A. Definisi
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan oksigen yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel (Potter & Perry, 2005). Tanpa oksigen dalam waktu tertentu sel tubuh
akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ
yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu mentoleransi
kekurangan oksigen hanya 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5
menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb, 1998).
Menurut Tarwoto Wartonah (2006) ada 3 sistem yang bekerja dalam penyampaian oksigen ke
jaringan tubuh yaitu sistem respirasi, sistem kardiovaskuler dan sistem hematologi.
a. Sistem respirasi terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diafragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak.
Pada sistem respirasi ada tiga langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi
paru dan difusi.
1) Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya
sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada saat inspirasi
tekanan intrapleural lebih negatif (752 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760
mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatenan ventilasi yaitu kebersihan jalan nafas (adanya sumbatan atau obstruksi
jalan nafas akan menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru),
adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan, adekuatnya pengembangan dan
pengempisan paru, kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal
interkosta, internal interkosta, otot abdominal (Wartonah, 2006). Universitas
Sumatera Utara
2) Perfusi Paru
Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi paru untuk dioksigenasi
dimana pada sirkulasi paru darah yang dioksigenasi mengalir dalam arteri pulmonalis
dari ventrikel kanan jantung. Darah ini ikut serta dalam proses pertukaran oksigen
dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Fungsi utama sirkulasi pulmonal adalah
mengalirkan darah yang dioksigenasi dari dan ke paruparu agar dapat terjadi
pertukaran gas. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Dengan demikian,
adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan
perfusi. Pada orang dewasa sehat pada saat istirahat ventilasi alveolar (volume tidal =
V) sekitar 4 lt/menit, sedangkan aliran darah kapiler pulmonal (Q) sekitar 5 lt/menit
(Wartonah, 2006).
3) Difusi
Dalam difusi pernafasan, komponen yang berperan penting adalah alveoli dan darah.
Untuk memenuhi kebutuhan O2 dari jaringan, proses difusi gas pada system respirasi
haruslah optimal. Difusi gas adalah bergeraknya O2 dan CO2 atau partikel lain dari
area bertekanan tinggi ke arah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2
melintasi membran alveoli-kapiler dari alveoli berdifusi kedalam darah karena adanya
perbedaan tekanan PO2 yang tinggi dialveolus (100 mmHg) dan tekanan pada kapiler
lebih rendah (PO2 40 mmHg), sedangkan CO2 berdifusi keluar alveoli akibat adanya
perbedaan tekanan PCO2 darah 45 mmHg dan di alveoli 40 mmHg. Proses difusi
dipengaruhi oleh faktor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi
membran, koefisien difusi O2 dan CO2, serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2
(Muttaqin, 2010).
b. Sistem Kardiovaskuler
Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat dipengaruhi oleh fungsi jantung untuk
memompa darah sebagai transport oksigen. Darah masuk ke atrium kiri dari vena
pulmonaris. Aliran darah keluar dari ventrikel kiri menuju aorta melalui katup aorta.
Kemudian dari aorta darah disalurkan keseluruh sirkulasi sistemik melalui arteri, arteriol,
dan kapiler serta menyatu kembali membentuk vena yang kemudian di alirkan ke jantung
melalui atrium kanan. Darah dari atrium kanan masuk dalam ventrikel kanan melalui
katup trikuspidalis kemudian keluar ke arteri pulmonalis melalui katup pulmonalis untuk
kemudian di alirkan ke paru-paru kanan dan kiri untuk berdifusi. Darah mengalir di dalam
vena pulmonalis kembali ke atrium kiri dan bersirkulasi secara sistemik. Sehingga tidak
adekuatnya sirkulasi sistemik berdampak pada kemampuan transpor gas oksigen dan
karbon dioksida (Wartonah, 2006).
c. Sistem Hematologi
Dalam Tarwoto Wartonah (2006) dijelaskan bahwa oksigen membutuhkan transpor dari
paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Sekitar 97%
oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan dengan hemoglobin (Hb) dan
3% oksigen larut dalam plasma. Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul Hb
dan setiap molekul dari keempat molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan satu
molekul oksigen membentuk oksihemoglobin (HbO2). Reaksi pengikatan Hb dengan O2
adalah Hb + O2 ↔ HbO2. Afinitas atau ikatan Hb dengan O2 di pengaruhi oleh suhu, pH,
konsentrasi 2,3 difosfogliserat dalam darah merah. Dengan demikian, besarnya Hb dan
jumlah eritrosit akan mempengaruhi transport gas.
