Anda di halaman 1dari 17

Journal Reading

INTERAKSI OBAT ANTARA ANTIBIOTIK RIFAMISIN DAN KONTRASEPSI


HORMONAL: TINJAUAN SISTEMATIS

Disusun oleh:

Deo Rafael Asnawie, S.Ked 04084821820035

Pembimbing:

Dr. dr. H. Heriyadi Manan, Sp.OG, (K), MARS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN OBSTETRIK DAN


GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD HOESIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan berkatNya
journal reading yang berjudul “Interaksi obat antara antibiotik rifamisin dan kontrasepsi
hormonal: tinjauan sistematis” ini dapat diselesaikan tepat waktu. Journal Reading ini dibuat
untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan klinik junior di Bagian Ilmu Obstetrik dan
Ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr.dr. H. Heriyadi
Manan, Sp.OG (K), MARS atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Journal Reading ini. Oleh
karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan yang lebih
baik di masa yang akan datang.
Interaksi Obat antara Antibiotik Rifamisin dan Kontrasepsi Hormonal:
tinjauan sistematis

Abstrak

Latar Belakang
Antibiotik rifamisin sering dipakai untuk terapi tuberkulosis tetapi dapat mengurangi efektivitas
kontrasepsi hormonal.

Objektif
Untuk menentukan apakah interaksi antara rifamisin dan kontrasepsi hormonal menyebabkan
penurunan efektivitas atau peningkatan toksisitas dari salah satu terapi.

Strategi pencarian
Kami mencari melalui MEDLINE, Embase, Cochrane dan clinicaltrials.gov pada bulan Mei
2017.

Kriteria seleksi
Kami mengambil uji klinis, kohort, dan case control tentang tingkat kehamilan, farmakodinamik
atau farmakokinetik saat kontrasepsi oral dan rifamisin diberikan bersamaan dan saat tidak
diberikan bersamaan. Dari catatan asli yang diidentifikasi, 11 memenuhi kriteria inklusi setelah
tinjauan independen dari dua penulis.

Pengumpulan data dan analisis


Dua penulis meringkas studi dan menilai kualitas studi secara independen menggunakan United
States Preventive Services Task Force grading system. Penemuan dilaporkan secara deskriptif.

Hasil
Studi hanya membahas kontrasepsi oral kombinasi dan tidak ada yang melaporkan tingkat
kehamilan. Kualitas bervariasi dari baik sampai buruk. Rifampin meningkatkan frekuensi ovulasi
pada dua dari empat studi, dan mengurangi paparan estrogen dan/atau progestin pada lima studi.
Rifabutin menyebabkan perubahan farmakokinetik yang lebih kecil dibandingkan dengan
rifampin pada dua studi. Dalam satu studi masing-masing, rifaximin dan rifalazil tidak mengubah
farmakokinetik hormon.
Kesimpulan
Tidak ada studi yang mengevaluasi risiko kehamilan atau kontrasepsi hormonal non-oral.
Farmakokinetik dan hasil ovulasi mendukung interaksi antara kontrasepsi hormonal kombinasi
dan rifampin dan pada tingkat yang lebih rendah, rifabutin. Data terbatas untuk rifamisin yang
lain.

