan Masuk dan Keluar Kendaraan


Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan, yaitu lebar 3 meter dan panjangnya harus
dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antarmobil (spacing) sekitar 1,5 meter,
Oleh karena itu, panjang-lebar pintu keluar masuk minimum 15 meter.
1. Pintu masuk dan keluar terpisah
Satu jalur :
b = 3,00 - 3,50 m; d = 0,80 - 1,00 M; R1 = 6,00 - 6,50 m; R2 = 3,50 - 4,00 m
Dua jalur:
b = 6,00 m; d = 0,80 - 1,00 m; R1 = 3,50 - 5,00 m; R2 = 1,00 - 2,50 m

22
Gambar 2.13 Penempatan Pintu Masuk dan Keluar Terpisah untuk Fasilitas Parkir Off-Street

2. Pintu masuk dan keluar menyatu

Gambar 2.14 Penempatan Pintu Masuk dan Keluar Menyatu untuk Fasilitas Parkir Off-Street

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar adalah sebagai
berikut :
1. Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari persimpangan.
2. Letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga kemungkinan
konflik dengan pejalan kaki dan yang lain dapat dihindarkan.
3. Letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan jarak pandang
yang cukup saat memasuki arus lalu lintas.
4. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar (dalam pengertian
jumlah jalur) sebaiknya ditentukan berdasarkan analisis kapasitas.

Pada kondisi tertentu kadang ditentukan modul parsial, yaitu sebuah jalur gang hanya
menampung sebuah deretan ruang parkir di salah satu sisinya. Jenis modul itu hendaknya
dihindari sedapat mungkin. Dengan demikian, sebuah taman parkir merupakan susunan
modul yang jumlahnya tergantung pada luas tanah yang tersedia dan lokasi jalan masuk
ataupun keluarnya.

23
2.8.4 Jalur Sirkulasi, Gang dan Modul
Perbedaan antara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada penggunaannya.
Patokan umum yang dipakai adalah :
1. Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter; jalur gang ini dimaksudkan
untuk melayani lebih dari 50 kendaraan dianggap sebagai jalur sirkulasi.
2. Lebar minimum jalur sirkulasi untuk jalan satu arah = 3,5 meter; untuk jalan dua arah
= 6,5 meter.

Gambar 2.15 Lebar Gang untuk Parkir Bersudut Kurang dari 90°

Gambar 2.16 Lebar Gang untuk Parkir Bersudut 90°

Lebar jalur gang untuk beberapa jenis kendaraan, sudut parkir dan jumlah jalur dapat dilihat
pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Lebar Jalur Gang untuk Beberapa Jenis Kendaraan, Sudut Parkir dan Jumlah Jalur
Lebar Jalur Gang (m)
SRP <30° <45° <60° 90°
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
a. SRP mobil pnp 3,0* 6,0* 3,0* 6,0* 5,1* 6,0* 6,0* 8,0*
2,3 m x 5,0 m 3,5** 6,5** 3,5** 6,5** 5,1** 6,5** 6,5** 8,0**
b. SRP mobil pnp 3,0* 6,0* 3,0* 6,0* 4,6* 6,0* 6,0* 8,0*
2,5 m x 5,0 m 3,5** 6,5** 3,5** 6,5** 4,6** 6,5** 6,5** 8,0**
c. SRP sepeda motor 1,6*
0,75 m x 2,0 m 1,6**
d. SRP bus/truk 9,5
2,5 m x 5,0 m
Keterangan : * = lokasi parkir tanpa fasilitas pejalan kaki
** = lokasi parkir dengan fasilitas pejalan kaki
Sumber : Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir, 1998

