Acls PDF
Acls PDF
KATA PENGANTAR
Sebuah buku saku didefinisikan sebagai panduan lengkap atau buku referensi
yang menyediakan informasi spesifik atau instruksi mengenai subyek atau tempat.
Kami tidak menerbitkan buku teks Advanced Cardiac Life Support (ACLS) lengkap
karena buku yang demikian sudah tersedia dari American Heart Association (AHA)
dan organisasi serupa. Sebaliknya, kami merasa bahwa keberadaan suatu buku
saku menjadi lebih ideal karena mudah dibawa, mudah dibaca, dan mengandung
semua informasi yang merupakan inti dari ACLS dan ditulis dalam bentuk yang lebih
relevan secara lokal.
Modul pelatihan ini dibagikan kepada seluruh peserta sebelum pelatihan agar
peserta memiliki waktu yang cukup untuk membaca materi. Seluruh peserta
diharapkan membaca modul pelatihan ini sebelum menghadiri pelatihan ACLS.
Modul pelatihan ini tidak menggantikan buku teks ACLS yang diterbitkan oleh
American Heart Association, ILCOR 2011 atau organisasi sejenis dan kami
mendorong seluruh peserta untuk membaca keseluruhan buku teks untuk detail dan
pemahaman lebih lanjut.
~ ii ~
MODUL PELATIHAN
Tim Penyusun:
Life Support Training Program Tan Tock Seng Hospital
Tim Editor :
dr. Corona Rintawan
dr. Zuhdiyah Nihayati
Farida Juanita, Ns., M.Kep.
~ iii ~
Kerjasama antara:
Disponsori oleh:
~ iv ~
Lampiran Surat Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
Nomor : 224/KEP/II.0/D/2016
Tanggal : 18 Rajab 1437 H / 25 April 2016 M
Tentang : Susunan Personalia Tim Pelatihan Rumah Sakit Muhammadiyah Jawa Timur
SUSUNAN PERSONALIA
TIM PELATIHAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR
PERIODE 2015-2018
~v~
Ucapan Terima Kasih
Pedoman dan pelatihan eACLS ini tidak akan dapat terlaksana tanpa dedikasi dan
kerja keras dari rekan – rekan sejawatberikut :
1. Tim Tan Tock Seng Hospital, Singapore
Tim E-learning
Mr Benedict Chia
Mr Nurhazman AA
Instruktur ACLS
Dr Chan Kim Chai, Emergency Medicine
Dr Kenneth Heng, Emergency Medicine
Dr Kwek Tong Kiat, Anestesiologi
Dr Jimmy Lim, Cardiologi
Dr Alan Ng, Respiratory Medicine
Dr Tan Hui Ling, Anestesiologi
Dokter dan perawat instalasi gawat darurat, TTSH karena telah melakukan review dan
memberikan masukan berharga, terutama :
Dr Roger Orcino Aguilar
Dr Thomas Catabas
Dr Chew Kuok Ming
Dr Leyland Chuang
Dr Liew Li Lian
Dr Michele Lim
~ vi ~
Dr Lim Wei Kian
Dr Lin Chun Rong
Dr Charmaine Manauis
Dr Tan Chee Seng
Dr Tan Jit Seng
~ vii ~
DAFTAR ISI
~ viii ~
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.6 Head Tilt (ekstensi kepala), chin lift (angkat dagu) ................................... 4
Gambar 1.7 Jaw thrust untuk pasien dengan kecurigaan cedera servikal .................... 4
Gambar 1.10 Defibrilasi dalam 3 – 5 menit onset VF/ VT tanpa nadi ............................. 5
Gambar 2.3 Ekstensi kepala. letakkan satu tangan di dahi dan bukan di mata, lalu
ekstensikan kepala ke belakang ............................................................... 13
Gambar 2.4 Angkat dagu (chin lift) letakkan jari – jari tangan pada tulang dagu dan
bukan pada jaringan lunak pada tulang rahang, lalu angkat dagu ........... 13
Gambar 2.6 Jari telunjuk, jari tengah, jari manis dan jari kelingking diletakkan di
belakang tulang rahang, kemudian digerakkan mengangkat rahang ke
atas searah .............................................................................................. 14
Gambar 2.7 Mengukur jarak antara sudut mulut hingga tragus telinga ........................ 14
Gambar 2.8 Mengukur jarak antara mid incisivus hingga sudut rahang ....................... 14
~ ix ~
Gambar 2.9 teknik pemasangan .................................................................................. 15
Gambar 2.10 Pin dipasang melewati ujung atas NPA untuk mencegah NPA tergelincir
ke dalam .................................................................................................. 15
Gambar 2.20 Visualisasi plica vocalis. Jangan lakukan gerakan dorong ke belakang.
Jangan gunakan gigi atas sebagai tumpuan (fulcrum).............................. 19
Gambar 2.24 Auskultasi lima titik untuk konfirmasi posisi ETT ....................................... 21
~x~
Gambar 3.5 Algoritma VF/VT tanpa nadi refrakter ....................................................... 29
Gambar 3.10 Tombol metal pada manekin menunjukkan posisi paddle sternum dan
apeks ....................................................................................................... 32
Gambar 3.11 Paddle sternum dan apeks diletakkan di dinding dada ............................. 32
Gambar 3.14 Defibrilator bifasik telah diisi daya pada level energi 150 J (tanda panah
merah)...................................................................................................... 33
Gambar 3.16 Jaga jarak antara paddle yang terisi daya .............................................. 33
Gambar 3.17 Jari telunjuk bersiap untuk menekan tombol discharge sementara ibu jari
dan jari lainnya berada di bawah pegangan ............................................. 34
Gambar 3.18 Pastikan paddle terhubung dengan tombol metal pada manekin, jika
tidak maka akan timbul percikan api ......................................................... 34
Gambar 3.19 Lihat sekeliling, ke belakang dan teriakkan “stand clear” .......................... 34
Gambar 3.20 Pastikan tidak ada satu orangpun, termasuk anda, yang memiliki kontak
dengan tubuh pasien atau bed/troli .......................................................... 34
Gambar 3.23 Pengisian daya (charge) harus dilakukan pada saat paddle masih
terpasang di defibrilator ............................................................................ 35
Gambar 3.24 Garis lurus di bagian kiri layar menunjukkan pelepasan energi ................ 35
Gambar 7.3 Takikardia ventrikel klasik yang merupakan takikardia kompleks lebar
dengan irama regular dan tidak adanya gelombang P .............................. 63
Gambar 7.4 SVT klasik yang merupakan takikardia kompleks sempit dengan interval
RR regular dan tidak adanya gelombang P .............................................. 64
Gambar 7.6 IMA ventrikel kanan, inferior dan AV block 2o (tipe I) ................................ 66
Gambar 9.5 Tekan tombol dengan gambar petir pada layar atau pada paddle jika syn
“ready”...................................................................................................... 78
~ xii ~
Gambar 9.6 Algoritma Takikardia Kompleks Sempit .................................................... 79
Gambar 9.9 SVT : takikardia kompleks sempit, dengan RR interval yang reguler dan
tidak adanya gelombang P ....................................................................... 82
Gambar 9.11 SVT dengan RBBB : irama reguler, dengan gelombang R bertakik
“rabbit ear” terlihat pada lead V1 – V3, tanpa gelombang P ..................... 84
Gambar 9.12 VT : irama reguler, dengan takikardia kompleks lebar tanpa gelombang
P .............................................................................................................. 85
Gambar 9.13 Torsades de Pointes. Irama dengan bagian yang terpelintir, paling baik
dilihat pada lead II .................................................................................... 85
~ xiii ~
Modul Pelatihan ACLS
BAB I
RANGKUMAN DAN ALGORITME UNIVERSAL
Tujuan
Bab pertama merupakan rangkuman dari Advance Cardiac Life Support (ACLS) dan
algoritma universal
Tujuan bab ini adalah :
Daftar cakupan ACLS
Mendeskripsikan A-B-C-D pada survei primer dan sekunder
Menyatakan algoritma universal untuk orang dewasa
Cakupan ACLS
Basic cardiac life support (bantuan hidup dasar) adalah permulaan ACLS yang akan dinilai
secara singkat. Pelatihan ini mencakup :
Penggunaan peralatan dan teknik untuk mempertahankan patensi jalan nafas dan
ventilasi
Monitoring, interpretasi dan pengenalan aritmia pada EKG
Pemasangan dan mempertahankan akses vena
Management henti jantung dan pasca henti jantung
Management penyakit jantung koroner
Pendahuluan
Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian terbanyak kedua di Indonesia,
sehingga penyakit tersebut penting untuk dipahami oleh tenaga kesehatan. Banyak
penderita serangan jantung koroner mengalami henti jantung dan beberapa diantaranya
dapat selamat dengan resusitasi jantung paru yang segera dan efektif.
ACLS adalah bagian resusitasi jantung paru yang paling sulit dan komprehensif.
Panduan terkini kami berdasarkan rekomendasi American Heart Association (AHA) 2010.
Panduan tersebut diperbarui setiap 5 tahun. Dengan setiap perbaikan, ada perubahan
menuju penyederhanaan dan standarisasi sehingga lebih mudah diingat oleh tenaga
kesehatan dan orang awam.
Survei Primer
Survei primer pada ACLS berfokus pada resusitasi jantung paru (RJP) dasar dan
defibrilasi, dimulai dengan menilai ada tidaknya respon pasien dan memulai CABD pada
survei primer.
Berikut adalah rangkuman langkah – langkah :
Berfokus pada kualitas CPR dasar yang baik dengan interupsi minimal dan defibrilasi
Dapat menetapkan tidak adanya respon
C-A-B-D pertama
Circulation : cek nadi dan mulai kompresi dada
Airway : membuka jalan nafas
Breathing : jika tidak ada nafas atau nafas agonal abnormal
Defibrilasi : “shock” fibrilasi ventrikel (Ventricular Fibrilation, VF) atau takikardi
ventrikel (ventricular tachycardia, VT) tanpa nadi
Gambar 1.2 tentukan respon Gambar 1.3 teriak untuk mencari bantuan
Gambar 1.4 rasakan denyut nadi karotis Gambar 1.5 kompresi dada
Sirkulasi terjaga dengan akses vena, RJP, dan penggunaan obat-obatan yang
sesuai. Jika didapatkan nadi, lakukan monitoring EKG, denyut nadi, tekanan darah, dan
oksimetri.
Diagnosis banding pada survei sekunder merujuk pada identifikasi dan terapi
penyebab reversibel dari henti jantung.
intubasi sangatlah berguna. Jika ada keragu-raguan mengenai posisi ETT, tarik kembali dan
lakukan ventilasi dengan menggunakan BVM sebelum dilakukan intubasi berikutnya.
Rangkuman
Secara ringkas, prinsip CABD digunakan baik pada Basic Cardiac Life Support (BCLS)
dan ACLS untuk menilai pasien henti jantung. Prioritas utama adalah untuk mencegah
keterlambatan untuk memulai kompresi dada dan untuk mempertahankan kompresi
dengan interupsi seminimal mungkin.
Algoritma universal dimulai dengan Basic Life Support (bantuan hidup dasar) dilanjutkan
dengan bantuan hidup lanjut, hal tersebut menunjukkan tahapan dalam resusitasi yang
mungkin terjadi secara simultan, dan memungkinkan penolong bekerja sebagai tim.
Resusitasi menjadi lebih efektif jika seluruh tim familier dengan prinsip CABD.
BAB II
MANAJEMEN JALAN NAPAS
Tujuan
Tujuan bab ini adalah
Memahami penyebab obstruksi jalan nafas atas
Menjelaskan teknik dasar untuk membuka jalan nafas dan penggunaan alat bantu jalan
nafas
Menjelaskan langkah – langkah dalam intubasi endotrakeal
Menjelaskan pemberian oksigen suplemental menggunakan alat yang berbeda – beda
Ekstensi kepala (head tilt) dan angkat dagu (chin lift) adalah manuver yang paling
sering digunakan untuk membuka jalan nafas. Ingatlah selalu untuk menghindari penekanan
jaringan lunak di bawah dagu (gambar 2.3-2.4)
Gambar 2.3 ekstensi kepala. Gambar 2.4 angkat dagu (chin lift)
letakkan satu tangan di dahi dan letakkan jari – jari tangan pada
bukan di mata, lalu ekstensikan tulang dagu dan bukan pada jaringan
kepala ke belakang lunak pada tulang rahang, lalu
angkat dagu
Modifikasi jaw thrust dapat digunakan pada pasien dengan kecurigaan cedera
servikal. Letakkan kedua ibu jari pada pipi, sementara jari telunjuk, jari tengah, jari manis
dan kelingking berada di belakang tulang rahang dan mendorong rahang ke atas secara
searah (gambar 2.5-2.6)
Gambar 2.5 modifikasi jaw thrust Gambar 2.6 jari telunjuk, jari tengah, jari
manis dan jari kelingking diletakkan di
belakang tulang rahang, kemudian digerakkan
mengangkat rahang ke atas searah
Gambar 2.7 mengukur jarak antara Gambar 2.8 mengukur jarak antara
sudut mulut hingga tragus telinga mid incisivus hingga sudut rahang
direkomendasikan untuk orang dewasa adalah 6–7, sedangkan ukuran medium mungkin
memerlukan ukuran 7–8.
Setelah melumasi NPA dengan lubrikan yang larut air, miringkan hidung ke belakang
dan masukkan tegak lurus bed. Pertahankan NPA dekat dengan garis tengah dengan bevel
menghadap ke medial. Jika didapatkan tahanan, sedikit rotasikan NPA, jika perlu ganti ke
lubang hidung lainnya.
Trauma dan perdarahan intranasal adalah komplikasi pemasangan NPA yang paling
sering.
Intubasi Endotrakeal
Pada henti jantung, manajemen jalan nafas lanjut hanya dapat dikerjakan setidaknya
saat dua penolong telah tiba. Intubasi endotrakeal memastikan patensi jalan nafas sehingga
ventilasi dan oksigenasi terkontrol; aspirasi terproteksi; fasilitasi toilet pulmoner.
Kunci intubasi trakeal yang baik adalah penempatan posisi kepala dan leher yang tepat,
kecuali pada pasien dengan kecurigaan cedera servikal. Minimalisir interupsi kompresi dada
selama percobaan intubasi endotrakeal. Dengan demikian, indikasi intubasi endotrakeal
adalah untuk
Melakukan ventilasi pada pasien henti nafas
Memberikan oksigen konsentrasi tinggi
Isolasi dan proteksi jalan nafas terutama pada pasien yang tidak sadar
Memberikan volume tidal yang sesuai dengan kebutuhan pasien
Mempermudah suction jalan nafas bawah
Pemberian obat melalui rute endotrakeal tidak lagi direkomendasikan.
Persiapan Alat
Pengetahuan mengenai alat dan persiapan yang memadai adalah cara yang tepat
untuk memulai.
Laringoskop terdiri atas handle (pegangan) dan blade (bilah) dan digunakan untuk
melakukan visualisasi pita suara (plica vocalis) dan glottis. Pada sebagian besar intubasi
dewasa, sangat tepat untuk memulai dengan blade curved E mac ukuran 3. Blade (bilah)
dengan berbagai ukuran dan handle yang terpisah harus tersedia. Baterai untuk handle
harus tersedia setiap saat.
Pipa endotrakeal dengan berbagai ukuran juga harus tersedia. Untuk pasien pria
dewasa, ukuran ETT yang sesuai adalah 8 – 8.5. untuk pasien wanita dewasa, ukuran ETT
yang sesuai adalah 7–7.5.
Kembangkan cuff dengan 5cc udara untuk mengecek patensi cuff, kemudian lumasi
ujung distal ETT untuk membantu mencegak resiko luka di jaringan sekitar serta
mempermudah prosedur intubasi.
Stylet Elastik dapat dimasukkan ke dalam ETT untuk membentuk ETT. Stilet yang
terlubrikasi dimasukkan ke dalam ETT dan pastikan ujungnya tersembunyi setengah inci di
dalam ETT.
Unit suction harus diperiksa untuk memastikan apakah bekerja dengan baik.
Peralatan lain termasuk spuit 10 cc, lubrikan larut air, BVM untuk melakukan preoksigenasi
dan perekat untuk mengamankan posisi ETT.
Seluruh alat harus diperiksa terlebih dahulu sebelum memulai pemasangan.
Preoksigenasi
Jika monitor tanda vital tersedia, letakkan pasien untuk monitoring EKG, nadi dan
oksimetri. Sebelum melakukan intubasi, pastikan seluruh alat yang dibutuhkan dapat
digunakan dengan baik. Anda perlu membuka jalan nafas dan memulai ventilasi dengan
BVM sementara asisten yang terlatih menyiapkan peralatan intubasi. Jika memungkinkan,
capailah target SaO2 > 95% dengan ventilasi BVM sebelum laringoskopi dimulai.
Setiap percobaan intubasi sebaiknya tidak melebihi 30 detik. Jika intubasi tidak dapat
dilakukan dalam 30 detik, maka lakukan ventilasi dengan BVM sebelum percobaan intubasi
selanjutnya.
Gambar 2.14 preoksigenasi dengan BVM sebelum Gambar 2.15 berhati-hatilah jika
intubasi dilakukan melakukan penekanan krikoid
Laringoskopi
dengan jari tangan kanan buka mulut, kemudian tahan laringoskop dengan tangan
kiri, masukkan bilah dari sisi kanan mulut dan geser lidah ke sebelah kiri. Penekanan
krikoid rutin untuk mencegah aspirasi tidak lagi direkomendasikan.
- Hal tersebut dapat menghambat ventilasi dan mengganggu intubasi
- Jika penekanan krikoid dilakukan, berikan penekanan yang relaks atau lepaskan
jika intubasi atau ventilasi terganggu
Dengan menggunakan gerakan “up and away” (gerakan ke atas dan menjauh) untuk
menggerakkan handle,manuver tersebut mengangkat epiglottis sehingga plica vocalis dan
glottis nampak. Jika diperlukan, bersihkan sekret dengan suction kateter agar visualisasii
lebih baik.
Anda mungkin perlu memakai tangan kanan anda untuk menstabilkan laring atau
menyesuaikan penekanan krikoid untuk memperbaiki visualisasi glottis.
Jangan lakukan gerakan dorong ke belakang dengan handle dan jangan gunakan gigi atas
sebagai tumpuan (fulcrum).
Pastikan Posisi ETT sudah benar dan Sambungkan ETT ke kantong resusitator
Mulailah ventilasi dengan menghubungkan kantong resusitator dengan ETT. Namun
demikian, sebelum melakukan hal tersebut, anda harus memastikan ETT terpasang dengan
benar, dengan menggunakan auskultasi lima titik, yaitu pada apeks paru bilateral, bagian
lateral dada pada garis mid aksilar bilateral, dan pada regio epigastrik.
Jika anda tidak yakin, gunakan detektor end-tidal CO2 (seperti Easy CapTM) atau
monitoring end-tidal CO2 kontinyu.
Jika penekanan krikoid digunakan lepaskan tekanan hanya setelah posisi ETT telah
terkonfirmasi dengan benar.
Gambar 2.25 lekatkan ETT pada Gambar 2.26 ETT diikat dengan tali
tanda yang telah ditentukan
Tergantung dari di mana anda bekerja : hubungi team airway. TTSH memiliki team airway
yang terdiri dari dokter anestesi dan terapis respiratorik.
Alat bantu jalan nafas seperti LMA dapat dipakai sebagai pilihan
Pemberian Oksigen
Untuk pasien yang dapat bernafas sendiri, beberapa di antara mereka mungkin
memerlukan oksigen tambahan untuk meningkatkan oksigenasi. Ada beberapa alat yang
menggunakan oksigen aliran rendah maupun tinggi, yang dapat digunakan untuk
memberikan oksigen tambahan untuk pasien yang tidak memerlukan bantuan ventilasi.
Alat dengan aliran oksigen rendah termasuk nasal kanul dan simple face mask
(simpel masker). Kecepatan aliran oksigen untuk nasal kanul 1 – 4 liter memberikan 24 –
44% oksigen sementara masker sederhana 8 – 10 liter memberikan 40 – 60% oksigen.
Alat dengan oksigen aliran tinggi seperti masker non-rebreathing dengan reservoir
oksigen dan masker venturi. Kecepatan oksigen untuk masker non-rebreathing adalah 12 –
15 liter. Masker venturi memberikan konsentrasi oksigen tetap berkisar antara 24% - 80%
dan sesuai untuk pasien COLD (chronic Obstructive Lung Disease).
Ringkasan
Secara ringkas, dokter harus mengetahui bagaimana cara membuka jalan nafas
dengan menggunakan alat bantu sederhana, cara intubasi, komplikasi yang
berkaitan dengan intubasi dan rencana cadangan yang dibutuhkan jika terjadi
kegagalan intubasi.
BAB 3
VENTRIKEL FIBRILASI, VENTRIKEL TAKIKARDIA TANPA NADI DAN
DEFIBRILASI
Tujuan
Tujuan dari bab ini adalah :
menjelaskan algoritma terapi pada ventrikel fibrilasi (VF) dan VT tanpa nadi
menjelaskan algoritma terapi pada VF refrakter dan VT tanpa nadi
menjelaskan langkah – langkah defibrilasi yang aman
Pendahuluan
Henti jantung merupakan keadaan non sirkulatorik yang pada orang dewasa dapat
disebabkan oleh salah satu aritmia sebagai berikut :
1. VF, merupakan penyebab paling umum
2. VT tanpa nadi
3. PEA
4. Asistole
Sangat penting untuk dapat mengenali penyebab spesifiknya, karena untuk VF dan
VT tanpa nadi, defibrilasi adalah satu – satunya terapi definitif, dan defibrilasi awal memiliki
tingkat keberhasilan resusitasi yang lebih tinggi.
Gambar 3.1 VF
Gambar 3.2 VT
Jika didapatkan PEA atau asistol, mulai resusitasi jantung paru dan lakukan
manajemen segera. Kita akan mendiskusikan keadaan ini pada bab yang berbeda. Ingat :
jangan lakukan defibrilasi jika irama bukan VF atau VT.
Jika VT/VF
ROSC
Shock 150J
Cek Irama perawatan
pasca henti
Terapi obat jantung
Saat IV/IO/akses vena sentral terpasang,
Adrenalin 1 mg bolus setiap 3 – 5 menit
Monitor
Kualitas RJP
Catatan :
Urutan tindakan : shock – RJP, shock – RJP
Obat-obatan harus diberikan saat akses sentral/IO/IV terpasang dan tidak harus berurutan
dengan shock
Pemberian obat-obatan harus diikuti RJP untuk memastikan obat dapat bersirkulasi
Energi defibrilasi tidak perlu ditingkatkan (bifasik 150 J atau monofasik 360 J)
*alternatif lignocaine 50 – 100 mg IV bolus, diulangi sekali setelah 3 – 5 menit
Perawatan pascca henti hantung termasuk : hipotermia terapeutik, hindari hiperoksia, infus
amiodaron 1 mg/menit selama 6 jam, dilanjutkan 0.5 mg/menit selama 18 jam
DEFIBRILASI
Kita berlanjut pada langkah – langkah untuk melakukan defibrilasi yang aman. Saat ini,
sebagian besar defibrilator berjenis bifasik. Defibrilator dapat berfungsi dengan baterai
sehingga tidak memerlukan arus listrik hingga 1 – 2 jam.
Pada pelatihan ini digunakan defibrilator bifasik dimana saat kita menghidupkan maka
secara otomatis akan terpasang pada mode AED (gambar 3.5). Operator harus merubah
sistem ke manual dengan cara menekan tombol “manual mode” kemudian menekan tombol
“confirm”.
Posisi Paddle
Saat irama “shockable” teridentifikasi, bersiaplah untuk prosedur defibrilasi dengan
menempelkan paddle ke dada pasien. Paddle defibrilator didesain dengan label sternum dan
apex.
Paddle sternum diletakkan pada regio infra klavikular, tepat di sebelah sternum dan tepat di
bawah klavikula. Paddle apex diletakkan pada apeks jantung, pada area lateral inferior dari
puting.
Pada manekin, posisi ini ditunjukkan dengan tombol metal (lihat gambar 3.10-11).
Catatan:
Pada alat defibrilator biasanya terdapat pads jelly dalam kemasan satu set. Pads jelly
ini ditempelkan di tubuh pasien dengan posisi yang sama dengan paddle. Tetapi
dalam pelatihan ini tidak dilakukan karena merupakan bahan sekali pakai dan dapat
merusak manikin.
Gambar 3.10 tombol metal pada Gambar 3.11 Paddle sternum dan
manekin menunjukkan posisi apeks diletakkan di dinding dada
paddle sternum dan apeks
Gambar 3.15 tekan tombol charge Gambar 3.16 jaga jarak antara
(pengisian daya) paddle yang terisi daya
Posisikan jari anda namun JANGAN lakukan defibrilasi terlebih dahulu. Selama
latihan dengan manekin, pastikan bahwa paddle berhubungan dengan tombol metal pada
manekin, jika tidak maka akan terjadi percikan api.
Defibrilasi
Dengan mata tertuju pada monitor, lakukan defibrilasi dengan menekan tombol
discharge berwarna oranye secara bersama – sama.
Setelah shock pertama, lakukan kompresi dada selama satu menit sebelum menilai irama
atau nadi.
Berbagai tindakan defibrilasi yang anda lihat di serial televisi dikerjakan dengan tidak aman
dan tidak sesuai prosedur, sebagai contoh, menggosok sisi metal permukaan paddle
bersama untuk membagi jel konduksi, atau memberikan kejut listrik pada pasien asistol.
Jangan tiru tindakan tidak aman tersebut pada pelatihan ACLS anda atau pada saat
resusitasi.
Gambar 3.23 Pengisian daya (charge) Gambar 3.24 garis lurus di bagian kiri
harus dilakukan pada saat paddle layar menunjukkan pelepasan energi
masih terpasang di defibrilator
Catatan:
Setiap kali irama monitor berubah, cek nadi karotis. Irama monitor yang tampak
seperti irama sinus belum tentu didapatkan nadi. Hal ini disebabkan karena jantung
dapat memiliki aktifitas kelistrikan namun tidak menghasilkan nadi, kondisi ini disebut
PEA (pulseless electrical activity).
Rangkuman
Secara ringkas, VF adalah aritmia yang paling sering mengakibatkan henti jantung.
Defibrilasi adalah satu – satunya terapi definitif untuk VF dan VT tanpa nadi. Semakin
cepat defibrilasi dilakukan, semakin tinggi kemungkinan keberhasilan dan kembalinya
sirkulasi spontan.
Bab 4
Pulseless Electrical Activity (PEA) dan Asistol
Tujuan
Tujuan dari bab ini adalah :
Menjabarkan algoritme untuk PEA dan asistol
Mengidentifikasi penyebab PEA
Pendahuluan
PEA merupakan irama jantung yang bukan ventrikel fibrilasi (VF), bukan ventrikel
takikardi dan bukan asistol pada pasien tanpa nadi. Bentuk irama PEA dapat berkisar antara
irama sinus, berbagai bentuk takikardi atau bradikardi, hingga irama idioventrikuler pada
pasien tanpa nadi. Adanya aktifitas listrik di jantung namun tidak ada kontraksi jantung atau
curah jantung yang mana hal tesebut dapat menjelaskan mengapa pasien tersebut dalam
kondisi tanpa nadi. Jika PEA tidak ditangani akan mengakibatkan terjadinya asistol.
Kunci manajemen PEA adalah mengkoreksi penyebab reversibel yang harus anda
ketahui. Tanpa adanya penyebab reversibel, PEA, seperti halnya asistol akan memiliki
prognosis yang buruk.
Amankan jalan nafas dan respirasi pasien dengan intubasi jika diperlukan, dan
berikan dukungan ventilasi tekanan positif. Percobaan intubasi seharusnya tidak
mengganggu kompresi dada.
Setelah RJP selama 1 – 2 menit, nilai kembali irama. Jika masih asistol atau PEA,
ulangi tindakan di atas. Jika terdapat perubahan pada irama, cek nadi dan segera berikan
respon.
Keputusan penghentian resusitasi tergantung pada protokol rumah sakit lokal.
Catatan:
- Defibrilasi TIDAK diindikasikan pada manajemen PEA atau asistol.
- Pemimpin tim mencari penyebab reversibel PEA (5H dan 5T). 5 H adalah
hipovolemia, hipoksia, asidosis, hiper dan hipokalemia, dan hipotermia. 5T
adalah : tablets, tamponade, tension pneumothorax, sindrome koroner akut,
dan emboli pulmonal.
Protokol penghentian
jika tetap asistol
Pertimbangkan intubasi
Monitor
Kualitas RJP
Terapi spesifik
Kunci terapi spesifik pada kasus ini adalah riwayat penyakit, anamnesis kejadian
yang mengarah ke henti jantung, pemeriksaan fisik, EKG dan kadang hasil laboratorium.
Sebagai contoh, apakah pasien yang pucat mengalami perdarahan dari saluran
cerna atau akibat robekan pada aorta atau luka intra abdominal yang mengakibatkan
hipovolemia dan henti jantung? Resusitasi cairan diperlukan pada keadaan tersebut. Apakah
pasien tersebut mengalami distres pernapasan berat dan hipoksia yang memerlukan
ventilasi penyelamatan atau intubasi? Apakah pasien KAD atau gagal ginjal asidotik
memerlukan natrium bikarbonat? Jika didapatkan hipokalemia atau hiperkalemia, lakukan
koreksi secara agresif. Hipotermia kadang terlihat pada pasien tenggelam. Resusitasi dan
penghangatan kembali harus dilanjutkan hingga suhu basal tubuh lebih dari 35 derajat
celsius sebelum resusitasi dihentikan.
Tamponade jantung dapat dijumpai pada pasien dengan luka tusuk pada dada kiri
dan juga pasien dengan efusi perikardial yang maligna. Perikardiosentesis dapat
menyelamatkan nyawa pasien.
Tension pneumothorax dapat dijumpai pada pasien trauma dan non trauma. Pada
pasien trauma, cedera dada bagian luar, fraktur costa, dan flail chest adalah kelainan
penyerta pada tension pneumothorax. Pada pasien non trauma, skenario klasiknya adalah
desaturasi, hipotensi, dan kesulitan bagging pada pasien PPOK atau asma yang terintubasi.
Ingat: setelah intubasi pasien, adanya desaturasi yang tidak dapat dijelaskan dan adanya
hipotensi, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya pneumothorax. Needle thoracotomy pada
intercostal space (ICS) 2 dapat membantu meringankan tension pneumothorax. Jika
kecurigaan klinik tension pneumothorax sangat kuat dan needle decompression tidak dapat
memberikan perbaikan, pasang chest tube segera karena mungkin jarum tersebut tidak
dapat mencapai pneumothorax.
Jika PEA disebabkan oleh emboli pulmonal akut, selain RJP, peran trombolitik masih
tidak jelas dan penelitian lebih lanjut mungkin dapat mengubah manajemen terapi. Jika
sirkulasi spontan kembali setelah PEA yang diakibatkan sindrom koroner akut, terapi
revaskularisasi harus segera dikerjakan dengan modalitas PCI (percutaneous coronary
intervention).
Ringkasan
Sebagai ringkasan, kunci manajemen PEA dan asistol adalah mencari dan
mengkoreksi penyebab yang reversibel. Kompresi dada yang berkualitas sangatlah
penting, keterlambatan dan interupsi pada kompresi dada oleh karena intervensi
lainnya harus diminimalkan.
BAB 5
Tujuan
Tujuan bab ini adalah :
Menjabarkan patofisiologi sindrom koroner akut
Mengenali perubahan yang terjadi pada EKG
Mengenali perlunya intervensi awal
Pendahuluan
Acute coronary syndrome (ACS) atau sindroma koroner akut (SKA) mencakup seluruh
nyeri dada iskemik, dari unstable angina, non ST elevation acute myocardial infarction (Non
STEMI) hingga Q-wave Acute Myocardial Infarction (AMI) klasik yang disebut STEMI.
Diagnosis awal sangat penting karena kita dapat mengurangi mortalitas dengan
menyelamatkan jaringan miokard dan mencegah komplikasi, terapi paling efektif diberikan
pada fase awal.
Untuk mengurangi jumlah miokard yang nekrosis pada pasien dengan IMA, sehingga dapat
mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan mencegah terjadinya gagal jantung, diperlukan
perawatan terintegrasi yang melibatkan perawatan pra-rumah sakit, instalasi gawat darurat,
dan fasilitas percutaneous coronary intervention (PCI).
Protokol STEMI telah bergeser dari trombolitik menjadi PCI primer. Jika pasien
dibawa ke rumah sakit oleh paramedik, EKG 12 lead dikirim melalui fax ke IGD dan pada
saat yang sama IGD diaktivasi. Jika pasien datang sendiri ke IGD dengan keluhan nyeri
dada, dilakukan EKG di triase. Jika terdiagnosis STEMI, maka pasien segera dipindahkan ke
ruang resusitasi dan tim PCI diaktifkan. PCI harus mulai dikerjakan dalam 90 menit sejak
pasien datang. Hal ini disebut dengan door to balloon time. Parameter ini salah satu yang
penting untuk indikator performa. Pada rumah sakit yang belum mempunyai fasilitas PCI
maka pasien dapat dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas tersebut atau jika tidak
memungkinkan, maka dilakukan terapi trombolitik sebagai prioritas alternatif kedua.
Presentasi klinis
Presentasi klinis sering berupa nyeri dada klasik, namun harus kita ketahui bahwa
nyeri dada tersebut tidak selalu merupakan sindrom koroner akut.
Nyeri dada klasik adalah nyeri dada seperti ditekan dan diremas – remas pada
daerah prekordial kiri atau substernal, yang menjalar hingga ke leher, rahang, pundak dan
terus ke lengan. Kadang, nyeri dada bersifat gradual, hingga mencapai maksimum. Pada
pasien dengan penyakit arteri koroner yang mengalami sindrom koroner akut, nyeri dada
menjadi semakin sering dan terjadi pada saat istirahat dan tidak berkurang dengan GTN.
Ingat bahwa beratnya nyeri dan gejala tidak berbanding lurus dengan beratnya sindrom
koroner akut yang diderita.
Pasien dengan toleransi nyeri yang tinggi dapat menyebutkan skala nyeri 5 dari 10 bahkan
pada kondisi infark miokard akut anterior masif. Pasien lain yang memiliki toleransi nyeri
rendah akan berteriak karena nyeri yang dirasakan bahkan jika nyerinya merupakan nyeri
muskuloskeletal setelah evaluasi yang menyeluruh.
Presentasi klinis lainnya dapat berupa nyeri epigastrik, sesak nafas, keringat dingin dan nyeri
pada rahang atau gigi. Orang tua dan pasien dengan diabetes melitus cenderung
memperlihatkan gejala atipikal dengan disertai disorientasi, perubahan kesadaran, atau
bahkan kejang. Ingat bahwa pasien sindrom koroner akut dengan kejang dapat diakibatkan
oleh takidisritmia atau bradidisritmia.
Sebagian besar pasien sindrom koroner akut memiliki pemeriksaan fisik yang normal,
kecuali mereka mengalami komplikasi seperti gagal jantung, edema pulmonum atau syok
kardiogenik.
Evaluasi
Kriteria WHO untuk diagnosis IMA ditetapkan pada tahun 1979. Dua dari tiga kriteria
di bawah ini harus dipenuhi untuk diagnosis IMA :
Riwayat klinis nyeri dada iskemik
Perubahan EKG
Perubahan enzim jantung
Bagaimanapun juga, enzim jantung, baik CKMB maupun troponin mungkin tidak
meningkat pada 4 – 6 jam pertama. Dengan demikian diagnosis awal dalam beberapa jam
pertama berdasar pada anamnesis, riwayat pasien dan perubahan EKG.
Pada tahun 2000, European Society of Cardiology dan American College of Cardiology
menyatakan pendekatan yang sedikit berbeda untuk mendiagnosis sindrom koroner akut.
Mereka menekankan pada fluktuasi enzim jantung dan satu dari poin berikut ini:
Riwayat gejala jantung iskemik atau perubahan EKG seperti ST elevasi atau depresi, Q
wave, dan bundle branch block onset baru, T wave yang tinggi runcing (hiperakut T) atau
Penemuan yang didapatkan pada saat intervensi arteri koroner
Diagnosis EKG
Diagnosis STEMI pada EKG berdasarkan adanya ST elevasi, T inversi atau Q patologis.
Dengan adanya edukasi publik, pasien nyeri dada biasanya datang pada fase awal dan
rekaman EKG 12 lead dapat normal atau hanya menunjukkan hiperakut T. Ingat untuk
mengulang EKG 5 – 10 menit kemudian terutama pada pasien dengan nyeri dada atau
gejala yang terus menerus.
IMA Anterior
EKG dibawah menunjukkan IMA anterior dengan ST elevasi pada V2 – V6
IMA inferior
EKG pada gambar 5.3 menunjukkan IMA inferior dengan ST elevasi pada II, III, aVF. Pada
lead V2, gelombang R tampak tinggi dan ST segmen mengalami depresi, yang merupakan
bukti tidak langsung adanya IMA posterior. Selalu periksa lead ventrikel kanan karena pada
85% populasi arteri koroner kanan memberi suplai pada dinding inferior dan posterior
ventrikel kiri serta ventrikel kanan.
Manajemen awal
Tindakan segera saat anda mempunyai pasien dengan nyeri dada iskemik adalah
melakukan pemeriksaan EKG, tekanan darah dan monitor denyut jantung.
Akses vena harus dapat terpasang. Pemberian MONA (Morfin, Oksigen, Nitrat, dan
Aspirin) yang banyak tersedia di sarana kesehatan, harus segera dilakukan. Saat STEMI
sudah terdiagnosis, persiapkan rencana reperfusi dengan PCI primer.
Monitoring EKG mempermudah deteksi awal aritmia, karena aritmia yang mematikan
biasanya terjadi pada 4 jam pertama.
Akses vena diperlukan untuk pemberian cairan dan obat – obatan untuk resusitasi.
Kanulasi vena perifer menjadi pilihan pertama untuk hal tersebut.
Penghilang nyeri dengan morfin IV dan GTN, diberikan dalam sediaan sublingual,
topikal, atau IV. Sangat penting agar pasien terbebas dari nyeri, karena nyeri meningkatkan
sekresi katekolamin endogen yang dapat mengakibatkan aritmia dan dengan demikian,
analgesia yang adekuat sangatlah penting.
Kadang – kadang CABG (Coronary artery bypass grafting) emergensi diperlukan saat
terjadi kegagalan terapi trombolitik atau PCI.
Terapi tambahan lainnya dapat berupa beta-bloker, GTN, dan ACE inhibitor.
Terapi trombolitik mungkin masih digunakan di beberapa institusi tanpa fasilitas PCI
24 jam. Terapi trombolitik hanya diindikasikan untuk IMA dengan ST elevasi yang datang
dalam 4 – 6 jam setelah onset gejala.
Catatan:
- manajemen awal untuk ACS adalah pemberian MONA (morfin, oksigen, nitrat
dan Aspirin)
- jika terbukti STEMI maka segera rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas lebih
lengkap untuk dilakukan revaskularisasi
Komplikasi ACS
Komplikasi sindrom koroner akut antara lain aritmia, syok kardiogenik, ruptur
miokard, edema pulmonum akut, regurgitasi mitral, sekaligus ruptur septal intraventrikel.
Aritmia akan didiskusikan pada bab terpisah. Jika dinding bebas miokard ruptur,
pasien biasanya hilang kesadaran dan tidak berespon terhadap resusitasi. Pasien dengan
ruptur dinding septal atau regurgitasi mitral datang dengan syok kardiogenik dan murmur
jantung onset baru.
Syok kardiogenik dan edema pulmonum akut akan didiskusikan pada bab terpisah.
Door-to-needle Door-to-balloon
≤30 menit 90 menit
Ringkasan
Secara ringkas, sindrom koroner akut merupakan hasil dari ruptur plak aterosklerosis.
Diagnosis awal sangat penting karena akan berpengaruh terhadap mortalitas. Terapi
yang dimulai awal dapat menyelamatkan lebih banyak miokard dan mencegah
komplikasi.
BAB 6
HIPOTENSI, SYOK DAN EDEMA PULMONUM
Tujuan
Tujuan bab ini adalah
Untuk menjabarkan algoritme terapi untuk hipotensi, syok dan edema pulmonum.
Definisi istilah
Definisi hipotensi tidak sama dengan syok meskipun keduanya sering dihubungkan
satu sama lain. Secara sederhana, hipotensi adalah penurunan tekanan darah dan syok
adalah manifestasi klinis dari perfusi jaringan yang tidak adekuat yang muncul sebagai
gangguan kesadaran, dingin, perifer yang basah dan berkeringat, sensasi rasa haus,
berkurangnya produksi urin dan sebagainya.
Syok dapat terjadi meskipun tidak didapatkan hipotensi. Sebagai contoh, pada tahap
awal syok hipovolemik atau septikemik, pasien dapat mengalami disorientasi atau menjadi
gelisah disertai berkurangnya produksi urin namun tekanan darah masih normal sampai
akhirnya terjadi kegagalan mekanisme kompensasi. Secara umum, syok diklasifikasikan
menjadi lima tipe : hipovolemik, septikemik, kardiogenik, neurogenik, dan anafilaktik.
Syok kardiogenik berarti terjadinya penurunan fungsi pompa ventrikel kiri lebih dari
40%, dan tingkat kematiannya 50 - 70 % bahkan di rumah sakit dengan tingkat perawatan
yang canggih.
Di Singapura, penyebab tersering syok kardiogenik adalah sindrom koroner akut dan
miokarditis. Secara klinis, syok kardiogenik dapat muncul pada pasien hipotensi dengan
edema pulmonum.
Edema pulmonum akut sendiri sering dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah yang
hebat, sering disebut sebagai gagal jantung dekompensasi akut/ acutely decompensated
heart failure (ADHF).
tekanan darah tidak memberikan respon meskipun telah diberikan cairan dan darah,
pertimbangkan penggunaan vasopressor.
Pasien sadar
Survei ABCD primer dan sekunder
SBP < 70 mmHg SBP 70 - 100 mmHg SBP 70 – 100 mmHg SBP > 100 mmHg
Tanda dan gejala Tanda dan gejala Tidak ada tanda dan
syok syok gejala syok
GTN IV 10 – 20
Pertimbangkan : Dopamin Dobutamin ug/menit, jika
Norepinefrin (tambahkan tetap nyeri, TD
ATAU Norepinefrin jika meningkat, titrasi
Dopamin Dopamin mencapai ATAU berikan
dosis maksimum Nitroprusid
Jika didapatkan permasalahan fungsi pompa, lihat tekanan darah. Jika tekanan darah
kurang dari 70 mmHg dengan tanda klinis syok, pertimbangkan penggunaan norepinephrine
atau dopamine. Jika tekanan darah antara 70 - 100 mmHg, dengan tanda klinis syok,
gunakan dopamin dan tambahkan norepinephrine jika perlu. Jika tekanan darah antara 70 -
100 mmHg, tanpa tanda syok, gunakan dobutamin. Ingat bahwa inotropik mungkin tidak
memberikan efek yang diharapkan pada pasien tertentu.
Secara umum sebagian besar dokter dan perawat cukup familier dengan dopamin.
Bagaimanapun, norepinephrine dianggap memiliki efek vasopresor yang lebih poten, dan
dianggap sebagai agen pilihan pada pasien syok septik. Dobutamin memiliki efek inotropik
yang lebih besar.
Di sisi lain, jika tekanan darah meningkat dan perlu dilakukan pengontrokan, gunakan
GTN atau nitroprusside. Secara umum, sebagian besar klinisi lebih familier dengan GTN.
Untuk pasien dengan permasalahan denyut jantung, kita akan mendiskusikan
manajemennya pada bab yang berbeda.
Intervensi segera
- Terapi oksigen
- Rontgen dada, EKG, Pulse
oksimetri, akses vena
Ya TIdak
Manajemen
Sistem overload Disfungsi diastolik - Vasodilator/Nitrat (class I)
- Diuretik (class II)
Output rendah - Morfin (class III)
Oksigen tambahan penting untuk diberikan jika ada indikasi. Non invasive
ventilation (NIV) dengan continuous positive airway pressure (CPAP) atau biphasic positive
airway pressure (BIPAP) memperbaiki mekanik paru dengan cara mengurangi alveoli yang
mengalami atelektasis, memperbaiki komplians paru, dan mengurangi kerja nafas dan dapat
mencegah dilakukannya intubasi.
Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan jika NIV tidak
tersedia, gagal, atau tidak sesuai untuk pasien tersebut. Sangat penting untuk mengintubasi
pasien pada saat yang tepat. Ingat bahkan pasien dengan PPOK, oksigen 100% tetap harus
diberikan sampai edema pulmonum akut membaik sehingga konsentrasi oksigen dapat
diturunkan.
Berhati - hati saat memberikan sedatif pada persiapan intubasi. Agen sedatif seperti
midazolam dan propofol dapat menurunkan tekanan darah. Etomidate merupakan agen
induksi yang stabil untuk jantung karena tidak memiliki efek menurunkan tekanan darah.
Dosis etomidate 0.3 mg/kg.
Saat tekanan darah meningkat, gunakan GTN IV atau nitroprusside. Meskipun dobutamin
hanya digunakan pada pasien dengan tekanan darah lebih dari 100, namun harus diberikan
dengan hati - hati karena dapat meningkatkan tekanan darah lebih lanjut. Dopamin berguna
saat tekanan darah rendah dan didapatkan tanda - tanda syok, pada saat anda menghadapi
syok kardiogenik. Rujukan ke kardiologi diperlukan segera untuk intervensi lanjutan seperti
pemasangan intra aortic balloon pump (IABP) atau revaskularisasi dengan PCI.
Skenario
Kita akan menggunakan dua skenario untuk menggambarkan strategi terapi untuk hipotensi
dan syok.
Skenario 1
Skenario pertama adalah laki - laki 40 tahun dengan keluhan nyeri dada dengan durasi 45
menit. Pasien berkeringat dan kesakitan, dengan tekanan darah 65/35 dan denyut jantung
40. Terdengar denyut jantung ganda dan paru - paru bersih. EKG menunjukkan IMA
ventrikel kanan dan inferior dengan total AV blok. Bagaimana pendekatan strategi
penatalaksanaan pasien tersebut?
o
Gambar 6.3 AV Block 2 tipe I
Kita dapat mulai bertanya apakah pasien memiliki masalah volume? Tidak, pasien
tidak memiliki masalah volume.
Apakah pasien memiliki masalah dengan denyut jantungnya? Ya, pasien memiliki
denyut jantung 45 x/ menit. Bradikardia karena total AV blok mungkin berperan
mengakibatkan hipotensi pada pasien ini. Dengan demikian, atropin dan pacing merupakan
terapi yang sesuai.
Apakah pasien mengalami problem pompa jantung? Ya, pasien ini mengalami IMA
ventrikel kanan, ia mungkin mengalami kegagalan pompa jantung kanan, yang berperan
mengakibatkan hipotensi. Penggantian cairan intravena dapat memperbaiki fungsi pompa
jantung kanan. Revaskularisasi untuk IMA ventrikel kanan dan inferior juga akan
membalikkan hemodinamik yang terganggu.
Pertanyaan terakhir apakah pasien dalam keadaan syok kardiogenik? Dengan jelas
jawabannya adalah Tidak, karena syok kardiogenik adalah hilangnya lebih dari 40% miokard
ventrikel kiri yang mengakibatkan kegagalan ventrikel kiri. Kegagalan ventrikel kanan dengan
hipotensi tidak diklasifikasikan sebagai syok kardiogenik.
Skenario 2
Kasus kedua adalah seorang wanita 75 tahun yang tidak menjalani hemodialisis
selama 1 minggu. Pasien mengalami sesak berat pada pukul 2 pagi. Pada saat datang,
pasien sesak, dan berkeringat dingin dengan tekanan darah 221/135, nadi 120, RR
36x/menit, pulsasi oksimetri 90% pada udara ruangan. Didapatkan krepitasi kasar di kedua
lapang paru. EKG menunjukkan sinus takikardia dengan ST depresi pada lead anterior.
Rontgen dada menunjukkan pembesaran jantung dengan kongesti pulmonal sesuai dengan
edema pulmonum akut. Apakah pendekatan yang anda gunakan untuk pasien tersebut?
Kita mulai dengan pertanyaan apakah pasien mengalami problem volume? Ya,
pasien ini memiliki masalah kelebihan cairan (fluid overload).
Apakah pasien mengalami problem denyut jantung? Tidak
Apakah pasien mengalami problem fungsi pompa? Ya, pasien dengan gagal ginjal
kronik cenderung memiliki penyakit jantung iskemik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
buruk. Tekanan darah meningkat, menunjukkan adanya peningkatan tahanan vaskuler, dan
memperparah problem pompa. Terapinya mencakup vasodilator seperti GTN IV, morfin, dan
oksigen tambahan, serta diuretik seperti furosemid.
Selain oksigen 100%, pasien diberikan morfin 3 mg IV, infus GTN IV pada kecepatan
15 mcg per menit selama 30 menit dan furosemid 120 mg IV. meskipun telah diberikan obat
- obatan tersebut, pulsasi oksimetri tidak membaik dan tetap 91%. Pasien juga tampak
kelelahan. Bagaimana anda melakukan manajemen pada pasien tersebut?
Ya, anda perlu melakukan intubasi. Midazolam 5 mg IV diberikan untuk sedasi pasien
dan suksinilkolin 100 mg IV untuk memparalisis. ETT dapat dipasang pada percobaan
pertama. Meskipun demikian, tekanan darahnya turun menjadi 70/56. Mengapa tekanan
darahnya turun?
Ringkasan
Secara singkat, saat kita melakukan manajemen pada pasien dengan syok atau
edema pulmonum, penting untuk membedakan apakah pasien memiliki permasalahan
volume, pompa, atau denyut jantung atau kombinasi keduanya atau lebih.
Setiap permasalahan tersebut memiliki pendekatan manajemen yang berbeda.
Pemahaman mengenai cara kerja dan peran vasodilator dan vasopresor sangat
penting untuk membantu anda memilih agen yan tepat untuk memperbaiki status
hemodinamik pasien.
BAB 7
OBAT-OBATAN
Tujuan
Bab ini mendiskusikan beberapa obat yang sering digunakan pada saat resusitasi dan
kegawatdaruratan jantung. Tujuannya adalah:
Menjabarkan peran obat – obatan pada ACLS
Menjabarkan penggunaan obat untuk mengoptimalkan fungsi jantung
Dua skenario
Secara umum, obat – obatan dibutuhkan dalam dua jenis skenario. Pada skenario
henti jantung, obat digunakan untuk membantu kontraksi jantung dan mempertahankan
sirkulasi serebral dan koroner. Bagaimanapun, seperti pernyataan American Heart
Association, penting untuk diketahui bahwa pada pasien henti jantung, pemberian obat –
Tim Pelatihan RSM/A Jatim 58
Modul Pelatihan ACLS
obatan merupakan manajemen sekunder setelah intervensi lain. Sebagai contoh, pada
pasien henti jantung dengan ventrikel fibrilasi, defibrilasi dan kompresi dada adalah
manajemen lini pertama sementara adrenalin merupakan terapi sekunder.
Skenario kedua adalah pasien dengan nadi dan tekanan darah, dimana obat –
obatan digunakan untuk optimalisasi :
1. Curah jantung
2. Sirkulasi koroner
3. Situasi yang mendukung fungsi jantung
Untuk mengoptimalkan curah jantung membutuhkan normalisasi dan optimalisasi volume,
kemampuan memompa, dan denyut jantung.
1. Volume 5. lingkungan
Hipervolume Oksigenasi
- diuretik Analgesia
hipovolemia Asam – basa
- cairan Metabolik – endokrin
- transfusi darah Toksin, obat - obatan
Pada pasien dengan nadi dan tekanan darah, obat – obatan digunakan untuk
mengoptimalkan fungsi jantung (gambar 7.2).
Dari ujung kiri bawah gambar 7.2 volume perlu dioptimalkan untuk curah jantung
optimal. Jika pasien pada keadaan overload cairan, diuretik akan membantu mengeluarkan
kelebihan cairan. Jika pasien dalam keadaan hipovolemik, seperti perdarahan saluran cerna
atau trauma besar, penggantian cairan intravena dan transfusi darah diperlukan.
Kedua, fungsi pompa jantung perlu dioptimalkan untuk curah jantung optimal. Jika
pompa jantung bekerja terlalu keras dan tekanan darah meningkat, vasodilator diperlukan.
Jika pompa tidak bekerja dengan baik dan tekanan darah rendah, vasopresor perlu
digunakan.
Ketiga, denyut jantung perlu dioptimalkan. Obat – obatan dapat digunakan untuk
menaikkan denyut jantung pada bradikardia atau untuk memperlambat denyut jantung pada
takikardia.
Keempat, sirkulasi koroner perlu dioptimalkan dengan penggunaan vasodilator, agen
reperfusi, anti-platelet, dan antikoagulan.
Dan terakhir, kondisi jantung perlu dioptimalkan. Dengan demikian, oksigen,
penghilang nyeri, dan keseimbangan asam – basa, fungsi endokrin dan metabolik yang
utama harus dinilai dan dikoreksi. Jika pasien mengalami overdosisi atau keracunan, hal
tersebut juga harus diatasi.
GTN adalah venodilator dan arteriodilator namun lebih kuat bekerja sebagai
venodilator dengan demikian menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel kiri. GTN
yang diberikan sebagai infus merupakan obat pilihan untuk gagal jantung akut atau edema
paru akut dengan adanya iskemik jantung atau sindrom koroner akut. Sebelum penggunaan
GTN IV pada pasien pria, sangat penting untuk menanyakan apakah pasien telah
menggunakan Sildenafil (Viagra) atau obat – obatan serupa pada beberapa jam
sebelumnya. Interaksi antara Nitrat dan Sildenafil dapat mengakibatkan hipotensi hebat dan
mengakibatkan kematian.
Sodium Nitroprusside bekerja lebih kuat sebagai arteriodilator dibanding venodilator.
Meskipun merupakan obat pilihan pada hipertensi emergensi, Sodium Nitroprusside memiliki
potensi untuk mengakibatkan iskemik jantung. Sebagai tambahan, bahan ini harus terlindung
dari cahaya untuk mencegah degradasi nitroprusid menjadi sianida yang beracun.
Beta bloker dapat juga digunakan karena dapat menurunkan denyut jantung dan mengurangi
kontraktilitas miokard. Untuk pasien asma dan PPOK, beta bloker harus digunakan dengan
hati – hati. Generasi beta bloker terdahulu dikontraindikasikan pada gagal jantung namun
generasi yang baru seperti Bisoprolol dan Metoprolol berguna dalam manajemen gagal
jantung.
denyut jantung. Pada dosis medium, dopamin mulai meningkatkan tekanan darah dan
denyut jantung. Pada dosis tinggi, didapatkan vasokonstriksi vena dan arteri perifer,
mesenterik, dan renal bersamaan dengan peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.
Dopamin merupakan vasopresor yang disarankan untuk hipotensi yang terkait bradikardia
dan hipotensi setelah kembalinya sirkulasi spontan.
Dobutamin juga diberikan sebagai infus dosis rendah, medium dan tinggi. Secara
umum, dobutamin dapat meningkatkan tekanan darah tanpa menginduksi takikardia yang
terlalu hebat seperti pada Dopamin dan Noradrenalin. Dobutamin direkomendasikan untuk
hipotensi yang terkait kongesti pulmonal dan disfungsi ventrikel kiri.
Satu hal penting yang perlu diingat tentang penggunaan vasopresor: Adrenalin
adalah satu – satunya vasopresor yang diberikan pada saat henti jantung. Sementara agen
vasopressor lainnya hanya diindikasikan pada pasien dengan nadi.
Obat – obat optimalisasi denyut jantung pada takikardia dengan QRS lebar
Sekarang, mari perhatikan obat – obat yang memperlambat takikardia dengan QRS
lebar untuk mengoptimalkan denyut jantung. Efek yang sering didapatkan dari obat – obatan
ini adalah penurunan denyut jantung dengan potensi terjadinya bradikardia dan asistol, serta
penurunan tekanan darah.
Amiodaron atau Lignocaine digunakan untuk VF, VT dan takikardia dengan QRS
lebar dengan penyebab yang tidak diketahui. Lignocaine memiliki rentang terapeutik yang
sempit, rasa tebal sekitar mulut dan jari – jari merupakan tanda awal toksisitas.
Sebagai tambahan untuk VF dan VT, amiodarone juga digunakan untuk SVT, atrial
flutter, dan atrial fibrilasi. Karena penurunan klirens, pasien dengan pengobatan Warfarin
yang mendapatkan Amiodaron harus diawasi dengan ketat, terutama profil pembekuan
darah, sementara pasien dengan pengobatan digoksin harus dilakukan monitor EKG yang
ketat.
Magnesium intravena merupakan obat pilihan untuk VT polimorfik (torsades de
pointes).
Ketiga obat – obatan ini dapat diberikan berupa bolus cepat pada henti jantung dengan VF
dan VT, namun harus diberikan berupa bolus pelan atau infus saat digunakan untuk
takikardia dengan nadi.
Gambar 7.3 Takikardia ventrikel klasik yang merupakan takikardia kompleks lebar dengan irama
regular dan tidak adanya gelombang P
Obat – obatan optimalisasi denyut jantung pada Takikardia dengan QRS sempit
Sekarang, perhatikan beberapa obat yang memperlambat denyut jantung pada
takikardia dengan QRS sempit. Adenosin menjadi populer karena tingkat keamanan yang
tinggi. Waktu paruhnya enam detik dan seluruh efek sampingnya seperti bronkospasme,
nyeri dada, flushing, dan hipotensi hanya bersifat sementara.
Berikut di bawah ini adalah tips dalam pemberian adenosin:
Komunikasikan dengan jelas kepada pasien bahwa ia akan merasakan
ketidaknyamanan di dada pada saat Adenosin mencapai jantung
Pilihlah vena perifer yang paling dekat dengan jantung, hubungkan dengan threeway
ke kanul intravena, hubungkan Adenosin pada satu lubang dan 20 cc NS ke lubang
yang lain.
Setelah memasukkan Adenosin dengan cepat, lakukan flush (bolus cepat) NS segera
untuk mempercepat adenosin mencapai jantung.
Ingat untuk merekam perubahan EKG pada defibrilator.
Verapamil dan Diltiazem merupakan CCB (calcium channel blocker) yang dapat
memperlambat takikardia QRS sempit, selain mendilatasi arteri koroner. Jangan gunakan
obat ini pada pasien dengan sindrom WPW (Wolf-Parkinson-White) karena beresiko terjadi
VT refrakter. Sebisa mungkin, obat – obatan ini harus dihindari pada pasien dengan terapi
beta bloker.
Beta bloker yang telah didiskusikan pada slide sebelumnya, dapat juga digunakan untuk
memperlambat takikardia kompleks sempit.
Gambar 7.4 SVT klasik yang merupakan takikardia kompleks sempit dengan interval RR regular dan
tidak adanya gelombang P
memiliki peran, PCI menjadi populer sebagai pilihan terapi revaskularisasi dalam berbagai
situasi.
Agen anti-platelet dibagi menjadi tipe spesifik dan non-spesifik. Aspirin merupakan
agen non spesifik yang cukup baik dan murah.
Clopidogrel, juga disebut Plavix, meskipun lebih mahal dibanding aspirin, menjadi
popular sebagai agen anti-platelet karena beberapa penelitian menunjukkan perbaikan hasil
saat diberikan pada pasien IMA. Inhibitor glikoprotein IIa/IIIb sebagai agen antiplatelet
memiliki resiko hemoragik yang tinggi sehingga menjadi tidak populer.
Kasus NN
Sekarang kita akan melihat tiga kasus kegawatan kardiovaskular untuk memahami
peran obat – obatan tersebut pada manajemennya.
Kasus pertama adalah seorang laki – laki 53 tahun datang ke IGD dengan nyeri dada
1 jam sebelum masuk rumah sakit. Tekanan darahnya 75/47 mmHg, denyut jantung
45x/menit, sementara tanda – tanda vital lainnya stabil. EKG (gambar 7.6) 12 lead kiri dan
kanan menunjukkan IMA kanan, inferior dan total AV block. Dengan demikian kita
mengetahui proses penyakit primernya adalah IMA dengan total AV block yang
mengakibatkan tekanan darah yang rendah. Obat – obatan apa yang penting pada
manajemennya?
o
Gambar 7.6 IMA ventrikel kanan, inferior dan AV block 2 (tipe I)
Dari gambar 7.7 untuk IMA, kita perlu mengoptimalkan sirkulasi koroner. Karena
pasien tersebut mengalami IMA ventrikel kanan, GTN harus digunakan dengan hati – hati
karena dapat mengakibatkan venodilatasi, dan memperburuk tekanan darahnya yang
rendah. Jika tidak didapatkan kontraindikasi, pasien tersebut dapat dilakukan
revaskularisasi, baik dengan PCI atau trombolitik. Aspirin dan atau klopidogrel harus
diberikan sebagai antiplatelet. Antikoagulan diberikan setelah terapi revaskularisasi. Dan
pastinya, pasien tersebut memerlukan oksigenasi dan penghilang nyeri.
Pada ujung kiri atas, problem selanjutnya adalah manajemen kegagalan pompa
kanan sebagai akibat IMA. Dopamin menjadi pilihan vasopresor yang rasional untuk
memperbaiki pompa jantung
Pada kiri bawah, sangat penting untuk mengenali bahwa pasien ini memiliki problem
volume yang relatif. Sebagai akibat kegagalan pompa ventrikel kanan, venous return menuju
sirkulasi pulmoner menjadi tidak adekuat, sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung
kiri dan dengan demikian menurunkan tekanan darah. Penggantian cairan memiliki peran
pada keadaan ini, namun harus diberikan dengan pertimbangan yang matang, terutama
pada pasien usia tua diamana pemberian 200 – 300 cc NS sudah mencukupi.
B. Pompa
D. Denyut jantung
IMA ventrikel kanan : gagal
pompa ventrikel kanan – IMA ventrikel kanan : gagal
tekanan darah terlalu rendah pompa ventrikel kanan –
- Dopamin tekanan darah terlalu rendah
- Dopamin
A. Dilatasi koroner
C. Volume Vasodilator : GTN –
HATI – HATI!
Gagal pompa ventrikel Reperfusi : PCI, SK, rTPA
kanan : volume venous Anti-platelet : aspirin, Plavix
return ke sistem
Antikoagulasi : heparin
pulmoner tidak
mencukupi –
hipovolemia
Perbaikan kondisi umum
- pemberian cairan hati -
Oksigenasi
hati
Analgesia : morfin
Pada kanan atas, denyut jantung yang lambat diakibatkan oleh total AV block dapat
diterapi dengan infus atropin atau dopamin atau adrenalin. Sementara itu, persiapan untuk
pacing harus segera dilakukan.
Kasus FEW
Kasus kedua adalah wanita usia 19 tahun, datang ke IGD dengan sesak nafas
setelah 3 hari nyeri perut, diare dan muntah – muntah. Sebelumnya pasien diterapi oleh
dokter umum sebagai diare akut.
GCS 3 dengan tekanan darah 68/41 mmHg, dan denyut jantung 100x/menit, dengan
saturasi oksigen 95%, EKG 12 lead menunjukkan sinus takikardia, dan gula darah
meningkat pada 19.8 mmol/L. BGA menunjukkan asidosis metabolik berat.
Foto rontgen dada menunjukkan edema paru akut. Dengan demikian, kita tahu
bahwa proses penyakit primernya adalah syok kardiogenik kemungkinan oleh miokarditis
viral dan ketoasidosis diabetik.
A. Pompa
Pada kiri atas gambar 7.9, problem utama adalah kegagalan pompa ventrikel kiri
yang mengakibatkan syok kardiogenik. Dopamin merupakan vasopresor rasional untuk
terapi awal.
Pada kiri bawah, pasien mengalami hipovolemia akibat muntah, diare dan KAD. Hal
ini membuat manajemen penyakitnya menantang terutama karena hipovolemia sistemiknya
disertai dengan edema paru akut. Monitoring tekanan vena sentral sangat penting untuk
menyeimbangkan penggunaan cairan intravena untuk mengkoreksi hipovolemia dan tidak
memperberat edema paru.
Dengan GCS rendah dan saturasi oksigen yang suboptimal, pasien ini membutuhkan
intubasi. Natrium bikarbonat berguna untuk koreksi asidosis metabolik berat. Insulin
diperlukan segera untuk mengontrol kadar gula darah.
Kasus LSW
Kasus terakhir adalah seorang laki – laki 72 tahun dengan keluhan nyeri dada kiri
yang tidak menjalar dengan durasi 45 menit saat pasien bermain mahjong. Pasien mengidap
hipertensi dan seorang perokok.
Di IGD, GCS 15 dengan SBP 42 mmHg, denyut jantung 60 dan saturasi oksigen
96%. Pemeriksaan jantung paru dalam batas normal. Satu – satunya kelainan yang
ditemukan adalah pulsasi karotis dan radial kanan lebih lemah dibanding kiri. Pasien tetap
tenang di dalam ruang resusitasi.
EKG 12 lead telah diulang 3 kali dan tetap normal. Rontgen dada menunjukkan
pelebaran mediastinum. Dengan demikian kita mengetahui proses primer penyakitnya
mungkin merupakan diseksi aorta thorasik. Obat apa yang dapat berguna pada manajemen
pasien tersebut?
Oksigen tambahan penting untuk mencegah hipoksia, dan morfin intravena dalam
dosis kecil merupakan analgesia yang sesuai.
Terapi definitif untuk pasien tersebut adalah operasi. Obat – obatan hanya berperan
sebagai tambahan dalam kasus ini. Meskipun pasien ini mengalami nyeri dada kiri, hal
tersebut tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner. Faktanya, vasodilator, reperfusi,
antiplatelet dan antikoagulan dikontraindikasi pada pasien dengan diseksi aorta.
Ringkasan
Sebagai ringkasan, untuk pasien henti jantung, pemberian obat – obatan merupakan
lini kedua setelah intervensi penyelamatan yang lain.
Saat pasien terdeteksi nadi, obat – obatan digunakan untuk optimalisasi curah jantung,
sirkulasi koroner dan kondisi umum agar jantung dapat bekerja. Untuk mengoptimalkan
curah jantung, volume, fungsi pompa dan denyut jantung harus dioptimalkan juga.
Kunci pada manajemen kasus adalah identifikasi proses penyakit primer dan
menggunakan obat – obatan yang sesuai untuk mengoptimalkan fungsi yang
terganggu.
BAB 8
BRADIKARDIA DAN PACING TRANSKUTAN
Tujuan
Bab ini mendiskusikan bradikardia dan pacing transkutan. Tujuannya adalah sebagai berikut
:
Menjabarkan algoritma bradikardia
Menjelaskan tahapan dalam melakukan pacing transkutan
AV block derajat 3 berarti didapatkan disosiasi antara aktivitas atrial dan ventrikular.
Dengan demikian tidak didapatkan hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS. Jika
AV junction memberikan mekanisme escape pada AV block derajat 3, maka akan
didapatkan QRS sempit di antara gelombang P, seperti yang didapatkan pada gambar 8.2
Jika salah satu ventrikel memiliki escape mechanism pada total AV block, seperti
gambar 8.3, maka kita dapat melihat gambaran QRS lebar di antara gelombang P.
Pasien sadar
Survei ABCD primer
Nilai irama
Bradikardia
Lambat (bradikardia absolut, dengan
rate < 60 x/menit)
ATAU
Cukup lambat (denyut jantung lebih
rendah dibanding diharapkan relatif
terhadap kondisi yang mendasari atau
penyebab tertentu)
Pada algoritma di atas, kita memiliki pasien yang sadar yang akan dilakukan survei
primer. Penilaian tersebut menemukan adanya bradikardia, yang didefinisikan sebagai
denyut jantung kurang dari 60x/menit atau denyut jantung yang relatif rendah yang berkaitan
dengan kondisi pasien tertentu. Selama survei sekunder, sangat penting untuk melihat
adanya tanda dan gejala serius seperti nyeri dada, perubahan kesadaran, hipotensi, syok,
dan lain – lain, yang mungkin disebabkan oleh bradikardia.
Pada sisi kanan algoritma, jika tanda dan gejala serius ini muncul dan disebabkan
oleh bradikardia, segera lakukan intervensi. Mulai dengan atropine 0.6 mg, diulang setiap 3 –
5 menit jika diperlukan. Pacing transkutan harus juga dipersiapkan jika tersedia. Dopamin
intravena atau infus adrenalin juga dapat dimulai dan dititrasi menurut respon denyut
jantung.
Pada sisi kiri algoritma, jika tidak didapatkan tanda dan gejala serius yang
disebabkan oleh bradikardia, lanjutkan dengan menilai apakah pasien mengalami AV block
derajat 2 tipe II atau AV block derajat III. Jika ada salah satu di antara keduanya, maka anda
harus mempersiapkan pacing transvena dan kontak dokter kardiologi segera. AV block
derajat tinggi merupakan kondisi yang tidak stabil dan dapat terjadi komplikasi seperti henti
jantung, asistol, atau VF. Pacing transkutan mungkin diperlukan selama persiapan pacing
transvena.
Akhirnya, jika bradikardia stabil dan tidak disebabkan oleh AV block derajat tinggi,
lakukan observasi pasien hingga periode waktu tertentu untuk memastikan tidak ada
perburukan lebih lanjut.
Catatan:
Hal penting yang perlu diingat adalah Atropin IV dapat diulang setiap 3 – 5 menit
hingga maksimal 0.04 mg/kg yaitu sekitar 2.4 pada orang dewasa. Meskipun bukan
kontraindikasi absolut, sebagian besar ahli memperingatkan bahwa penggunaan
Atropin pada AV Block tipe II dan AV block derajat 3 dengan kompleks QRS lebar
harus dilakukan dengan hati – hati.
Apa yang anda lakukan saat pasien dengan transplantasi jantung mengalami
bradikardia dengan ketidakstabilan hemodinamik? Selama transplantasi jantung, saraf
nervus vagus dipotong dan dengan demikian Atropin tidak dapat bekerja. Pada pasien
tersebut, pertimbangkan penggunaan Dopamin IV atau infus Adrenalin. Pada bradikardia
yang refrakter, dapat dipertimbangkan penggunaan Isoprenaline, namun hati – hati dengan
efek iskemik terhadap miokard.
Ringkasan
Sebagai ringkasan, pada pasien sadar dengan bradikardia, mulailah menentukan
apakah didapatkan tanda dan gejala serius yang disebabkan oleh bradikardia.
Jika tanda dan gejala serius muncul dan disebabkan oleh bradikardia, mulailah
intervensi. Pada waktu yang sama, periksalah EKG 12 lead dan mungkin lead II
panjang diperlukan untuk mendiagnosis adanya aritmia. Intervensi bradikardia
termasuk TVP, TCP, Atropin IV, infus Dopamin, dan infus Adrenalin. TCP sangat
mudah dilakukan namun kegagalan capture dapat menjadi masalah.
Bab 9
TAKIKARDIA DAN KARDIOVERSI
Tujuan
Bab ini mendiskusikan takikardi dan synchronized kardioversi. Tujuannya adalah sebagai
berikut:
Menjabarkan algoritma terapi pada takikardia dengan QRS lebar dan sempit
Mendeskripsikan langkah – langkah dalam melakukan synchronized kardioversi
Pasien sadar
Survei primer ABCD
Nilai irama
Takikardia
Cepat, kecepatan > 100x/menit
Berikan sedasi +/-
analgesik
VT, takikardia lain : mulai
Penurunan kesadaran, Survei ABCD sekunder dengan 100 joule
Penurunan tekanan SVT, atrial flutter : mulai
darah, dengan 50 joule
Syok, Tanda dan gejala serius? VT polimorfik : mulai
Kongesti pulmonal, Akibat takikardia? dengan 200 joule
Gagal jantung, dll
Tidak Ya
Segera lakukan synchronized
kardioversi
Dari atas, kita memiliki pasien yang sadar yang akan dilakukan survei primer. Saat
penilaian didapatkan irama non-sinus dengan denyut jantung lebih dari 100x/menit,
diagnosisnya adalah takikardia. Selama survei sekunder, sangat penting untuk mencari
tanda dan gejala serius seperti nyeri dada, perubahan kesadaran, hipotensi, syok dan lain-
lain, yang dapat diakibatkan oleh takikardia.
Pada bagian kanan bagan, jika tanda dan gejala serius ini muncul dan diakibatkan
oleh takikardia, segera lakukan synchronized kardioversi jika diperlukan. Sebelum
kardioversi, berikan sedatif dosis kecil seperti midazolam 2 mg IV dengan atau tanpa
analgesik. Mulailah dengan 100 joule pada VT, 50 joule pada SVT dan atrial flutter, dan 200
joule pada VT polimorfik. Tidak seperti defibrilasi, tidak didapatkan perbedaan pilihan tingkat
energi antara monofasik dan bifasik untuk kardioversi pada panduan resusitasi saat ini.
Pada bagian kiri bagan, jika tidak didapatkan tanda dan gejala yang serius yang
dikaitkan dengan takikardia, lanjutkan penilaian apakah pasien memiliki QRS lebar atau
sempit atau VT polimorfik. VT polimorfik jarang didapatkan dan biasanya disebabkan oleh
pemanjangan QT interval, iskemia jantung, atau abnormalitas elektrolit seperti
hipomagnesemia. Pemberian magnesium IV berguna untuk VT polimorfik. Sementara pada
saat yang sama, sangat penting untuk mencari penyebab dan mengoreksi penyebab yang
mendasari. Jika VT polimorfik bersifat refrakter, anda mungkin perlu menghubungi kardiolog
untuk memulai pacing overdrive.
Kecuali anda yakin bahwa (1) onset pasien dengan AF terjadi dalam 48 jam dan (2)
ketidakstabilan hemodinamik disebabkan oleh AF, sebagian besar ahli tidak
merekomendasikan kardioversi pada AF karena beresiko tinggi terjadi fenomena
tromboembolik karena bekuan intraventrikular.
Synchronized berarti defibrilator akan memberikan shock (kejut listrik) dekat dengan
puncak gelombak R, yang dianggap sebagai periode resiko rendah terjadinya VF. Tanpa
synchronized, kejut listrik yang diberikan dapat mengenai gelombang T, yang merupakan
periode dengan resiko tinggi mengakibatkan VF. Sehingga dengan demikian sangat penting
untuk memilih mode SYNC saat persiapan prosedur kardioversi untuk takikardia dengan
nadi.
Persiapan
Berikut ini adalah langkah – langkah untuk melakukan kardioversi
Persiapkan pasien dengan menjelaskan prosedur
Berikan oksigen 100%
Pastikan monitor EKG, oksimetri, dan denyut jantung terpasang.
Periksa monitor dan pilih lead dengan gelombang R mencolok
Pada sebagian besar pasien, lead II merupakan lead dengan gelombang R paling
mencolok (gambar 9.2)
Berikan sedatif intravena dengan dosis kecil dengan atau tanpa analgesik
Synchronized
Aktifkan tombol synchronized
Pada layar monitor terdapat tulisan “Sync On/Off” pada bagian kanan bawah. Tekan
tombol dibawah tulisan tersebut.
Pilih tingkat energi yang sesuai
- 100 joule untuk VT
- 50 joule untuk SVT dan atrial flutter
- 200 joule untuk VT polimorfik
- 100 joule untuk takikardia lainnya
Jika shock pertama tidak menghilangkan takikardia yang terjadi dan pasien masih
memiliki nadi, tingkatkan level energi 50 joule untuk shock berikutnya.
Kardioversi
Pada layar, sebuah titik muncul di dekat puncak gelombang R, mengindikasikan bahwa
tombol synchronized menyala
Tekan tombol charge untuk pengisian daya pada defibrilator
Lihat sekeliling dan belakang lalu teriakkan “stand clear”
Lihat kembali pada monitor untuk memastikan bahwa takikardia tersebut masih ada.
Lakukan kardioversi dengan menekan kedua tombol oranye secara bersama – sama
dan tahan tombol hingga shock dilepaskan
Tempatkan paddle kembali pada tempatnya
Nilai keadaan pasien dan EKG
Gambar 9.5 lihat sekeliling dan Gambar 9.4 Tekan tombol dengan gambar petir
belakang pada layar atau pada paddle jika syn “ready”
Komplikasi
Komplikasi paling penting pada kardioversi adalah VF setelah pemberian
shock. Saat VF terjadi, matikan sinkroniser, dan pilih tingkat energi 360 joule
pada mesin monofasik atau 150joule pada bifasik, dan lakukan defibrilasi
segera. Jangan tunda defibrilasi dengan melakukan kompresi dada atau
ventilasi atau pemberian obat – obatan. Komplikasi lain biasanya memerlukan
terapi simptomatik seperti nyeri, iritasi kulit dan luka bakar pada area paddle
Adenosin 12 mg
Semua obat tersebut
IV bolus cepat dapat digunakan,
tergantung pada
pengalaman klinisi dan
ketersediaan obat.
Jika status
hemodinamik
menurun, lakukan
Synchronized
kardioversi
Pada sisi kanan algoritma jika pasien mengalami SVT, manuver vagal dapat
dilakukan. Pada pasien dengan usia lebih tua, anda harus melakukan auskultasi untuk
menyingkirkan bruit carotis sebelum melakukan pijat vagal. Letakkan jari telunjuk dan jari
tengah pada nadi carotis dan pijat kuat dengan gerakan sirkuler selama 2 menit sementara
anda melakukan monitoring EKG dan denyut jantung. Manuver vagal berhasil menghentikan
SVT pada 20 -25% pasien. Jika vagal manuver gagal, maka satu atau dua agen
farmakologis dapat digunakan.
Tidak seperti adenosin, verapamil harus diberikan berupa bolus pelan untuk
mencegah penurunan tekanan darah yang drastis. Cara yang aman adalah dengan
mengencerkannya dengan salin untuk mencapai konsentrasi 1 mg per ml. Berikan 1 mg per
menit dengan monitoring EKG, tekanan darah dan denyut jantung. Dosis maksimum
verapamil adalah 20 mg.
Pada sisi kiri algoritma, untuk atrial flutter dan atrial fibrilasi, rekomendasinya adalah
kontrol kecepatan denyut jantung dibanding konversi irama. Berbagai agen seperti
amiodaron, diltiazem, verapamil, digoxin, dll dapat digunakan untuk melakukan kontrol
denyut jantung. Karena resiko fenomena tromboembolik, antikoagulan mungkin perlu
diberikan sebelum intervensi mengontrol kecepatan denyut jantung.
Atrial Flutter
Gambar 9.7 atrial flutter : gelombang saw-tooth (gergaji) yang menggantikan gelombang P pada atrial
flutter
Bagaimana membedakan antara atrial flutter – atrial fibrilasi dan SVT? Anda perlu
melihat EKG 12 lead dan mungkin lead II panjang untuk mengetahui perbedaannya.
Petunjuk pertama adalah lihat RR interval pada lead II pada bagian bawah EKG untuk
menilai apakah irama tersebut regular atau iregular. Jika RR interval iregular, mungkin irama
tersebut merupakan atrial flutter–fibrilasi. Gambaran EKG ini menunjukkan interval RR yang
sedikit ireguler namun memiliki bentuk gelombang gergaji klasik untuk atrial flutter di antara
gelombang R.
Atrial Fibrilasi
Pada EKG ini, tidak didapatkan gelombang gergaji, tidak ada gelombang P namun
tampak dasar yang bergelombang di antara gelombang R. Ini merupakan tipikal atrial
fibrilasi.
SVT
Gambar 9.9 SVT : takikardia kompleks sempit, dengan RR interval yang reguler dan tidak adanya
gelombang P
Deskripsi klasik SVT adalah takikardia komplreks sempit dengan RR interval regular
dan tidak adanya gelombang P, seperti ditunjukkan pada gambaran EKG ini. Bagaimana
anda membedakan antara SVT dan sinus takikardia? Jawabannya terletak pada gelombang
P pada rekaman EKG. Gelombang P dengan defleksi positif di salah satu lead inferior,
lateral atau anterior menunjukkan bahwa irama EKG tersebut adalah sinus takikardia. Pada
SVT anda tidak akan dapat melihat gelombang P dengan defleksi positif pada lead tersebut.
Adenosin 6 mg IV
bolus cepat Amiodaron 150 mg IV Lignokain 50 – 100
selama 10 menit mg IV bolus pelan
Ini merupakan algoritma pada pasien stabil dengan takikardia kompleks lebar.
Penting untuk diingat bahwa saat dalam keraguan, terapi semua takikardia kompleks lebar
sebagai VT hingga terbukti sebaliknya.
Pada sisi kanan algoritma, jika dicurigai suatu VT, 2 obat yang dapat digunakan
adalah amiodaron dan lignokain. Amiodaron 150 mg IV yang diberikan dalam 10 – 15 menit,
diulang sekali jika perlu. Jika digunakan lignokain, maka lignokain diberikan 50 – 100 mg
dalam 10 menit bolus pelan, juga diulangi sekali jika perlu. Jika pasien tetap dalam keadaan
VT setelah 2 dosis di antara kedua agen tersebut, lakukan synchronized kardioversi.
Kedua, jika status hemodinamik pasien menurun selama pemberian obat – obatan
tersebut, hentikan obat tersebut dan lakukan synchronized kardioversi segera.
Ketiga, amiodaron dan lignokain dapat mengakibatkan hipotensi hebat jika diberikan
berupa bolus cepat. Dengan demikian, kecuali pasien dalam keadaan henti jantung,
amiodaron dan lignokain harus diberikan berupa bolus pelan atau infus.
Setelah kardioversi pada kasus VT berhasil, pasien harus diberikan infus anti-aritmia
yang kontinyu untuk mencegah rekurensi. Semua gangguan elektrolit harus dikoreksi
- Amiodaron IV 1 mg/menit selama 6 jam diteruskan 0.5 mg/menit selama 18 jam
ATAU
- Lignokain IV 1 – 2 mg/menit selama 24 jam
Pada sisi kiri algoritma, jika terjadi SVT dengan aberansi yang artinya dicurigai
adanya Bundle Branch Block, berikan adenosin. Jika pasien tidak memberikan respon, maka
ganti dengan salah satu di antara kedua agen ini, amiodaron atau lignokain. Penting diingat
saat menghadapi takikardia kompleks lebar, jangan gunakan verapamil karena verapamil
akan mengakibatkan VF.
Gambar 9.11 SVT dengan RBBB : irama reguler, dengan gelombang R bertakik “rabbit ear” terlihat
pada lead V1 – V3, tanpa gelombang P
EKG menunjukkan SVT dengan RBBB (right bundle branch block), dengan
gelombang R bertakik yang terlihat di V1 hingga V3. RBBB memiliki QRS lebar, yang
mengakibatkan takikardia kompleks lebar dengan irama reguler dan tidak adanya
gelombang P.
VT
Gambar 9.12 VT : irama reguler, dengan takikardia kompleks lebar tanpa gelombang P
Torsades de Pointes
Gambar 9.13 Torsades de Pointes. Irama dengan bagian yang terpelintir, paling baik dilihat pada lead
II
Gambaran EKG ini menunjukkan torsades de pointes, yang artinya titik yang
terpelintir. Irama ini adalah suatu bentuk VT polimorfik. Irama ini paling baik dilihat pada lead
II. Pasien tersebut mengalami hipomagnesemia dan juga iskemia jantung yang masih
berlanjut.
Catatan:
Ada dua hal yang perlu diingat.
Pertama, tidak seperti VF yang mengakibatkan pasien tidak sadar dalam
hitungan detik, VT dapat ditemukan pada pasien yang stabil atau pada pasien
tanpa nadi dan nafas.
Kedua, sebagian besar pasien SVT memiliki klinis yang baik kecuali didapatkan
penyakit penyerta
Ringkasan
Sebagai ringkasan, pada pasien sadar dengan takikardia, penilaian harus dimulai
dengan menentukan apakah didapatkan tanda dan gejala serius yang disebabkan oleh
takikardia.
Jika didapatkan tanda dan gejala serius yang disebabkan oleh takikardia, lakukan
synchronized kardioversi segera, lebih baik jika pasien sudah diberikan sedasi terlebih
dahulu.
Jika tidak didapatkan tanda dan gejala serius, periksa EKG 12 lead dan mungkin lead
II panjang untuk mendiagnosa aritmia.
Baik takikardia kompleks sempit maupun lebar, obat – obatan dapat digunakan
sebagai lini pertama pada pasien stabil, sementara synchronized kardioversi harus dilakukan
segera pada pasien tidak stabil. Jika pasien menjadi tidak stabil pada saat intervensi
farmakologis, hentikan obat tersebut dan lakukan kardioversi.
Ingat : takikardia dengan QRS kompleks lebar harus dianggap sebagai VT hingga
terbukti bukan.