Pendahuluan
Sekitar 10,4 juta orang merupakan penderita TB paru pada tahun 2015, termasuk 3,5 juta
wanita. Terapi rekomendasi untuk kasus baru TB sensitif obat masih merupakan regimen 6 bulan
yang terdiri dari rifampin, isoniazid, pirazinamid dan etambutol. Regimen rifamisin tambahan
sudah digunakan atau dalam percobaan klinis untuk terapi TB, termasuk rifapentin, rifabutin, dan
rifampin dosis tinggi. Untuk mencapai United Nations Sustainable Development Goal (UN
SDG) untuk mengakhiri endemik TB global pada tahun 2030, penggunaan kelas obat ini akan
tetap meluas di kalangan wanita usia reproduktif. Oleh karena itu penting untuk mengerti
bagaimana obat ini dapat mempengaruhi salah satu UN SDG: pelayanan KB universal.
Jutaan wanita di seluruh dunia menggunakan kontrasepsi hormonal untuk mendapatkan
ukuran keluarga yang diinginkan atau mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, termasuk di
area dengan prevalensi TB tinggi. Laporan klinik menunjukkan kegagalan rifampin dengan
kontrasepsi oral kombinasi sejak 1970. Banyak mekanisme dapat menyebabkan peningkatan
kegagalan kontrasepsi oral saat dikombinasikan dengan penggunaan rifampin. Rifampin
menginduksi enzim sitokrom P450 di hati yang dibutuhkan untuk metabolisme kontrasepsi
hormonal kombinasi, yang dapat menyebabkan penurunan jumlah kontrasepsi hormon steroid
sistemik. Ini juga akan menyebabkan peningkatan produksi protein hati sex hormone-binding
globulin, yang berikatan dengan progestin yang bersikulasi dan mengurangi paparan progestin
yang aktif secara biologi. Panduan klinis dari WHO menganjurkan untuk tidak menggunakan
rifampin atau rifabutin bersamaan dengan kontrasepsi oral kombinasi, patch, ring karena risiko
mengurangi efektivitas kontrasepsi berdasarkan teori. Tetapi, data klinis terbatas dan rifamisin
lain berupa rifapentin, rifabutin, rifaximin dan rifalazil mempunyai properti farmakokinetik yang
berbeda pada penggunaan klinis dan perkembangan. Interaksi obat-obat ini dengan kontrasepsi
hormonal sedikit diketahui. Interaksi rifamisin pada formulasi kontrasepsi hormonal non-oral
juga kurang dimengerti. Dengan usaha global sekarang untuk mengeradikasi TB, sangat penting
bagi pelayan kesehatan untuk mengerti bagaimana terapi TB dapat mempengaruhi kontrasepsi
hormonal, dan membantu wanita mencegah kehamilan yang tidak direncanakan dan tidak
diinginkan saat terapi. Penyedia pengobatan TB juga harus mengetahui perubahan efektivitas
terapi TB secara klinis dengan penggunaan kontrasepsi hormonal secara bersamaan.
Tujuan tinjauan sistematis ini adalah mengevaluasi literatur publikasi tentang interaksi
antara antibiotik rifamisin dan kontrasepsi hormonal. Secara spesifik, kami membahas
pertanyaan penelitian: diantara wanita yang mengonsumsi kontrasepsi hormonal atau rifamisin,
apakah wanita yang mengonsumsi kedua obat ini bersamaan mengalami penurunan efektivitas
kontrasepsi atau antibiotik, atau peningkatan toksisitas hormonal atau antibiotik, dibandingkan
dengan pengguna yang mengomsumsi obat tersebut secara terpisah?

Metode
Kami mengembangkan suatu protokol tinjauan sistematis yang terdiri dari paparan yang
sudah ditentukan, hasil, kriteria kelayakan, pencarian istilah, dan kriteria penilaian studi. Kami
melaporkan tinjauan sistematis ini menurut guideline PRISMA (Preferred Reporting Items for
Systematic Reviews and Meta-analyses).

Jenis studi dan kriteria eksklusi


Kami memasukkan uji klinis (acak dan tidak acak), kohort, case control, dan studi
farmakokinetik dan mengeksklusi abstrak, laporan kasus, seri kasus, studi cross-sectional, surat,
editorial, review artikel tanpa data primer, dan hasil yang tidak dipublikasi. Kami membutuhkan
semua studi yang mempunyai kelompok pembanding, sehingga kami mengeksklusi studi
observasional prospektif tanpa kelompok kontrol. Kami memasukkan studi kombinasi berbagai
jenis kontrasepsi hormonal dengan rifamisin, tetapi mengeksklusi studi tentang formulasi
hormon steroid non-kontrasepsi (estrogen IV). Hasil klinis kami termasuk kehamilan, dugaan
ovulasi oleh progesterone di serum dengan atau tanpa ultrasound, perkembangan penyakit TB
atau kematian yang berhubungan dengan TB, dan efek samping (breakthrough bleeding, efek
samping obat atau efek merugikan). Kami memasukkan studi farmakokinetik dari hormon
steroid kontrasepsi atau obat rifamisin yang mempunyai area dibawah kurva (AUC), konsentrasi
serum maksimal (Cmax), konsentrasi serum minimal (Cmin) atau rerata kadar obat dalam 24
jam, dan mengeksklusi studi yang hanya melaporkan ekskresi hormon steroid dalam urin.
Jenis partisipan
Kami memasukkan studi tentang wanita dengan atau tanpa TB.

Strategi pencarian
Kami mencari MEDLINE, Embase, clinicaltrials.gov, dan Cochrane libraries untuk
artikel dalam bahasa apapun dari database awal hingga Mei 2017 menggunakan istilah pencarian
dengan referensi librarian (Supporting Informatian Appendix 1), dan bagian referensi artikel
yang sudah discan dan review artikel yang berhubungan untuk mengindentifikasi studi
tambahan. Studi tentang antibiotik non-rifamisin dilaporkan secara terpisah.

