Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS DHF

Laporan
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu
dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:

PROGRAM NON REGULER


PROGRAM STUDI NERS STIK SITI KHADIJAH PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit DHF


1. Pengertian
Penyakit Dangue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropadborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
albopictuse dan Aedes aegypti). Sampai sekarang dikenal ada 4 jenis virus dangue
yang dapat menimbulkan penyakit, baik demam dangue maupun demam
berdarah. Demam Berdarah Dangue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dangue I, II, II, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albocpitus. (Soegijanto, 2004).

2. Etiologi
Penyebab penyakit demam berdarah dangue pada seseorang adalah virus
dangue termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe,
yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di
Indonesia, dan dilaporkan bahwa serotip virus DEN-3 sering menimbulkan wabah
(Syahruman, 1988). Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative
labil terhadap suhu dan faKtor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek.
Virus DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid,
ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu selubung
protein E dan protein membrane M.

3. Patofisiologi
Patofisiologi primer DHF dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. (Gubler, 1998). Jika
penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan
cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DHF dan
DSS melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi (Soegijanto, 2004).

4. Patogenesis
Virus dangue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
aegypty atau Aedes albopictus dengan organ sasaran adalah organ hepar, nodus
limfaticus, sumsum tulang belakang, dan paru. Dalam peredaran darah, virus
tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN mampu bertahan
hidup dan mengadakan multifikasi dalam sel tersebut. Infeksivirus dangue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan
bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponenya.
Setelah terbentuk, virus dilepaskan dari sel. Proses perkembangbiakan sel virus
DEN terjadi di sitoplasma sel. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan
imunitas protektif terhadap serotype tersebut tetapi tidak ada cross protectif
terhadap serotip virus yang lain (Kurane & Francis, 1992).
Beberapa teori mengenai terjadinya DHF dan DSS antara lain adalah:
a. Teori Antigen Antibodi
Virus dangue dianggap sebagai antigen yang akan bereaksi dengan
antibody, membentuk virus antibody kompleks (komplek imun) yang akan
mengaktifasi komplemen. Aktifasi ini akan menghasilkan anafilaktosin C3A
dan C5A yang akan merupakan mediator yang mempunyai efek farmakologis
cepat dan pendek. Bahan ini bersifat fasoaktif dan prokoagulant sehingga
menimbulkan kebococran plasma (hipovolemik syok dan perdarahan.
(Soewandoyo, 1998).
b. Teori Infection Enhancing Antibody
Teori ini berdasarkan pada peran sel fagosit mononuclear merangsang
terbentuknya antibody nonnetralisasi. Antigen dangue lebih banyak didapat
pada sel makrofag yang tinggal menetap di jaringan. Pada kejadian ini
antibody nonnetralisasi berupaya melekat pada sekeliling permukaan sel
makrofag yang beredar dan tidak melekat pada sel makrofag yang menetapdi
jaringan. Makrofag yang dilekati antibody nonnetralisasi akan memiliki sifat
opsonisasi, internalisasi dan akhirnya sel mudah terinfeksi.
Makrofag yang terinfeksi akan menjadi aktif dan akan melepaskan sitokin
yang memiliki sifat vasoaktif atau prokoagulasi. Bahan-bahan mediator
tersebut akan mempengaruhi sel-sel endotel dinding pembuluh darah dan
system hemostatik yang akan mengakibatkan kebocoran plasma dan
perdarahan. (Wang, 1995).
c. Teori mediator
Teori mediator didasarkan pada beberapa hal:
1) Kelanjutan dari teori antibody enhancing, bahwa makrofag yang terinfeksi
virus mengeluarkan mediator atau sitokin. Fungsi dan mekanismme
sitokin kerja adalah sebagai mediator pada imunitas alami yang
disebabkan oleh rangsangan zat yang infeksius, sebagai regulator yang
mengatur aktivasi, proliferasi dan diferensiasi limfosit, sebagai activator
sel inflamasi nonspesifik, dan sebagai stimulator pertumbuhan dan
deferensiasi lekosit matur (Khana, 1990).
2) Kejadian masa krisis pada DHF selama 48-72 jam, berlangsung sangat
pendek. Kemudian disusul masa penyembuhan yang cepat, dan praktis
tidak ada gejala sisa.
3) Dari kalangan ahli syok bacterial, mengambil perbandingan bahwa pada
syok septic banyak berhubungan dengan mediator.

Menurut Suvatte (1977) patogenesis DHF dan DSS adalah masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS
adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau
hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung
bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus
dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita
DHF berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi
yang kemudian berikatan dengan reseptor dari membran sel leokosit terutama
makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE), suatu
proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suvatte, 1977).
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody compleks) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi
C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Suvatte,
1977).
Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat
berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah
kematian (Suvatte, 1977).
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang
lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu. Virus
mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.
Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan
peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai
potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar (Suvatte, 1977).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi
selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit
dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh
darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DHF. Agregasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phosphat),
sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet
faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan factor pembbekuan. Agregasi
trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga walaupun
jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi factor Hageman sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DHF diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
trombosit, dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan
mempercepat syok yang terjadi (Suvatte, 1977).
5. Klasifikasi
WHO (1997) membagi DHF menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011):
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan spontan,
trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.

b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar mulut,
hidung dan jari (tanda-tand adini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS) / Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

6. Manifestasi Klinis
a. Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak
tanpa sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari
(Bagian Patologi Klinik, 2009). Naik turun dan tidak berhasil dengan
pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-7
dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba
dingin dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C)
dengan gejala yang tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti ,
anoreksi, lemah, nyeri punggung, nyeri tulang sendi dan kepala.
Gambar: Kurva suhu pada DHF
b. Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam.
Bentuk perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan
fraglita kapiler meingkat (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kondisi seperti ini
juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya, tifoid, dll.
Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan
gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari 20
ptekie dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa
cubiti.
c. Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4
cm di bawah lengkungan iga kanan (Bagian Patologi Klinik, 2009). Derajat
pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit namun nyeri tekan
pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
d. Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-
7 sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya
mempunyai prognosa buruk (Bagian Patologi Klinik, 2009). Kegagalan
sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah disertai
penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan
tekanan darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien
terlihat gelisah.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
1) Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) (≤ 100000/µI)
2) Hematokrit meningkat ≥ 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier, Ju, Garcia, Spratt, Forshey, Helsey, 2012).
Gambar: Perubahan Ht, Trombosit, dan LPB dalam perjalanan DHF

3) Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.


4) Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga
5) Masa perdarahan memanjang
6) Protein rendah (hipoproteinemia)
7) Natrium rendah (hiponatremia)
8) SGOT/SGPT beisa meningkat
9) Asidosis metabolic
10) Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan
b. Urine
Kadar albumine urine positif (albuminuria) (Vasanwala, Puvanendran, Chong,
Ng, Suhail, Lee, 2011).
c. Foto thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya posisi
lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.

d. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan system pengion (Sinar X) dan dapat
diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan
pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan
diagnose penyakit yang mungkin muncul lebh berat misalnya dengan melihat
ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pancreas.
e. Diagnosis Serologis
1) Uji hemaglutinasi inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitive
namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan dalam tubuh lama sekali (>48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-epidemioligi. Untuk
diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut
atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesen daianggap
sebagai presumtif (+) atau di dugan keras positif infeksu dengue yang baru
terjadi (Vasanwala dkk, 2011).
2) Uji komplemen fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
3) Uji neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya
memamkai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT) yaitu
berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Anti body
neutralisasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibody HI
tetapi lebih cepat dari antibody komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-
8 tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak rutin
digunakan (Vasanwala dkk, 2011).

4) IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)


Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM msih negative
maka dilaporkan sebagai negative. IgM dapat bertahan dalam darah
samapi 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac Elisa sedikit
di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya memerlukan satu
serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI (Vasanwala
dkk, 2011).
5) Identifikasi Virus
Cara diagnostic baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap serotype
tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini
dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah,
jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas PCR sama dengan
isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan
specimen yang kurang baik bahkan adanya antibody dalam darah juga
tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala dkk, 2011).

8. Penatalaksanaan
a.Pre Hospital
Penatalaksanaanprehospital DHF bisa dilakukan melalui 2 cara yaitu
pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.
DinasKesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan
meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan
memberantas jentik ditempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus:
1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi / WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3) Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).

Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan


nyamuk dengan cara:
1) Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate)
atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali
dengan takaran 10 gram Abate ( ± 1 sendok makan peres)
untuk 100 liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( ± 1/4 sendok
makan peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di
puskesmas atau di apotik.
2) Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
3) Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk
4) Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok
5) Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi
6) Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
7) Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus
positif DHF dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah
tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.

Pada orang yang menderita demam berdarah pada awalnya mengalami


demam tinggi. Kondisi demam dapat mengakibatkan tubuh kekurangan
cairan karena penguapan, apalagi bila gejala yang menyertai adalah
muntah atau intake tidak adekuat (tidak mau minum), akhirnya jatuh
dalam kondisi dehidarasi. Pertolongan pertama yang dapat diberikan
adalah mengembalikan cairan tubuh yaitu meberikan minum 2 liter/hari
(kira – kira 8 gelas) atau 3 sendok makan tiap 15 menit. Minuman yang
diberikan sesuai selera misalnya air putih, air teh manis, sirup, sari buah,
susu, oralit, shoft drink, dapat juga diberikan nutricious diet yang banyak
beredar saat ini. Untuk mengetahui pemberian cairan cukup atau masih
kurang, perhatikan jumlah atau frakuensi kencing. Frekuansi buang air
kecil minimal 6 kali sehari menunjukkan pemberian cairan mencukupi
(IDAI, 2009).
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,
tapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah
sebagai berikut (WHO, 1999):
1) Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari
(lebih banyak lebih baik)
2) Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas.
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih
dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen,
sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
3) Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan (
pocari sweet )
4) Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan
trombosit
5) Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas
yang banyak
6) Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut ini
:
a) Dewasa: 50 cc/kg BB/hari
b) Anak: Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/ hari
- Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari

Jenis minuman yang di rekomendasikan bagi penderita DHF


merupakan sebagian dari obat demam berdarah yang dimaksudkan
untuk menghindari pasien dari kekurangan cairan, antara lain :
a) Jus Buah
Untuk mengatasi kekurangan cairan karena demam berdarah
dapat memberikan banyak cairan berupa air jus. Tidak selalu harus
jus jambu biji, bisa memberikan jus buah lain seperti jus pepaya,
jeruk, atau jus mangga. Dengan kadar air dalam buah berhitung
tinggi antara 65 sampai 92 persen, sehingga bisa mensuplai atau
menutupi kekurangan cairan akibat merembesnya plasma darah
keluar dari pembuluh.
b) Air Kelapa Muda
Air kelapa muda banyak megandung mineral kalium, sodium,
klorida, dan magnesium. Zat-zat ini adalah elektrolit yang
dibutuhkan tubuh untuk membantu mengatasi ancaman syok pada
kondisi kekurangan cairan. Selain kalium, juga mengandung gula,
vitamin B dan C dan protein. Komposisi gula dan mineral yang
terdapat dalam air ini begitu sempurna, sehingga memiliki
keseimbangan yang mirip dengan cairan tubuh manusia.
c) Air Heksagonal
Air heksagonal merupakan air yang banyak mengandung
oksigen, air telah banyak dikembangkan untuk membantu
metabolisme tubuh sehingga bisa menjaga stamina dan vitalitas,
termasuk bagi yang menderita demam berdarah.
d) Alang-Alang
Dalam kandungan Alang-alang terdapat manitol, glukosa,
sakharosa, malic acid, citric acid, coixol, arundoin, cylindrin,
fernenol, simiarenol, anemonin, asam kersik, damar, dan logam
alkali. Dilihat dari kandungan-kandungan tersebut, alang-alang
bersifat antipiretik (menurunkan panas), diuretik (meluruhkan
kemih), hemostatik (menghentikan perdarahan), dan
menghilangkan haus.

Pada pasien anak yang rentan mempunyai riwayat kejang demam


maka perlu diwaspadai gejala kejang demam. Seiring dengan kehilangan
cairan akibat demam tinggi, kondisi demam tinggi juga dapat
mencetuskan kejang pada anak sehingga harus diberikan obat penurun
panas. Untuk menurunkan demam, berilah obat penurun panas. Untuk
jenis obat penurun panas ini harus dipilih obat yang berasal dari golongan
parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan jenis asetosal atau
aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan
memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat
membantu bila anak menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan
kompres hangat dan bukan kompres dingin, oleh karena kompres dingin
dapat menyebabkan anak menggigil. Sebagai tambahan untuk anak yang
mempunyai riwayat kejang demam disamping obat penurun panas dapat
diberikan obat anti kejang (IDAI, 2009).
IDAI (2009) menjelaskan tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik
karena sangat berbahaya. Apabila syok tidak tertangani dengan baik maka
akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan. Pada saat terjadi
perdarahan hebat penderita akan tampak sangat kesakitan, tapi bila syok
terjadi dalam waktu yang lama, penderita sudah tidak sadar lagi. Dampak
syok dapat menyebabkan semua organ tubuh akan kekurangan oksigen
dan akhirnya menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena
itu penderita harus segera dibawa kerumah sakit bila terdapat tanda gejala
dibawah ini:
1) Demam tinggi (lebih 39oc ataulebih)
2) Muntah terus menerus
3) Tidak dapat atau tidak mauminum sesuai anjuran
4) Kejang
5) Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
6) Nyeri perut hebat
7) Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus,
kencing berkurang atau tidak ada sama sekali
8) Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan kekentalan darah atau
penurunan jumlah trombosit
Peran serta keluarga dan masyarakat sangat penting untuk membantu
dalam menangani penyakit demam berdarah. Dinas Kesehatan Kota
Denpasar mengarahkan apabila ada penderita yang terkena demam
berdarah maka harus segera melaporkan Kadus/Kaling/Kades/Lurah atau
sarana pelayanan kesehatan terdekat bila ada anggota masyarakat yang
terkena DHF.
Penelitian oleh Kandou, Grace D (2006) pelatihan uji tourniquet bagi
kader kesehatan sebagai salah satu cara deteksi dini demam berdarah
dengue memberikan gambaran bahwa setelah diberikan penyuluhan dan
simulasi pemeriksaan uji tourniquet terjadi perubahan yang bermakna
dimana para kader menjadi tahu dan paham tentang penyakit demam
berdarah Dengue serta cara deteksi dini sederhana yang dapat dilakukan
sebelum merujuk penderita ketempat pelayanan kesehatan.

b.Intra Hospital di Unit Gawat Darurat


Pada dasarnya pengobatan DHF bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan
pasien DHF dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DHF
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DHF/SSD dan penyakit lain
adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan
perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DHF/SSD
sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik,
hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana
DHF terletak pada bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat
suhu turun (the time of defervescence) yang merupakan ease awal
terjadinya kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai
pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Prognosis
DHF terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan plasma, yang
dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit (DepKes RI, 2005).
Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.
Penurunanjumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum
peningkatan hematokrit dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan
hematokrit 20% atau lebih mencermikan perembesan plasma dan
merupakan indikasi untuk pemberian caiaran. Larutan garam isotonik atau
ringer laktat sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan
sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian khusus pada kasus dengan
peningkatan hematokrit yang terus menerus dan penurunan jumlah
trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DHF derajat I danII dapat
dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari
di rumah sakit kelas B danA (DepKes RI, 2005).

1) Fase Demam
Tatalaksana DHF fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana
DD, bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral
untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan
oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang
berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik
kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa antipiretik
tidak dapat mengurangi lama demam pada DHF. Parasetamol
direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti
tertera pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul
sebagai akibat demam tinggi, anoreksia danmuntah. Jenis minuman
yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6
jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan
cairan rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum asi, tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila
terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif
selama demam (DepKes RI, 2005).
Tabel 1
Dosisi Parasetamol Menurut umur
Umur (Tahun) Parasetaol (tiap kali pemberian)
Dosis (mg) Tablet (1 tab = 500
mg)
<1 60 1/8
1-3 60-125 1/8-1/4
4-6 125-250 1/4-1/2
7-12 250-500 1/2-1

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin


terjadi. Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada
umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit
berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat
kebocoran plasma danpedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan
tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal
satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila
sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht,
dapat dipertimbangkan dengan menggunakan Hb. Sahli dengan
estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DHF adalah perembesan plasma, yang
terjadi pada fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase
syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus
diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan
awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok
mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar
hematokrit, danjumlah volume urin (DepKes RI, 2005).
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin
mencukupi kebocoran plasma. Secara umum volume yang
dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan
intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus smuntah,
tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin
diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya dehidrasi sehingga
mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang
diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dankehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl
0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46%
1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan (DepKes RI, 2005).
Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka
komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma.
Volume dankomposisi cairan yang diperlukan sesuai cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan +
defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini
(DepKes RI, 2005).
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang
(defisit cairan 5 – 8 %)
Berat Badan waktu masuk Jumlah cairan Ml/kg berat
RS ( kg ) badan per hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88

Pemilihan jenis danvolume cairan yang diperlukan


tergantung dari umur dan berat badan pasien serta derajat
kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan
disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama (DepKes RI, 2005).

