Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LANSIA DENGAN MASALAH

KESEHATAN GANGGUAN INTEGUMEN

“PENGARUH ROM (RANGE OF MOTION) UNTUK PENCEGAHAN


ULKUS DEKUBITUS PADA LANSIA”

MAKALAH

oleh

Kelompok 1

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN LANSIA DENGAN MASALAH
KESEHATAN GANGGUAN INTEGUMEN

MAKALAH

disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Gerontik dengan dosen


pengampu: Hanny Rasni, S.Kp., M.Kep

oleh

Karolina Korindo 162310101105


Yeti Novitasari 162310101193
Agel Dinda T. 162310101201
Faisal Dwi Y. 162310101204
Grysha Viofananda A. K. A. 162310101292

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Klien Lansia dengan Masalah
Kesehatan Gangguan Integumen”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih kurang


sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi semuanya.

Jember, 04 Maret 2019

Penyusun,

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i


HALAMAN JUDUL .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
2.1 Konsep Ulkus Dekubitus .......................................................................... 3
2.2 Konsep ROM ............................................................................................. 9
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan .................................................................. 12
BAB 3. APLIKASI TEORI ......................................................................................... 13
3.1 Gambaran Kasus ....................................................................................... 13
3.2 Pengkajian.................................................................................................. 13
3.3 Diagnosa ..................................................................................................... 16
3.4 Intervensi.................................................................................................... 16
3.5 Implementasi.............................................................................................. 18
3.6 Evaluasi ...................................................................................................... 20
BAB 4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 21
BAB 5. PENUTUP........................................................................................................ 22
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 22
5.2 Saran........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 23
LAMPIRAN JURNAL

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit adalah organ dengan permukaan paling luas yang mewakili 16%
dari BB orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat
digosok, dipijat, diregangkan, dan dicium yang memungkinan fleksibel dan
tahan terdapat perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Tanpa
hal ini, suatu jabatan tangan yang sederhana akan menimbulkan pengelupasan
kulit akibat regangan dan tekanan apalagi tekanan yang lama (prolonged
pressure) pada lansia yang mengalami bed rest akibat berbagai penurunan
fungsi otot, PKV, CVA, dan lainnya (Utomo, 2012). Karena kulit merupakan
bagian eksternal tubuh maka nampak jelas jika kulit menjadi indikator
penuaan (squenence) hingga kematian seseorang terutama lansia. Walaupun
ada kebenaran jika permasalahan kulit memiliki impact yang kecil dalam
kausal kematian lansia atau terjadi malfungsi adaptasi kulit karena suatu
diagnosis, pemahaman tentang bukti-bukti perubahan fisiologis pada kulit
seiring degenerasi memberikan banyak informasi bagi perawat tentang klien
lansia.
Secara struktural, kulit adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari
epidermis, dermis, dan subkutis. Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah
khususnya perubahan yang terlihat pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit
yang kendur. Perubahan yang terlihat sangat bervariasi, tetapi pada prinsipnya
terjadi karena hubungan antara penuaan intrinsik (alami) dan penuaan
ekstrinsik (lingkungan) (Said, 2013). Secara fungsional kulit memiliki
berbagai kegunaan, dan kehadirannya sangat penting untuk bertahan hidup
secara keseluruhan. Kulit memainkan suatu peran utama dalam termoregulasi
dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit juga bertindak sebagai organ proteksi,
ekskresi, sekresi, absorbsi, akumulasi, serta estetik (Frank, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan insiden dekubitus di Indonesia sebesar
33.3%, angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan insiden dekubitus di
ASEAN yang berkisar 2.13% (Saldy, 2011). Penelitian di Indonesia
dilaporkan dari Annas (2016) menyebutkan bahwa dari 78 orang pasien tirah

1
baring yang dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar sebanyak
12 orang (15,8%) mengalami dekubitus. Setyajati (2014) juga melakukan
penelitian yang menghitung angka kejadian dekubitus pada pasien tirah baring
di RS Muwardi Surakarta, pada bulan Oktober 2013 angka kejadian dekubitus
sebanyak 38,18%. Penelitian tentang angka kejadian dekubitus juga dilakukan
oleh Purwaningasih (2011) di Ruang Al, B1, C1, D1 dan ruang B3 IRNA I
RSUP DR. Sardjito, didapatkan hasil dari 40% tirah baring, angka insidens
mencapai 40%. Angka ini relative tinggi dan akan semakin meningkatkan jika
tidak dilakukan upaya dalam mencegahnya.
Jika terjadi prolonged pressure pada area kulit lansia dikarenakan
penurunan MSH (Melanosit Stimulating Hormone) sehingga mempengaruhi
pembentukan kolagen dan keratin kulit maka akan mudah terjadi ulkus
dekubitus yang sebelumnya diawali dengan ulkus pressure (Utomo, 2012).
Terjadinya penyakit ini membutuhkan waktu yang lama (sekitar 2-3 minggu)
namun dapat lebih cepat pada pasien lansia karena degeneratif dan penyakit
penyerta lainnya (Frank, 2016). Oleh karenanya perlu penanganan khusus bagi
klien lansia dengan terjadinya ulkus pressure hingga dekubitus guna
mencegah terjadinya kerusakan integritas jaringan.
Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit akut mempunyai
angka insiden ulkus dekubitus sebesar 2-11%. Namun, hal yang perlu menjadi
perhatian adalah angka kekambuhan pada penderita ulkus dekubitus yang
telah mengalami penyembuhan sangat tinggi yakni 90% walaupun
mendapatkan terapi medik dan bedah yang baik (Frank, 2016). Salah satu
solusi yang dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan terutama perawat karena
kebutuhan akan mobilisasi pasien menjadi aspek pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yang penting yaitu dengan melaksanakan ROM (Range Of Motion)
dengan cara merubah posisi atau mobilisasi fisik yang merupakan kemampuan
individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatan (Rao, 2012).
Jika dikerucutkan dengan kaitannya UD maka luas penampang tubuh bagian
dorso, ischium dan apendikular inferior memudahkan mendapat tekanan
gravitasi. Dengan adanya ROM maka akan terjadi variasi perpindahan tekanan

2
dari satu titik ke titik tubuh yang lain sehingga tidak mengakibatkan stagnansi
pembuluh darah di kulit yang menyebabkan UD (Frank, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana mekanisme ROM (Range Of Motion) dapat mencegah
terjadinya ulkus dekubitus?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui mekanisme ROM
(Range Of Motion) yang dapat mencegah terjadinya ulkus dekubitus

3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ulkus Dekubitus


2.1.1 Pengertian

Dekubitus merupakan rusaknya struktur anatomis dan fungsiologis


kulit normal yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar seperti
penonjolan tulang, hal tersebut terjadi pada individu yang mengalami
inkontensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan
makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran, individu
tersebut seringkali berada di kursi atau tempat tidur dalam waktu yang
cukup lama (Potter dan Perry, 2005). Sedangkan menurut Perry dkk
(2012), dekunitus merupakan luka pada kulit dan atau jaringan
dibawahnya, hal tersebut disebabkan oleh adanya penonjolan tulang
karena terjadi tekanan dan atau gesekan.
Dekubitus yaitu salah satu masalah kesehatan sekunder yang
terjadi akibat dampak lanjut dari masalah kesehatan sehingga
menyebabkan penderita mengalami imobilisasi. Dekubitus dapat terjadi di
semua kelompok usia, namun akan menjadi masalah yang besar jika
terjadi pada seorang lansia. Hal tersebut dikarenakan terdapat kaitan yang
erat terhadap imobilisasi (Martono, 2014).
2.1.2 Epidemiologi

4
Di Amerika insiden dan pravelensi terjadinya dekubitus masih
tergolong cukup tinggi. Hasil penelitian menunjukkan insiden terjadiya
dekubitus sangat bervariasi, namun secara umum dekubitus ditatanan
perawatan acute care sebanyak 5-11%, ditatatnan perawat jangka panjang
sebanyak 15-25%, dan ditatanan perawatan rumah sebanyak 7-12%.
Sehingga hal tersebut memerluka perhatian dari kalangan tenaga
kesehatan.
Sedangkan di Indonesia, kejadian dekubitus menurut hasil
penelitian yaitu sebanyak 33,3%, angka tersebut sangat tinggi
dibandingkan dengan kejadian dekubitus di ASEAN sebanyak 31,3%
(Saldy, 2011). Berdasarkan data pada Januari 2011 dari Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) RSUDA Arifin Ahmad,
berdasarkan jumlah hari tirah baring tercatat angka kejadian dekubitus
sebanyak 11,08%. Pada tahun 2012 terjadi penurunan sebesar 2,49% dan
pada Januari 2013 tercatat sebesar 1,68%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam
Surakarta oleh Arif Widodo (2007) insiden dekubitus lebih sering terjadi
pada usia 25-65 tahun atau sebanyak 62,5%. Sedangkan jenis kelamin
tidak ada pengaruh terhadap insiden dekubitus.
2.1.3 Etiologi
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya dekubitus dibagi
menjadi dua bagian, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik (Bansal, et al.,
2005).
a. Faktor ekstrinsik
1) Tekanan
Faktor tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut terjadi dalam
jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan mengalami
iskemik (Lestari, 2010). Tekanan pada bagian tubuh tertentu dalam
jangka waktu lama mengakibatkan gangguan aliran oksigen ke
jaringan (Fitriyani, 2009).
2) Pergesekan dan pergeseran

5
Gaya gesekan merupakan faktor yang menimbulkan luka iskemik
(Suriadi, 2003). Hal ini biasanya akan terjadi apabila pasien diatas
tempat tidur kemudian merosot dan kulit seringkali mengalami
regangan dan tekanan yang mengakibatkan terjadi iskemik pada
jaringan
3) Kelembaban
Kondisi kulit pada pasien yang sering mengalami lembab akan
mengkontribusi kulit menjadi maserasi kemudian dengan adanya
gesekan dan pergeseran, memudahkan kulit mengalami kerusakan.
Kelembaban ini dapat akibat dari inkontinensia, drain luka, banyak
keringat dan lainnya (Dewandono, 2014).
b. Faktor intrinsik
1) Usia
Usia juga dapat mempengaruhi terjadinya luka pressure ulcer. Usia
lanjut mudah sekali untuk terjadi luka pressure ulcer. Hal ini karen
pada usia lanjut terjadi perubahan kualitas kulit dimana adanya
penurunan elastisitas, dan kurangnya sirkulasi pada dermis (Mukti,
1997).
2) Temperatur
Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperatur aka
berpengaruh pada temperatur jaringan. Setiap terjadi peningkatan
metabolisme akan menaikkan 1 derajat Celcius dalam temperatur
jaringan. Peningkatan temperatur ini akan beresiko terhadap
iskemik jaringan. Selain itu, dengan menurunnya elastisitas kulit,
akan tidak toleran terhadap adanya gaya gesekan dan pergerakan
sehingga akan mudah mengalami kerusakan kulit. Hasil penelitian
didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara
peningkatan temperatur tubuh dengan resiko terjadinya luka
pressure ulcer (Suriadi, 2003).
3) Nutrisi
Nutrisi merupakan faktor yang dapat mengkontribusi terjadinya
pressure ulcer. Pada fokus ini ada juga yang masih belum

6
sependapat nutrisi sebagai faktor penyebab pressure ulcer namun
sebagian besar dari hasil penelitian mengatakan adanya hubungan
yang bermakna pada klien yang mengalami luka pressure ulcer
dengan malnutrisi. Individu dengan tingkat serum albumin yang
rendah terkait dengan perkembangan terjadinya luka pressure ulcer.
Hypoalbuminea berhubungan dengan luka pressure ulcer pada
pasien yang dirawat (Suriadi, 2003).
4) Tekanan interface
Tekanan interface adalah suatu pengukuran kualitatif yang
didapatkan dari hasil pengukuran pada rongga antara tempat tidur
dan tubuh dalam milimeter air raksa (mmHg). Suriadi (2003),
dalam penelitiannya melaporkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tekanan interface dan terjadinya luka pressure
ulcer.Hasil penelitiannya melaporkan juga bahwa semakin tinggi
tekanan interface maka semakin beresiko untuk terjadi luka
pressure ulcer. Alasan ini karena dengan meningkatnya tekanan
interface dapat menyebabkan sumbatan pada pembuluh kapiler dan
gangguan pada sistem limfatik konsekuensinya menghasilkan
kerusakan jaringan dan perkembangan pada luka pressure ulcer
(Suriadi, 2003). Adapun faktor lainnya yang dapat mengkontribusi
terjadinya pressure ulcer adalahmenurunnya persepsi sensori,
immobilisasi dan atau keterbatasan fisik.Ketiga faktor ini adalah
dampak dari pada lamanya dan intensitas tekanan pada bagian
permukaan tulang yang menonjol.
2.1.4 Patofisiologi
Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama
pada area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan
berkurangnya sirkulasi darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan
jaringan setempat mengalami iskemik,hipoksia dan berkembang menjadi
nekrosis. Tekanan yang pada kapiler adalah 32 mmHg. Apabila tekanan
kapiler melebihi tekanan darah dan struktur pembuluh darah pada kulit,
maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadinya kolaps akan menghalangi

7
oksigenisasi dan nutrisi kejaringan, selain itu area yang tertekan
menyebabkan terhambatnya aliran darah.
Dengan adanya peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi
perpindahan cairan kekapiler, ini akan menyokong untuk terjadi edema
dan konsekuensinya terjadi autolisis. Hal lain juga bahwa aliran limpatik
menurun, ini juga menyokong terjadi edema dan mengkontribusi untuk
terjadi nekrosis pada jaringan (Suriadi, 2004). Dekubitus terjadi sebagai
hasil hubungan antara waktu dengan tekanan (Stortts, 1998). Semakin
besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insiden
terbentuknya luka.

2.1.5 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis pada pressure ulcer untuk pertama kali ditandai
dengan kulit eritema atau kemerahan, terdapat ciri khas dimana bila
ditekan dengan jari, tanda eritema akan lama kembali lagi atau persisten.
Kemudian diikuti dengan kulit mengalami edema, dan temperatur di area

8
tersebut meningkat atau bila diraba akan terasa hangat. Tanda pada
pressure ulcer ini akan dapat berkembang hingga sampai ke jaringan otot
dan tulang (NPUAP, 2009)
2.1.6 Penatalaksanaan
Luka pressure ulcer dapat di sembuhkan dengan memberikan
perawatan luka pressure ulcer, ataupun dengan memberikan terapi fisik
dengan menggunakan pusaran air untuk menghilangkan jaringan yang
mati. Selain dua hal diatas ada juga terapi obat dan terapi diet. Terapi obat
dapat menggunakan obat antibacterial topical untuk mengontrol
pertumbuhan bakteri dan menggunakan antibiotic propilaksis untuk
menghindarkan luka dari infeksi. Sedangkan terapi diet dapat juga
dilakukan untuk mempercepat proses penyembuhan pada luka. Nutrisi
yang diberikan harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin,
mineral dan air yang cukup (Suriadi, et al, 2003).
Pressure ulcer dapat pula dicegah dengan menggunakan beberapa
alat yang memang khusus di rancang untuk mencegah PU, seperti matras,
tempat tidur otomatis, kursi, dan alat alat bantu lain (potitioning devices)
(NSQHS, 2014).

2.2 Konsep ROM


2.2.1 Pengertian
Range of Motion adalah jumlah gerakan maksimum yang dilakukan pada
sendi, di salah satu dari tiga bidang sagital, frontal, atau transferal (Potter
& Perry, 2010). Range of Motion adalah gerakan yang dilakukan dalam
keadaan normal pada sendi yangg bersangkutan (Suratun, 2008).
2.2.2 Jenis-Jenis ROM
ROM dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) ROM Aktif
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri,
sedangkan perawat memberikan bimbingan dan motivasi pada pasien.
Hal tersebut melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi secara
aktif. Sendi yang digerakan saat ROM aaktif yaitu sendiri yang ada di

9
seluruh tubuh dari kepala hingga ujung jari kaki oleh pasien secara
aktif.
2) ROM Pasif
ROM pasif merupakan gerakan persendian pasien yang dibantu oleh
seorang perawat sesuai dengan rentang gerak yang normal. Latihan
ROM pasif ini diindikasikan pada pasien semikoma dan tidak sadar,
pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ektremitas total,
pasien dengan keterbatasan mobilisasi yang tidak mampu melakukan
beberapa atau semua gerakan (Suratun,dkk., 2008)
2.2.3 Tujuan
Berikut merupakan tujuan dari range of motion, diantaranya:
1) Meningkatkan atau emempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot
2) Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
3) Mencegah kekakuuan pada sendi
4) Merangsang sirkulasi darah
5) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan, dan kontraktur.
2.2.4 Prinsip Terapi ROM
Adapun prinsip dalam latihan range of motion, diantaranya:
1) ROM harus diulang seitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2) ROM dilkaukan secara perlahan-lahan dan hati-hati sehingga tidak
melelahkan pasien
3) Perhatikan usia pasien, diagnoosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah
baring
4) Bagian tubuh yang dilakukan ketika latihan ROM diantaranya leher,
jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki
5) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau pada bagian-bagian
tertentu yang dicurigai mengalami gangguan
6) Melakukan ROM harus sesuai waktunya, seperti setelah mandi atau
perawatan rutin.

10
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas
2) Keluhan utama
3) Riwayat keperawatan sekarang
4) Riwayat keperawatan dahulu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Pola fungsi
a. Aktivitas/ istirahat
Tanda : penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang
gerak. Pada area yang sakit gangguannya misalnya otot perubahan
tunas.
b. Sirkulasi
Tanda : hipoksia, penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi,
kulit putih dan dingin, pembentukan edema jaringan.
c. Eliminasi
Tanda : keluaran urin menurun adalah tidak adanya pada fase
darurat, warna mungkin hitam kemerahan , bila terjadi,
mengidentifiasi kerusakan otot.
d. Nutrisi dan cairan
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah.
e. Neurosensori
Gejala : area kebas/kesemutan
f. Pernapasan
Gejala :menurunnya fungsi medulla spinalis, edema medulla,
kerusakan neurology, paralysis abdominal dan otot pernapasan.
g. Integritas ego
Gejala : masalah keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, ketergantungan, mmenarik diri, marah.

11
h. Keamanan
Tanda : adanya fraktur akibat dilokasi (jatuh, kecelakaan, kontraksi
otot tetanik, sampai dengan syok listrik).
7) Pemeriksaan diagnostik
a. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel – sel jaringan
b. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa
lain.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, makan, dan aktivitas jasmani
b. Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan (pada luka
dekubitus)
c. Kerusakan integritas kulit
d. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan menurunnya
sirkulasi darah ke jaringan faktor mekanik (tekanan eksterna dan gaya
tarikan)
e. Nyeri akut berhubungan dengan destruksi jaringan (luka dekubitus)
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit (luka
dekubitus)
g. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit
(tidak nyaman terhadap luka dekubitus)
h. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot, nyeri pada luka dikubitus
i. Inkontinensia urinarius fungsional berhubungan dengan kelemahan
struktur panggul atau konstipasi

12
BAB 3. APLIKASI TEORI

3.1 Gambaran Kasus


Ny. A berusia 60 tahun tinggal bersama suaminya. Ny.A mengalami sakit
stroke hemoragik kanan selama 1,5 tahun. Semua kebutuhan klien dibantu
oleh sang suami, dari makan/minum, berpakaian, dan toiletting. Klien hanya
bisa mobilitas di atas tempat tidur. Keluarga mengatakan Ny. A mengalami
gatal-gatal dibagian punggung dan terdapat lesi. Klien telah melakukan
pemerikasaan rutin ke dokter dan mengonsumsi obat herbal terkait penyakit
stroke yang dideritanya. Klien mengatakan sedih karena tidak bisa
beraktivitas sehari-hari. Klien memiliki riwayat hipertensi. Hasil pengukuran
SPMSQ didapatkan skor adalah 9. Hasil pengukuran MMSE adalah 20.
Pengukuran tingkat APGAR lansia didapatkan hasil adalah 8.
3.2 Pengkajian
Identitas Diri
a. Nama klien : Ny. A
b. Umur : 60 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SD
f. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
g. Alamat : Jl. Lt.Sutoyo
h. Tgl Pengkajian: 8 Maret 2019
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Adanya rasa gatal di daerah punggung
b. Riwayat kesehatan sekarang
Ny.A mengeluh gatal di daerah punggung disertai dengan adanya lesi di
daerah gatal tersebut.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Ny.A pernah mengalami gatal sejak lima bulan yang lalu.
d. Riwayat penyakit keluarga

13
Orang tua Ny.A memiliki riwayat hipertensi
e. Pola manajemen kesehatan
Klien mengonsumsi obat herbal untuk penyakit strokenya.
f. Pola nutrisi : pola makan normal namun selalu tidak habis saat makan
g. Pola eliminasi: -
h. Pola persepsi dan kognitif
Klien merasa gatalnya menyebar saat terpapar sinar matahari dan kurang
tidur
i. Pola aktivitas
Klien hanya bisa bergerak di atas tempat tidur
j. Pola tidur dan istirahat
Klien tidak mengalami masalah kurang tidur
k. Pola persepsi diri dan konsep diri : -
l. Pola peran dan hubungan
Klien merasa sedih karena tidak bisa memerankan perannya seperti
biasanya.
m. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien berjenis kelamin perempuan dan sudah lanjut usia.
n. Pola koping dan toleransi stress : -
o. Pola nilai dan kepercayaan/ agama : –
Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran : Compos Mentis (CM) E4V5M6
b. Tekanan darah: 160/100 mmHg
c. Nadi : 60x/menit
d. Pernafasan : 22 x/ menit
e. Kulit : Terdapat bula, teraba kulit kering, pada kulit teradapat penggunaan
linen dengan bahan kurang menyerap
f. Kepala : Tidak ada lesi, sebaran rambut merata, rambut berwarna hitam dan
beberapa putih dan tidak ada edema
g. Mata : Isokor, reflek pupil simetris, diameter pupil ± 4 mm, konjungtiva
tidak anemis, sclera tidak ikteric, tidak adaptosis, koordinasi gerak mata
simetris.

14
h. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip hidung, cuping hidung tidak ada.
i. Telinga :Simetris, bersih, tidak ada tanda peradangan ditelinga/ mastoid.
j. Mulut : Bibir tidak cyanosis, mukosa bibir lembab, lidah bersih, tidak ada
pembesaran tonsil, tidak ada stomatitis.
k. Leher : Simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid.
l. Dada :
1) Jantung
a) Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
b) Palpasi : teraba normal
c) Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal
d) Auskultasi : normal
2) Paru – Paru
a) Inspeksi : Simetris, statis, dinamis
b) Palpasi : Sterm fremitus kanan = kiri
c) Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
d) Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan ( - )
m. Perut :
1) Inspeksi : Datar
2) Palpasi : Supel, tidak ada massa
3) Perkusi : timpani
4) Auskultasi : bising usus ( + )
n. Ekstrimitas : Bagian kanan tidak bisa digerakkan, bagian kiri normal.
Pengkajian secara umum:
a. Short Portable Mental Status Quetionaire (SPMSQ) =9
b. Mini-mental state exam (MMSE) = 20
c. APGAR Keluarga =8
Data Penujang :
Laboratorium :-
Radiologi :-
EKG :-
CT-Scan :-
Obat-obatan : obat herbal seperti biolipid, hepalifit, mucosafit, carsifit, mizo CO

15
3.3 Diagnosa
1. Risiko Dekubitus 00249
2. Kerusakan Integritas Kulit 00047
3.4 Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
1. Risiko Dalam Perawatan 3x 1 Pengaturan posisi
Dekubitus selama 3 hari pasien a. Tempatkan pasien di atas
b.d tidak menunjukkan matras/tempat tidur
Imobilisasi adanya gejala ulkus terapeutik
Fisik dekubitus dengan KH b. Jelaskan kepada pasien
(Minimum) sebagai berikut: bahwa badan pasien akan
& Stroke a. Status dibalik
Kenyamanan c. Dorong paisen untuk
(2008) terlibat dalam perubahan
- Kontrol posisi
terhadap d. Dorong latihan ROM aktif
gejala pasien dan pasif
tidak e. Minimalisir gesekan dan
terganggu cedera ketika
- Perawatan memposisikan dan
kebutuhan membalikkan tubuh paisen
pasien tidak f. Balikkan tubuh pasien
terganggu sesuai dengan kondisi kulit
b. Status Sirkulasi Manajemen Pengobatan
(0401) a. Tentukan obat apa yang
- Tekanan diperlukan.
darah, nadi, b. Monitor efektivitas cara
kelembapan pemberian obat yang
kulit tidak ada sesuai.
deviasi dari c. Monitor pasien mengenai
kisaran efek terapeutik obat.
normal d. Monitor tanda dan gejala

16
toksisitas obat. Monitor
efek samping obat.
e. Pantau kepatuhan
mengenai regimen obat.
f. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai metode
pemberian obat yang
sesuai.
2. Kerusakan Dalam Perawatan 3x 1 Perawatan Kulit: Pengobatan
Integritas selama 3 hari pasien Topikal
Kulit b.d tidak menunjukkan a. Himbau pasien pakai
imobilitas adanya kerusakan pakaian yang longgar.
fisik integritas kulit dengan b. Jaga alas kasur tetap
(minimum) KH sebagai berikut: bersih, kering, dan bebas
d.d terdapat a. Status Sirkulasi kerut.
bula pada (0401) c. Berikan antibiotic topical
epidermis - Tekanan untuk daerah yang terkena.
(non- darah, nadi, Pengecekan Kulit
supuratif) kelembapan a. Amati warna, kehangatan,
kulit tidak ada bengkak, pulsasi, tekstur,
deviasi dari edema,dan ulserasi.
kisaran b. Monitor warna dan suhu
normal kulit.
b. Posisi Tubuh c. Monitor adanya ruam dan
Berinisiatif lecet.
Sendiri (0203) d. Monitor sumber tekanan
- Pasien dapat dan gesekan.
bergerak dari e. Monitor daerah infeksi
posisi terutama daerah edema.
berbaring f. Periksa pakaian yang
miring kanan terlalu ketat.
–kiri, duduk, Kontrol Infeksi

17
untuk a. Anjurkan pasien mengenai
mengurangi teknik mencuci tangan
lesi akibat dengan tepat.
penekanan b. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi serta
kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan
kesehatan.
c. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
bagaimana menghindari
infeksi.

3.5 Implementasi
No. Diagnosa Implementasi Paraf
1. Risiko 1. menempatkan pasien di atas Y
Dekubitus matras/tempat tidur terapeutik
2. menjelaskan kepada pasien bahwa badan
pasien akan dibalik
3. mendorong pasien untuk terlibat dalam
perubahan posisi
4. mendorong latihan ROM aktif dan pasif
5. Meminimalisir gesekan dan cedera ketika
memposisikan dan membalikkan tubuh
paisen
6. membalikkan tubuh pasien sesuai dengan
kondisi kulit
7. menentukan obat apa yang diperlukan.
8. memonitor efektivitas cara pemberian
obat yang sesuai.

18
9. Memonitor pasien mengenai efek
terapeutik obat.
10. Memonitor tanda dan gejala toksisitas
obat. Monitor efek samping obat.
11. memantau kepatuhan mengenai regimen
obat.
12. mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai metode pemberian obat yang
sesuai.
2. Kerusakan 1. Menghimbau pasien pakai pakaian yang Y
Integritas longgar.
Kulit 2. Menjaga alas kasur tetap bersih, kering,
dan bebas kerut.
3. Memberikan antibiotic topical untuk
daerah yang terkena.
4. Mengamati warna, kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema,dan ulserasi.
5. Memonitor warna dan suhu kulit.
6. Memonitor adanya ruam dan lecet.
7. Memonitor sumber tekanan dan gesekan.
8. Memonitor daerah infeksi terutama
daerah edema.
9. Memeriksa pakaian yang terlalu ketat.
10. Menganjurkan pasien mengenai teknik
mencuci tangan dengan tepat.
11. Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala infeksi serta
kapan harus melaporkannya kepada
penyedia perawatan kesehatan.
12. Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai bagaimana menghindari
infeksi.

19
3.6 Evaluasi
Diagnosa 1
S: pasien mengatakan rasa gatal berkurang
O: pasien sudah kooperatif saat pengaturan posisi
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

Diagnosa 2
S: pasien mengatakan sudah merasa nyaman setelah dilakukan pemberian
salep
O: Lesi mulai menghilang.
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi

20
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Mekanisme ROM dapat Mencegah UD


1. Terhadap kulit
a) Melonggarkan perlekatan dan menghilangkan penebalan-penebalan
kecil yang terjadi pada jaringan dibawah kulit.
b) Kulit menjadi lunak dan elastic.
c) Perasaan kulit menjadi sensitive.
2. Efek terhadap jaringan
Membantu memperlancarkan proses penerapan sisa-sisa pembakaran yang
berada dalam jaringan sehingga dengan adanya manipulasi atau penekanan
dan peremasan pada jaringan maka darah dan sisa-sisa pembakaran yang tidak
diperlukan terperas keluar dari jaringan masuk kedalam pembuluh vena
(Pupung, 2018)
Jika pasien terdapat kesulitan melakukan latihan ROM, keluarga atau
perawat dapat membantunya. Tindakan selanjutnya melatih ROM pada
ekstremitas bawah. Yang pertama panggul yaitu menggerakkan kaki fleksi-
ekstensi (angkat lutut mengarah kedada, tekuk pinggul sedapat mungkin,
biarkan lutut menekuk sedikit), kemudian rotasi keluar-kedalam (geser kaki
mengarah kesamping badan kemudian putar kaki dari luar kedalam). Lutut,
menggerakkan lengan bawah fleksiekstensi (tekuk keatas dan luruskan sampai
lurus), jari kaki fleksi-ekstensi (tekuk semua jari menurun dan mendorong
semua jari kebelakang) (Maliya, 2015). Tahap yang ketiga yaitu pengaturan
posisi, pengaturan atau perubahan posisi ini dilakukan setiap dua sampai tiga
jam sekali. Dimulai dari tidur terlentang, miring kekiri maupun miring
kekanan. Pengaturan atau perubahan posisi ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya luka tekan pada pasien, luka tekan dapat terjadi dalam waktu 3 hari
sejak terpaparnya kulit akan tekanan. Jika penekanan ini hanya berlangsung
untuk waktu lama, maka akan ada akibat – akibat yang merugikan bagi aliran
darah. Pada penekanan yang berlangsung waktu lama, maka timbul masalah
dalam peredaran zat-zat makanan dan zat asam yang harus di salurkan pada
bagian – bagian kulit yang mengalami penekanan, jaringan-jaringan yang tak

21
mendapat cukup makan dan zat – zat asam perlahan akan mati, dari sinilah
kemudian timbul luka–luka dekubitus (Ginsbreng, 2008).

4.2 Prosedur Pelaksanaan Terapi Komprehensif


Tindakan Keperawatan Dalam Mencegah Dekubitus:
1) Rubah posisi pasien sedikitnya 2 jam sekali. Ketika merubah hindari
pergesekan seperti menggeser pasien dengan linen atau alat-alat lain
2) Anjurkan pasien untuk duduk di kursi roda setiap 10 menit untuk
mengurangi tekanan. Bila penderita dapat duduk, dapat didudukkan di
kursi. Gunakan bantalan untuk penyangga ke 2 kaki dan bantalbantal kecil
untuk menahan tubuh penderita. Bila memungkinkan ganti posisi tidur
penderita setiap hari dengan cara mengganjalnya dengan bantal atau
bantalan busa
3) Anjurkan masukan nutrisi yang tepat dan cairan yang adekuat
4) Segera bersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat iritatif terhadap
kulit. Cuci dan keringkan daerah tersebut dengan segera
5) Laporkan adanya area kemerahan dengan segera
6) Jaga agar kulit tetap bersih dan kering
7) Jaga agar linen tetap kering, bersih dan bebas dari kerutan atau tidak kusut
dan benda keras
8) Mandikan pasien dan beri perhatian khusus pada daerah-daerah yang
berisiko mengalami tekanan atau gesekan
9) Masase sekitar daerah kemerahan dengan menggunakan lotion
10) Beri sedikit bedak tabur yang mengandung calamine, zinc, camphor yang
bermanfaat untuk mencegah kerusakan kulit akibat garukan karena gatal
11) Lakukan latihan ROM minimal 2 kali sehari untuk mencegah kontraktur
12) Periksa kesesuaian dan penggunaan penahan atau restrein
12) Periksa selang NGT dan kateter untuk memastikan bahwa selang tersebut
tidak pada posisi yang dapat menyebabkan iritasi
13) Gunakan kasur busa, kasur kulit, atau kasur perubah tekanan. Jika pasien
harus menjalani tirah baring dalam waktu yang lama, bisa digunakan kasur
khusus, yaitu kasur yang diisi dengan air atau udara.

22
4.3 Analisis Pendukung dan Pembanding
Penelitian yang dilakukan oleh Faridah Aini (2013) mendapatkan hasil
bahwa dari 15 pasien tirah baring, 8 orang (53.3%) diantaranya mengalami
ulkus dekubitus derajat 1.14 Hal ini menjadi perhatian karena derajat ulkus
dekubitus akan mempengaruhi penanganan yang akan dilakukan. Penanganan
yang dilakukan pada pasien ulkus dekubitus terdiri menjadi dua, yaitu operatif
dan non-operatif. Cara operatif yang dilakukan adalah dengan intervensi
bedah, sedangkan cara non operatif adalah dengan melakukan perawatan luka.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa penanganan yang dilakukan pada
54 pasien ulkus dekubitus terdiri dari 7 orang (13%) dengan cara operatif dan
47 orang (87%) dengan cara non operatif.
Penanganan yang dilakukan di ruang rawat inap RSUD Arifin Achmad
antara lain, yaitu memposisikan pasien pada posisi miring 30-45 derajat,
menganjurkan pasien untuk mobilisasi miring kanan dan miring kiri, dan
perawatan luka. Perawatan luka diberikan sesuai dengan derajat ulkus
dekubitus. Pada derajat 1 dan 2 biasanya diberikan salap dekubal dan/atau
kompres NaCl. Pada derajat 3 dan 4 diperlukan intervensi bedah, seperti skin
graft dan skin flap. Selain itu, juga diberikan pengetahuan kepada keluarga
pasien tentang penggunaan kasur dekubitus untuk mengurangi gaya gesekan
dan gaya tekanan antara tubuh pasien dengan permukaan tempat tidur.
Latihan ROM berfungsi melancarkan peredaran darah khususnya pada
area yang dilibatkan dalam latihan yaitu ekstremitas bawah yang akan
memudahkan nutrien masuk ke dalam sel dan secara langsung latihan pada
penderita DM dapat membantu meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
sehingga kadar gula darah menjadi stabil. Dengan demikian kerusakan sel –
sel (khususnya sel saraf) lebih jauh dapat dihindari (Yuni & Soebardi, 2009).
Dengan tetap aktif bergerak, kondisi peredaran darah tetap lancar sehingga
berpengaruh terhadap keluhan polineuropati perifer. Latihan jasmani teratur
merupakan salah satu pilar pengelolaan DM tipe 2, selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaikin sensitifitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Efek ini terutama

23
terjadi akibat peningkatan uptake gula dan sensitifitas insulin pada otot (Sazli,
2011).
Menurut Revis (2015), usia merupakan faktor intrinsik penyebab
dekubitus karena pada usia lanjut telah terjadi penurunan elastisitas dan
vaskularisasi sehingga meningkatkan resiko terjadi luka tekan. Akibat proses
penuaan umumnya lansia mengalami kehilangan elastisitas otot, penurunan
kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori, serta penurunan kohesi
antara epidermis dan dermis. Risiko tersebut semakin meningkat karena pada
lansia terjadi penurunan kemampuan fisiologis tubuh antara lain berkurangnya
toleransi terhadap tekanan dan gesekan, berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin, serta menurunnya
efisiensi kolateral kapiler pada kulit. Kemampuan lansia untuk merasakan
sensasi nyeri akibat tekanan berkurang sebagai dampak penurunan persepsi
sensori. Penyakit primer maupun sekunder yang mungkin dialami lansia akan
meningkatkan risiko kejadian dekubitus karena kondisi sakit menambah
ketidakmampuannya melakukan mobilisasi.
Tindakan pencegahan dekubitus yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi perubahan posisi tirah baring setiap 2 jam sekali, menjaga
kelembaban kulit, menjaga kebersihan tubuh penderita, menggunakan kasur
angin, memasang bantalan donat anti dekubitus pada bagian tubuh yang
menonjol, melakukan latihan ROM pasif, dan melakuan massage ringan.
Penggunaan kasur angin dan bantalan donat dimaksudkan untuk
menghindarkan lansia dari tekanan, menjaga postur tubuh dan meningkatkan
rasa nyaman. Pemberian lotion pelembab dimaksudkan untuk menjaga kulit
dari kekeringan yang dapat mempercepat timbulnya erosi kulit sekaligus
menjaga kelembaban kulit tetap dalam batas normal

24
BAB 5. PENUTUP

5.1 Simpulan
Kulit adalah organ dengan permukaan paling luas yang mewakili 16% dari
BB orang dewasa. Kulit merupakan organ satu-satunya yang dapat digosok,
dipijat, diregangkan, dan dicium yang memungkinan fleksibel dan tahan terdapat
perubahan yang terjadi sepanjang kehidupan sehari-hari. Kulit merupakan bagian
eksternal tubuh maka nampak jelas jika kulit menjadi indikator penuaan
(squenence) hingga kematian seseorang terutama lansia. Secara struktural, kulit
adalah suatu organ kompleks yang terdiri dari epidermis, dermis, dan subkutis.
Hal yang dikaitkan dengan penuaan adalah khususnya perubahan yang terlihat
pada kulit seperti atropi, keriput, dan kulit yang kendur. Secara fungsional kulit
memiliki berbagai kegunaan, dan kehadirannya sangat penting untuk bertahan
hidup secara keseluruhan. Kulit memainkan suatu peran utama dalam
termoregulasi dan adaptasi terhadap lingkungan. Kulit juga bertindak sebagai
organ proteksi, ekskresi, sekresi, absorbsi, akumulasi, serta estetik.
Dekubitus merupakan rusaknya struktur anatomis dan fungsiologis kulit
normal yang disebabkan oleh adanya tekanan dari luar seperti penonjolan tulang,
hal tersebut terjadi pada individu yang mengalami inkontensia, malnutrisi,
ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami
gangguan tingkat kesadaran, individu tersebut seringkali berada di kursi atau
tempat tidur dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Islam Surakarta oleh Arif Widodo (2007) insiden
dekubitus lebih sering terjadi pada usia 25-65 tahun atau sebanyak 62,5%.
Sedangkan jenis kelamin tidak ada pengaruh terhadap insiden dekubitus.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya dekubitus dibagi
menjadi dua bagian, yaitu faktor intrinsik (Tekanan, Pergesekan dan pergeseran,
kelembaban) dan ekstrinsik (Usia, temperatur, nutrisi, tekanan interface). Luka
dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada area
permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi
darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan jaringan setempat mengalami
iskemik,hipoksia dan berkembang menjadi nekrosis. Tekanan yang pada kapiler

25
adalah 32 mmHg. Apabila tekanan kapiler melebihi tekanan darah dan struktur
pembuluh darah pada kulit, maka akan terjadi kolaps. Dengan terjadinya kolaps
akan menghalangi oksigenisasi dan nutrisi kejaringan, selain itu area yang
tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya peningkatan
tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan kekapiler, ini akan menyokong
untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi autolisis.

5.3 Saran
Setelah mepelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
kesehatan integumen pada lansia, diharapkan mahasiswa dapat mengerti dan
memahami dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan tersebut. Saran
daripenulis makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini kurang dari
empurna untk itu, penulismengharapkan saran dan keritikannya yang bersifat
membangun dalam penyempurnaan makalah ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aini F, Purwaningsih H. 2013. Pengaruh alih baring terhadap kejadian dekubitus


pada pasien stroke yang mengalami hemiparesis di ruang Yudistira
RSUD kota Semarang [skripsi]. Semarang: STIKES Ngudi Waluyo.
Al Kharabsheh, M., Alrimawi, R., Al Assaf, R., Saleh, M. 2014. Exploring
Nurses' Knowledge and Perceived Barriers to Carry Out Pressure Ulcer
Prevention and Treatment, Documentation, and Risk Assessment.
American International Journal of Contemporary Research, 4 (4), p. 112
– 119.
Bujang, Aini & Purwaningsih. 2013. Pengaruh alih baring terhadap kejadian
dekubitus pada pasien Stroke yang mengalami hemiparesis di ruang
Yudistira RSUD Semarang. Jurnal Mitra Sehat Volume 3 Halaman 26 –
32.
Demarre, L. 2011. Pressure Ulcers: Knowledge and Attitude of Nurses and
Nursing Assistants in Belgian Nursing Homes. Brussel.Journal of
Clinical Nursing. Gender. Pressure Ulcer Prevention and Management.
2008. [cited 2017 Oct 29]. Available from: www.emedicine.com.
DiLiberto FE, Baumhauer JF, Nawoczenski DA. 2016. The prevention of diabetic
foot ulceration: how biomechanical research informs clinical practice.
Braz J Phys Ther   http://dx.doi.org/10.1590/bjpt-rbf.2014.0195
Dittmer DK, Teasell R. 2010. Pressure ulcers. Department of Physical Medicine
and Rehabilitaton. 2011. Canada: Elsevier Inc; 2010:88.
Gilang P. 2007. Imobilisasi Pada Lansia : Pendekatan dan Pencegahan
Komplikasi. Jakarta : UI Press.
Heineman, A. 2010. Dekubitus Ulcers: Pathophysiology and Primary Prevention.
Munich. Journal of Deutsches Arzteblatt International.
Irawan A. 2010. Hubungan Lama Hari Rawat Dengan Terjadinya Dekubitus Pada
Pasien Yang Dirawat di Ruang ICU RSUP dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Kuala Kapuas Banjarmasin [Skripsi]: Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
Leir, E., D. 2010. Pressure Ulcers For Nursing Assistants and Family Caregivers.
Stop Pain.org. [cited 2017 Oct 30] Available from:
www.stoppain.org/pressureulcers/comm on/pdf/BIMC_caregiver.pdf
Martono, H. 2014. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi
ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mutia, L., Pamungkas, K.A., Anggraini, D. 2015. Profil Penderita Ulkus
Dekubitus YangMenjalani Tirah Baring Di Ruang Rawat Inap RSUD
Arifim Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2011 – Desember 2013.
JOM FK Volume 2 No. 2.

27
National Pressure Ulcer Advisory Panel. Pressure Ulcers: Incidence, Economics,
Risk Assessment. Consensus Development Conference Statement. 2009.
[cited 2017 Oct 30]. Available from: http://www.npuap.org/wp-content/
uploads/2012/03/Final-2009-Treatmenttechnical-Report1.pdf.
Purwaningsih. 2011. Analisis dekubitus pada pasien tirah baring di ruang A1, B1,
C1, D1, dan B3 IRNA 1 RS. Dr. Sardjito Yogyakarta [Skripsi].
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Said S, Haskas Y, Semara A. 2013. Faktor yang mempengaruhi terjadinya
dekubitus pada pasien yang dirawat di ruang ICU RS Labuang Basi
Makassar. Jour ners Indonesia. 2013;2(1).
Saldy, R. 2011. Geriatric at Your Fingertips. New Jersey : Excerpta Medica, Inc.
A Reed Elsevier Company. Revis R et al (2015). Dekubitus Ulcer.
www.healthline.com.
Setyajati. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dekubitus pada pasien
tirah baring di Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta [Skripsi]. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Setyawati, N. 2011. Penelitian Kesehatan. Jakarta : Prima Nusantara. Suheri.
2012. Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus
pada Pasien Imobilisasi di RSUP Haji Adam MAlik Medan [Skripsi].
Medan: Fakultas Keperawatan.
Suheri. 2015. Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus
Pada Pasien Imobilisasi Di RSUP Haji Adam Malik Medan [Skripsi].
Medan: Fakultas Keperawatan. 2009. JOM FK Volume 2 No. 2 Oktober
2015
Utomo W, Dewi YI, Abdurrasyid T. 2012. Efektifitas Nigella Sativa Oil Untuk
Mencega Terjadinya Ulkus Dekubitus Pada Pasien Tirah Baring Lama.
Jour Ners Indonesia. 2012;2(2).
Wallis, L. Some Pressure Are Unavoidable. American Journal Of Nursing.
2010;110(9):16.
Widodo, A. 2012. Uji kepekaan instrumen pengkajian risiko dekubitus dalam
mendeteksi dini risiko kejadian dekubitus di RSIS. Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi. 2012;8(10):39-54.
William et.al. 2009. Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. New
York: McGraw-Hill. dalam Zelika, DP. 2010. Perawatan Kesehatan Pada
Usia Lanjut. Jakarta : Sinar Harapan.
Rao S, Saltzman CL, Yack HJ. 2012. Relationships between segmental foot
mobility and plantar loading in individuals with and without diabetes and
neuropathy. Gait Posture. 2012;31(2):251-5. PMid:19926283.
http://dx.doi.org/10.1016/j. gaitpost.2009.10.016.
Steanley, M. & Patresia, G.B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:
EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai