Anda di halaman 1dari 8

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Sejarah Pendidikan Kepamong Prajaan


Penyelenggaraan pendidikan kader pemerintahan di lingkungan Departemen Dalam
Negeri yang terbentuk melalui proses perjalanan sejarah yang panjang. Perintisiannya
dimulai sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1920, dengan
terbentuknya sekolah pendidikan Pamong Praja yang bernama Opleiding School Voor
Inlandshe Ambtenaren ( OSVIA ) dan Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche
Ambtenaren ( MOSVIA ).
Para lulusannya sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan untuk memperkuat
penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda. Dimasa kedudukan pemerintah Hindia
Belanda, penyelenggaraan pemerintahan Hindia Belanda dibedakan atas pemerintahan
yang langsung dipimpin oleh kaum atau golongan pribumi yaitu Binnenlands Bestuur
Corps ( BBC ) dan pemerintahan yang tidak langsung dipimpin oleh kaum atau
golongan dari keturunan Inlands Bestuur Corps ( IBC ).

Pada masa awal kemerdekaan RI, sejalan dengan penataan sistem pemerintahan yang
diamanatkan oleh Undang Undang Dasar 1945, kebutuhan akan tenaga kader pamong
praja untuk melaksnakan tugas-tugas pemerintahan baik pada pemerintah pusat
maupun daerah semakin meningkat sejalan dengan tuntutan perkembangan
penyelenggaraan pemerintahannya. Untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan
tenaga kader pamong praja, maka pada tahun 1948 dibentuklah lembaga pendidikan
dalam lingkungan Kementrian Dalam Negeri yaitu Sekolah Menengah Tinggi ( SMT )
Pangreh Praja yang kemudian berganti nama menjadi Sekolah Menengah Pegawai
Pemerintahan Administrasi Atas ( SMPAA ) di Jakarta dan Makassar.
Pada Tahun 1952, Kementrian Dalam Negeri menyelenggarakan Kursus Dinas C
(KDC) di Kota Malang, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan pegawai
golongan DD yang siap pakai dalam melaksanakan tugasnya. Seiring dengan itu, pada
tahun 1954 KDC juga diselenggarakan di Aceh, Bandung, Bukittinggi, Pontianak,
Makasar, Palangkaraya dan Mataram. Sejalan dengan perkembangan
penyelenggaraan pemerintahan yang semakin kompleks, luas dan dinamis, maka
pendidikan aparatur di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan tingkatan kursus
dinilai sudah tidak memadai. Berangkat dari kenyataan tersebut, mendorong
pemerintah mendirikan Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) pada tanggal 17
Maret 1956 di Malang, Jawa Timur. APDN di Malang bersifat APDN Nasional
berdasarkan SK Mendagri No. Pend.1/20/56 tanggal 24 September 1956 yang
diresmikan oleh Presiden Soekarno di Malang, dengan Direktur pertama Mr. Raspio
Woerjodiningrat. Mahasiswa APDN Nasional Pertama ini adalah lulusan KDC yang
direkrut secara selektif dengan tetap mempertimbangkan keterwakilan asal provinsi
selaku kader pemerintahan pamong praja yang lulusannya dengan gelar Sarjana Muda
( BA ).
Pada perkembangan selanjutnya, lulusan APDN dinilai masih perlu ditingkatkan dalam
rangka upaya lebih menjamin terbentuknya kader-kader pemerintahan yang ” qualified
leadership and manager administrative ”, terutama dalam menyelenggarakan tugas-
tugas urusan pemerintahan umum. Kebutuhan ini mendorong pemerintah untuk
menyelenggarakan pendidikan aparatur di lingkungan Departemen Dalam Negeri
setingkat Sarjana, maka dibentuklah Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP ) yang
berkedudukan di Kota Malang Jawa Timur berdasarkan Keputusan Bersama Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 8 Tahun 1967, selanjutnya
dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1967. Peresmian berdirinya
IIP di Malang ditandai dengan peresmian oleh Presiden Soekarno pada tanggal 25 Mei
1967.
Pada tahun 1972 Institut Ilmu Pemerintahan ( IIP) yang berkedudukan di Malang Jawa
Timur dipindahkan ke Jakarta melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 94
Tahun 1972. Pada tanggal 9 Maret 1972, kampus IIP yang terletak di Jakarta di
resmikan oleh Presiden Soeharto yang dinyatakan : ” Dengan peresmian kampus
Institut Ilmu Pemerintahan, mudah-mudahan akan merupakan kawah candradimukanya
Departemen Dalam Negeri untuk menggembleng kader-kader pemerintahan yang
tangguh bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia ”
Seiring dengan pembentukan IIP yang merupakan peningkatan dari APDN Nasional di
Malang, maka untuk penyelenggaraan pendidikan kader pada tingkat akademi,
Kementrian Dalam Negeri secara bertahap sampai dengan dekade tahun 1970-an
membentuk APDN di 20 Provinsi selain yang berkedudukan di Malang, juga di Banda
Aceh, Medan, Bukittinggi, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung, Bandung,
Semarang, Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang,
Makassar, Menado, Ambon dan Jayapura.
Pada tahun 1988, dengan pertimbangan untuk menjamin terbentuknya wawasan
nasional dan pengendalian kualitas pendidikan Menteri Dalam Negeri Rudini melalui
Keputusan No. 38 Tahun 1988 Tentang Pembentukan Akademi Pemerintahan Dalam
Negeri Nasional. APDN Nasional kedua dengan program D III berkedudukan di
Jatinangor, Sumedang Jawa Barat yang peresmiannya dilakukan oleh Mendagri
tanggal 18 Agustus 1990. APDN Nasional ditingkatkan statusnya berdasarkan Kepres
No. 42 Tahun 1992 tentang Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, maka status
APDN menjadi STPDN dengan program studi D III yang diresmikan oleh Presiden RI
pada tanggal 18 Agustus 1992. Sejak tahun 1995, bertititk tolak dari keinginan dan
kebutuhan untuk lebih mendorong perkembangan karier sejalan dengan peningkatan
eselonering jabatan dalam sistem kepegawaian Republik Indonesia, maka program
studi ditingkatkan menjadi program D IV. Keberadaan STPDN dengan pendidikan
profesi ( program D IV ) dan IIP yang menyelenggarakan pendidikan akademik program
sarjana ( Strata I ), menjadikan Departemen Dalam Negeri memiliki dua (2) Pendidikan
Pinggi Kedinasan dengan lulusan yang sama dengan golongan III/a.
Kebijakan Nasional mengenai pendidikan tinggi sejak tahun 1999 antara lain yang
mengatur bahwa suatu Departemen tidak boleh memiliki dua atau lebih perguruan
tinggi dalam menyelenggarakan keilmuan yang sama, maka mendorong Departemen
Dalam Negeri untuk mengintegrasikan STPDN ke dalam IIP . Usaha pengintegrasiaan
STPDN kedalam IIP secara intensif dan terprogram sejak tahun 2003 sejalan dengan
dikeluarkannya UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pengintegrasian terwujud dengan ditetapkannya Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun
2004 tentang Penggabungan STPDN ke dalam IIP dan sekaligus mengubah nama IIP
menjadi Institut Ilmu Pemerintahan ( IPDN ). Tujuan penggabungan STPDN ke dalam
IIP tersebu, selain untuk memenuhi kebijakan pendidikan nasional juga untuk
meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pendidikan kader pamong praja di
lingkungan Departemen Dalam Negeri. Kemudian Kepres No. 87 Tahun 2004 ditindak
lanjuti dengan Keputusan Mendagri No. 892.22-421 tahun 2005 tentang Pelaksanaan
Penggabungan dan Operasional Institut Pemerintahan Dalam Negeri, disertai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2005 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja IPDN dan Peraturan Menteri Dalam Negeri 43 Tahun 2005 Tentang Statuta IPDN
serta peraturan pelaksanaan lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan Sekolah Tinggi
Pemerintahan Dalam Negeri ke dalam Institut Ilmu Pemerintahan menjadi IPDN,
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2009 tentang Statuta Institut
Pemerintahan Dalam Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun
2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Bahwa
IPDN merupakan salah satu komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri yang
melaksanakan tugas menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan. Sejalan
dengan tugas dan fungsi melaksanakan pendidikan tinggi kepamongprajaan serta
dengan mempertimbangkan tantangan, peluang dan pilihan-pilihan strategik yang akan
dihadapi dalam lima tahun kedepan, Renstra IPDN 2010-2014 disusun dengan
memperhatikan pencapaian program dan kegiatan yang dilakukan agenda
pembangunan pada lima tahun terakhir (2005-2009), serta kondisi internal dan
dinamika ekternal lingkup IPDN.
Presiden Republik Indonesia pada tanggal 9 April 2007 mengeluarkan kebijakan
dengan menetapkan 6 (enam) langkah pembenahan yang segera dilakukan untuk
membangun budaya organisasi yang barn bagi IPDN. Kebijakan Presiders memperoleh
dukungan dad DPR-RI.
Untuk melaksanakan kebijakan pembenahan, Menteri Dalam Negeri telah
mengeluarkan serangkaian kebijakan yaku: 1. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2007 tentang Pembenahan IPDN; 2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:
890.05-506 Tahun 2007 tentang Pembentukan Tim Implementasi Pendidikan Kader
Pemerintahan;
Pada tahap selanjutnya, ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 2004 tentang Penggabungan
Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri Ke Dalam Institut Ilmu Pemerintahan
menjadi IPDN mengamanatkan penataan sistem pendidikan tinggi kepamongprajaan
meliputi jenis pendidikan, pola pendidikan, kurikulum, organisasi penyelenggara
pendidikan, tenaga kependidikan dan peserta didik serta pembiayaan. Pendidikan tinggi
kepamongprajaan selain diselenggarakan di Kampus IPDN Pusat Jatinangor, serta
Kampus IPDN di Cilandak Jakarta, jugs diselenggarakan di Kampus IPDN Daerah yang
menyelenggarakan program studi tertentu sebagai satu kesatuan yang ticlak
terpisahkan.
Untuk memenuhi persyaratan menjadi Institut, di IPDN telah dibentuk 2 (dua) Fakultas
yaitu Fakultas Politik Pemerintahan yang terdiri dari 2 (dua) jurusan yaitu jurusan
Kebijakan Pemerintahan dan Jurusan Pemberdayaan Masyarakat; Fakultas
Manajemen Pemerintahan yang terdiri dari 4 (empat) jurusan yaitu Jurusan Manajemen
Sumber Daya Aparatur, Jurusan Pembangunan Daerah, Jurusan Keuangan Daerah,
dan Jurusan Kependudukan dan Catatan Sipil.
Kampus IPDN di daerah tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
39 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja IPDN ditetapkan: Kampus IPDN
Manado, Kampus IPDN Kampus Makassar, Kampus IPDN Pekanbaru, dan Kampus
IPDN Bukittinggi, yang selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor: 892.1¬829 Tahun 2009 ditetapkan lokasi pembangunan kampus IPDN di
daerah yaitu: di Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara, di Kabupaten Gowa
Provinsi Sulawesi Selatan, di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, dan di Kabupaten
Agam Provinsi Sumatera Barat, serta pada saat ini sedang dipersiapkan
pengembangan Kampus IPDN di Pontianak di Provinsi Kalimantan Barat, Kampus
IPDN di Mataram di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kampus IPDN di Jayapura
Provinsi Papua.
Kampus IPDN di daerah sejak tahun 2009 telah melaksanakan operasional pendidikan
dengan kapasitas Praja 100 Praja setiap kampus dengan penetapan Jurusan/Program
Studi yaitu: pertama, Kampus IPDN di Kab. Agam menyelenggarakan Program Studi
Keuangan Daerah, Kampus IPDN di Kab. Rokan Hilir menyelenggarakan program studi
pembangunan daerah, Kampus IPDN di Kab. Gowa menyelenggarakan Program Studi
Pemberdayaan Masyarakat, sedangkan kampus IPDN di Minahasa direncanakan
menyelenggarakan Program Studi Kependudukan dan Catatan Sipil.
Mulai tahun 2010 kebijakan Pendidikan Kepamongprajaan dikonsentrasikan pada
Program Diploma IV (D-IV) pada se¬mester I, II, 111, IV, V dan VI setelah masuk
semester VI I dan VIII dilaksanakan penjurusan dan pengalihan ke Program Strata Satu
(S-1). Pada Kampus IPDN di Cilandak Jakarta diselenggarakan Program Pascasarjana
Strata Dua (S-2) dan Strata Tiga (S-3), program profesi kepamongprajaan serta
kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat.

Sejarah Kepamongprajaan
Pada zaman kolonial pamongpraja ini bernama “binnenland bestur“,
kemudianpada zaman awal kemerdekaan dinamakan “Pangreh raja“, selanjutnya
pada era orde lama dan orde baru ada istilah “Pagarpraja“ dan “Pamongpraja“. Pangreh raja
adalah merupakan orang-orang bekerja untuk kepentingan kolonial yangmengelola pemerintahan
mulai tingkat desa sampai ketingkat pusat. Pangreh Praja merupakan alat pemerintahan
kolonial belanda.Secara etimologis, pamongpraja terdiri dari dua kata “praja“ berarti
kerajaan,kota,dan Negara, sedangkan pamong berasal dari kata “emong“ yang berarti
melayani,melindungi dan mengayomi. Jadi pamong adalah pengasuh, penyelenggara.
Dengan demikian pamongpraja adalah penyelenggara pemerintahan Pada awal kemerdekaan
sampai rezim orde lama dan rezim orde baru istilah pangreh praja berganti nama menjadi
Pagarpraja dan Pamongpraja dan pada era reformasi sampai sekarang masih
menggunakan nomenklatur Pamongpraja.

Kepamongprajaan
Secara etimologis, pamongpraja terdiri dari dua kata yaitu ;
pamong berasal darikata “ e m o n g “ berarti pengasuh, penyelenggara .Praja berarti
kerajaan, kota,Negara. Pamongpraja berarti penyelenggara pemerintahan. Jadi
pamong praja identik dengan “ Pemerintah dan Pemerintahan“ (Taliziduhu Ndraha, 2010)
Pamongpraja menunjuk sekelompok penyelenggar a (aparat) pemerintah
yangbertugas melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat, sehingga masyarakat
memperoleh hak-haknya secara aman (Wirman Syafri, 2010)
Pamong praja adalah orang/ aparat yang bekerja dibidang pemerintahan, khususnya bidang
penyelenggaraan tugas pemerintahan umum (tugas umum pemerintahan) yang meliputi
koordinasi, pengawasan, pemeliharaan ketentraman dan ketertiban.

BAB II PEMBAHASAN

Definisi konsep Pamong Praja menurut Sadu Wasistiono (1999) adl :


Aparatur Pemerintah (Pusat maupun Daerah) yang dididik secara khusus untuk
menjlankan tugas-tugas pemerintahan dengan kompetensi dasar Koordinasi,
Kolaborasi dan Konsensus (3K) dalam rangka memberikan pelayanan umum serta
menjaga keutuhan NKRI
 Misi atau tugas pokok Pamong Praja adl :
Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban
Pembinaan Politik Dalam Negeri
Koordinasi
Pengawasan
Tugas-tugas Residual

Kepamongprajaan adalah sebagian dari tugas-tugas pemerintahan, yang memerlukan


pengetahuan luas dan mendalam terhadap berbagai aspek kehidupan serta
permasalahan yang dihadapi masyarakat, ketangguhan ideologis, seni kepemimpinan
yang tepat dan kemampuan menggerakkan masyarakat.
Profesi kepamongprajaan bukan hanya sekedar ketrampilan teknis belaka, tetapi harus
menguasai juga aspek-aspek lain yang dibutuhkan sbb;
memiliki kearifan dalam menghadapi setiap permasalahan dan mampu memahami
kondisi-kondisi yang melatarbelakanginya,
peka dan responsif terhadap aspirasi masyarakat, mempunyai visi dan persepsi politik
yang berdimensi luas serta berwawasan nasional,
memiliki persepsi sosial ekonomis yang berwawasan kemajuan dan diupayakan mampu
menggerakkan dan menstrukturkan sikap dan pilihan-pilihan masyarakat sesuai dengan
wawasan mereka.
Prinsip kepemimpinan Pamong Praja gaya baru menurut Arlfin Abdulrahman (1980)
yaitu “ OJO DUMEH “.
Untuk mengemban tanggung jawab sebagai Pamong Praja, diperlukan sosok
kepemimpinan transformasional (Gaspersz (1997:197) yang mempunyai :
· Memiliki visi yang kuat
· Memiliki peta tindakan (map for action)
· Memiliki kerangka untuk visi (frame for the vision)
· Memiliki kepercayaan diri (self confidence)
· Berani mengambil resiko
· Memiliki gaya pribadi inspirasional
· Memiliki kemampuan merangsang usaha-usaha individual
· Memiliki kemampuan mengidentifikasi manfaat-manfaat
Kepemimpinan Visioner yakni mampu melihat jauh kedepan yang berskala nasional
maupun global (bervisi global action lokal) Thoha, 1997:112.
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah menjaga ketertiban masyarakat
supaya bisa menjalani kehidupannya secara wajar. Oleh karena itu tugas-tugas pokok
pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan.
Tugas-tugas Pokok Pemerintahan :
Menjamin keamanan Negara dari segala kemungkinan serangan dari luar dan menjaga
agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat menggulingkan pemerintahan
yang sah
Memelilhara ketertiban dengan mencegah gontokan-gontokan di antara warga
masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat
berlangsung secara damai.
Menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga masyarkat tanpa
membedakan status apapun.
Melakukan pekerjaan umum dan member pelayanan dalam bidang-bidang yg tidak
mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah spt: pembanguna jalan, jembatan,
pelayanan kesehatan dan pendidikan yang dapat dijangkau oleh masyarakat yang
berpenghasilan rendah.
Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan social masyarakat.
Menerapkan kebijakan ekonomi yg menguntungkan masyarakat luas spt :
mengendalikan laju ilnflasi, menciptakan lapangan kerja, dan menjamin peningkatan
ketahanan ekonomi Negara dan masyarakat.
Menetapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

Paradigma Baru Berpemerintahan, Good Governance


Ciri-ciri Tata Pemerintahan yang baik :
— Mengikutsertakan semua masyarakat
— Transparan dan bertanggung jawab
— Efektif dan adil
— Menjamin adanya supremasi hokum
— Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, social dan ekonomi didasarkan pada
consensus masyarakat
— Memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dal lemah dalam peoses
pengambilan keputusan menyangkur alokasi sember daya pembangunan.

12 NILAI KEPAMONGPRAJAAN
Sebagai seorang pamong praja yang dituntut untuk selalu melayani masyarakat demi
bangsa dan negara hendaknya memiliki nilai-nilai dasar yang di jadikan pedoman dan
acuan sehingga dapat meng-ngemong dengan baik dan benar selayaknya seorang
Pamong Praja itu sendiri.
Adapun 12 nilai dasar kepamongprajaan antara lain :

1. VOORUITZIEN
Mengamong adalah memandang sejauh mungkin kedepan, tidak hanya sebatas masa
jabatan, masa kerja maupun masa hidup.
2. CONDUCTING
Mengamong adalah menciptakan harmoni antar kegiatan dengan instrumen yang
berbeda-beda dan dilakukan oleh aktor yang berlainan.
3. COORDINATING
Mengamong adalah membangun komitmen bersama antar unit kerja dalam suatu
wilayah agar tidak saling merugikan tetapi justru saling menguntungkan.
4. PEACE-MAKING
Mengamong adalah membangun, menciptakan serta menjaga kedamaian, kerukunan,
keamanan dan ketertiban.
5. RESIDU-CARING
Mengamong adalah mengurus apa saja baik urusan yang belum termasuk tupoksi
(tugas pokok dan fungsi) unit manapun maupun uruan yang tak satu unit krjapun
bersedia mengurusnya.
6. TURBULENCE-SERVING
Mengamong adalah mengantisipasi dan melayani dalam arti memberdayakan dan
melindungi masyarakat dan lingkungannya, bangsa dan negara terhadap segala
sesuatu yang sifatnya membahayakan dan berdaya hancur (lebay dikit, hehe)
7. FREIES ERMESSEN
Mengamong adalah menunjukkan keberanian untuk melakukan tindakan-tindakan
membela, melindungi dan melayani masyarakat.
8. GENERALIST dan SPECIALIST FUNCTION
Mengamong adalah mengetahui sedikit tentang banyak hal (generalis), dan juga
mengetahui banyak hal tentang suatu hal (spesialis).
9. RESPONSIBILITY
Mengamong adalah keberanian untuk mempertanggung jawabkan semua hal yang
dilakukan, bukan hanya kepada atasan tetapi juga kepada masyarakat.
10. MAGNANIMOUS THINGKING
Mengamong adalah berpikir besar, berpikiran yang menembus jaman. Tidak hany pada
masanya saja, tetapi juga untuk masa kedepan nantinya juga.
11. OMNIPRSENCE
Mengamong berarti tidak memosisikan diri
sebagai pangreh, tidak hanya membangun citra (image building) pemerintahan tetapi
merendahkan hati sedemikian rupa sehingga pemerintah itu tidak terlihat sebagai
sesuatu yang jauh dan yang asing, tetapi terasa hadir di mana-mana dan kapan saja
sebagai bagian dari dan sama dengan “kita.” Ia melihat apa yang “kita” lihat, dan
merasakan apa yang “kita” rasakan.
12. DISTINGUISHED STATESMANSHIP.
Mengamong berarti “exhibits great wisdom and ability in dealing with important public
issues.”
Mengamong berarti memosisikan diri di atas semua kepentingan publik. Melayani
masyarakat dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Seorang statesman tidak
pernah merasa berjasa, karena tindakan apapun yang dilakukannya telah mendapat
imbalan dari negara dan masyarakat. Tetapi sebaliknya ia selalu merasa berhutang,
karena ia telah berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada masyarakat, dan ia berusaha
menepatinya, serta memikul sendiri tanggungjawabnya
KYBERNOLOGI
Kybernologi merupakan ilmu baru sebagai padanan dari ilmu pemerintahan, namun ada
penekanan orientasi dan pendekatan yang semula ilmu pemerintahan berorientasi
kekuasaan, sedangkan kybernologi lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat
Kybernologi berasal dari bahasa Greek yaitu “ kybernan “ , Ingeris “ steering “ dan
Belanda “ besturen “ yang berarti mengemudi,kemudian diberi akhiran– logy, -logi.
Akhirnya menjadi kata Kybernologi adalah bangunan (body of knowledge).(Taliziduhu
Ndraha, 2010)

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan
Pamong praja adalah kader kader yang harus disiapkan untuk menjadi pengayom dan
pelayan masyarakat Indonesia , sebagai pelayan dan pengayom pamong praja harus
lah mempunyai sifat sifat yang harus dipunyai oleh seorang pamong . di dalam
masyarakat pamong praja dipandang sebagai sosok yang dapat dijadikan contoh oleh
orang orang sekitar ,berpedoman dengan pengertian dan penjelasan mengenai
Kepamong prajaan maka saya selaku penulis disini berkesimpulan bahwa jika didalam
masyarakat ada pamong praja yang ideal sesuai dengan syarat syarat maupun sikap
sikap yang dimiliki seorang pamong praja maka masyarakat dan pemerintahan
Indonesia akan semakin maju tidak seperti sekarang ini.

Pemahaman terhadap Pamong Praja yang mensyaratkan kualifikasi kepemimpinan dan


kemampuan managerial seperti dikemukakan Ndraha dalam Ismail (2010:8) cukup
relevan dalam pemaknaan kekuasaan de fakto dan de jure. Kekuasaan de fakto
(kharismatik, politis) dapat dikembangkan melalui pengembangan karakter
kepemimpinan, sedangkan kekuasaan de jure (legal-rasional,authority) dapat di desain
melalui pengembangan karakter managerial.
Itulah kesimpulan dari saya selaku Kader pamong yang dididik di Institut Pemerintahan
Dalam Negeri.

Anda mungkin juga menyukai