2) Sindrom Syok Dengue


Syok merupakan Keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah
pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan
volume plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh
kembali bila diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan
tensi tak terukur dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan
kristaloid sebanyak 20 ml/kg BB/jam seiama 30 menit, bila syok
teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB (DepKes RI, 2005).
a) Penggantian Volume Plasma Segera
Pengobatan awal cairan intravena larutan ringer laktat > 20
ml/kg BB. Tetesan diberikan secepat mungkin maksimal 30 menit.
Pada anak dengan berat badan lebih, diberi cairan sesuai berat BB
ideal danumur 10 mm/kg BB/jam, bila tidak ada perbaikan
pemberian cairan kristoloid ditambah cairan koloid. Apabila syok
belum dapat teratasi setelah 60 menit beri cairan kristaloid dengan
tetesan 10 ml/kg BB/jam bila tidak ada perbaikan stop pemberian
kristaloid danberi cairan koloid (dekstran 40 atau plasma) 10 ml/kg
BB/jam. Pada umumnya pemberian koloid tidak melebihi 30 ml/kg
BB. Maksimal pemberian koloid 1500 ml/hari, sebaiknya tidak
diberikan pada saat perdarahan. Setelah pemberian cairan
resusitasi kristaloid dankoloid syok masih menetap sedangkan
kadar hematokrit turun, diduga sudah terjadi perdarahan; maka
dianjurkan pemberian transfusi darah segar. Apabila kadar
hematokrit tetap > tinggi, maka berikan darah dalam volume kecil
(10 ml/kg BB/jam) dapat diulang sampai 30 ml/kgBB/ 24 jam.
Setelah keadaan klinis membaik, tetesan infuse dikurangi bertahap
sesuai keadaan klinis dankadar hematokrit (DepKes RI, 2005).
b) Pemeriksaan Hematokrit untuk Memantau Penggantian Volume
Plasma
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital
telah membaik dankadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera
diturunkan menjadi 10 ml/kg BB/jam dankemudian disesuaikan
tergantung dari kehilangan plasma yang terjadi selama 24-48 jam.
Pemasangan CVP yang ada kadangkala pada pasien SSD berat,
saat ini tidak dianjurkan lagi. Cairan intravena dapat dihentikan
apabila hematokrit telah turun, dibandingkan nilai Ht sebelumnya.
Jumlah urin/ml/kg BB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa
keadaaan sirkulasi membaik (DepKes RI, 2005).
Pada umumnya, cairan tidak perlu diberikan lagi setelah 48
jam syok teratasi. Apabila cairan tetap diberikan dengan jumlah
yang berlebih pada saat terjadi reabsorpsi plasma dari
ekstravaskular (ditandai dengan penurunan kadar hematokrit
setelah pemberian cairan rumatan), maka akan menyebabkan
hipervolemia dengan akibat edema paru dangagal jantung.
Penurunan hematokrit pada saat reabsorbsi plasma ini jangan
dianggap sebagai tanda perdarahan, tetapi disebabkan oleh
hemodilusi. Nadi yang kuat, tekanan darah normal, dieresis cukup,
tanda vital baik, merupakan tanda terjadinya fase reabsorbsi
(DepKes RI, 2005).
c) Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien
DHF/SSD, maka analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu
diperiksa pada DHF berat. Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan
memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks. Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan
natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak
akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan (DepKes RI, 2005).
d) Pemberian Oksigen
Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. Dianjurkan pemberian oksigen dengan
mempergunakan masker, tetapi harus diingat pula pada anak
seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker oksigen
(DepKes RI, 2005).
e) Transfusi Darah
Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan
pada setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan
(prolonged shock). Pemberian transfusi darah diberikan pada
keadaan manifestasi perdarahan yang nyata. Kadangkala sulit
untuk mengetahui perdarahan interna (internal haemorrhage)
apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematokrit(misalnya
dari 50% me.njadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah
diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya
perdarahan. Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi
pendarahan karena cukup mengandung plasma, sel darah merah
dan faktor pembesar trombosit (DepKes RI, 2005).
Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien
dengan KID dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok
berat dan menyebabkan perdarahan masif sehingga dapat
menimbulkan kematian. Pemeriksaan hematologi seperti waktu
tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen
degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk
mendeteksi terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan
hematologis tersebut juga menentukan prognosis (DepKes RI,
2005).
f) Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah:
- Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat
teratasi.
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.
- Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan,
mengenai jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan
apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
- Jumlah dan frekuensi dieresis
Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa
penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi
dengan baik. Apabila diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang
jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat dengan tanda
overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka
selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan
jumlah diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan.
Tetapi, apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya
syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian
dopamia perlu dipertimbangkan (DepKes RI, 2005).
Patoflow Alur Tersangka DHF

Tersangka DHF

Gejala Klinis
Demam 2-7 hari
Uji Tourniquet (+) atau perdarahan spontan
Laboratorium: Ht tidak meningkat,
Trombositopenia ringan

9.
10. Pasien tidak dapat minum
Pasien masih dapat minum
11.
Beri Minum banyak 1-2 liter/ hari
12.1 swndok makan tiap 5 menit
atau
Jenis minum: air putih, teh manis,
jus buah, susu, oralit Pasang Infus NaCl 0,9%: dektrose
Bila suhu > 380 C beri Paracetamol 5%(1:3)
Jika kejang beri anti convulsi Tetesan rumatan sesuai Berat badan
Periksa Ht, Hb, tiap 6 jam,
trombosit tiap 6-12 jam

Monitor gejala klinis dan


laboratorium
Perhatikan tanda syok
Palpasi nadi perifer HT naik dan / atau trombosit turun
Ujur diuresis
Awasi perdarahan
Periksa Hb,Ht dan trombosit tiap 6-
12 jam
Infus ganti RL (tetesan disesuaikan)

Perbaikan klinis dan laboratorium:

Pulang (Kriteria memulangkan pasien)


Tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik
Nafsu makan membaik, secara klinis
tampak perbaikan
HematokritGambar:
stabil, jumlah
Alur> 50.000/uL
Tersangaka DHF (Sumber: DepKes RI, 2005)
3 hari setelah syock teratasi, tidak
dijumpai distress nafas
Penatalaksanaan DHF Derajat I dan II
Cairan Awal

RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl +


D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor Tanda Vital / nilai Ht dan


Trombosit tiap 6 jam

13.
Perbaikan Tidak ada perbaikan
14.
 Tidak gelisah  Gelisah
 Nadi kuat  Distress pernapasan
 Tekadan Darah stabil  Frekuensi nadi
 Diuresis Cukup meningkat
 HT turun (2x  HT tetap tinggi / naik
pemeriksaan)  Tekanan nadi < 20
mmHg
Tetesan dikurangi 5 Tanda vital memburuk  Diuresis kurang/tidak
ml/kgBB/jam Ht meningkat ada
Tetesan dinaikkan
10-15 ml/kg BB/jam
Perbaikan

Evaluasi 12-24 jam


Perbaikan
Sesuaikan tetesan
3 ml/kg BB/jam
Tanda vital tidak stabil

Distress nafas
IVFD stop setelah 24-48 jam Ht naik HT turun
Apabila tanda vital dan Hb Tekanan nadi < 20 mmHg
stabil, diuresis cukup

Koloid 20-30 ml/kgBB/


Tranfusi darah segar 10
ml/kgBB
Gambar: Penatalaksanaan DHF derajat I dan II (Sumber: DepKes RI,Indikasi
2005) tranfusi:
Syok belum teratasi
Perdarahan masif

Perbaikan
Penatalaksanaan DHF Derajat II dan III

DHF Derajat III dan IV

1. Oksigenasi (O2 2-4 lt/mnt)


2. Penggantian volume plasma segera (cairan
kristaloid isotonis): RL/NaCl 0,9% 20 ml/kgBB
secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit apakah syock teratasi?


Syock teratasi:
Syock teratasi:  Kesaaran menurun
 Kesadaran membaik  Tekanan nadi < 20
 Tekanan nadi > 20 mmHg mmHg
 Tidak sesak nafas/tidak  Distress nafas/sianosis
sianosis  Dingin
 Ekstremitas hangat  Periksa kadar gula
 Diuresis cukup 1
ml/kgBB/jam 1. Lanjutkan cairan 15-
20 ml/kgBB/jam
2. Tambahkan
koloid/plasma
Cairan & tetesan disesuaikan dekstran /FFP 10-20
10 ml/kgBB/jam (max 30 ml/kgBB)
3. Koreksi asidosis
Evaluasi 1 jam

Evaluasi ketat
 Tanda vital
 Tanda Perdarahan
 Diuresis Syock belum teratasi
Syok teratasi
 Pantau Hb, Ht, trombosit

Stabil dalam 24 jam


Tetesan 5 ml/kgBB/jam
Hb stabil alam 2 x periksa Ht tetap tinggi/ meningkat
Ht menurun
Koloid 20 ml/kgBB

Tetesan 3 ml/kgBB/jam
Gambar: Penatalaksanaan DHF derajat II dan III (Sumber: DepKes RI, 2005)

Infus stop tidak lebih 48 jam


Setelah syok teratasi
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang efektif pada DHF ataupun DSS di ruang IGD didasarkan
pada kemampuan analisis kritis perawat untuk memprediksikan, mengenali
dan menentukan dengan cepat pasien dengan DSS atau potensial DSS
sehingga dapat diberikan penanganan yang cepat pula, karena keterlambatan
resusitasi dapat meningkatkan resiko mortalitas. Hal ini sangat didukung oleh
pengetahuan perawat tentang hal-hal yang harus dikaji pada pasien dengan
DHF atau DSS, termasuk manifestasi klinis yang mungkin muncul dalam
setiap tahap dari penyakit tersebut. Secara umum munculnya tanda dan gejala
nyeri atau tenderness pada abdomen, muntah terus menerus, akumulasi cairan
misalnya efusi pleura atai asites,perdarahan mukosa,penurunan kesadaran :
letargi, gelisah, pembesaran liver (≥2cm),peningkatan hematokrit dengan
penurunan jumlah platelet secara cepat merupakan indikator bahwa
diperlukan evaluai medis segera. CDC (Center Disease Control and
Prevention) menjelaskan bahwa fokus pengkajian untuk kegawatan pada DHF
yang dikenal dengan DSS adalah sebagai berikut (CDC, 2010):
a. Riwayat demam
Riwayat demam yang akurat penting untuk ketepatan diagnosis dan
membantu prediksi kehilangan cairan, dan fase penyakit. Terdapat
perbedaan karakteristik demam pada :
 DF demam akut biasanya 2 hari atau lebih
 DHF : 2-7 hari
 DSS :penurunan temperatur yang tiba-tiba (>38.0°C menjadi
temperatur normal atau subnormal)
b. Tanda-tanda vital
Tanda-tanda kegawatan/kritis adalah ketika didapatkan nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi yang sempit (TD sistolik-TD diastolik <20mm Hg)
atau hipotensi berdasarkan tekanan darah sesuai usia.

c. Pemeriksaan fisik fokus dan manifestasi perdarahan


Kondisi pasien mulai kritis ketika didapatkan tanda-tanda manifestasi
klinis perdarahan atau tes torniquet positif disertai tanda munculnya asites
dan atau efusi pleura, kulitdan ekstremitas teraba dingin, basah, kesadaran
menurun (letargi atau gelisah),CRT>2 detik, oliguria, tanda-tanda shock
(Phanmeesuk & Suksin, 2009).
d. Pemeriksaan laboratorium
Untuk kewaspadaan ,didapatkannya leukopenia dengan onset baru (WBC
<5,000 cells/mm3) limfositosis danpeningkatan limfosit yang bersifat
atypical, mengindikasikan dalam 24 jam berikutnya pasien potensial akan
masuk dalam fase kritis. Sedangkan tanda-tandapasien telah masuk fase
kritis adalah ketika tanda dan gejalapada pengkajian riwayat dan
pemeriksaa fisik diatas disertaitemuan onset yang baru dari hasil lab
sebagai berikut (Phanmeesuk & Suksin, 2009):
1) Thrombocytopenia (≤100,000 cells per mm3)
2) Hemokosentrasi ( peningkatan hematocrit ≥20%diatas rata-rata sesuai
usia atau penurunan hematocrit ≥20% dari terapi cairan yang
diperlukan, hipoproteinemia, hipokolesterolemia

Deteksi dini menjadi sangat penting karena kesalahan dalam mengenali


tanda-tanda kritis dapat menyebabkan keterlambatan reusitasi cepat yang
dapat menyebabkan pasien masuk kedalam komplikasi atau yang ditandai
dengan perdarahan masif dan gangguan metabolisme seperti hipokalsemia,
hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis laktat, dan hiponatremia (CDC).
Sehingga monitor ketat oleh perawat terhadap volume intravaskular, fungsi
organ vital, dan respon pasien terhadap treatment, jenis cairan yang masuk,
serta kemungkinan sumber perdarahan lainnya menjadi sangat penting. Maka,
untuk keperluan tersebut maka perawat sebagai petugas yang 24 jam didekat
pasien memiliki peran yang signifikan dalam efektifitas observasi tersebut
(Phanmeesuk & Suksin, 2009).

2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


a. Diagnosa Keperawatan : Resiko shock hipovolemik (kurangnya volume
cairan) berhubungan dengan peningkatan permeabilitas.
Ditandai dengan:perubahan status mental, penurunan tekanan
darah,peningkatan frekuensi nadi nadi, kulit/membran mukosa kering,
hematokrit meningkat, suhu tubuh meningkat, konsentrasi urin meningkat,
kelemahan.
Kriteria hasil : keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa tercapai,
hidrasi adekuat.

Intervensi :
Intervensi prioritas NIC
1) Autotranfusi pengumpulan dan reinfusi darah yang hilang akibat
perdarahan
2) Pengelolaan elektrolit peningkatan keseimbangan elektrolit dan
pencegahan komplikasi akibat kadar elektrolit serum yang tidak
normal atau tidak diinginkan (misalnya : kalsium, kalium.agnesium,
natrium dan fosfat dalam serum).
3) Pengelolaan cairan : peningkatan dan analisis data paisen untuk
mengatur keseimbangan cairan
4) Pengelolaan hipovolemia : expansi volume cairan intravaskular pada
pasien yang mengalami penurunan volume.
5) Terapi intravena : Pemberian dan pemantauan cairan dan obat
intravena
6) Pengelolaan syok , volume : peningkatan keadekuatan perfusi
jaringan pada pasien yang mengalami masalah volume intravaskular
yang berat

Aktifitas Keperawatan
1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2) Observasi khusus terhadap kehilangan cairan dan elektrolit yang tinggi
3) Pantau perdarahan
4) Identifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap bertambah
buruknya dehidrasi
5) Tinjau ulang elektrolit terutama natrium, kalium dan klorida.
6) Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu.
7) Pengelolaan cairan (NIC) :
a) Pantau status hidrasi
b) Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan
cairan
c) Pertahankan keakuratan asupan dan keluaran.

Pendidikan untuk pasien dan keluarga


1) Anjurkan pasien untuk melaporakan kepda perawat bila haus

Aktivitas kolaboratif :
1) laporkan dan catat keluaran (Output)
2) laporkan abnormalitas elektrolit
3) berikan terapi IV sesuai dengan anjuran

Aktifitas lain
1) bersihkan mulut secara teratur,
2) tentukan jumlah cairan dalam 24 jam
3) tingkatkan asupan orla, pasang kateter bila perlu
4) berikan cairan sesuai indikasi

b. Diagnosa keperawatan: Peningkatan suhu tubuh lebih dari normal


berhubungan dengan terjadinya viremia
Ditandai dengan : suhu tubuh llebih dari normal (36.5- 37 C), kulit
memerah (hiperemi), RR meningkat, kulit hangat, tachikardi
Kriteria Hasil: Suhu tubuh Normal (365-37 C), RR dan nadi Normal,
perubhan warna kulit tidak ada.Keadaan umum cukup

Intervensi :
Intervensi prioritas NIC
1) Pengobatan demam pengelolaan pasien dengan hipertermia yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang bukan dari lingkungan
2) Regulasi suhu mencapai dan atau untuk mempertahankan suhu tubuh
dalam rentang normal
3) Pemantauan tanda vital pengumpulan dan analisis data
kardiovaskluar, respirasi, suhu tubuh untuk menentukan serta
mencegah komplikasi

Aktivitas Keperawatan
1) Pantau aktivitas kejang
2) Pantau hidrasi
3) Pantau tkanan darah dan, nadi dan pernafasan,e
4) Regulasi suhu (NIC) : pantau suhu tubuh minimal tiap 2 jam sesuai
dengan kebutuhan denge pantau warna kulit dan suhu

Pendidikan untuk pasien dan keluarga


1) Ajarkan indikasi keletihan karena panas dan tindakan kedaruratan
ynag diperlukan sesuai dengan kebutuhan

Aktifitas kolaboratif :
1) Berikan obatantipiretik sesuai dengan kebutuhan
2) Gunakan air jangat untuk mengatasi gangguan suhu tubuh sesuai
dengan kebutuhan
Aktifitas lain :
1) Lepaskan pakaian yang yang berlebihn
2) Anjurkan asupan cairan oral
3) Gunakan selimut
4) Gunakna kompres pada aksila, kening, leher dan lipat paha

c. Diagnosa Keperawatan: Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet


dan perawatan pasien DHF sehubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien/keluarga tentang proses penyakit, diet,
perawatan meningkat sehingga klien/keluarga memperlihatkan perilaku
yang kooperatif.

Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit DHF
2) Kaji latar belakang pendidikan klien/ keluarga.
3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan obat-obatan
pada klien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
4) Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan dan manfaatnya pada
klien.
5) Berikan kesempatan pada klien/ keluarga untuk menanyakan hal-hal
yang ingin diketahui sehubungan dengan penyakit yang diderita klien.
6) Gunakan leaflet atau gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.

C. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Demam berdarah adalah masalah kesehatan yang serius karena hamper tiap
tahun selalu ada dan bahkan kadang-kadang meningkat tajam megarah
kekajadian luar biasa (KLB). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan
ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti. Penyakit demam berdarah dalam
keadaan gawat memerlukan pertolongan segera dan semakin cepat ditolong
makin besar kemungkinan untuk sembuh kembali. Pada seting prehospital
masyarakat dan keluarga harus waspada terhadap tanda dan gejala yang
dikeluhkan oleh pasien. Koordinasi dengan instansi terkait, missal dinas
kesehatan adalah penting dalam rangka pencegahan penularan demam
berdarah. Peran masyarakat sangat penting karena tanpa peran serta
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk maka sebesar apapun dana
yang dikeluarkan dan sebagus apapun program pemerintah tidak akan optimal
dalam penanggulangan dan pemberantasan penyakit demam berdarah. Untuk
dapat merawat pasien DHF dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang
terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid,
serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Kunci keberhasilan
tatalaksana DHF/DSS terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat
mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase
kritis, fase syok) dengan baik.

2. Saran
a. Diperlukan peran masyarakat dan pemerintah secara luas untuk bersama-
sama menjalankan program-program yang telah dibuat dalam
penanggulangan DHF.
b. Dibutuhkan peran serta perawat Puskesmas sebagai lini terdepan dalam
pencegahan DHF di lingkungan masyarakat dengan deteksi dini dan
peningkatan pendidikan kesehatan masyarakat terkait DHF.
BAB II

TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian

A. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : An. S

Umur : 9 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : -

Alamat : Kertapati

No Rekam Medik : 220983

Diagnosa Medik : DHF

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. Y

Umur : 36 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : IRT

Alamat : Kertapati
Hubungan dengan Pasien : Orang tua

B. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama : Nyeri ulu hati

2. Riwayat Kesehatan saat ini :

An.”S” masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada ulu hati, nyeri seperti

tertusuk-tusuk, Disertai demam panas, pasien mengatakan mual pada saat

makan, pasien mengatakan BB sebelum sakit 18 Kg setelah sakit BB 16 Kg,

tidak nafsu makan selama sakit. Pasien mengatakan mual dan muntah setiap

sesudah makan. Muntah 3-4 kali sehari, pasien tampak lemah, mukosa bibir

kering dan pecah- pecah, pasien tampak malas untuk minum, pasien hanya

minum 2 -3 gelas air putih dalam sehari, pasien tampak menahan nyeri skala

nyeri 6

Hasil pemeriksaan Tanda Tanda Vital :

TD : 110/60, RR : 24x/m, Nadi : 100x/m, Temp : 38, 5 0C.

3. Riwayat kesehatan masa lalu :

Pasien mengatakan dirinya pernah mengalami sakit seperti ini tetapi pasien

hanya berobat ke puskesmas.

4. Riwayat kesehatan keluarga :

Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami sakit Demam Berdarah

Bagan 3.1 Genogram


Keterangan :

: Laki-laki : Perempuan : Meninggal

: Tinggal serumah : Pasien

5. Riwayat pengobatan dan alergi

- Pernah Dirawat/ Dioperasi

Pasien mengatakan riwayat sebelumnya tidak pernah dirawat di Rumah sakit dan

Riwayat pernah dioperasi.

- Alergi

Pasien mengatakan tidak mempunyaI Alergi terhadap makanan

6. Pola aktivitas sehari-hari :


No Pola aktivitas Sebelum MRS Saat di RS
1 Pola Nutrisi :
a. Makan, frekuensi 3x1 hari 1 porsi 3 x1 sehari hanya
makanan menghabiskan 3 sendok
makan, dan makanan tidak
pernah dihabiskan.

b. Minum 6-7 gelas sehari 2-3 Gelas sehari


c. Nafsu makan Baik Berkurang
Masalah 1. Perubahan pola
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
2. Defisit volume cairan
2 Pola Eliminasi
1. BAB
- Frekuensi - 1x sehari - 1x sehari
- Konsistensi - Padat - Padat

2. BAK - 3-4 x/hari - 3-4 x/hari


- Frekuensi - Jernih - Jernih
- Warna - Tidak Berbau - Tidak Berbau
- Bau

3 Pola Tidur
- Malam ± 6-7 jam perhari ± 8 jam perhari
- Siang ± 2 jam perhari ± 2-4 jam perhari

4 Aktivitas Mandiri Dengan bantuan

5 Personal Hygiene
Mandi 2 kali/ hari 2 kali/hari dengan bantuan

Gosok Gigi 2 kali/ hari 2 kali / hari

7. Pemeriksaan Fisk :
a. Keadaan Umum : Lemah

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Tanda-Tanda Vital :

TD : 110 / 60 mmHg

RR : 24 x/menit

Pols : 100 x/menit

Suhu : 38 oC

d. Tinggi Badan : 155 cm

e. Berat Badan : Sebelum masuk RS 18 Kg

Sesudah masuk RS 16 Kg

f. Kepala

- Bentuk : Simetris

- Warna Rambut : Hitam

- Kebersihan : Bersih

- Masalah Keperawatan :