Seleksi studi dan ekstraksi data


Salah satu penulis (K.B.S) melakukan pencarian database dan menyaring judul dan
abstrak untuk eksklusi awal berdasarkan jenis studi, paparan dan hasil. Dua penulis meninjau
teks lengkap dari semua artikel yang tidak dieksklusi saat penyaringan abstrak secara independen
untuk memutuskan artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Perbedaan pendapat diselesaikan
dengan berdiskusi dengan penulis ketiga. Artikel diterjemahkan ke bahasa inggris jika
diperlukan.
Satu penulis mengesktrasi informasi studi yang berhubungan ke dalam tabel bukti secara
independen dan penulis kedua meninjau tabel secara independen untuk akurasi sebelum menilai
studi (Supporting Information Appendex S2). Informasi yang dilaporkan untuk setiap artikel
dalam tabel abstrak standard adalah design studi, tujuan, populasi, paparan obat (obat kontrasepsi
dan rifamisin termasuk lama penggunaan, dosis, waktu dan ukuran kepatuhan), hasil termasuk
parameter famakokinetik dan kriteria untuk mendeteksi ovulasi, penemuan primer untuk setiap
hasil, kami mencatat AUC, Cmax, Cmin, dan/atau rerata kadar obat kontrasepsi dalam 24 jam
dan/atau rifamisin sendiri atau dalam kombinasi, termasuk hasil perbandingan secara statistik.
Untuk hasil klinis, kami mencatat kehamilan yang dilaporkan, frekuensi ovulasi berdasarkan
jumlah progesterone di serum dengan/tanpa ultrasound, efek kesehatan yang merugikan
termasuk frekuensi perdarahan ireguler dan hasil penyakit TB. Kami tidak menghubungi penulis
untuk mendapatkan informasi tambahan yang tidak dipublikasi.

Penilaian risiko bias pada studi individual


Kami menggunakan skala grading (baik, cukup, buruk) United States Preventive Services
Task Force (USPSTF) untuk mengevaluasi kualitas setiap studi dilihat dari hasil primer. Untuk
studi kohort dan case control, kami menilai dengan kriteria: definisi dan penilaian paparan,
definisi dan identifikasi hasil, seleksi kontrol, blinding, confounders, ukuran sampel, tingkat
respon/follow up, dan validitas internal. Karena tidak ada skala grading standard untuk menilai
kualitas studi farmakokinetik, kami menggunakan sistem rating yang sebelumnya digunakan
untuk mengevaluasi studi dengan hasil farmakokinetik, yang terdiri dari penilaian design studi,
ukuran sampel, paparan, hasil, waktu, variabilitas antar subjek, populasi, kondisi stabil obat, dan
validasi pengujian. Kami menilai studi berdasarkan hasil primer, tetapi juga melaporkan hasil
sekunder. Suatu studi dinilai baik jika seluruh komponen penilaian mendapat nilai baik, dan
dinilai buruk jika satu atau lebih kriteria dinilai buruk (dianggap kesalahan fatal yang membuat
hasil tidak valid). Studi lain dinilai cukup. Kualitas setiap studi dinilai oleh kedua penulis secara
independen dan perbedaan diselesaikan dengan diskusi dengan penulis ketiga.

Sintesis data
Kami menggunakan tabel bukti untuk sistesis data dan kualitas evaluasi. Penemuan
dilaporkan secara deskriptif untuk setiap obat. Kami tidak dapat melakukan meta-analisis karena
hasil dan paparan yang bervariasi, dan data yang terbatas untuk beberapa obat.

Hasil
Kami mengidentifikasi 7361 artikel unik dalam pencarian kami (Gambar 1). Setelah
meninjau judul dan abstrak, kami meninjau 220 artikel teks lengkap. Sebelas artikel memenuhi
kriteria inklusi untuk peninjauan ini. Semua artikel tentang kontrasepsi oral kombinasi (COC)
dan tidak ada yang mengevaluasi formulasi non-oral dari kontrasepsi hormonal. Kami tidak
mengidentifikasi studi yang menggunakan tingkat kehamilan sebagai hasil. Sembilan studi
mengevaluasi efek rifamisin pada farmakokinetik kontrasepsi hormonal atau ovulasi, satu artikel
mengevaluasi efek kontrasepsi hormonal pada farmakokinetik rifamisin, dan satu artikel
mengevaluasi efek kontrasepsi hormonal pada hasil terapi TB.
Catatan diidentifikasi melalui Catatan tambahan diidentifikasi
pencarian database: 8324 melalui sumber lain: 94

Catatan setelah duplikasi


disingkirkan: 7361

Catatan ditinjau: 7361 Catatan dieksklusi: 7141

Artikel teks lengkap yang dinilai Catatan dieksklusi: 209


untuk kelayakan: 220 Design studi dieksklusi: 62
Tidak ada paparan kontrasepsi
hormonal: 12
Studi yang dimasukkan dalam
Tidak ada paparan antibiotik: 77
sintesis kualitatif: 11
Tidak ada hasil relevan: 58

Gambar 1. Diagram alur PRISMA

Rifampin dan Rifambutin

Pengukuran pengganti untuk efektivitas kontrasepsi


Empat studi melaporkan dugaan ovulasi dengan penggunaan rifampin dan/atau
rifambutin dan COC bersamaan, dengan penemuan bervariasi (Tabel 1 dan 2). Meyer et al
melakukan studi crossover open label single sequence pada 22 wanita sehat yang sedang ovulasi
yang mengonsumsi COC mengandung levonorgestrel dengan/tanpa rifampin 300 mg setiap hari.
Berdasarkan ultrasound yang menunjukkan pertumbuhan folikel dan progesteron serum pada
hari ke-21 siklus, tidak ada wanita mengalami ovulasi dengan hanya mengonsumsi COC, tetapi
50% mengalami ovulasi dengan mengonsumsi rifampin dan COC. Joshi et al mengukur
progesteron serum dua kali antara siklus hari ke-19 dan 23 pada wanita dengan TB yang
mengonsumsi rifampin 8-10 mg/kg setiap hari dan COC mengandung norethindrone, dan pada
kelompok kontrol yang mengonsumsi COC. Mereka menemukan peningkatan ovulasi yang
konsisten pada 2 dari 7 wanita dengan TB yang menerima COC dan rifampin, dibandingkan
dengan 0 dari 10 wanita pada kelompok kontrol. Sebaliknya, LeBel et al melaporkan tidak ada
perubahan pada kadar progesteron serum pada 28 wanita sehat pada hari ke-17-19 siklus antara
kontrol (hanya mengonsumsi COC mengandung norethindrone) dan siklus dengan rifampin 300
mg/hari yang diberikan pada hari 1-10 siklus, dan Barditch et al melaporkan tidak ada
peningkatan pada kadar progesteron serum hari 21 pada 12 wanita sehat yang mengonsumsi
COC mengandung norethindrone dengan rifampin 600 mg/hari atau rifambutin 300 mg/hari pada
hari 8-21 siklus.

Hasil farmakokinetik
Tiga studi membahas farmakokinetik hormon COC dengan rifampin, dan menunjukkan
penurunan paparan estrogen dan/atau progestin. Suatu studi crossover single sequence pada 8
wanita dengan terapi rifampin kronis untuk TB melaporkan farmakokinetik ethinyl estradiol
(EE) dan northindrone (NET) setelah pil COC single selama dan setelah terapi rifampin. Area
dibawah kurva (AUC) EE dan NET lebih rendah sekitar 42%, dan waktu paruh lebih rendah 50%
setelah diberikan rifampin 8-10 mg/kg setiap hari selama 23 hari. Kadar NET dalam 24 jam dan
AUC menurun 65% dan 30% masing-masing, setelah memulai rifampin (kedua p < 0,05), tetapi
AUC EE dan kadar dalam 24 jam tidak berubah secara signifikan.
Baru-baru ini, Blode et al melaporkan farmakokinetik estradiol oral dan dienogest pada
studi crossover single sequence pada wanita post-menopause yang mengonsumsi COC berbasis
estradiol valerate dengan/tanpa rifampin (600 mg selama 5 hari, n = 6). Kadar estradiol dan
dienogest menurun secara signifikan; geometric mean ratio (GMR) Cmax dan AUC estradiol
masing-masing adalah 75% (66,9-84,4%) dan 56% (53-59%), dan GMR Cmax dan AUC
dienogest masing-masing adalah 48% (44,8-51,6%) dan 17% (15,6-18,7%).
Dua studi tambahan meneliti rifampin dan rifambutin. Studi crossover single sequence
empat periode pada 12 wanita sehat yang mengonsumsi COC melaporkan farmakokinetik EE
dan NET sebelum dan pada hari terakhir pemberian rifampin (600 mg/hari) selama 14 hari.
Dengan rifampin, AUC EE menurun dengan rerata 66% dan Cmax 43% (kedua p < 0,01), AUC
NET menurun dengan rerata 51% (p < 0,001) dan Cmax tidak berubah. Saat diberikan dengan
rifabutin, AUC EE menurun dengan rerata 35% (p < 0,001) dan Cmax tidak berubah, AUC NET
menurun dengan rerata 13% (p < 0,01) dan tidak ada perubahan pada Cmax. Rifampin
menyebabkan perubahan yang lebih besar pada parameter EE dan NET dibandingkan dengan
rifabutin (p < 0,05 untuk semua).
Suatu studi crossover open-label single sequence melaporkan farmakokinetik COC pada
28 pengguna COC sehat sebelum dan selama terapi bersama dengan rifabutin/rifampin
(keduanya 300 mg/hari selama 10 hari). Terapi bersama rifampin menurunkan AUC EE dan
Cmax sebesar masing-masing 64% dan 42%, dan AUC NET sebesar 60%, dan rifabutin
menurunkan AUC EE, Cmax EE dan AUC NET sebesar masing-masing 35, 20, 46% (seluruh
perbedaan < 0,001). Perbedaan pada parameter EE dan tidak pada NET lebih besar secara
signifikan untuk rifampin dibandingkan dengan rifabutin (p < 0,05).
Akhirnya, satu studi melaporkan farmakokinetik rifampin pada enam wanita sehat setelah
dosis tunggal rifampin selama siklus dengan/tanpa konsumsi COC bersamaan. AUC dan Cmax
rifampin tidak berubah antara dua siklus (p > 0,05).

Keamanan: perkembangan penyakit TB dan efek samping


Satu studi kohort prospektif mengevaluasi hasil TB dan toleransi COC pada 51 wanita
yang mengonsumsi regimen anti-TB rifampin/ non-rifampin. Dibandingkan dengan kontrol,
tidak terdapat perbedaan pada perjalanan klinis TB saat berbagai jenis COC ditambahkan pada
terapi berbasis rifampin. Meskipun kelompok non-rifampin tidak melaporkan adanya
ketidakteraturan menstruasi dengan COC, 16 dari 38 wanita yang mengonsumsi rifampin dan
COC melaporkan flek atau perdarahan yang tidak teratur.

Rifaximin
Satu studi membahas farmakokinetik COC dengan rifaximin, obat yang disetujui FDA
US untuk terapi travelers’ diarrhea (Tabel 2). Studi crossover single sequence pada 28 wanita
sehat melaporkan farmakokinetik COC setelah pil COC tunggal, dan setelah pil COC kedua
setelah konsumsi rifaximin selama 3 hari (200 mg/8 jam). Studi ini melaporkan tidak ada
perubahan pada GMR AUC atau Cmax EE atau norgestimate (NGM) sebelum dan setelah terapi
bersama.

Rifalazil
Satu studi membahas farmakokinetik COC dengan obat eksperimental, rifalazil (Tabel 2).
Studi crossover single sequence ini memberikan COC pada 14 wanita post-menopause selama 14
hari, dan mengukur farmakokinetik EE sebelum dan setelah dosis tunggal rifalazil (5 mg) pada
hari 8. AUC dan Cmax EE tetap dalam kisaran bioekuivalensi GMR yang sudah ditentukan
sebelumnya setelah pemberian rifalazil.
Tabel 1. Ringkasan penemuan rifampin

Tabel 2. Ringkasan penemuan rifamisin lain


Diskusi
Penemuan Utama
Wanita dengan kondisi medis yang dapat meningkatkan risiko kesehatan pada kehamilan,
seperti TB, dapat dimotivasi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Hasil interaksi
obat yang paling relevan adalah kehamilan (menunjukkan penurunan efektivitas kontrasepsi)
atau perkembangan penyakit TB (menunjukkan penurunan efektivitas terapi anti-TB). Meskipun
tinjauan kami tentang antimikrobial rifamisin dan kontrasepsi hormonal menunjukkan beberapa
bukti interaksi obat saat COC diberikan bersamaan dengan rifampin, tidak ada studi yang
mengevaluasi tingkat kehamilan secara langsung. Peninjauan kami juga mencatat interaksi obat
yang bervariasi pada rifamisin lain. Kami tidak menemukan studi yang mengevaluasi rifamisin
dengan cara kontrasepsi hormonal lainnya secara langsung dan data tentang efektivitas COC
pada farmakokinetik terapi anti-TB dan perkembangan penyakit terbatas.
Marker pengganti untuk efektivitas kontrasepsi pada peninjauan ini menunjukkan efek
yang bercampur. Pada dua studi dengan kualitas cukup, subjek hingga 50% yang mengonsumsi
rifampin dengan COC mempunyai dugaan ovulasi dengaan melihat progesteron serum
(kombinasi dengan ultrasound pada satu studi), sedangkan tidak ada wanita yang mengalami
ovulasi dengan hanya menggunakan COC. Dua studi tambahan dengan kualitas baik tidak
menemukan bukti ovulasi dengan progesteron serum dengan kombinasi COC/rifampin.
Breakthrough bleeding dengan COC (tidak menunjukkan ovulasi tetapi dapat mempengaruhi
toleransi/compliance pil) lebih sering pada pemberian rifampin daripada tanpa rifampin pada 2
dari 3 studi yang membahas hasil ini (kualitas cukup sampai buruk).
Perbedaan paparan obat lebih konsisten. Paparan progestin yang diukur dengan AUC
menurun 30-83% pada 5 studi kualitas baik sampai cukup saat COC diberikan bersamaan dengan
rifampin dibandingkan dengan COC sendiri. Penurunan waktu paruh dan Cmax progestin yang
signifikan dan peningkatan clearance obat juga diobservasi dalam beberapa studi. Paparan EE
dengan AUC menurun 42-66% pada 4 studi saat COC diberikan dengan rifampin dibandingkan
dengan COC sendiri, dengan perubahan serupa yang dicatat pada parameter farmakokinetik lain.
Batas efikasi minimum tidak ditentukan untuk EE atau progestin, sehingga tidak mungkin
memprediksi tingkat kontrasepsi berdasarkan perubahan farmakokinetik saja. Namun, kadar
progestin kritis untuk kontrasepsi, sehingga penurunan signifikan dan perubahan yang
diobservasi pada supresi ovulasi perlu diperhatikan untuk kemungkinan penurunan efektivitas
kontrasepsi saat metode yang bergantung pada kepatuhan seperti COC dikombinasikan dengann
rifampin.
Studi tentang rifamisin lain menunjukkan efek yang kurang konsisten pada ovulasi dan
farmakokinetik kontrasepsi. Rifabutin dibuat dan dimetabolisasi oleh CYP3A4, walaupun tingkat
induksi enzim kurang dari rifampin. Tidak ada ovulasi yang dideteksi dengan progesteron serum
saat COC dikombinasi dengan rifabutin, dan perubahan farmakokinetik lebih kecil dengan
rifabutin dibandingkan dengan rifampin pada dua studi kualitas baik. Namun, interaksi
farmakokinetik masih ada dan penurunan efek kontrasepsi tetap mungkin dengan rifambutin.
Tidak ada studi yang membahas marker pengganti efektivitas kontrasepsi untuk rifaximin
atau rifalazil. Pada satu studi kualitas cukup, rifaximin tidak mengubah progestin sistemik atau
paparan EE, seperti yang diduga, karena obat ini tidak diabsorbsi secara oral dan tidak
bersikulasi secara sistemik. Satu studi berkualitas buruk menunjukkan tidak ada perubahan pada
parameter EE saat COC diberikan dengan rifalazil. Rifalazil dikembangkan secara parsial karena
bukan merupakan inducer enzim CYP P450 sehingga diduga mempunyai interaksi obat yang
lebih sedikit daripada rifampin. Tetapi, rifalazil tidak pernah digunakan secara klinis karena efek
sampingnya. Kami tidak menemukan studi yang membahas tentang sisa obat rifamisin yang
disetujui FDA, rifapentine, dengan kontrasepsi hormonal. Obat ini mempunyai kadar intermediet
dari induksi CYP 3A4 dibandingkan dengan rifampin dan rifabutin, sehingga yang diharapkan
adalah interaksi serupa.
Kombinasi kontrasepsi hormonal juga mampu mempengaruhi metabolisme obat yang
diberikan secara bersamaan, karena EE dikenal sebagai inhibitor beberapa enzim CYP P450.
Satu studi berkualitas buruk tidak meobservasi perubahan signifikan pada farmakokinetik
rifampin saat diberikan dengan COC, dan studi berkualitas buruk lainnya tidak menemukan
perubahan pada respon terapi TB pada pengguna COC dan yang tidak menggunakan COC.

Kelebihan dan keterbatasan


Peninjauan sistematis ini mempunyai beberapa kelebihan, termasuk kriteria inklusi strict
yang mengharuskan semua studi mempunyai kelompok pembanding. COC mempunyai tingkat
kegagalan 1 tahun pengunaan tipikal sebesar 5-9%, sehingga tidak pantas menyimpulkan bahwa
kegagalan COC pada wanita yang menggunakan rifamisin selalu karena interaksi obat, seperti
yang sudah diusulkan dalam seri kasus lama dan studi observasional tidak terkontrol. Demikian
juga, karena kami memasukkan beberapa hasil yang bersangkutan, kami dapat mengevaluasi
konsistensi penemuan antara farmakokinetik dan hasil klinis.
Namun, keterbatasan peninjauan ini adalah kuantitas dan kualitas artikel yang
dipublikasi. Yang terpenting adalah tidak ada studi yang mengukur tingkat kehamilan dengan
penggunaan COC dan rifamisin bersamaan, sehingga kesimpulan kami hanya berdasarkan hasil
pengganti untuk tingkat kehamilan. Pembuat kebijakan dan klinisi perlu mempertimbangkan
keterbatasan penting ini. Studi yang membahas ovulasi terbatas dengan ukuran sampel kecil, dan
dalam beberapa kasus waktu pengukuran progesterone serum yang tidak tepat, yang
menyebabkan deteksi ovulasi yang kurang tepat. Progesteron serum adalah marker pengganti
untuk ovulasi, dan tidak ada studi yang menggunakan ultrasound setiap hari untuk
mengkonfirmasi ovulasi. Studi farmakokinetik mempunyai kelemahan seperti tidak acak, tidak
membahas kepatuhan minum obat, ukuran sampel kecil, penggunaan perbandingan statistik yang
tidak mempertimbangkan bioekuivalensi terapi, dan kurangnya perhatian terhadap perancu
potensial seperti indeks massa tubuh. Tidak ada studi yang membahas kombinasi rifamisin dan
formulasi kontrasepsi non-oral seperti patch transdermal, cincin vagina, progestin suntik atau
implan. Akhirnya, data tentang rifamisin yang lebih baru terbatas pada studi farmakokinetik
tunggal, membatasi kemampuan untuk melihat efek secara klinis.

Interpretasi
WHO dan US Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use mempertimbangkan
penggunaan rifampin dan rifambutin dengan kontrasepsi oral, patch, dan cincin sebagai kategori
3, yang artinya risiko secara teori dan sudah dibuktikan lebih penting daripada keuntungannya
secara umum, karena kemungkinan menurunkan efektivitas kontrasepsi. Namun, risiko relative
kehamilan pada pegguna kontrasepsi hormonal yang mengonsumsi rifamisin dibandingkan yang
tidak menggunakan rifamisin belum diketahui. Wanita harus diinformasikan tentang risiko
interaksi obat secara teori tetapi tidak harus menolak metode apapun karena celah pengetahuan
penting ini. Dengan tidak adanya data, rekomendasi untuk kontrasepsi suntik dan implan dengan
rifamisin adalah kategori 1 dan 2 masing-masing, artinya aman digunakan, dengan peringatan
bahwa efek kontrasepsi dapat menurun dengan implan. Efektivitas progestin suntik nampaknya
tidak terpengaruh oleh medikasi induksi enzim, karena paparan progestin secara sistemik lebih
tinggi. Mengingat sejumlah besar wanita pada terapi rifamisin di seluruh dunia, banyak dari
mereka dalam masa reproduktif, penelitian lebih lanjut tentang interaksi antara rifamisin dan
kontrasepsi suntik/implan sangat diperlukan. Kontrasepsi intrauterine tidak bergantung pada
kadar obat sistemik dan merupakan kategori 1 (aman) untuk wanita dengan TB non-pelvis.

Kesimpulan
Studi publikasi tentang farmakokinetik dan hasil ovulasi mendukung interaksi obat antara
COC dan rifampin/rifambutin secara klinis, tetapi belum ada studi publikasi yang membahas
tingkat kehamilan. Tidak ada data publikasi untuk metode kontrasepsi lain dan rifapentine, dan
studi tentang rifaximin dan rifalazil dan COC terbatas secara kualitas tetapi kurang
memprihatinkan untuk interaksi obat. Data yang sangat terbatas tidak menunjukkan efek COC
terhadap farmakokinetik rifampin atau dampak penyakit TB. Wanita menggunakan COC dengan
rifampin diinformasikan tentang kemungkinan interaksi obat yang mempengaruhi efektivitas
kontrasepsi tetapi tidak menolak metode ini.

PICO VIA
1. Population
Studi ini merupakan tinjauan sistematis dimana penulis mengumpulkan dan
meninjau studi lain yang membahas interaksi obat rifamisin dengan kontrasepsi
hormonal. 8324 studi didapatkan dari MEDLINE, Embase, clinicaltrials.gov, dan
Cochrane libraries dari database awal hingga Mei 2017. Setelah duplikasi disingkirkan,
penulis mengidentifikasi 7361 artikel unik. Setelah meninjau judul dan abstrak, 220
artikel teks lengkap ditinjau. Sebelas artikel memenuhi kriteria inklusi untuk peninjauan
ini.

2. Intervention
Karena studi ini merupakan tinjauan sistematis, tidak ada intervensi yang dilakukan
dalam studi ini.

3. Comparison
Tujuan tinjauan sistematis ini adalah mengevaluasi literatur publikasi tentang
interaksi antara antibiotik rifamisin dan kontrasepsi hormonal sehingga tidak ada yang
dibandingkan.
4. Outcome
Marker pengganti untuk efektivitas kontrasepsi pada peninjauan ini menunjukkan
efek yang bercampur. Pada dua studi, subjek hingga 50% yang mengonsumsi rifampin
dengan COC mempunyai dugaan ovulasi dengaan melihat progesteron serum sedangkan
tidak ada wanita yang mengalami ovulasi dengan hanya menggunakan COC. Dua studi
tambahan tidak menemukan bukti ovulasi dengan progesteron serum dengan kombinasi
COC/rifampin. Breakthrough bleeding dengan COC lebih sering pada pemberian
rifampin daripada tanpa rifampin pada 2 dari 3 studi yang membahas hasil ini.
Perbedaan paparan obat lebih konsisten. Paparan progestin yang diukur dengan
AUC menurun 30-83% pada 5 studi saat COC diberikan bersamaan dengan rifampin
dibandingkan dengan COC sendiri. Penurunan waktu paruh dan Cmax progestin yang
signifikan dan peningkatan clearance obat juga diobservasi dalam beberapa studi.
Paparan EE dengan AUC menurun 42-66% pada 4 studi saat COC diberikan dengan
rifampin dibandingkan dengan COC sendiri, dengan perubahan serupa yang dicatat pada
parameter farmakokinetik lain.

5. Validity
a. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, tujuan tinjauan sistematis ini adalah mengevaluasi literatur publikasi tentang
interaksi antara antibiotik rifamisin dan kontrasepsi hormonal. Fokus studi ini adalah
melihat interaksi rifamisin dan kontrasepsi hormonal dilihat dari dugaan ovulasi,
parameter farmakokinetik dan perkembangan penyakit TB dan efek samping obat.

b. Apakah penelitian ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk meminimalisir
kebetulan?
Jumlah studi yang dimasukkan dalam tinjauan sistematis ini tidak cukup karena
hanya berjumlah 11 dan sampel dari ke11 studi ini tidak dijelaskan dalam tinjauan
sistematis ini.

c. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?


Ya, data yang dikumpulkan berupa studi yang membahas tentang dugaan ovulasi
dengan penggunaan rifampin dan/atau rifambutin dan COC bersamaan,
farmakokinetik hormon COC dengan rifampin, TB dan toleransi COC yang dapat
menggambarkan interaksi rifamisin dan kontrasepsi hormonal.

d. Apakah subjek penelitian diambil dengan cara yang tepat?


Ya, studi yang dimasukkan dalam tinjauan sistematis ini diambil dengan mengikuti
kriteria inklusi yang strict dimana studi harus mempunyai kelompok pembanding.
Studi juga diambil di berbagai database dan ditinjau satu per satu.

e. Apakah analisa data dilakukan cukup baik?


Analisa data dilakukan secara deskriptif dan mengikuti guideline PRISMA. Protokol
tinjauan sistematis terdiri dari paparan yang sudah ditentukan, outcome, kriteria
kelayakan, pencarian istilah, dan kriteria penilaian studi.

6. Importance
Studi ini penting untuk dilakukan karena sekitar 10,4 juta orang merupakan
penderita TB paru pada tahun 2015, termasuk 3,5 juta wanita. Untuk mencapai UN SDG
untuk mengakhiri endemik TB global pada tahun 2030, penggunaan kelas obat ini akan
tetap meluas di kalangan wanita usia reproduktif. Oleh karena itu penting untuk mengerti
bagaimana obat ini dapat mempengaruhi salah satu UN SDG: pelayanan KB universal.
Selain itu, penting untuk wanita usia reproduktif yang mempunyai TB untuk memilih
metode kontrasepsi yang sesuai untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan.

7. Applicable
Hasil studi ini kurang dapat diaplikasikan karena penemuan yang bervariasi dan
keterbatasan studi yang dimasukkan dalam tinjauan sistematis ini. Terlebih lagi, tidak ada
studi yang mengukur tingkat kehamilan dengan penggunaan COC dan rifamisin
bersamaan, sehingga kesimpulan kami hanya berdasarkan hasil pengganti untuk tingkat
kehamilan (dugaan ovulasi dengan ultrasound atau kadar progesteron serum).

Anda mungkin juga menyukai