24
2.8.5 Kriteria Tata Letak Parkir
Tata letak areal parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada ketersediaan
bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan letak pintu masuk dan keluar.
Kriteria gedung parkir berdasarkan pedoman perencanaan dan pengoperasian fasilitas parkir
adalah sebagai berikut:
a. Tersedia tata guna lahan;
b. Memenuhi persyaratan konstruksi dan perundang-undangan yang berlaku
c. Tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
d. Memberikan kemudahan bagi pengguna jasa.
Tata letak gedung parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Lantai datar dengan jalur landai luar (external ramp)
Daerah parkir terbagi dalam beberapa lantai rata (datar) yang dihubungkan dengan
ramp Gambar 2.17a.
2) Lantai terpisah
Gedung parkir dengan bentuk lantai terpisah dan berlantai banyak dengan ramp yang
ke atas digunakan untuk kendaraan yang masuk dan ramp yang turun digunakan untuk
kendaraan yang keluar atau sebaliknya jika posisi pintu masuk pada bagian atas
gedung (Gambar 2.17b, 2.17c dan 2.17d). Selanjutnya Gambar 2.17c dan 2.17d
menunjukkan jalan masuk dan keluar tersendiri/terpisah, serta mempunyai jalan
masuk dan jalan keluar yang lebih pendek. Gambar 2.17b menunjukkan kombinasi
antara sirkulasi kedatangan/masuk dan keberangkatan/keluar.
Ramp berada pada pintu keluar; kendaraan yang masuk melewati semua ruang parkir
sampai menemukan tempat yang dapat dimanfaatkan. Pengaturan gunting seperti itu
memiliki kapasitas dinamik yang rendah karena jarak pandang kendaraan yang datang
agak sempit.
3) Lantai gedung yang berfungsi sebagai ramp
Pada Gambar 2.17e s.d. 2.17g terlihat kendaraan yang masuk dan parkir pada gang
sekaligus sebagai ramp. Ramp tersebut berbentuk dua arah.
Gambar 2-17e memperlihatkan gang satu arah dengan jalan keluar yang lebar.
Namun, bentuk seperti itu tidak disarankan untuk kapasitas parkir lebih dari 500
kendaraan karena akan mengakibatkan alur tempat parkir menjadi panjang.
Pada Gambar 2.17f terlihat bahwa jalan keluar dimanfaatkan sebagai lokasi parkir,
dengan jalan keluar dan masuk dari ujung ke ujung.
Pada Gambar 2.17g letak jalan keluar dan masuk bersamaan. Jenis lantai ber-ramp
biasanya di buat dalam dua bagian dan tidak selalu sesuai dengan lokasi yang tersedia.
Ramp dapat berbentuk oval atau persegi, dengan gradien tidak terlalu curam, agar
tidak menyulitkan membuka dan menutup pintu kendaraan.
Pada Gambar 2.17h plat lantai horizontal, pada ujung-ujungnya dibentuk menurun ke
dalam untuk membentuk sistem ramp. Umumnya merupakan jalan satu arah dan dapat
disesuaikan dengan ketersediaan lokasi, seperti polasi gedung parkir lantai datar.
4) Tinggi minimal ruang bebas lantai gedung parkir adalah 2,50 m.
25
Gambar 2.17 Tata Letak Gedung Parkir Berdasarkan Konfigurasi Ramp

2.8.6 Ramp
Ramp berfungsi untuk menyediakan akses kendaraan dari satu lantai ke lantai lainnya. Jenis
ramp sangat bervariasi, termasuk ramp-ramp yang dirancang khusus untuk lalu lintas
kendaraan dan ramp-ramp yang dapat digunakan untuk parkir. Beberapa contoh ramp yang
sering digunakan dapat adalah sebagai berikut:

1. Ramp lurus tunggal dua arah


Semua pergerakan ke atas dan bawah terjadi pada rangkaian bidang miring sejajar,
satu diatas yang lain dan cukup lebar untuk dilalui kendaraan dari dua arah yang
berlawanan. Pada perjalanan ke atas atau kebawah menerus, gang parkir pada lantai
normal digunakan untuk menuju ujung-ujung ramp. Lebar ramp biasanya 7,2 m
26
dengan pelebaran pada ujungnya untuk pergerakan membelok. Ramp tidak digunakan
untuk parkir maupun berjalan kaki. Kemiringan ramp berkisar antara 8 hingga 10
persen, atau bahkan hingga 16 persen. Jika kemiringan melebihi 14 persen,
kemiringan transisi perlu digunakan untuk menghindari resiko bumper/spoiler
kendaraan membentur permukaan ramp. Masing-masing ramp menanjak sampai ke
lantai berikutnya.

Gambar 2.18 Ramp Lurus Tunggal Dua Arah

2. Dua ramp lurus sejajar, masing-masing satu arah


Masing-masing ramp menyediakan pergerakan satu-arah, sehingga menguntungkan
pada situasi lalu lintas padat. Pemisahan ramp memberikan kemudahan dalam
penentuan akses dari gedung ke jalan. Sirkulasi antar ramp ditempuh sepanjang salah
satu sisi gedung. Lebar ramp berkisar antara 3.6 hingga 4.2 m. Ramp tidak digunakan
untuk parkir maupun berjalan kaki. Kemiringan ramp berkisar antara 8 hingga 10
persen, atau bahkan hingga 16 persen jika kemiringan melebihi 14 persen, kemiringan
transisi perlu digunakan untuk menghindari resiko bumper/spoiler kendaraan
membentur permukaan ramp. Masing-masing ramp menanjak sampai ke lantai
berikutnya.

Gambar 2.19 Dua Ramp Lurus Sejajar, Masing-Masing Satu Arah

3. Ramp lantai miring dua arah (heliks tunggal)


Ramp spiral persegi yang hampir menerus dengan kemiringan 5 sampai 6 persen.
Kemiringan yang relatif datar memungkinkan kendaraan diparkir di kedua sisi ramp
dan tidak membutuhkan lokasi khusus untuk pergerakan antar-lantai. Ramp ini
27
bersifat ekonomis dan diterima dengan baik, sehingga menjadi solusi desain yang
popular. Lebar gang umumnya 7.2 hingga 7.5 m dengan parkir 90°. Masing-masing
ramp menanjak setinggi setengah lantai.

Gambar 2.20 Ramp Lantai Miring Dua Arah (Heliks Tunggal)

4. Ramp lantai miring ganda satu arah (heliks ganda)


Ideal untuk daerah yang memanjang, yang memungkinkan untuk membuat gang
parkir satu arah pada setiap lantai. Petak parkir pada lantai miring memudahkan akses
kendaraan dan mempersempit modul parkir. dalam konfigurasi ini, arus keluar harus
menempuh rute sirkulasi penuh kecuali apabila terdapat beberapa petak yang
dihilangkan untuk menyediakan bukaan silang di mana ramp-ramp yang berlawanan
berpotongan satu sama lain. Lebar modul berkisar antara 12 m sampai 18 m. panjang
struktur yang dibutuhkan umumnya lebih dari 60 m. kemiringan ramp harus dirancang
kurang dari 6 persen. Masing-masing ramp menanjak setinggi satu lantai.

Gambar 2.21 Ramp Lantai Miring Ganda Satu Arah (Heliks Ganda)

5. Ramp lantai miring ganda dengan persilangan (heliks ujung-ke-ujung)


Dua struktur lantai miring ganda diletakkan dari ujung ke ujung, dan di tengah-tengah
lantai, terdapat persilangan pada pertemuan kedua lantai miring. Persilangan ini
memungkinkan lalu lintas keluar untuk mengelilingi seluruh struktur. Lebar modul
berkisar antara 12 m hingga 18 m. panjang struktur lantai miring umumnya sekitar
120 m. Masing-masing ramp menanjak setinggi satu lantai.

28
Gambar 2.22 Ramp Lantai Miring Ganda dengan Persilangan (Heliks Ujung-Ke-Ujung)

6. Ramp lantai miring ganda tersusun (heliks berarus ganda)


Dua lantai miring ganda saling bertautan, memungkinkan persilangan arus pada setiap
lantai. Parkir bersudut dapat dilakukan pada lantai miring dengan gang parkir satu
arah. Keharusan menempuh seluruh struktur dapat diatasi, dan panjang struktur dapat
mencapai kurang dari 75 m. Lebar modul berkisar antara 12 m hingga 18 m.
Konfigurasi ini sangat sering digunakan pada daerah dengan jenis lahan memanjang.
Masing-masing ramp menanjak setinggi satu lantai.

Gambar 2.23 Ramp Lantai Miring Ganda Tersusun (Heliks Ganda)

7. Ramp tersusun (split level)


Konstruksi lantai split-level membutuhkan ramp lebih pendek, setengah panjang ramp
antar-lantai. Rancangan ini merupakan desain paling umum selama bertahun-tahun.
Lantai split-level bisa saling overlap sepanjang 1.5 sampai 1.8 m pada bagian split,
sehingga meningkatkan efisiensi ruang dan memungkinkan pembuatan pada lokasi
yang lebih sempt. Umumnya, dua ramp digunakan baik satu- maupun dua-arah.
Kemiringan ramp bisa mencapai 16 persen, tapi bila kemiringan lebih dari 14 persen,
harus dibuat kemiringan transisi. Masing-masing ramp menanjak setinggi setengah
lantai.

29
Gambar 2.24 Ramp Tersusun (Split Level)

8. Ramp spiral
Ramp spiral umumnya digunakan pada struktur parkir yang besar dengan ruang yang
luas. Permukaan lantai datar (kecuali untuk kemiringan drainase) seperti struktur
parkir konvensional, dengan ramp spiral satu-arah menuju dan dari masing-masing
lantai. Ramp seperti ini memungkinkan perjalanan antar-lantai tak terganggu oleh
arus kendaraan yang akan parkir kecuali pada persimpangan dengan lantai parkir.
spiral satu-jalur memiliki radius dalam kerb sekitar 9 m dan radius luar 12.3 m hingga
13.2 m.

Gambar 2.25 Ramp Spiral

Kemiringan ramp yang dianjurkan berdasarkan ketentuan ADA (Americans with Disabilites
Acts) adalah pada rentang 5 persen hingga 6 persen. Ramp tanpa parkir sebaiknya tidak
melebihi 16 persen, tapi lebih disukai kurang dari 10 persen. Jika kemiringan ramp lebih dari
14 persen, kemiringan transisi harus disediakan.

Menurut Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir (Dit. BSLLAK 1998),
Besarnya tanjakan maksimum pada ramp naik gedung parkir adalah 15 persen, walaupun
tanjakan sebesar maskimum 20 persen dapat diterapkan. Bila ramp ini juga digunakan oleh
pejalan kaki untuk naik dan turun, sebaiknya digunakan tanjakan tidak lebih dari 10 persen.
Gambar 2-18 menunjukkan panjang ramp yang dibutuhkan untuk mencapai lantai diatasnya.
Sedangkan untuk parkir pada bidang miring, besarnya tanjakan bidang miring maksimum 4
persen.
30
Gambar 2.26 Hubungan antara Besarnya Tanjakan dengan Panjang Ramp

Untuk mengantisipasi benturan antara anjuran depan atau belakang kendaraan terhadap lantai
dasar pada ujung ramp ataupun pada bagian diantara sumbu kendaraan diberikan tanjakan
peralihan atau transisi seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.27.

Gambar 2.27 Tanjakan Peralihan

Untuk ramp satu arah cukup disediakan lebar jalur sebesar 3,5 meter, dan untuk dua arah
selebar 6,5 meter, dan bila dipisah dengan suatu pemisah atau separator maka lebar setiap
arah adalah 3,5 meter. Radius minimum ramp yang berbentuk lingkaran helikal adalah 9,7
meter. Radius yang disarankan adalah 10,5 sampai 11,5 meter. Sedangkan lebar lajur pada
ramp helikal adalah antara 4,2 sampai 5,4 meter.

31
Gambar 2.28 Dimensi Ramp Melingkar

2.8.7 Efisiensi Parkir


Dalam perencanaan layout parkir, perlu dipertimbangkan efisiensi parkir. Pendekatan yang
umum digunakan adalah penggunaan satuan Gross Parking Area (GPA). GPA adalah luas
area gedung yang penggunaannya khusus untuk parkir. Dengan demikian, dalam pengukuran
GPA, luas lahan yang digunakan untuk kegiatan selain parkir seperti ramp tanpa parkir,
tangga dan lift tidak diperhitungkan. Besarnya efisiensi parkir merupakan perbandingan
antara GPA terhadap jumlah petak. Dengan satuan m2/petak apabila menggunakan satuan
metrik.

32

Anda mungkin juga menyukai