Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) infeksi yang
disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
menyebabkan suatu penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh.
Diseluruh dunia pada tahun 2013 terdapat 35 juta orang dengan HIV yang
meliputi 16 juta perempuan dan 3.2 juta anak berusia <15 tahun.
Di Indonesia HIV sudah menyebar di 38 kabupaten/ kota diseluruh
provinsi Indonesia. Virus HIV masuk kedalam tubuh melalui perantara
darah, semen, sekret vagina. WHO dan UNAIDS sudah memastikan
Indonesia sebagai Negara yang menunjukkkan kecenderungan baru yang
berbahaya sejak Desember 2002. Hal ini sering ditemukan peningkatan
kasus HIV/ AIDS yang tidak hanya ditularkan melalui hubungan seksual
tetapi juga oleh jarum suntik yang semakin marak digunakan dikalangan
pecandu narkotika, selain itu faktor pariwisata juga mempengaruhi
peningkatan angka HIV/ AIDS di Indonesia.
Maka dengan itu, pada bab ini akan dibahas tentang kosep HIV/
AIDS, cara penularannya serta hal- hal yang ditemukan pada klien yang
HIV/ AIDS.

1
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari HIV/ AIDS ?
2. Bagaimana cara penularan HIV/ AIDS ?
3. Apa hal yang ditemukan pada pengkajian bio, psiko, spiritual, dan kultural
pada pasien HIV/ AIDS ?

4. 3 Tujuan Masalah
1. 3. 1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/ I mengetahui konsep, cara penularan pengkajian,
pemeriksaan fisik, diagnostik pada pasien HIV/ AIDS.
1. 3. 2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui konsep HIV/ AIDS.
2. Untuk mngetahui pengkajian biologi, psikologi, spiritual, dan kultural
pada pasien HIV/ AIDS.
3. Untuk mengetahui pemeriksaan dan diagnostik pada pasien HIV/ AIDS.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2. 1 Konsep HIV/AIDS
2. 1. 1 Definisi HIV/AIDS
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan suatu
penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh. HIV-1, adalah virus
HIV yang pertama didefinisikan oleh Luc Montainer di Institut Pasteur,
Paris, Tahun 1983. Karakteristik virus sepenuhnya diketahui oleh
Robert Gallo di Washington dan Jay Levy di San Francisco, tahun 1984.
HIV-2, berhasil diisolasi dari pasien di Afrika Barat pada tahun 1986.
HIV adalah virus sitopatik diklasifikasikan dalam famili
Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. Berdasar
strukturnya HIV dengan berat molekul 9,7 kb (kilobases).

2. 1. 3 Siklus Hidup HIV


Di dalam siklus hidup HIV, rangkaian asam nukleat berperan
pada fumgsi intrinsik. Asam nukleat merupakan zat kimia yang
bertanggung jawab atas penyimpanan dan penyampaian semua
informasi genetik yang diperlukan guna perencanaan pembentukan
fungsi sel. Asam nukleat terbentuk dari nitrogen yang mengandung basa
(purin dan pirimidin), gula (deoksiribosa), dan asam fosfat. Asam
nukleat yang mengandung deoksiribosa disebut asam deoksiribonukleat
atau DNA. Yang mengandung ribosa disebut asam ribonuleat atau
RNA. DNA berperan membawa informasi genetik untuk sintesis
protein. RNA, termasuk mRNA (messenger RNA), tRNA (transfer
RNA) dan rRNA (ribosomal RNA) bertugas melaksanakan instruksi
yang dibawa DNA.
Genom HIV terdiri atas RNA (2 untai yang identik dengan
masing-masing 9,2 kb). Secara morfologik HIV berbentuk bulat dan
terdiri atas bagian inti core dan selubung envelope. Inti dari virus terdiri
atas suatu protein sedang selubungnya terdiri atas suatu glikoprotein.
Protein dari inti terdiri atas genom RNA dan suatu enzim yang dapat