1. Ketidakefektifan thermoregulasi (Hipertermi)

2. Perubahan pola Nutrisi

g. Mata

- Bentuk : Simetris

- Penglihatan : Normal

- Pupil : Isokor
- Sclera : Tidak ikterik

- Konjungtiva : Tidak anemis

Masalah Keperawatan : Tidak ada

h. Telinga

- Bentuk : Simetris

- Pendengaran : Baik

- Kelainan : Tidak ada

- Masalah Keperawatan : Tidak ada

i. Hidung

- Bentuk : Simetris

- Penciuman : Baik

- Kebersihan : Bersih

- Masalah Keperawatan : Tidak ada

j. Mulut

- Gigi : Rapi namun ada sedikit caries gigi

- Bibir : Kering, pecah - pecah

- Lidah : Bersih

- Kebersihan : Baik

- Masalah Keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan

k. Leher
- Bentuk : Normal

- Gerakan : Aktif

- Kebersihan : Bersih

- Masalah Keperawatan : Tidak ada

l. Kulit

- Turgor : Kurang elastis

- Warna Kulit : Sawo Matang

- Penyakit Kulit : Tidak ada

- Kebersihan : Bersih

- Masalah Keperawatan : Gangguan keseimbangan cairan

m. Dada & Paru-Paru

- Bentuk : Simetris

- Frekuensi Nafas : 24 x/menit

- Sesak Nafas : Tidak ada

- Batuk : Tidak ada

- Masalah Keperawatan : Tidak ada

n. Cardiovaskuler

- Frekuensi nadi : 100 x/menit

- Irama jantung : Cepat dan kuat

- Oedema perifer : Tidak ada


- Masalah Keperawatan : Tidak ada

o. Abdomen

- Bentuk : Simetris

- Nyeri : Ada, nyeri tekan pada epigastrium

- Bising usus : Hiperaktif

- Masalah Keperawatan : Nyeri

p. Genetalia

- Kebersihan : Bersih

- Oedema : Tidak ada

- Kelainan : Tidak ada

- Masalah Keperawatan : Tidak ada

q. Ekstremitas atas

- Bentuk : Simetris

- Gerakan : Terbatas karena terpasangnya selang IVFD ditangan

sebelah kiri

r. Ekstremitas bawah

- Bentuk : Simetris

- Gerakan : Dapat bergerak normal

- Masalah Keperawatan : Tidak ada

s. Data penunjang
Tabel 3.2
Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Darah Rutin
Hemoglobin 11,8 L132-17,3 g/dl
P11,7-15,5 g/dl
Leukosit 15,0 5,0-10,0*3/ul

Hitung Jenis
- Basofil 3,0 0,0-2.5%
- Eosinofil 3,0 0,0-7,0%
- Limfosit 32,0 20,0-60,0%
6,0 2.0-15,0%
- Monosit
29 3-15/mnt
- LED 1 jam 100 150-450 K/ul
- Jumlah trombosit
Kimia Klinik
Ureum 10 15-39 mg/dl
Kreatinin 0,6 0,6-1,1 mg/dl
Glukosa darah sewaktu 123 70-105 mg/dl
Asam urat 2,2 2,6-6,0 mg/dl
SGOT 10 < 40 U/L
SGPT 11 < 41 U/L

t. Terapi

- IVFD RL Gtt : 20 tts/menit

- Sanmol : 3 x 1 SM

- Ranitidin : 2x1 Amp

- Ceftriaxon : 2x1 Amp

- Meronidazol : 2x1 Amp

3.2. Analisa Data


Tabel. 3.3
Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Infeksi Virus Dengue Nyeri
Pasien mengatakan nyeri
pada ulu hati, nyeri seperti
tertusuk-tusuk dan terasa Sistem pencernaan
panas.

DO : Peningkatan Suhu
- Pasien tampak menahan Tubuh
nyeri.
- Pasien tampak Mual dan
Muntah H. Phylori
- Skala nyeri 6 Melekat pada epitel
lambung
- TTV :
- TD : 110/60mmHg Menghancurkan
- RR : 24x/m. Nadi : 80x/m, lapisan mukosa sel
Temp : 38 0C. lambung
- Pols : 100 x/mnt
Menurunnya barrier
lambung terhadap
asam lambung dan
pepsin

Menyebabkan difusi
kembali asam
lambung dan pepsin

Inflamasi

Nyeri epigastrium

Nyeri

2 DS : Inflamasi Virus Ketidakseimbangan


Pasien mengatakan mual Dengue nutrisi kurang dari
pada saat makan serta pasien kebutuhan tubuh.
mengatakan tidak nafsu
makan selama sakit. Nyeri epigastrium

DO :
- Pasien tampak tidak nafsu Menurunnya sensori
makan. untuk makan
- Porsi makanan yang
disediakan tidak habis.
- Pasien hanya makan 3 Mual , Muntah
sendok makan.
- BB sebelum sakit 18 Kg
Anoreksia
- BB sesudah sakit 16 Kg
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

3 DS : infeksi Virus Dengue Defisit volume


Pasien mengatakan mual dan cairan dan elektrolit
muntah setiap sesudah
makan. Sistem pencernaan

DO :
- Pasien tampak lemah. Peningkatan Suhu
- Pasien tampak muntah Tubuh
setelah habis makan
- Mukosa bibir kering dan
pecah – pecah. H. Phylori
Melekat pada epitel
- Pasien tampak malas untuk
lambung
minum.
- Pasien hanya minum 2 -3 Menghancurkan
gelas air putih dalam lapisan mukosa sel
sehari lambung
- Kulit kurang elastis

Menyebabkan difusi
kembali asam
lambung dan pepsin

Erosi mukosa
lambung

Menurunnya tonus
dan peristaltik
lambung

Refluks isi deudenum


ke lambung

Dorongan ekspulsi isi


lambung kemulut

Muntah

Defisit volume cairan


dan elektrolit
4 Data subjektif : Virus dengue Ketidakefektifan
- Keluarga Klien termoregulasi
mengatakan suhu badan Masuk ke aliran darah (Hipertermi)
anaknya terasa panas
sejak 3 hari sebelum Viremea
masuk rumah sakit
Terjadi kerusakan sel
-
Data objektif : Merangsang melepas
zat epirogen oleh
- Tanda – tanda vital
leukosit
KU : Lemah
TD : 110/60 mmHg
Mempengaruhi pusat
T : 38 C
termoregulasi
RR : 24x/menit dihipotalamus
N : 100x/menit
Ketidakefektifan
termoregulasi
(Hipertermi)
3.3. Prioritas Masalah

1. Kurang volume cairan dan elektrolit

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Nyeri

4. Ketidakefektifan Thermoregulasi

3.4 Diagnosa Keperawatan

1. Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan cairan

tidak cukup dan kehilangan berlebihan karena muntah

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan tidak nafsu makan/ anoreksia.

3. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung

4. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan fluktuasi suhu

lingkungan, proses penyakit


3.5 Intervensi Keperawatan

Tabel. 3.4
Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Para


No
Keperawatan Tujuan (NIC) Intervensi (NOC) f
1. Kurang volume Kebutuhan cairan 1. Pertahankan intake dan
cairan dan elektrolit terpenuhi dalam waktu output adekuat.
berhubungan dengan 2x24 jam dengan 2. Monitor status
cairan tidak cukup kriteria: dehidrasi
dan kehilangan - Pasien tidak mual 3. Monitor vital sign
berlebihan karena dan muntah sesuai kebutuhan.
muntah. Ditandai - Mukosa bibir lembab 4. Monitor status nutrisi
dengan : - Pasien minum 8 5. Monitor
gelas air putih dalam masukan/makanan/cair
DS : sehari an dan hitung intake
Pasien mengatakan Kulit elastis kalori harian.
mual dan muntah 6. Kaji membran mukosa
setiap sesudah dan turgor kulit.
makan. 7. Kelola cairan sesuai
kebutuhan.
DO : 8. Pertahankan kecepatan
- Pasien tampak pemberian cairan
lemah. intravena.
- Pasien tampak 9. Kolaborasi dengan tim
muntah setelah medis dalam
habis makan pemberian obat sesuai
- Mukosa bibir dengan kebutuhan
kering dan pecah- pasien.
pecah.
- Pasien tampak
malas untuk
minum.
- Pasien hanya
minum 2 -3 gelas
air putih dalam
sehari
- Kulit kurang
elastis

2. Ketidakseimbangan Pola Makan dari pasien 1. Identifikasi faktor


nutrisi kurang dari teratur dengan cukup penyebab mual dan
kebutuhan tubuh memenuhi kebutuhan muntah.
berhubungan dengan nutrisi dalam waktu 2 x 2. Identifikasi faktor-
tidak nafsu makan / 24 jam dengan kriteria: faktor yang
anoreksia. ditandai 1. Pasien tidak mual berpengaruh terhadap
dengan : 2. Pasien tidak merasa hilangnya nafsu makan
nyeri akibat gastritis pasien.
DS: atau iritasi dari 3. Berikan makanan
Pasien mengatakan mukosa lambung kesukaan pasien.
mual pada saat 3. Porsi makan 4. Tentukan kemampuan
makan serta pasien dihabiskan pasien untuk
mengatakan tidak memenuhi kebutuhan
nafsu makan selama nutrisi.
sakit. 5. Pantau intake dan
output nutrisi
DO : 6. Anjurkan untuk makan
- Pasien tampak banyak buah dan
tidak nafsu makan. sayuran.
- Porsi makanan 7. Ajarkan
yang disediakan pasien/keluarga
tidak habis. tentang makanan
- Pasien hanya begizi dan tidak mahal.
makan 3 sendok 8. Instruksikan pasien
makan. agar menarik naafas
dalam perlahan dan
- BB sebelum sakit
menelan secara sadar
18 Kg
untuk mengurangi
- BB sesudah sakit mual dan muntah.
17 Kg 9. Tawarkan hygiene
mulut sebelum makan.
10. Kolaborasi dengan ahli
gizi mengenai jumlah
kalori dan jenis zat gizi
yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan
energi.

3. Nyeri berhubungan Rasa Nyeri pasien 1. Kaji tanda -tanda vital


dengan iritasi berkurang dengan tidak 2. Kaji nyeri secara
mukosa lambung. ada peradangan atau komprehensif berupa
ditandai dengan : iritasi pada mukosa lokasi, durasi,
DS: lambung pasien dalam karakteristik, kualitas
Pasien mengatakan waktu 2 x 24 jam nyeri
nyeri pada ulu hati, dengan kriteria: 3. Observasi reaksi non
nyeri seperti - Skala Nyeri pasien verbal dari
tertusuk-tusuk dan berkurang (7-0) ketidaknyamanan pasien
terasa panas. - Pasien tidak merasa 4. Kontrol lingkungan yang
nyeri pada dapat mempengaruhi
DO: epigastrium (ulu nyeri seperti suhu
- Pasien tampak hati) ruangan dan kebisingan
menahan nyeri. - Pasien tidak 5. Kurangi fakor presipitasi
- Skala nyeri 6 meringis lagi. nyeri
- TTV : 6. Ajarkan pasien tentang
tehnik non farmakologi
- TD 110/60mmHg
nyeri dengan nafas
- RR : 24x/m.
dalam dan relaksasi serta
- Nadi : 80x/m,
kompres hangat
Temp: 37, 2 0C.
7. Memberikan informasi
tentang nyeri yang
dialami
8. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
1. Ketidakefektifan NOC NIC
termoregulasi  Hidration Temperature regulation
berhubungan dengan  Immune status (pengaturan suhu)
fluktuasi suhu  Risk control 1. Kaji Suhu
lingkungan, proses  Risk detection 2. Monitor suhu minimal
penyakit tiap 2 jam
Data subjektif : Kriteria Hasil : 3. Observasi Mukosa bibir,
 Keseimbangan antara Turgor kulit
- Klien
produksi panas, 4. Rencanakan monitoring
mengatakan suhu
panas yang diterima, suhu secara kontinyu
badannya terasa
dan kehilangan panas 5. Monitor TD, nadi an RR
panas sejak 3
 Nadi dan RR dalam 6. Monitor warna dan suhu
hari sebelum
rentang normal kulit
masuk rumah
 Tidak ada kejang 7. Monitor tanda-tanda
sakit
perubahan warna hipertermi dan hipotermi
Data objektif : kulit dan pusing 8. Tingkatkan intake cairan
- Tanda – tanda  Glukosa darah stabil dan nutrisi
vital 9. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
KU : Lemah kehangatan tubuh
TD : 110/70 mmHg 10. Anjurkan Pasien
T : 38 C banyak minum
11. Kompres pasien
RR : 24x/menit menggunakan Air
N : 100x/menit hangat atau dingin
menggunakan kain
3.6 Implementasi Keperawatan

Nama : An “S” Diagnosa Medis : DHF


Jenis kelamin : Perempuan No.kamar/bad : 12/2
Hari/Tanggal : Selasa/17 Juli 2018

Tabel. 3.5
Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Tanggal/ Implementasi Hasil Paraf


Keperawatan Waktu
1. Kurang volume cairan 17 juli 1. Mempertahankan intake dan - IVFD RL
dan elektrolit 2018/ output adekuat. terpasang
berhubungan dengan 2. Memonitor status dehidrasi - Turgor normal
cairan tidak cukup dan 3. Memonitor vital sign sesuai - Td : 110/60,
kehilangan berlebihan 11.00 wib kebutuhan. RR, 24, S:38,
karena muntah. s.d 12.00 P:100 x/mnt

4. Memonitor - Makan Bubur


masukan/makanan/cairan dan lunak 3x1
hitung intake kalori harian.
5. Mengkaji membran mukosa - Mukosa
dan turgor kulit. tampak kering
6. Berkolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian obat - IVFD RL
sesuai dengan kebutuhan terpasang
pasien. Gtt 20 x/mnt

2. Ketidakseimbangan 17 juli 1. Mengidentifikasi faktor - Lidah tampak


nutrisi kurang dari 2018/ penyebab mual dan muntah, putih, Asam
kebutuhan tubuh apakah dari makanan. lambung
berhubungan dengan Meningkat
tidak nafsu makan / 13.00 wib 2. Memantau intake dan output - Porsi makan 3
anoreksia. s.d 14.00 nutrisi x 1 tetapi
dihabiskan 4-5
sendok, BAB
2X1 SEHARI
3. Menjelaskan pentingnya - Pasien dan
asupan untuk makan banyak keluarga
buah dan sayuran. memahami dan
mengerti info
yg dijelaskan
4. Mengajarkan pasien/keluarga - Pasien dan
tentang makanan bergizi. keluarga
mendengarkan
info yang
dijelaskan
5. Menawarkan hygiene mulut - Pembersihan
sebelum makan. hygien mulut

6. Berkolaborasi dengan ahli gizi - Diet bubur


mengenai jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan
energi.

3. Nyeri berhubungan 17 juli 1. Mengkaji tanda – tanda vital - Tanda – tanda


dengan iritasi mukosa 2018/ vital:
lambung TD110/60
mmHg, Nadi
14.00 wib 80 x/menit, RR
s.d 15.00 24 x/menit dan
Suhu 37,2oC

2. Mengkaji nyeri secara - Skala nyeri 6


komprehensif berupa lokasi,
durasi, karakteristik, kualitas
nyeri.
3. Mengajarkan pasien tentang - Pasien belajar
tehnik non farmakologi nyeri tekhnik
dengan nafas dalam dan relaksasi nafas
relaksasi. dalam

4. Memberikan informasi - Pasien


tentang nyeri yang dialami menyimak info
yang diberikan

5. Kolaborasi dalam pemberian - Ranitidin 2x1


analgetik Amp
17 juli 1. Monitor suhu minimal tiap 2 - Suhu : 38 “c
2018/ jam
2. Observasi Mukosa bibir, Turgor - Mukosa bibir
kulit kering, turgor
15.00 wib 3. Rencanakan monitoring suhu normal
s.d 16.00 - Suhu dan
secara kontinyu
wib Tanda vital
4. Monitor TD, nadi an RR dimonitor tiap
5. Monitor warna dan suhu kulit 30 menit
6. Monitor tanda-tanda hipertermi - Suhu 38 “C,
dan hipotermi Mukosa bibir
kering
7. Tingkatkan intake cairan dan - Pasien banyak
nutrisi minum air
putih
8. Selimuti pasien untuk mencegah
- Pasien tampak
hilangnya kehangatan tubuh
diselimuti
orang tuanya
9. Anjurkan kebada ibu pasien
- Ibu tampak
unttuk mengompres
mengompres
menggunakan Air hangat
anaknya
menggunakan kain
3.7 Evaluasi Keperawatan

Hari/ Tanggal : Rabu / 18 Juli 2018

Jam : 09.00 WIB

Tabel 3.6
Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf


1. Kurang volume cairan dan S : Pasien mengatakan mual dan muntah
elektrolit berhubungan setiap sesudah makan.
dengan cairan tidak cukup
dan kehilangan berlebihan O:
karena muntah - Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak muntah setelah habis
makan.
- Mukosa bibir kering dan pecah-
pecah.
- Pasien tampak malas untuk minum.
- Pasien hanya minum 2 -3 gelas air
putih dalam sehari
- Kulit pasien tidak elastis

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
1. Pertahankan intake dan output
adekuat.
2. Monitor status dehidrasi
3. Monitor vital sign sesuai kebutuhan.
4. Monitor masukan/makanan/cairan
dan hitung intake kalori harian.
5. Kaji membran mukosa dan turgor
kulit.
6. Pertahankan kecepatan pemberian
cairan intravena.
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat sesuai dengan
kebutuhan pasien.
2. Ketidakseimbangan nutrisi S : Pasien mengatakan mual pada saat
kurang dari kebutuhan makan serta pasien mengatakan tidak
tubuh berhubungan dengan nafsu makan selama sakit.
tidak nafsu
makan/anoreksia. O:
- Pasien tampak lemah.
- Pasien tampak tidak nafsu makan.
- Porsi makanan yang disediakan tidak
habis, pasien hanya makan 3 sendok
makan.
- Berat badan sebelum masuk RS 61
Kg
- Berat badan seudah masuk RS 58 Kg

A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
1. Identifikasi faktor penyebab mual
dan muntah.
2. Identifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap hilangnya
nafsu makan pasien.
3. Pantau intake dan output nutrisi
4. Jelaskan pentingnya asupan makan
banyak buah dan sayuran.
5. Ajarkan pasien/keluarga tentang
makanan bergizi.
6. Tawarkan hygiene mulut sebelum
makan.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai jumlah kalori dan jenis zat
gizi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan energi.

3. Nyeri berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri pada ulu


iritasi mukosa lambung hati dan terasa panas

O : Pasien tampak menahan nyeri


Skala nyeri 5
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji tanda – tanda vital
2. Kaji nyeri secara komprehensif
berupa lokasi, durasi, karakteristik,
kualitas nyeri
3. Ajarkan pasien tentang tehnik non
farmakologi nyeri dengan nafas
dalam dan relaksasi serta kompres
hangat
4. Memberikan informasi tentang nyeri
yang dialami
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
4 Ketidakefektifan S:
termoregulasi berhubungan - Klien mengatakan badannya masih
dengan fluktuasi suhu terasa panas
lingkungan proses, penyakit O:
Data subjektif : - KU : lemah
- Klien mengatakan suhu - TD : 100/60 mmHg
badannya panas sejak 3
- T : 38,5.0 C
hari sebelum masuk
rumah sakit - RR : 22x/menit
Data objektif : - N : 89 x/menit
- Tanda – tanda vital A:
KU : Lemah - Masalah Belum teratasi
TD : 110/60 mmHg P:
T : 38 C Intervensi dilanjutkan
RR : 24x/menit - Monitor suhu sesering mungkin
N : 100x/menit
- Monitor TTV
- Kompres pasien pada bagian prontal
dan aksila
Evaluasi Keperawatan

Hari/ Tanggal : Kamis / 19 Juli 2018

Jam : 10.00 WIB

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf


1. Kurang volume cairan dan S :Pasien mengatakan mual dan muntah
elektrolit berhubungan sudah mulai berkurang.
dengan cairan tidak cukup Pasien mengatakan hanya muntah 1 kali.
dan kehilangan berlebihan O:
karena muntah - Pasien tampak tenang dan koperatif
- Pasien tampak tidak muntah setelah
habis makan.
- Mukosa bibir lembab
- Pasien sudah minum 6 gelas air putih
dalam sehari
- Kulit pasien mulai elastis

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
1. Pertahankan intake dan output
adekuat.
2. Monitor status dehidrasi
3. Monitor vital sign sesuai kebutuhan.
4. Monitor masukan/makanan/cairan
dan hitung intake kalori harian.
5. Kaji membran mukosa dan turgor
kulit.
6. Pertahankan kecepatan pemberian
cairan intravena.
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat sesuai dengan
kebutuhan pasien.

2. Ketidakseimbangan nutrisi
S : S: Pasien mengatakan mual muntah sudah
kurang dari kebutuhan berkurang.
tubuh berhubungan dengan Pasien mengatakan nafsu makan sudah
tidak nafsu mulai ada.
makan/anoreksia
O:
- Pasien tampak tenang.
- Pasien tampak ada nafsu makan.
- Porsi makanan yang disediakan
habis setengah porsi

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
1. Identifikasi faktor penyebab mual
dan muntah.
2. Identifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap hilangnya
nafsu makan pasien.
3. Pantau intake dan output nutrisi
4. Ajarkan pasien/keluarga tentang
makanan bergizi.
5. Tawarkan hygiene mulut sebelum
makan.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi
mengenai jumlah kalori dan jenis zat
gizi yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan energi.

3. Nyeri berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri pada ulu


iritasi mukosa lambung hati sudah berkurang

O : Pasien tampak menahan nyeri


Skala nyeri 3

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan
1. Kaji tanda – tanda vital
2. Kaji nyeri secara komprehensif
berupa lokasi, durasi, karakteristik,
kualitas nyeri
3. Ajarkan pasien tentang tehnik non
farmakologi nyeri dengan nafas
dalam dan relaksasi.
4. Memberikan informasi tentang nyeri
yang dialami
5. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik
.

4 Ketidakefektifan S:
termoregulasi berhubungan - Klien mengatakan badannya masih
dengan fluktuasi suhu terasa panas
lingkungan proses, penyakit O:
Data subjektif : - KU : lemah
- Klien mengatakan suhu - TD : 100/60 mmHg
badannya panas sejak 3
- T : 37,5 C
hari sebelum masuk
rumah sakit - RR : 22x/menit
Data objektif : - N : 89 x/menit
- Tanda – tanda vital A:
KU : Lemah - Masalah teratasi sebagian
TD : 110/60 mmHg P:
T : 38 C Intervensi dilanjutkan
RR : 24x/menit - Monitor suhu sesering mungkin
N : 100x/menit
- Monitor TTV
- Kompres pasien pada bagian prontal
dan aksila

Evaluasi Keperawatan

Hari/ Tanggal : Jumat / 20 Juli 2018

Jam : 14.00 WIB

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Paraf


1. Kurang volume cairan dan S:
elektrolit berhubungan Pasien mengatakan dirinya
dengan intake dan output sudah tidak lagi muntah.
cairan in adekuat/ mual Pasien mengatakan dirinya
dan muntah sudah banyak minum air
putih

O:
- pasien tampak tenang
- pasien tidak lagi muntah
- Mukosa bibir lembab
- Kulit elastis
-
A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan.

2. Kettidakseimbangan S:
nutrisi kurang dari Pasien mengatakan dirinya
kebutuhan tubuh sudah mulai nafsu makan.
berhubungan dengan tidak
nafsu makan / anoreksia O:
- Pasien tampak tenang
- Pasien tampak nafsu
makan
- Porsi makanan yang
diberikan habis.

A : Masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan
4. Nyeri berhubungan dengan . S :
iritasi mukosa lambung pasien mengatakan nyeri
sudah tidak terasa.
O:
- pasien tampak rileks/
tenang.
- Skala nyeri 0
- Td : 170/90 mmHg
- Nadi 80 x/menit
- RR : 20 x/m
- Temp : 36,7 0C

A : Masalah teratas
P : Intervensi dihentikan

4 Ketidakefektifan S:
termoregulasi berhubungan - Klien mengatakan
dengan fluktuasi suhu badanya terasa tidak
lingkungan proses, penyakit panas lagi
Data subjektif : O:
- Klien mengatakan suhu - KU : lemah
badannya panas sejak 3 - TD : 100/60 mmHg
hari sebelum masuk
- T : 36 C
rumah sakit
- RR : 22x/menit
Data objektif :
- Tanda – tanda vital - N : 89 x/menit

KU : Lemah A:
TD : 110/60 mmHg - Masalah teratasi

T : 38 C P:
RR : 24x/menit Intervensi dihentikan
N : 100x/menit
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela
epidemiologi. 2 (1): 1 – 3
Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose
Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan.
Detik Health. Retrieved from:
http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April 2013
Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012). A
three-component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever.
Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada
SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html
diakses 20 April 2013
Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal
Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 – 79
DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue.
Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.

Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever


Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical
Monograph Series No. 2 WHO.
IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue.
http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013
Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased
Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine.
Immunology Mart, 69;33:449-53
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada
demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6
Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue Virus
Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.
Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam berdarah
dengue di kaupaten bantaeng.
Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock Syndrome
(Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram Hospital Vol 24
No.2.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di
Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala Klinik
dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-September.
Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in
Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam
Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H.
(2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue fever
develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort
study. BMC Infectious Diseases.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi
NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue
fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai