PORTOFOLIO KEGAWATDARURATAN
ATRIAL FIBRILASI
Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya panulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
”Atrial Fibrilasi”. Tujuan penulisan portofolio ini adalah guna memenuhi
persyaratan dalam menyelesaikan tugas internship di RSUD Ngudi Waluyo
Blitar. Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing kami Dr. Endah
Woro Utami, MMRS atas bimbingan dalam penulisan portofolio ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover .........................................................................................................................1
3
BAB I
DASAR TEORI
A. Latar Belakang
Atrial fibrilasi (AF) merupakan suatu aritmia jantung paling umum
yang melibatkan peran dari bagian-bagian jantung, terutama atrium1.
Pengertian kata AF berasal dari fibrillating atau bergetarnya otot-otot jantung
atrium, jadi bukan merupakan suatu kontraksi yang terkoordinasi. Hal ini
sering diidentifikasi dengan peningkatan denyut jantung dan ketidakteraturan
irama jantung. Sedangkan untuk indicator untuk mementukan ada tidaknya AF
adalah tidak adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara
normal ada saat kontraksi atrium yang terkoordinasi2.
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling umum ditemukan dalam
praktek klinis3. Hal ini juga menyumbang 1/3 dari penerimaan pasien rumah
sakit untuk gangguan irama jantung4. Hal itu juga sesuai dengan pernyataan
bahwa tingkat penerimaan untuk AF telah meningkat dalam beberapa tahun
terakhir5. Sedangkan untuk presentase stroke yang berasal dari AF berkisar 6-
24% dari semua stroke iskemik, sedangkan 3-11% dari mereka yang secara
struktural terdiagnosis AF, memiliki jantung yang normal6. Dari sekitar 2,2
juta orang di Amerika Serikat, ditemukan kurang lebih 160.000 kasus baru
setiap tahun. Pada prevalensi umum AF, terdapat peningkatan seiring dengan
bertambahnya usia, yaitu sekitar 1-2%. Pada usia kurang dari 50 tahun (<50
tahun), prevalensi AF kurang lebih berkisar pada nilai presentase 1 % dan
kemudian meningkat menjadi 9 % pada usia 80 tahun. AF lebih banyak
dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, walaupun sebenarnya
tidak ada kepustakaan yang mengatakan adanya perbedaan yang relevan
antara jenis kelamin pria dengan wanita yang mempengaruhi prevalensi AF7.
4
1. Anatomi, Persarafan dan Pembuluh Darah Jantung
a. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi
memompa darah melalui pembuluh darah dengan frekuensi denyut yang
ritmik. Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang hampir sama
antara satu orang dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-
350 gr. Jantung secara normal terletak didalam rongga toraks, yang berada
diantara sternum di sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior,
sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan diafragma11,12.
Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi
eksternal dan anatomi internal10,11,12.
1. Anatomi Eksternal
Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian
lapisan-lapisan pada jantung. Pada dasarnya terdapat tiga bagian
lapisan pada jantung, yaitu pericardium, miokardium dan
endokardium.
Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar
yang terbuat oleh jaringan ikat yang tebal. Lapisan ini terdiri dari 2
lapisan yaitu perikardium parietal yang berada dibagian luar dan
perikardium visceral yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara
perikardium parietal dan perikardium visceral dinamakan rongga
perikardial yang berisi cairan perikardium encer. Fungsi rongga
tersebut adalah sebagai ruang kompsensasi pergerakan jantung.
Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan
lapisan paling tebal dan lapisan yang terdiri atas otot-otot jantung.
Lapisan ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot ventrikel
dan otot serat khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang
lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak
dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas jantung berkaitan dengan fungsi
pompa darah ke seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel
5
mempunyai kinerja kontraksi yang sama, sedangkan otot serat khusus
lebih tergantung dari rangsang konduksi jantung.
Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini
adalah suatu lapisan yang terdiri dari membran tipis di bagian luar
yang membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan epitel
(endotel) dan berhubungan langsung dengan jantung.
2. Anatomi Internal
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Bagian kanan (atrium dan ventrikel
kanan) dan kiri (atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan oleh
suatu sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung
juga mempunyai 4 buah katup jantung, yang terdiri dari katup
trikuspidalis, katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar pulmonalis
dan katup semilunar aorta.
a. Atrium Kanan
Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang
berfungsi untuk menampung darah vena yang mengalir melalui
vena kava inferior dan vena kava superior. Kedua vena kava
bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara
pada dinding bagian supero-posterior atrium kanan, sedangkan
vena kava inferior bermuara pada dinding bagian infero-latero-
posterior atrium kanan.
b. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan.
Darah vena akan dialirkan dari atrium kanan ke ventrikel kanan,
yang sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau
triskupidalis.
c. Atrium Kiri
Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah
(bersih) yang berasal dari paru-paru. Atrium kiri menerima darah
6
dari empat vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-
posterior atau postero-lateral.
d. Ventrikel Kiri
Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang
berfungsi memompa darah ke seluruh bagian organ tubuh.
Ventrikel kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat
dibandingkan dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh
fungsi pompa darah ventrikel kanan dan kiri.
e. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup
semilunar pulmonalis dan katup semilunar aorta. Kedua katup ini
mempunyai bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup
semilunar aorta lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar
pulmonalis. Katup semilunar pulmonalis berfungsi sebagai sekat
antara ventrikel kanan dengan paru-paru, sedangkan katup
semilunar aorta berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kiri dengan
aorta. Setiap katup terdiri dari tiga daun katup, untuk katup
semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup anterior, dekstra dan
sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri dari daun katup
koroner dekstra, koroner sinistra dan non-koroner.
f. Katup Atrio-Ventrikuler
Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup
trikuspidalis dan katup bikuspidalis atau mitral. Katup trikuspidalis
terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun
katup. Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup
posterior. Katup ini terletak sebagai sekat antara atrium kanan
dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral)
terletak sebagai sekat antara atrium kiri dengan ventrikel kiri.
Katup bikuspidalis (mitral) mempunyai dua daun katup, yang
terdiri dari daun katup mitral anterior dan posterior.
7
Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur
oleh kedua katub ini, tetapi lebih diatur oleh interaksi antara
atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris
dan otot ventrikel. Keenam komponen ini merupakan rangkaian
unit fungsional dalam proses aliran darah, sehingga bila terjadi
gangguan pada salah satu komponen akan mengakibatkan
gangguan hemodinamik yang serius.
b. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf
simpatis dan serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis
mempersarafi daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah koroner.
Sedangkan serabut saraf parasimpatis mempersarafi nodus sino-atrial,
atrio-ventrikuler dan otot-otot atrium11,12.
8
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla
spinalis torakal III-VI dan diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan
persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla
oblongata dan diperantarai oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf
simpatis mempengaruhi kinerja dari otot ventrikel, sedangkan saraf
parasimpatis lebih berperan dalam mengontrol irama dan menurunkan laju
denyut jantung.
c. Pembuluh Darah Jantung
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh
koroner, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini,
baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri keluar dari sinus valsava
aorta. Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri
dan arteri desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar
bagian proksimal RBB (right bundle branch), LBB (left bundle branch)
dan fasikulus anterior LBB. Sedangkan arteri koroner kanan akan
bercabang menjadi arteri atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus
sino-atrial dan arteri koroner desendens posterior yang memperdarahi
nodus atrio-ventrikuler dan fasikulus posterior LBB. Pembuluh darah balik
dari otot jantung adalah vena koroner. Vana koroner ini berjalan
berdampingan dengan arteri koroner yang akan masuk atau bermuara ke
dalam atrium kanan melalui sinus koronarius11,12,13.
9
2. Fisiologi dan Sistem Konduksi Jantung
a. Fisologi Jantung
Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik,
akibat adanya potensial aksi (otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel
otot jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang melakukan kerja mekanik
(kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel
otoritmik yang tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi
mempunyai fungsi dalam mencetuskan dan menghantarkan potensial
aksi11,12,13.
Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi
mekanik jantung dinamakan excitation contraction coupling. Kontraksi
otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik.
Potensial aksi dimulai dari proses dopalarisasi, proses plateau dan proses
repolarisasi. Ketiga proses ini merupakan rangkaian proses potensial aksi
yang harus ada untuk memicu kontraksi otot jantung11.
Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi
pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+
menyebabkan perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -
70 mv hingga +30 mv. Setelah mencapai ambang batas perubahan
potensial, saluran Na+ akan segera menutup yang kemudian diikuti
pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan saluran Ca2+ terjadi secara lambat,
yang menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+ dari ekstraseluler ke
dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa saat, saluran
Ca2+ akan menutup dan terjadi pembukaan saluran K+. Pembukaan saluran
K+ menyebabkan terjadinya proses repolarisasi, yang ditandai dengan
keluarnya atau effluks K+ ke ekstraseluler12,13,14.
10
Gambar 3. Fisiologi Potensial Aksi Jantung
Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses
potensial aksi, dimana terjadi penutupan saluran Na2+ dan pembukaan
saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi
akibat influks Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada
dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut,
yaitu Ca2+ ekstraseluler berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan
saluran Ca2+ selama fase plateu pada potensial aksi jantung dan Ca2+ yang
dikeluarkan dari cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat
rangsangan masuknya Ca2+ yang berasal dari ekstraseluler13,14.
Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan
Ca2+ dengan troponin. Ikatan antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan
kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot jantung, filamen-
filamen tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk
memperpendek tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan
troponin akan menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada
fase ini, Ca2+ yang tidak berikatan dengan troponin akan disimpan kembali
11
di dalam sarcoplamic reticulum dan sebagian Ca2+ keluar ke ekstraseluler.
Proses keluarnya Ca2+ ke ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran
dengan ion Na2+ yang berada di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang
telah masuk kedalam intraseluler akan bertukaran secara aktif dengan ion
K+ melalui proses Na+- K+-ATPase13,14.
12
yang lain, yaitu sebesar 60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini
menyebabkan nodus SA sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik
jantung (overdrive pacemaker) dan mengendalikan sistem konduksi
jantung7,9.
Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan
baik untuk menimbulkan proses mekanik atau pemompaan yang efisien.
Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga kriteria, diantaranya adalah
:
a. Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum
kontraksi ventrikel dimulai
b. Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap
pasangan atrium dan pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu
kesatuan
c. Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu
sinsitium.
Sinyal elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus
atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui
traktus internodal (internodal anterior, posterior dan medial). Nodus AV
merupakan satu-satunya penghubung sistem konduksi antara atrium
dengan ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai kemampuan
mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar
40-60 potensial aksi/menit. Hal ini memungkinkan nodus SA sebagai
pengontrol dan pengendali sistem konduksi jantung apabila terjadi blok
pada rangsangan elektrik nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV
sebenarnya memiliki keterlambatan penjalaran sinyal elektrik, yaitu
sebesar 0,08-0,12 detik. Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungsi
dalam memberikan waktu atrium untuk berkontraksi sempurna dan
memberikan waktu dalam proses mengosongkan voleme atrium ke dalam
ventrikel (memberi waktu pengisian ventrikel), sebelum ventrikel
terdepolarisasi dan berkontraksi8,9,10.
13
Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his
sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekelompok serabut purkinje yang
berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang septum interventrikuler
menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian, yaitu
berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan
(RBB/right bundle branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB
bercabang sebagai struktur tunggal di lapisan subendokardium di sisi
bagian kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang, yaitu
RBB cabang anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan
berjalan menuju dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah
septum interventrikuler, yang kemudian akan membentuk anyaman
purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan RBB, berkas cabang kiri
(LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua
struktur percabangan LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian
kiri dan kemudian masing-masing percabangan akan membentuk suatu
struktur bangunan seperti pada percabangan RBB, yaitu serabut purkinje.
Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan
serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje
juga mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan koordinasi
kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri5,7,9,14.
14
3. Atrial Fibrilasi
a. Definisi
Atrial fibrilasi adalah suatu gangguan pada jantung (aritmia) yang
ditandai dengan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan
frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya
atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi
atrial yang tidak terkoordinasi dan deteriorisasi fungsi mekanik atrium.
Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung2,5,6.
b. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial
fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu2 :
a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi
pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah
terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai
episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan
paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk
sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan
kardioversi.
c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF
perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama sinus
kembali normal.
d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada
permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena
dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.
15
Gambar 6. Pola Klasifikasi Atrial Fibrilasi
16
2. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak
undulasi yang ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang
f, interval PR tidak dapat diukur.
3. Kompleks QRS : biasanya normal.
4. Hantaran : biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon
ventrikel ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan
ventrikel berespons ireguler.
5. Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol.
Iregularitas irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus
AV.
c. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-
faktor, diantaranya adalah5,6 :
Peningkatan tekanan/resistensi atrium
1. Penyakit katup jantung
2. Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium
3. Hipertrofi jantung
4. Kardiomiopati
5. Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor
pulmonal chronic)
6. Tumor intracardiac
Proses infiltratif dan inflamasi
1. Pericarditis/miocarditis
2. Amiloidosis dan sarcoidosis
17
3. Faktor peningkatan usia
Proses infeksi
1. Demam dan segala macam infeksi
Kelainan Endokrin
1. Hipertiroid
2. Feokromositoma
Neurogenik
1. Stroke
2. Perdarahan subarachnoid
Iskemik Atrium
1. Infark miocardial
Obat-obatan
1. Alkohol
2. Kafein
Keturunan/genetic
d. Tanda dan Gejala
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF
sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya
FA, penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya
menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini
terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya
dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi
sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi
(perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam
dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak
napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap
olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-
gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak
nafas), terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160
denyutan/menit). Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut
atau kerusakan organ tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli
18
systemic. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar
penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang
pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi
gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri 7,8,9
e. Faktor Resiko
Beberapa orang mempunyai faktor resiko terjadinya AF,
diantaranya adalah :
a. Diabetes Melitus
b. Hipertensi
c. Penyakit Jantung Koroner
d. Penyakit Katup Mitral
e. Penyakit Tiroid
f. Penyakit Paru-Paru Kronik
g. Post. Operasi jantung
h. Usia ≥ 60 tahun
i. Life Style
f. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal
elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu
potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA7,9,14.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial
aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme
multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik
seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit
banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple
wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik dipengaruhi oleh 3
19
faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan
konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan
penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan
meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi
serta mencetuskan terjadinya AF7,9,14.
g. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain :
1. Anamnesis :
20
2. Pemeriksaan fisik :
21
h. Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung
dan menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan
untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata
laksana yang berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan
menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2,
yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan
pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion)8,10.
a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk
mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan
adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan obat
ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam
pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang
sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah terdiri dari berbagai
macam, diantaranya adalah :
1. Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi
dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau
mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat
cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam
waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di
metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk
D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan
lama kerja ± 40 jam.
2. Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari
trombosit (COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin
terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi
22
endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal
inilah yang menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari
trombosit. Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat
menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor
pembekuan darah, terutama faktor II, VII, IX dan X.
23
kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk
mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung.
Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan
elektrik (Electrical Cardioversion).
1. Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)
a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
2. Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui
dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi dari
terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali
normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm).
3. Operatif
a. Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan
membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan
kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam
jantung. Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang
berfungsi menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung
jawab terhadap terjadinya AF.
b. Maze operation
Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter
ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan
suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu
menormalitaskan system konduksi sinus SA.
24
c. Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang
ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan
denyut jantung.
i. Prognosis
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan
irama sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang
kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan
antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuJuan untuk
asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk
mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan
keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan
antikoagulan.
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang
lebih baik pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat
mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan
baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada
individu yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac
output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan pada
pasien dengan penyakit katup jantun
25
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Blitar
Suku : Jawa
Agama : Islam
Tanggal periksa : 14 Agustus 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : berdebar- debar
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit memberat sejak 2 hari yang
lalu. Berdebar-debar dirasakan terutama saat beraktifitas berat. Keringat
dingin(+), mual dan muntah (+). Sesak nafas tidak ada, orthopneu tidak ada,
PND tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Riwayat sesak dan nyeri dada
sebelumnya tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat hipertensi dan DM disangkal
Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Generalis
Keadaan umum:
Sakit sedang/Composmentis (GCS 4-5-6)
Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 MmHg
26
Nadi : 203 x/menit, ireguler
Pernafasan : 25 x/menit
Suhu : 36,50C
3. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Jantung : S1 dan S2 tunggal, irregular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Rh - - Wh - -
- - - -
- - - -
4. Pemeriksaan Abdomen
Flat, soefl, bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium+
5. Pemeriksaan Ekstremitas
Akral hangat, edema (-), CRT > 2 detik
27
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG 14 Agustus 2017
2. Laboratorium
28
E. DIAGNOSIS
Atrial Fibrilasi Paroksismal dengan Rappid Ventricular Response
F. DIFERENTIAL DIAGNOSIS
Atrial Flutter
G. TERAPI
• Bed rest
• IVFD NaCl 0,9 % 16 tpm
• Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
• Inj. Lansoprazole 1x30mg
• Inj. Metoclopramid 1x10mg
• Inj. Digoxin 0.5mg IV evaluasi 3 jam kemudian, jika HR> 110x/min Inj.
Digoxin extra 0.25 mg IV
29
BAB III
FORMAT PORTOFOLIO
Nama peserta : dr. Arief Satriyo Raharjo
Nama wahana: RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Blitar
Topik: Atrial Fibriasi
Tanggal (kasus): 5 Oktober 2017
Nama Pasien: Ny. R No. RM: 325xxx
Tanggal presentasi: Nama pendamping:
1. dr. Endah Woro U
2. dr. Deny Christianto
Tempat presentasi: RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Blitar
Obyektif presentasi:
Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja Dewasa □ Lansia □ Bumil
Deskripsi: Ny. R, 55 tahun, datang dengan berdebar debar
Tujuan: Mengetahui etiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan
ketoacidosis diabeticum
Bahan bahasan: □ Tinjauan □ Riset Kasus □ Audit
pustaka
Cara membahas: Diskusi □ Presentasi dan □ Email □ Pos
diskusi
Data pasien: Nama: Ny. R Nomor RM: 325xxx
Nama klinik: RSUD Ngudi Telp: - Terdaftar sejak: -
Waluyo Wlingi, Blitar
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/ gambaran klinis:
Keluhan utama: berdebar-debar
Dialami sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit memberat sejak 2 hari yang
lalu. Berdebar-debar dirasakan terutama saat beraktifitas berat. Keringat
dingin(+), mual dan muntah (+). Sesak nafas tidak ada, orthopneu tidak ada,
PND tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Riwayat sesak dan nyeri dada
30
sebelumnya tidak ada.
2. Riwayat pengobatan: -
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien
5. Riwayat pekerjaan: IRT
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien memiliki kepribadian normal
7. Lain-lain:
Pemeriksaan fisik
Kesan umum : Compos mentis, GCS 456
Tekanan darah : 100/70 MmHg
Nadi : 203 x/menit, ireguler
Pernafasan : 25 x/menit
Suhu : 36,50C)
Kepala/leher : pupil bulat isokor ( 3mm/3mm), refleks cahaya (+/+)
pembesaran kelenjar limfe (–), trakea di tengah, kaku kuduk
(–)
Dada : simetris, retraksi (–), deformitas (–)
Cor (jantung) : ictus cordis tidak terlihat, teraba di i.c.s. V m.c.l. sin
HR 203 x/menit; S1S2 tunggal irregular, murmur (–), gallop (–)
Pulmo : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (–)
suara nafas vesikular; ronkhi (–), wheezing (–)
Perut : distended (–), bising usus (+) normal, meteorismus (–)
shifting dullness (–),nyeri tekan (–)
Ekstremitas : CRT = 2 detik
Pemeriksaan Laboratorium:
31
Assesment
Atrial Fibrilasi
Planning
PTx:
• Bed rest
• IVFD NaCl 0,9 % 16 tpm
32
• Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
• Inj. Lansoprazole 1x30mg
• Inj. Metoclopramid 1x10mg
• Inj. Digoxin 0.5mg IV evaluasi 3 jam kemudian, jika HR> 110x/min Inj.
Digoxin extra 0.25 mg IV
Daftar pustaka:
DAFTAR PUSTAKA
33
fibrillation A prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–
7.
7. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalaml. Ed.3. Jakarta. EGC, 1522-27.
8. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation
mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.
9. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce
stroke in cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg.
61 (2): 755–9.
10. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic
assessment of chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham
study". Neurology 28 (10): 973–7.
11. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.
12. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC:
682-712.
13. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.
14. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13.
EGC: 1418-87.
Hasil pembelajaran:
1. Epidemiologi dan Etiologi
2. Penegakan diagnosis
3. Penatalaksanaan Atrial Fibrilasi
34
DAFTAR PUSTAKA
15. Wyndham CRC (2000). "Atrial Fibrillation: The Most Common arrhythmia".
Texas Heart Institute Journal 27 (3): 257-67.
16. "Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc.
2008-12-04. Archived from the original on 2009-03-28.
17. Fuster V, Rydén LE, Cannom DS, et al. (2006). "ACC/AHA/ESC 2006
Guidelines for the Management of Patients with Atrial Fibrillation: a report of
the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines and the European Society of Cardiology Committee for
Practice Guidelines (Writing Committee to Revise the 2001 Guidelines for the
Management of Patients With Atrial Fibrillation): developed in collaboration
with the European Heart Rhythm Association and the Heart Rhythm Society".
Circulation 114 (7): 257–354.
18. Friberg J, Buch P, Scharling H, Gadsbphioll N, Jensen GB. (2003).
"Relationship between left atrial appendage function and left atrial thrombus
in patients with nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial
flutter".Circulation Journal 67 (1): 68–72.
19. Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003).
“Relationship between left atrial appendage function and left atrial thrombus
in patient with nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter”.
Circulation Journal 67.
20. Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA
dan Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial
fibrillation A prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–
7.
21. Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit
Dalaml. Ed.3. Jakarta. EGC, 1522-27.
22. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation
mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.
35
23. Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce
stroke in cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg.
61 (2): 755–9.
24. Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic
assessment of chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham
study". Neurology 28 (10): 973–7.
25. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.
26. Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC:
682-712.
27. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.
28. Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13.
EGC: 1418-87.
36