3
mengubah RNA menjadi DNA pada waktu replikasi virus, yang disebut
enzim reverse transcriptase.
Dalam perjalanan infeksi HIV ke sel target atau tubuh manusia
diawali dari interaksi gp120 pada selubung HIV berikatan dengan
reseptor spesifik CD4 yang terdapat pada permukaan membran sel
target (kebanyakan limfosit T-CD4). Sel target utama adalah sel yang
mampu mengekspresikan reseptor CD4 (atrosit, mikrogilia, monosit-
makrofag, limfosit, Langerhan’s, dendritik). Meskipun demikian akhir-
akhir ini diketahui bahwa HIV dapat menginternalisasi sel meskipun
tanpa kemampuan mengekspresi CD4. Interkasi gp120 HIV dengan
CD4 mengakibatkan terjadi ikatan antara HIV dan sel target. Melalui
gp41 terjadi fusi membran HIV dengan membran sel target. Fusi antar
kedua membran memungkinkan semua partikel HIV masuk ke dalam
sitoplasma sel target. Kekuatan ikatan antara HIV dan sel target sangat
ditentukan afinitas ko-reseptor yang satu sama lain tidak sama.
Perbedaan tersebut ditentukan oleh tropisme strain HIV. Kemampuan
mengikat dan tropisme HIV tergantung pada struktur gp120, terutama
patern rangkaian pada regio V3 dan V4. Pada regio lain gp120
berinteraksi dengan CD4 sesuai afinitas ko-reseptor.
2. 1. 3 Kompleks Pre-Integrasi
Setelah gp120 HIV terikat pada reseptor CD4 dan ko-reseptor
CCR5 dan CXCR4, diiringi terjadinya perubahan konformasi gp41
sehingga memungkinkan terjadi insersi pada regio N-terminal
Hydrophobic fusion-peptide ke dalam membran sel target. Akibat
insersi ini menghasilkan fusi kedua membran. Berbagai komponen atau
partikel-partikel HIV memasuki sitoplasma sel target, proses ini
sepenuhnya tergantung pada interaksi antara region N- dan C- terminal
pada ectodomain gp 41. Interaksi intraprotein inilah yang menjadi dasar
target intervensi farmakologik peptida-peptida seperti T-20
(enfuvirtide), yang pada hakikatnya terjadi intervensi terhadap C-
terminal gp41.
2. 1. 4 Integrasi dan Transkripsi

4
Genom HIV untaian ganda secara acak berintegrasi ke dalam
genom sel host. Atas peran dari integrase terjadi perubahan DNA
sehingga DNA menjadi lebih stabil. DNA dibentuk oleh dua untaian
molekul fosfat dan deoksiribosa secara bergantian dengan satu basa
pirimidin (timin atau sitosin). Dalam satu nukleotida terdapat satu
deksiribosa, satu kelompok fosfat, satu basa, dan satu untai DNA
merupakan polinukleotida. Basa tersusun seperti anak tangga,
deoksiribosa dan kelompok fosfat tersusun seperti tiang tangga. Kedua
untaian tersebut terkait pada satu aksis yang sama membentuk heliks
ganda. DNA membawa informasi genetik dalam bentuk kode. Kode
tersebut disusun dengan memakai basa purin dan dua basa pirimidin.
Pasangan basa sangat penting selama proses biosintesis protein,
baik untuk RNA maupun DNA yang berada di dalam sel berkedudukan
di dalam nukleus. Sintesis protein dari asam amino terjadi di dalam
sitoplasma. RNA memainkan peran sebagai perantara dalam
penyampaian sandi genetik dari nukleus ke sitoplasma oleh mRNA,
kemudian membantu pembentukan rantai peptida.
2. 1. 5 Replikasi HIV
Replikasi berlangsung didalam sel host. Setelah masuk dan
berada didalam sel target, HIV melepaskan single strand RNA (ssRNA).
Sementara enzim reverse transcriptase yang telah disiapkan berperan
dalam proses sintesis DNA. Enzim reverse transcriptase memanfaatkan
RNA sebagai template untuk mensistesis DNA. Selanjutnya RNA
dipindahkan oleh ribononuklease, sedangkan enzim reverse
transcriptase mensintesis DNA lagi sehingga menjadi double strand
DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam nukleus
dan menyatu dengan kromosom sel host dengan perantara enzim
integrase. Penggabungan ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif
sehingga sementara proses transkripsi dan translasi berhenti.
2. 1. 6 Pelepasan HIV dari sel host
Akumulasi dan komunikasi RNA HIV dengan berbagai protein
di dalam virion diperlukan untuk mengatur aktivitas sel guna
menghasilkan, memproses, dan mentranspor berbagai komponen

5
sehingga dapat ditempatkan, diintegrasikan melalui proses katalitik.
Dengan demikian komponen-komponen tersebut dapat diposisiskan
pada membran sel host dalam rangka pelepasan virion baru. Berbagai
protein virus berperan penting dalam proses ini. Selain persiapan
membran sel host juga terjadi persiapan pada virus sebelum dilepaskan
dari sel host.
Dengan bantuan enzim protease dan melalui suatu rangkaian
proses dapat terbentuk RNA HIV sesuai ukuran berat molekul yang
dikehendaki. Virus memiliki envelope dan inti serta komponen lengkap,
tebentuk partikel virus baru. Vpu memandu pelepasan virion dari
membran sel host, melalui proses budding virus ini menembus keluar
dari sel host dan siap mengidentifikasi sel host berikutnya.

2. 2 Perilaku yang Berisiko Menular/ Tertular HIV/AIDS


2.2.1 Transmisi Melalui Kontak Seksual
Kontak seksual merupakan salah satu cara utama transmisi HIV
di berbagai belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan dalam cairan
semen, cairan vagina, cairan serviks. Virus akan terkonsentrasi dalam
cairan semen, terutama bila terjadi peningkatan jumlah limfosit dalam
cairan, seperti pada keadaan peradangan genitalia mis : uretritis,
epididimitis, dan kelainan lain yang berkaitan dengan penyakit menular
seksual. Virus juga dapat di temukan pada usapan serviks dan cairan
vagina.
Transmisi infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus
lebih mudah karena hanya terdapat membran mukosa rektum yang tipis
dan mulai robek, anus sering terjadi lesi. Pada kontak seks pervaginal,
kemungkinan transmisi HIV dari laki-laki ke perempuan di perkirakan
sekitar 20 kali lebih besar daripada perempuan ke laki-laki. Hal ini
disebabkan oleh paparan HIV secara berkepanjangan pada mukosa
vagina, serviks, serta endometrium dengan semen yang terinfeksi.
Penderita infeksi HIV/AIDS yang menjalani perawatan di UPIPI
mayoritas adalah laki-laki.
2. 2. 2 Transmisi melalui Darah atau Produk Darah

6
HIV dapat ditransmisikan melalui darah atau produk darah.
Terutama pada individu pengguna narkotika intravena dengan
pemakaian jarum suntik secara bersama dalam satu kelompok tanpa
mengindahkan asas sterilisasi. Dapat juga pada individu yang menerima
tranfusi darah atau produk darah yang mengabaikan tes penapisan HIV.
Namun, pada saat ini hal tersebut jarang terjadi dengan semakin
baiknya tes penapisan terhadap darah yang akan di transfusikan
diperkirakan bahwa 90 sampai 100% orang yang mendapat transfusi
darah yang tercemar HIV akan mengalami infeksi.
Suatu penelitian di Amerika Serikat melaporkan risiko infeksi
HIV melalui transfusi darah dari donor yang terinfeksi HIV berkisar
antara 1 per 750.000 hingga 1 per 835.000 pada proses bayi tabung dan
transplantasi organ dilaporkan beberapa kasus penularan HIV melalui
semen yang digunakan dalam inseminasi buatan dan jaringan yang
digunakan pada transplantasi organ sehingga sekarang setiap donor
harus diperiksa akan kemungkinan infeksi HIV sebelum transplantasi.

2. 2. 3 Transmisi Secara Vertikal


Transmisi secara vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi
HIV kepada janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah
melahirkan melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI). Namun,
diperkirakan penularan ibu kepada janin atau bayi terutama terjadi pada
masa perinatal. Hal ini didasarkan saat identifikasi infeksi oleh teknik
kultur atau Polymerase Chain Reaction (PCR) pada bayi setelah lahir
(negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian). Virus dapat
ditemukan dalam (ASI) sehingga ASI merupakan perantara penularan
HIV dari ibu kepada bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian ASI oleh
bu yang terinfeksi sebaiknya dihindari.

