Pembuatan tempe didasarkan pada proses fermentasi, factor inoculum dan
kapang dari jenis rhizopus yang berperan penting dalam proses tersebut. Selama proses fermentasi, jenis-jenis mikroba lain mungkin turut campur, tetapi tidak menunjukkan aktivitas yang nyata. Fermentasi kapang hanya berlangsung aktif hanya 1 hari, setelah itu mulai terbentuk spora yang berwarna putih kehitaman, karena mulai dipengaruhi aktivitas bakteri pembusuk. Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim mikro organisme. Proses ini dapat berlangsung dalam lingkungan aerob dan anaerob tergantung dari mikro organisme. (Muchtadi, 1989) Pada proses fermentasi, protein dalam kedelai dapat terurai menjadi asam-asam amino yang mudah dicerna oleh tubuh dan oleh enzim fitase yang berfungsi memecah fitat yang merugikan yaitu mengikat beberapa mineral sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal dalam tubuh, serta adanya pengaruh dari enzim β- glukosidase yang menghidrolisis glukosida isoflavon sehingga kandungan daidzein- genistein dalam tempe meningkat yang berfungsi sebagai antioksidan terhadap kanker.( Setiadi. 2002) Kenampakan tempe putih/ agak kuning dipengaruhi oleh jenis kedelai, bahan campuran, inokulum, dan juga selama proses pembuatannya juga meliputi cara perendaman, pengupasan kulit, pemasakan, inokulasi, pengukusan, serta inkubasi. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tempe adalah sebagai berikut: 1. Oksigen Oksigen dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang. Aliran udara yang terlalu cepat menyebabkan proses metabolisme akan berjalan cepat sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang. Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan lubang lainnya sekitar 2 cm 2. Uap air Uap air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan kapang. Hal ini disebabkan karena setiap jenis kapang mempunyai Aw optimum untuk pertumbuhannya. 3. Suhu Kapang tempe dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu diperhatikan. (Setiadi. 2002.) Dalam proses pembuatan tempe yang dilakukan, plastik yang digunakan diberi lubang dengan jarak yang berbeda, yakni 1 cm, 2 cm,dan 3 cm. Dalam pembuaatan tempe terjadi proses perubahan materi kimia dan fisika. Adanya perubahan suhu merupakah kimia. Dimana pada saat fermentasi, jamur Rhizopus sp menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan ada yang dilepaskan sebagian dalam bentuk panas. Hal itu yang menyebabkan terjadi perubahan suhu. Selama pembuatan tempe juga tedapat titik-titik air dan warna pada tempe. Pemberian jarak pada kantong plastik yang digunakan untuk membungkus tempe bukan tanpa sebab. Hal ini berhubungan dengan oksigen. Oksigen berpengaruh terhadap proses pembuatan tempe. Oksigen ddibutuhkan untuk pertumbuhan kapang, aliran udara yang terlalu cepa menyebabkan proses metabolisme menjadi cepat sehingga dihasilkan panas yang berlebihan sehingga dapat merusak kapang.( Setiadi. 2002. )Oleh sebab itu untuk jarak yang baik yang digunakan adalah sekitar 2 cm. Karena kalau 1 cm itu sangat keccil dan aliran udara sedikit sehingga akan menghambat pertumbuhan kapang, jika paa 3 cm terlalu besar ssehingga aliran udara sangat cepat sehingga akan berpenagruh pada kecepatan tumbuha kapang, tempe yang terbentuk akan cepat membusuk. Untuk didapatkan tekstur yang padat pada tempe, pada saat pembukusan tempe diusahakan untuk lebih rapat, sehingga hasil akhirnya akan diperoleh tekstur yang rapat. Biasanya tekstur tempe lebih baik diamati paa saat digoeng, ketika digoreng dan menjadi pecaha- pecah maka tempe terebut tidak memiliki tekstur yang padat. Hasil tempe yang baik juga berhubungan dengan rasa dan aroma. Tempe yang berkualitas memiliki cita rasa yang sedap dan menimbulkan selera makan. Rasa tempe yang enak gurih, dan menimbulkan selera makan merupakan salah sati indikator pembuatan tempe yang berhasil, karena selain memperoleh produk, kualitas suatu produk juga tetap di pertahankan
Muchtadi,T.R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor. Setiadi. 2002. Kepekaan Terhadap Pengolahan Pangan. Pusat Dinamika Pembangunan UNPAD, Bandung.