Disusun Oleh:
Umar Syarif Al Jufri
30101307093
Pembimbing:
dr. Rr. Emmy Kusumawati, Sp.S
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis
karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk
nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan
dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen
magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada
batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah
mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris
berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi
lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini
bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya.
Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
2
tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan
otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan
menuju ke jantung.1
3
B. Fisiologi
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam
(pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun,
PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan
darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan
kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau
kematian.1
4
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga
dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses
yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik
yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.2
1. Emboli
5
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi
aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis
adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral,
dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2
C. Faktor Resiko
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi mengalami
stroke non hemoragik.2
D. Klasifikasi
6
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah
di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana
sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini,
kesadaran tidak terganggu
E. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah
aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri
kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi
di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan
aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan
hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut
sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami
kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan
permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis
laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul
7
dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup.
Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu
dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron
di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan
glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan
menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat
akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels).
Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel
yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi
neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga
akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau
NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel
akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
8
Faktor risiko:
• Kadar kolesterol dan
trigliserida tinggi
• Zat beracun dalam rokok
• Kadar gula darah tinggi
• Hipertensi
Merusak
endothelium
Di arteri serebri
Emboli
(atherosclerotic Menyumbat Aliran darah Defisit
plaque yang arteri menurun neurologis
terlepas) di/menuju
otak
F. Diagnosis
1.Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan
non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan
9
tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala
umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau
qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria,
ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-
gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan.
Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu
dalam mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan
hingga pasien bangun (wake up stroke).
Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan
hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke,
dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi,
dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko
stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan
status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik
dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan
tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus
dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s
10
palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.2,5
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang
tersumbat:6
11
chorea pada tangan,
hipestesia atau anestesia
terutama pada tangan
Pembuluh Darah Kecil
Lacunar infark Gangguan motorik murni,
gangguan sensorik murni,
hemiparesis ataksik, sindrom
clumsy hand
2.Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan
kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan
antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke
dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke.3
3.Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini
juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).3
12
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami.
Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang
menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu
terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan
hilangnya perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya
hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi
(CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral
yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu,
CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak
panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.3
13
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG
transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih
lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik.
Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain
itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG
dan foto thoraks.3
G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
14
1. Terapi Trombolitik
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan
stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80
mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang
merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi
cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half
15
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic
acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.8
Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-
platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun
indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping
tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila
obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron
yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki
fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan
psikoterapi.1
Terapi preventif
16
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
17
BAB II
KESIMPULAN
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak terjadi
iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi ke otak,
mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran
darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press; 2005. h.81-82.
2. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds. Mardjono M, Sidharta P.
Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th Edition.
McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke Recovery. A Research-Based
Approach for Nurses. St.Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi
sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.
19