2. 2. 4 Potensi Transmisi melalui Cairan Tubuh Lain


Walaupun HIV pernah ditemukan dalam air liur pada sebagian
kecil orang yang terinfeksi, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air
liur dapat menularkan infeksi HIV baik melalui ciuman biasa maupun

7
paparan lain misalnya sewaktu bekerja bagi petugas kesehatan. Selain
itu, air liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV.
Demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air
mata, keringat, dan urine dapat merupakan media transmisi HIV.
Namun, cairan tubuh tersebut tetap harus diperlakukan sesuai tindakan
pencegahan melalui kewaspadaan universal.
Transmisi pada Petugas Kesehatan dan Petugas Laboratorium
Meskipun risiko penularan kecil tetapi risiko tetap ada bagi
kelompok pekerjaan berisiko terpapar HIV seperti petugas kesehatan,
petugas laboratorium, dan orang yang bekerja dengan spesimen atau
bahan yang terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam.
Berbagai penelitian multi institusi menyatakan bahwa risiko penularan
HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya yang
tercemar oleh darah seseorang yang terinfeksi HIV adalah sekitar 0,3%
sedangkan risiko penularan HIV akibat paparan bahan yang tercemar
HIV ke membran mukosa atau kulit yang mengalami erosi adalah
sekitar 0,09%.

2. 3 Pengkajian Biologis, Psikologis, Spiritual, dan Kultural pada Klien dengan


HIV/ AIDS
2. 3. 1 Pengkajian Biologis
Secara imunologis, sel T yang terdiri dari limfosit T-helper, disebut
limfosit CD4+ akan mengalami perubahan baik secara kuantitas maupun
kualitas. HIV menyerang CD4+ baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Secara langsung, sampul HIV yang mempunyai efek toksik akan
menghambat fungsi sel T (toxic HIV). Secara tidak langsung, lapisan luar
protein HIV yang disebut sampul gp 120 dan anti p24 berinteraksi dengan
CD4+ yang kemudian menghambat aktivasi sel yang mempresentasikan
antigen (APC). Setelah HIV melekat melalui reseptor CD4+ dan co-

8
reseptornya bagian sampul tersebut melakukan fusi dengan membran sel
dan bagian intinya masuk ke dalam sel membran. Pada bagian inti terdapat
enzim reverse transcripatase yang terdiri dari DNA polimerase dan
ribonuclease. Pada inti yang mengandung RNA, dengan enzim DNA
polimerase menyusun kopi DNA dari RNA tersebut. Enzim ribonuclease
memusnahkan RNA asli. Enzim polimerase kemudian membentuk kopi
DNA kedua dari DNA pertama yang tersusun sebagai cetakan (Stewart,
1997; Baratawidjaja, 2000).
Virus HIV yang telah berhasil masuk dalam tubuh pasien, juga
menginfeksi berbagai macam sel, terutama monosit, makrofag, sel-sel
mikroglia di otak, sel - sel hobfour plasenta, sel-sel dendrit pada kelenjar
limfe, sel- sel epitel pada usus, dan sel langerhans di kulit. Efek dari
infeksi pada sel mikroglia di otak adalah encepalopati dan pada sel epitel
usus adalah diare yang kronis (Stewart, 1997).
Gejala-gejala klinis yang ditimbulkan akibat infeksi tersebut
biasanya baru disadari pasien setelah beberapa waktu lamanya tidak
mengalami kesembuhan. Pasien yang terinfeski virus HIV dapat tidak
memperlihatkan tanda dan gejala selama bertahun-tahun. Sepanjang
perjalanan penyakit tersebut sel CD4+ mengalami penurunan jumlahnya
dari 1000/ul sebelum terinfeksi menjadi sekitar 200 – 300/ul setelah
terinfeksi 2 – 10 tahun (Stewart, 1997).

2. 3. 2 Pengkajian Psikologis
Respons Adaptif Psikologis (penerimaan diri)
Pengalaman suatu penyakit akan membangkitkan berbagai
perasaan dan reaksi stres, frustasi, kecemasan, kemarahan,
penyangkalan, rasa malu, berduka dan ketidak pastian menuju
pada adaptasi terhadap penyakit.
Tahapan reaksi psikologis pasien HIV (Grame Stewart,
1997) adalah seperti terlihat pada tabel berikut:
a) Pengingkaran (denial)

9
b) Kemarahan (anger)
c) Sikap tawar menawar (bargaining)
d) Depresi
e) Penerimaan dan partisipasi

2. 3. 3 Pengkajian Spiritual
Respons Adaptif Spiritual dikembangkan dari konsep Ronaldson
(2000) dan Kauman & Nipan (2003).
Respons adaptif Spiritual, meliputi:
1. Harapan yang realistis
2. Tabah dan sabar
3. Pandai mengambil hikmah

2. 3. 4 Pengkajian Kultural
Respons Adaptif sosial Aspek psikososial menurut Stewart (1997)
dibedakan menjadi 3 aspek, yaitu:
1) Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan yang negatif tentang
harga diri pasien.
2) Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya penolakan
bekerja dan hidup serumah juga akan berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan.
3) Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai
penolakan, marah-marah, tawar menawar, dan depresi berakibat
terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan pengobatan.
Respons adaptif sosial dikembangkan peneliti berdasarkan
konsep dari Pearlin & Aneshense (1986):
1) Emosi

10
2) Cemas
3) Interaksi social

2. 4 Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik pada Klien dengan HIV/ AIDS


2. 4. 1 Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Pernapasan: Dyspnea, TBC, Pneumonia)
2) Sistem Pencernaan (Nausea-Vomiting, Diare, Dysphagia, BB turun
10% / 3 bulan)
3) Sistem Persarafan: letargi, nyeri sendi, encepalopathy.
4) Sistem Integumen: Edema yg disebabkan Kaposis Sarcoma, Lesi di
kulit atau mukosa, Alergi.
5) Lain – lain : Demam, Risiko menularkan

2. 4. 2 Pemeriksaan Diagnosis
1) Pemeriksaan Laboratorium Infeksi HIV
Terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium untuk
menentukan adanya infeksi HIV. Salah satu cara penentuan
serologi Hiv yang dianjurkan adalah ELISA, mempunyai
sensitivitas 93-98% dengan spesifisitas 98-99%. Pemeriksaan
serologi HIV sebaiknya dilakukan dengan 3 metode berbeda.
Dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik
western blot. Untuk mendeteksi seroang terinfeksi HIV, dapat
dilakukan tes langsung virus HIV atau secara tidak langsung
dengan penentuan antibodi. Bila individu didapatkan adanya
antibodi terhadap HIV berarti pernah atau sedang terpapar HIV.
2) Pemeriksaan Serologi HIV

11
Pemeriksaan penapisan terhadap antibodi HIV, bila
didapatkan hasil positif dilakukan pemeriksaan ulang dengan
menggunakan ters yang memiliki prinsip dasar yang berbeda
dan atau menggunakan preparasi antigen yang berbeda dari tes
yang pertama. Biasanya digunakan enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA). Apabila tersedia sarana yang
cukup dapat dilakukan tes konfirmasi dengan western blot
(WB), indirect immunofluorescence assay (IFA), atau dengan
radio-immunoprecipitation assay (RIPA). Hasil pemeriksaan
bisa reaktif atau nonreaktif. Makna hasil pemeriksaan antibody
non reaktif atau negative antara lain: memang tidak terinfeksi
HIV, berbeda dalam masa jendela atau individu yang baru saja
terinfeksi dengan kadar antibody yang belum meningkat,
stadium AIDS sangat lanjut hingga respons imun tubuh sangat
lemah atau tidak mampu memberikan respons terhadap
pembentukan antibody.
Tes serologi standard terdiri atas EIA dan diikuti konfirmasi
WB. Melalui WB dapat ditentukan antibody terhadap komponen
protein HIV yang meliputi inti (p17, p24, p55) polymerase (p31,
p51, p66), dan selubung (envelope) IV (gp41, gp120, gp160). Bila
memungkinan pemeriksaan WB selalu dilakukan kerena tes
penapisan melalui EIA terdapat potensi false positive 2%.
Interprestasi WB meliputi:
a) Negatife: tidak ada bentukan pita
b) Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24
c) Indeterminate: terdapat berbagai pita tetapi tidak memenuhi
kriteria hasil positif.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan suatu penyakit
yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh
Di dalam siklus hidup HIV, rangkaian asam nukleat berperan pada
fumgsi intrinsik. Asam nukleat yang mengandung deoksiribosa disebut
asam deoksiribonukleat atau DNA. Yang mengandung ribosa disebut asam
ribonuleat atau RNA. DNA berperan membawa informasi genetik untuk
sintesis protein. RNA memainkan peran sebagai perantara dalam
penyampaian sandi genetik dari nukleus ke sitoplasma oleh mRNA,
kemudian membantu pembentukan rantai peptida.
Penularan HIV/ AIDS ditularkan melalui darah, hubungan seksual,
hubungan vertikal dapat terjadi dari ibu yang terinfeksi HIV kepada
janinnya sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan
melalui pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan jarum suntik.
Pengkajian yang dilakukan meliputi pengkajian biologis, psikologis,
spiritual, dan kultural.

13

Anda mungkin juga menyukai