C. ETIOLOGI
Dalam Tarwoto Wartonah (2006) disebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi antara lain faktor fisiologi, perkembangan, perilaku, dan lingkungan. Tabel
dibawah ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi :
No Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
1. Faktor Fisiologi 1. Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti pada
anemia.
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang di inspirasi seperti
pada obstruksi saluran nafas bagian atas.
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O2 terganggu.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,
demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain.
5. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding
dada seperti pada kehamilan, obesitas, penyakit
kronik TB paru.
2. Faktor Perkembangan 1. Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya
pembentukan surfaktan.
2. Bayi dan toddler : adanya risiko saluran pernafasan
akut
3. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran
pernafasan dan merokok.
4. Dewasa muda dan pertengahan :
Diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress yang
mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5. Dewasa tua :
Adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun,
ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku 1. Nutrisi:
Misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan
ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia
sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang
tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2. Exercise:
exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3. Merokok:
Nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah
perifer dan koroner.
4. Alkohol dan obat-obatan :
Menyebabkan intake nutrisi/ Fe menurun
mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol
menyebabkan depresi pusat pernafasan.
5. Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat
4. Faktor Lingkungan 1. Tempat kerja (polusi)
2. Suhu lingkungan
3. Ketinggian tempat dari permukaan laut
Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo (2012),
indikasi terapi oksigen adalah :
1. Pasien hipoksia
2. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
3. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
4. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
5. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
6. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Indikasi terapi oksigen pada neonatus adalah :
1. Pasien asfiksia
2. Pasien dengan napas lebih dari 60 kali/menit
3. Pasien Takipnu
4. Pasien Febris
5. Pasien BBLR.
Kontraindikasi
Menurut Potter (2005) kontra indikasi meliputi beberapa :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala, trauma
maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi, akan
lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
Metode pemberian oksigen
Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam seperti dibawah ini (Potter, 2005):
a. Melalui inkubator
b. Head box
c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)
d. Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)
e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)
f. Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube)
DAFTAR PUSTAKA
Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik
Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Direktorat Keperawatan dan Ketehnikan Medis, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Depkes RI ( 2005 ). Standar Pelayanan Perawatan di ICU. Jakarta: Depkes.
Kozier, B., Erb., & Oliver, R. (1998), Fundamental of nurshing; consept, process and practice,
(fourth Edition) California : Addison-Wesley Publishing CO.
Muttaqin, A. (2010). Pengkajian Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan
Praktik.Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC.2005
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi Ke -3.
Jakarta: Salemba Medika.
Rosfina. 2015. https://rosfina26.wordpress.com/2015/05/20/pemenuhan-kebutuhan-dasar-pada-
manusia-oksigenasi/ (diakses 3 Februari 2018)
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUAN OKSIGEN
1. PENGKAJIAN FOKUS
A. IDENTITAS PASIEN
a. Nama: Nama pasien yang dikaji. Tujuannya agar tidak keliru dalam melakukan
tindakan/terapi, pengkajian keperawatan atau yang lainnya.
b. Tempat/tanggal lahir: Tempat, tanggal, bulan, serta tahun pasien itu dilahirkan.
Tujuannya untuk mengetahui dimana pasien itu dilahirkan.
c. Usia: Umur pasien. Tujuannya untuk memudahkan Perawat atau Dokter serta tim
kesehatan lainnya dalam memberikan obat (terapi) dan tekanan (dosis) yang sesuai
dengan umur pasien.
d. Agama: Katolik, Islam, Kristen, protestan,Hindu, Budha, Konghucu. Tujuannya untuk
mempermudah dalam pemberian konseling pada pasien sesuai dengan Agama atau
kepercayaan pasien.
e. Suku: Budaya/ asal pasien. Tujuannya untuk mengetahui asal, adat, budaya, dan
kebiasaan pasien.
f. Jenis kelamin: Perempuan/laki-laki. Tujuannya untuk mempermudah dalam
melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan jenis kelamin karena ada pengobata
atau tindakan berdasarkan jenis kelamin.
g. Status perkawinan: Sudah menikah, belum menikah, janda, duda. Tujuannya untuk
mengetahui status perkawinan pasien sehingga mudah dalam memanggil pasien.
h. Pendidikan: Pendidikan terakhir pasien. Tujuannya untuk mengetahui tingkat
pendidikan pasien.
i. Bahasa yang digunakan: Bahasa yang biasanya digunakan oleh pasien. Tujuannya
untuk mempermudah dalam komunikasi terapeutik dengan pasien.
j. Pekerjaan: Pekerjaan yang dialami oleh pasien. Tujuannya untuk mengetahui status
ekonomi pasien, sehingga dalam memilih bangsal dapat disesuaikan dengan kondisi
ekonomi sehingga tidak membebani pasien.
k. Alamat: Alamat tempat tinggal pasien, tetapi tidak boleh lengkap. Tujuannya untuk
mengetahui dimana tempat tinggal pasien sehingga mudah untuk menghubungi
keluarganya jika ada hal yang penting.
l. Diagnosa medis: Sesuai hasil pemeriksaan laboratorium atau Dokter tentang penyakit
yang diderita pasien.
Q : Quality or Quantity :
Bagaimana gambaran sifat keluhan yang dirasakan, dilihat, didengar…?
Seberapa sering merasakan keluhan tersebut…?
R : Region or Radiation :
Dimana lokasi atau area yang dikeluhkan…?
Bagaimana penjalaran keluhannya…?
S : Skala or Severity :
Bagaimana skala yang dirasakan jika keluhan kambuh skala 1 – 10…?
T : Timing and Treatment:
Kapan keluhan mulai dirasakan…?
Apakah keluhan terjadi mendadak atau bertahap…?
Seberapa lama keluhan berlangsung ketika kambuh…?
Hal apa saja yg telah dicoba pasien untuk mengurangi keluhan ketika
kambuh…?
E. UPAYA-UPAYA KELUARGA
c. Eliminasi
Sebelum sakit:
- Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
- Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga
berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
- Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri, bau, sejak kapan?
d. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
- Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari?
- Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
- Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
- Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian,
total)?
- Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
H. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum:
- Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
- Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
- Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
- Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
b. Kesadaran:
1. Kuantitatif:
a. Motorik:
- Menurut perintah(6)
- Gerakan lokal(5)
- Fleksi motorik(4)
- Fleksi abnormal(3)
- Ekstensi abnormal(2)
- Tidak bereaksi(1)
b. Verbal
Verbal dewasa:
- Orientasi baik(5)
- Bingung/apatis(4)
- Kata-kata tidak jelas(3)
- Bunyi tapi tidak elas(2)
- Tidak bersuara(1)
Verbal anak:
- Kata bermakna, senyum, ikut objek(5)
- Menangis tapi bisa diredakan(4)
- Teriritasi secara persisten(3)
- Gelisah, teragitasi(2)
- Diam saja(1)
c. Mata:
- Membuka secara spontan(4)
- Rangsangan terhadap suara/dipanggil(3)
- Rangsangan terhadap nyeri(2)
- Tidak bereaksi(1)
2. Kualitatif:
- Compos mentis: Pasien sadar penuh
- Apatis: Pasien acuh tak acuh
- Somnolen: Pasien cenderung mengantuk walaupun sedang diajak
bicara
- Soporocoma: Dengan sedikit rangsangan masih bisa berespon (reflek
kornea)
- Coma: Tidak ada respon sama sekali
c. Tanda-tanda vital:
1) Suhu: Dapat diukur per axila, oral, dan rektal.
- Normal: 36C-37C
- Hipotermia: 34C-35C
- Pyrexia: 39C-40C
- Hiperpirexia: 41C-42C
2) Nadi: Dapat diukur pada arteri (radialis, temporalis, brankialis, femoralis, dan
karotis). Iramanya (kuat, lemah, cepat, tidak teratur, frekuensi, volume?
- Normal: 60-100X/menit
- Tachicardi: > 100X/menit
- Bradicardi: <60X/menit
3) Pernapasan: Cepat, irama, jenis (dada, perut), frekuensi? Normal (12-21X/menit),
kusmaul (cepat dalam), chignus stroke (cepat dangkal, hilang, tachypneu
(>21X/menit)
4) Tekanan darah: Dapat dilakuan dengan psisi duduk atau baring?
- Optimal: <120/<80
- Normal: 120–129/80–84
- High Normal: 130–139/85–89
- Hipertensi: Grade I (ringan)140–159/90–99, Grade II (sedang)160–
179/100–109, Grade III (berat)180 – 209/100 – 119, Grade IV (sangat
berat)>210/>120
5) Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal, berat badan ideal?
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal, jenis, hasil/kesimpulan.
J. TERAPI
Terapi yang didapat: tanggal, nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi.
K. BALANCE CAIRAN
Tujuan: Untuk mengetahui apakah seseorang kekurangan/kelebihan cairan.
Keterangan:
- Balance cairan = input cairan-output cairan (BC=I-O)
- Balanca cairan (+) jika cairan masuk > cairan keluar, resti overhidrasi.
- Balanca cairan(-) jika cairan masuk < cairan keluar, resti dihidrasi
- Kebutuhan cairan tubuh rata-rata: 40-50 mL/kg BB/24 jam.
- Air metabolisme: Air yang didapat dari proses oksidasi nutrien.
Rumus:
Dewasa5 cc/Kg BB/24 jam
12-14 tahun5-6 cc/ Kg BB/24 jam
7-11 tahun6-7 cc/Kg BB/24 jam
5-7 tahun8-8,5cc/Kg BB/24 jam
Balita8 cc/Kg BB/24 jam
Urine: produksi urine dinilai nomor 0,5-1 cc/Kg BB/24 jam
Faeces: sekali kurang lebih 100 cc air
IWL (Insensible Water Loss): Kehilangan air tidak disadari lewat penyerapan
(keringat, bicara, napas). Rumus:
Dewasa15 cc/Kg BB/24 jam
Anak(30-usia anak dalam tahun) cc/ Kg BB/24 jam
(Kenaikan suhu Badan 1CIWL + 200 cc (suhu saat diukur -36,8C))
L. ANALISA DATA
Komponen:
- Tanggal/jam
- Data fokus
- Problem
- Etiologi
- Tanda tangan
Tabel:
Tanggal/jam Data fokus Problem Etiologi Tanda tangan
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi diantaranya adalah:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme.
2. Gangguan Penyapihan Ventilator berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus-
kapiler.
4. Gangguan Ventilasi Spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan dan
gangguan metabolisme.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada.
N. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Di dalam perencanaan keperawatan yang harus dilakukan adalah menentukan kriteria
hasil. Tujuan kilen dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran yang digunakan untuk
mengevaluasi kemajuan klien atau ketrampilan perawat. Menurut Alfaro(1994), tujuan klien
merupakan pernyataan yang menjelaskan suatu perilaku klien, keluarga, atau kelompok yang dapat
diukur setelah intervensi keperawatan diberikan. Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang
menjelaskan suatu tindakan yang dapat diukur berdasarkan kemampuan dan kewenangan perawat.
Kriteria hasil untuk diagnosa keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat dicapai atau
dipertahankan melalui rencana tindakan yang mandiri, sehingga dapat membedakan antara
diagnosa keperawatan dan masalah kolaburatif. Menurut Gordon(1994), komponen kriteria hasil
yang penting dalam kriteria hasil adalah apakah intervensi keperawatan dapat dicapai.
Pedoman penulisan kriteria hasil :
a. Berfokus pada klien
Kriteria hasil ditujukan pada klien yag harus menunjukan apa yang akan dilakukan
lien, kapan, dan sejauh mana tindakan akan bisa dilaksanakan
S : Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda)
M : Measurable (harus dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau)
A : Tujuan harus dapat dicapai (Achievable)
R : tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Reasonable)
T : time (batasan waktu/tujuan keperawatan)
b. Singkat dan jelas.
Menggunakan kata-kata yang singkat dan jelas sehingga akan memudahkan perawat untuk
mengidentifikasikan tujuan dan rencana tindakan.
c. Dapat diobservasi dan diukur utnuk menentukan keberhasilan atau kegagalan.
Tujuan yang dapat diobservasi dan diukur meliputi pertanyaan “apa”dan “ sejauh mana”.
Contoh kata kerja yang bisa diukur meliputi ; menyatakan, melaksanakan, mengidentifikasi,
adanya penurunan dalam……., adanya peningkatan pada……., tidak adanya……. Contoh
kata kerja yang tidak dapat diukur melalui penglihatan dan suara adalah : menerima,
mengetahui, menghargai dan memahami.
d. Ada batas waktunya.
e. Realistik.
Kriteria hasil harus dapat dicapai sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia,
meliputi : biaya, peralatan, fasilitas, tingkat pengetahuan, affek emosi dan kondisi fisik.
Jumlah staf perawat harus menjadi satu pertimbangan dalam penyusunan tujuan dan kriteria
hasil.
f. Ditentukan oleh perawat dan klien.
Setelah menentukan diagnosa keperawatan yang ditentukan, perlu dilakukan diskusi
antara perawat dan klien untuk menentukan kriteria hasil dan rencana tindakan utnuk
memvalidasi.
Penulisan kriteria hasil mencakup semua respon manusia, meliputi : kornitif(pengetahuan),
afektif(emosi dan perasaan), psikomotor dan perubahan fungsi tubuh(keadaan umum dan fungsi
tubuh serta gejala).
Kemudian menentukan rencana tindakan. Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi
untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana mendefinisikan suatu aktifitas
yang diperlukan untuk membatasi faktor-faktor pendukung terhadap suatu permasalahan.
Bulecheck & McCloskey (1989) menyatakan bahwa intervensi keperawatan adalah suatu
tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat. Tindakan tersebut meliputi
tindakan independen keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan, tindakan medis
berdasarkan diagnosa medis dan membantu pemenuhan kebutuhan dasar fungsi kesehatan kepada
klien yang tidak dapat melakukannya.
R : suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas
yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
R : mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas
klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
R : Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih
di jalan nafas.
7. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan.
R : Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia klien tak
mampu mengeluarkan sekret sendiri.
R : waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien
R : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk
memenuhi O2 pasien
R : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan
memberikan pasien safety
5. Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
6. Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP
dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
R : mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika terjadi
perburukan suction bisa dihentikan.
Dx 2 :
1) Jika memungkinkan, kaji faktor penyebab ketidakberhasilan upaya
penyapihan sebelumnya
a. Ketidakadekutan substrat energi: oksigen nutrisi dan istirahat
b. Status kenyamanan takadekuat
c. Kebutuhan aktivitas berlebihan
d. Penurunan harga diri, rasa percaya diri, kontrol pernapasan
e. Kurangnya pengetahuan tentang perannya
f. Kurangnya hubungan saling percaya dengan staf
g. Keadaan emosional negatif
h. Lingkungan penyapihan yang merugikan
2. Konsentrasi oksigen pada ventilator 50% atau kurang
a. Tekanan ekspirasi-akhir positif kurang dari 5 cm tekanan air
b. Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali permenit
c. Ventilasi menit kurang dari 10 liter per menit
d. Tekanan dinamik dan statik rendah, dengan komplains sedikitnya 35 cm
tekanan air
e. Kekuatan otot pernapasan adekuat
f. Istirahatkan, kontrol rasa tak nyaman
g. Keinginan untuk mencoba penyapihan
3. Jika kesiapan penyapihan ditetapkan ada, libatkan klien dalam penetapan
rencana
a. Jelaskan proses penyapihan
b. Bekerja sama dalam negosiasi tujuan penyapihan progresif
c. Jelaskan bahwa tujuan akan ditelaan kembali setiap hari bersama
individu
4. Rujuk ke protokol unit untuk prosedur penyapihan yang khusus
5. Jelaskan perannya dalam proses penyapihan
a. Perkuat perasaan harga diri, kemanjuran diri dan kontrol diri
b. Perlihatkan kepercayaan pada kemampuan pasien untuk penyapihan
c. Pertahankan kepercayaan pasien dengan mengadopsi langkah
penyapihan (membutuhkan intruksi dokter) yang akan menjamin
keberhasilan dan meminimalkan kemunduran
d. Tingkatkan kepercayaan dalam staf dan lingkungan.
6. Kurangi pengaruh negatif dari ansietas dan keletihan
a. Pantau status dengan teratur untuk menghindari keletihan dan ansietas
yang tidak semestinya
b. Beri periode istirahat yang teratur sebelum keletihan berlanjut
c. Jika individu mulai gelisah, bicaralah padanya untuk menennagkan
sementara tetap di samping tempat tidur
d. Jika percobaan penyapihan dihentikan, arahkan persepsi pasien pada
kegagalan penyapihan. Yakinkan pasien bahwa percobaan adalah
latihan yang baik dan bentuk latihan yang sangat berguna.
7. Ciptakan lingkungan penyapihan yang positif, yang meningkatkan perasaan
aman individu.
8. Koordinasikan aktivitas yang perlu untuk meningkatkan waktu istirahat atau
relaksaai yang adekuat.
9. Koordinasikan jadwal analgesik dengan jadwal penyapihan.
10. Mulai percobaan penyapihan saat individu cukup istirahat, biasanya pada
pagi hari setelah tidur malam.
11. Diskusikan elemen proses penyapihan dengna petugas kesehatan lain untuk
memaksimalkan kemungkinan keberhasilan penyapihan.
12. Tunda pemberian makan per oral 2 jam sebelum upaya penyapihan dan
setelah ekstubasi.
Dx 3:
10. Monitor adanya suara abnormal/noisy pada pernapasan seperti snoring atau
crowing.
11. Kaji keperluan suctioning dengan melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya
crackles dan rhonchi di sepanjang jalan napas.
Dx 4 :
1. Monitor perubahan oksigenasi dan ventilasi, perubahan AGD, pulse oxymetri,
dan end tidaI CO2
R : menjaga oksigenasi adekuat dan keseimbangan asam bass.
2. Pertahankan ETT atau trakheostomy; amankan tube dengan plester atau
perlengkapan lain.
R : mempertahankan jalan nafas yang adekuat untuk memfasilitasi ventilasi
mekanik.
3. Lakukan suctioning sesuai kebutuhan.
R : mengeluarkan sekret dan menjaga jalan nafas tetap terbuka.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk meningkatkan sedasi jika agitasi mengganggu
ventilasi.
R : menunjang efektivitas ventilasi mekanik.
5. Cegah ekstubasi tak terencana.
R : Menjaga jalan nafas dan keamanan klien.
6. Reposisi F- I I dari sisi satu ke sisi yang lain setiap 4 jam, kaji dan
dokumentasikan kondisi kulit. Catatan: tempatkan tube pada batas garis di bibir,
lakukan prosedur oleh 2 prang staff, lakukan suction di atas cuff ETT sebelum
mereposisi ETT.
R : mencegah kerusakan kulit, mengurangi aspirasi dari sekret oral dan
pneumonia akibat pemasangan ventilator, menjaga tube dalam posisi yang
benar setelah manipulasi.
7. Lakukan auskultasi dada setelah mereposisi tube.
R : memastikan posisi tube tidak berubah.
8. Kaji status respirasi setiap 4 jam; segera merespon adanya perubahan: suara nafas
di anterior, posterior, chest excursion, kemampuan klien untuk melakukan nafas
spontan, tanda dan gejala hipoxemia.
R : mengisyaratkan kondisi membaik atau memuruk, mungkin mengindikasikan
kebutuhan untuk suctioning.
9. Monitor RR dan bantuan nafas dan inisiatif klien untuk bernafas.
R : Mengkaji efektivitas ventilasi mekanik.
10. Kaji toleransi terhadap bantuan nafas dan monitor adanya pergerakan nafas yang
asinkron, melaporkan adanya sesak nafas, atau pressure alarm yang tinggi. Jika
simptomatik, lepaskan klien dari ventilator dan berikan ventilasi manual dan
siapkan untuk pemasangan chest tube.
R : Mengkaji efektivitas ventilasi mekanik dan berjaga-jaga terhadap
komplikasi; volutrauma, untuk secepatnya merespon dan menangani
volutrauma.
11. Sediakan ambu bag dan perlengkapan suction yang siap digunakan.
R : menjaga jalan nafas dan ventilasi klien apabila terjadi keadaan emergency.
12. Pertahankan integritas sirkuit ventilator; monitor seting ventilator, responsif
terhadap alarm ventilator, jags tubing bebas dari uap lembab/embun dan gunakan
perlengkapan seperti water trap untuk memfasilitasi pembuangan uap lembab.
R : memaksimalkan efektivitas ventilasi mekanik dan menjaga keamanan klien.
13. Monitor cuff pressure dari ETT atau trakheostomy tube: Penggembungan cuff
dengan jumlah minimal udara diperlukan untuk mencegah kebocoran udara
sekitar cuff dan menjaga tidal volume. Laporkan ke dokter jika cuff pressure
melebihi 30 cmH20 atau jika cuff tidak bisa menjaga tekanan yang adekuat.
R : memaksimalkan ventilasi dan mencegah aspirasi dari sekresi oral.
Dx 5 :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan
pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Volume 1, Jakarta: EGC
NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Prima Medika
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia: Teori & Aplikasi dalam
prakte, Jakarta: EGC
Willkinson Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Kozier Fundamental of Nursing
Tarwanto, Wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan, Edisi 3,
Jakarta: Salemba Medika.
Carperito, Lynda Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta: EGC
Alimul, Azis. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta: Salemba Medika
http://mantrinews.blogspot.com/2011/07/laporan-pendahuluan-oksigenasi.html
A. Standar Operasional Prosedur Menghitung Pernafasan
Persiapan alat :
1. Buku catatan
2. Alat tulis; pulpen
3. Jam tangan
Prosedur :
1. Yakinkan bahwa dada klien dapat dilihat
2. Tempatkan lengan klien dalam posisi rileks melintangi abdomen atau
dada bawah atau tempatkan tangan anda langsung di atas abdomen klien
3. Observasi siklus pernapasan komplet (satu inspirasi dan satu ekspirasi)
4. Bila satu siklus terobservasi, lihat pada detik jam tangan dan mulai
menghitung frekuensi pernapasan; bila detik mencapai satu angka
penetapan, hitung “satu” untuk mulai siklus penuh yang pertama.
5. Untuk orang dewasa, hitung jumlah pernapasan dalam 30 detik dan
kalikan dengan 2, untuk bayi atau anak, hitung pernapasan selama satu
menit penuh.
6. Bila pernapasan orang dewasa memiliki irama tidak teratur atau lambat
atau cepat yang tidak normal, hitung satu menit penuh.
7. Ketika menghitung, catat apakah kedalaman pernapasan dangkal, normal,
atau dalam dan irama tidak teratur atau mengandung pola yang berubah.
8. Selama prosedur, tingkatkan keterlibatan dan kenyamanan klien
9. Kaji toleransi klien selama prosedur
Setelah prosedur :
1. Ucapkan terima kasih atas kerjasama klien
2. prosedur).Segera laporkan adanya temuan abnormal
3. Bersihkan dan kembalikan peralatan yang digunakan pada tempatnya.
4. Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format yang
tepat.
5. Periksa kembali klien bila perlu (waktunya akan bervariasi bergantung
pada
b. Tujuan :
1) Mengurangi sesak napas
2) Memberikan rasa nyaman
3) Membantu memperlancar keluarnya cairan
4) Membantu mempermudah tindakan pemeriksaan
c. Di lakukan pada :
1) Pasien sesak napas
2) Pasien pasca bedah, bila keadaan umum pasien baik, atau bila pasien suah
benar - benar sadar
d. Persiapan :
Persiapan alat :
1) Sandaran punggung atau kursi
2) Bantal atau balok penahan kaki tempat tidur bila perlu
3) Tempat tidur khusus (functional bed) jika perlu
Persiapan pasien, perawat, dan lingkungan
1) Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama dan jabatan atau peran
dan jelaskan apayang akan dilakukan.
2) Pastikan identitas klien
3) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan tersebut yang dapat
dipahami oleh klien
4) Siapkan peralatan
5) Cuci tangan
6) Yakinkan klien nyaman dan memiliki ruangan yang cukup dan
pencahayaan yang cukup untuk melaksanakan tugas
7) Berikan privasi klien
e. Prosedur :
1) Pasien di dudukkan, sandaran punggung atau kursi di letakkan di bawah
atau di atas kasur di bagian kepala, di atur sampai setengah duduk dan di
rapikan. Bantal di susun menurut kebutuhan. Pasien di baringkan kembali
dan pada ujung kakinya di pasang penahan.
2) Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya
langsung di atur setengah duduk, di bawah lutut di tinggikan sesuai
kebutuhan. Kedua lengan di topang dengan bantal.
3) Pasien di rapikan.
FOWLER
a. Pengertian
Cara yang dilakukan untuk membuat posisi pasien fowler (duduk).
b. Tujuan
1. Mencegah rasa tidak nyaman pada otot
2. Mempertahankan tonus otot
3. Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi seperti ulkus decubitus,
kerusakan saraf superficial, kerusakan pembuluh darah dan kontraktur
c. Kebijakan
1. Pertahankan agar kasur yang digunakan dapat memberikan suport yang
baik bagi tubuh
2. Yakinkan bahwa alas tidur tetap bersih dan kering, karena alas tidur yang
lembab atau terlipat akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus dekubitus
3. Letakkan alat bantu di tempat yang membutuhkan, sesuai dengan jenis
posisi
4. Jangan letakkan satu bagian tubuh diatas bagian tubuh yang lain, terutama
daerah tonjolan tulang
5. Rencanakan perubahan posisi selama 24 jam dan lakukan secara teratur
(buat jadwal posisi)\
d. Prosedur
1. Persiapan alat
a. Bantal seperlunya
b. Hand roll
c. 1-2 trochanter roll
d. Papan kaki
2. Persiapan pasien
a. Menjelaskan langkah-langkah tindakan
3. Pelaksanaan
a. Mencuci tangan
b. Mempersiapkan alat
c. Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja ( sesuai
dengan tinggi perawat)
d. Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu carilah bantuan
atau gunakan alat bantu pengangkat
e. Naikkan posisi kepala 45-600 (bagi pasien hemiplegia, atur pasien
setegak mungkin). Instruksikan pasien untuk menekuk lutut sebelum
menaikkan bagian kepala tempat tidur. Yakinkan bahwa bokong pasien
berada tepat pada satu lekukan tempat tidur.
f. Letakkan bantal di bawah kepala, leher dan bahu (bagi klien hemiplegi,
atur dagu agak keatas)
g. Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah lekukan pinggang
jika terdapat celah kecil di daerah tersebut
h. Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika pasien tidak
dapat menggerakkan lengan, seperti paralisis atau tidak sadar pada
ekstremitas atas
i. Berikan hand roll jika pasien mempunyai kecenderungan deformitas
pada jari dan telapak tangan
j. Letakkan trochanter roll di sisi luar paha
k. Letakkan bantal kecil di bawah kaki mulai dari bawah lutut sampai ke
tumit
l. Letakkan papan kaki pada telapak kaki pasien
m. Mencuci tangan
n. Evaluasi respon pasien
o. Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil
e. Unit terkait
1. Ruang Rawat Inap
2. Ruang Rawat Intensif
Pengertian :
Pengambilan dan pendistribusian specimen dahak / sputum dalam keadaan steril dan aman
sebagai bahan pemeriksaan laboratorium
Tujuan :
Sebagai acuan dalam menentukan diagnose dan pengobatan yang tepat bagi pasien.
Kebijakan :
1. Adanya perawat yang diberi tanggung jawab untuk kegiatan laboratorium pada jam
kerja laboratorium.
2. Menyediakan spesimen dahak untuk pemeriksaan kultur dahak atau cek BTA.
Prosedur :
Persipan Peralatan :
Penatalaksanaan :
Unit terkait :
Laboratorium, Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat
A. Pengertian :
Pada terapi ini, oksigen yang diberikan konsentrasinya harus lebih tinggi daripada
udara atmosfer atau fraksi oksigen lebih dari 21%. Pemberian oksigen ini dapat dilakukan
dengan memasang nasal atau masker ke saluran pernapasan pasien lalu menghubungkan
dengan tabung oksigen.
B. Tujuan :
C. Indikasi :
a. Pengertian
Kanula nasal (prongs) merupakan alat sederhana untuk pemberian oksigen dengan
memasukkan dua cabang kecil kedalam hidung. Kanula nasal/nasal kanul berguna untuk
memberikan kira-kira 24-44% oksigen dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit (aliran yang
lebih dari 6L/menit tidak menghantarkan oksigen lebih banyak). Kanula nasal mudah
dipasang dan tidak mengganggu kemampuan klien untuk makan atau berbicara. Kanula nasal
juga relatif nyaman karena memungkinkan kebebasan pergerakan dan toleransi dengan baik
oleh klien.
b. Indikasi
Nasal kanul diberikan pada pasien PPOK (Paru-Paru Obstruksi Kronik).
c. Kontraindikasi
d. Prinsip :
a) Kanula nasal untuk mengalirkan oksigen dengan kecepatan aliran 1-6 L/menit, untuk
aliran ringan/rendah biasanya hanya 2-3 liter/ menit yang digunakan.
b) Membutuhkan pernapasan hidung.
c) Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi > 44%.
e. Persiapan Alat :
a) Kanula nasal
b) Selang oksigen
c) Humidifier
d) Water steril
e) Tabung oksigen dengan flowmeter
f) Plester
f. Prosedur :
p. Cuci tangan.
R : Mengurangi penyebaran bakteri dan penularan penyakit.
q. Evaluasi respon pasien.
R : Mengetahui keefektifan tindakan yang diberikan.
r. Catat hasil tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya.
R : Mendokumentasikan segala kegiatan yang dilakukan.
g. Evaluasi
a) Observasi kondisi hidung mulut dan perawatan lubang hidung atau iritasi
nasofaringeal.
b) Kaji respon klien setelah pemberian oksigen (pola pernapasan dan kecepatan)
c) Cek kanul sesuai respon klien, biasanya tiap 1 jam sekali.
d) PO2 arterial berkisar antara 80 – 100 mmHg
e) Kondisi hipoksia dapat teratasi.
f) Frekuensi pernapasan dalam kisaran 14 – 20 kali per menit.
E. Standar Operasional Prosedur Melatih Nafas Dalam
Tujuan :
Petugas : Perawat
a. Tahap PraInteraksi
b. Tahap Orientasi
d. Tahap Terminasi
Tujuan :
Kebijakan :
Petugas : Perawat
Peralatan :
1. Kertas tissue
2. Mangkok
3. Perlak/alas
4. Sputum pot berisi desinfektan
5. Air minum hangat
Prosedur Pelaksanaan :
A. Tahap PraInteraksi
1. Mengecek program terapi
2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat
B. Tahap Orientasi
C. Tahap Kerja
D. Tahap Terminasi
Tujuan :
Kebijakan :
Petugas : Perawat
Peralatan :
6. Kertas tissue
7. Mangkok
8. Perlak/alas
9. Sputum pot berisi desinfektan
10. Air minum hangat
Prosedur Pelaksanaan :
A. Tahap PraInteraksi
C. Tahap Kerja
D. Tahap Terminasi