Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga,


terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang
paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan
kondisinya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu bayi dan anak
merupakan prioritas utama, yang harus dijaga kesehatannya (Wijaya, 2005).
Salah satu strategi pembagunan kesehatan Nasional untuk mewujudkan
Indonesia sehat 2010 adalah menerapkan Pembangunan Nasional berwawasan
kesehatan yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai
kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan sehat dan prilaku yang sehat.
Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “paradigma
sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas yang utama pada
pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh terpadu
dan berkesinambungan (Depkes, 2005).
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian,
kecacatan, dari penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah dengan meningkatkan kesadaran
bahwa betapa pentingnya kesehatan. Pemerintah telah merencanakan kegiatan
imunisasi dari tahun 1956, yang dimulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar. Pada
tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar, selanjutnya mulai
di kembangkan vaksinasi antara cacar dan BCG. Pelaksanaan vaksin ini
ditetapkan secara nasional pada tahun 1973. Bulan April 1974Indonesia resmi
dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun 1977 ditentukan sebagai fase persiapan
Pengembangan Program Imunisasi ( PPI ) dalam rangka pencegahan / penularan
terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu
Tuberkulusis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio serta Hepatitis B ( Dep. Kes. 2005).
Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif dan efisien dalam
mencegah penyakit dan dapat meningkatkan kekebalan seseorang terhadap suatu
penyakit, jika suatu saat dia terkena penyakit yang sama maka tubuhnya sudah
kebal terhadap penyakit tersebut (Matondang & Siregar, 2008). Imunisasi
merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar
merangsang anti bodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit
tertentu (Atiqah dan Citra, 2010).
Melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan
perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya
karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi
penyebaran infeksi (Ranuh, 2008). Imunisasi akan membuat tumbuh kembang
bayi menjadi optimal yaitu menjadi anak yang sehat, kuat, cerdas, kreatif dan
berperilaku baik. Kekebalan tubuh balita yang sudah diimunisasi akan meningkat
dan terlindungi dari penyakit berbahaya, sehingga tumbuh kembang anak tidak
terganggu. Imunisasi juga mencegah berbagai penyakit infeksi yang berbahaya
dengan cara yang aman, efektif dan relatif murah.
Jika anak tidak diberikan imunisasi dasar lengkap secara rutin, salah satu
bisa mengakibatkan gangguan pada otak anak sehingga pertumbuhannya jadi
terganggu (Maharani, 2009). Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif
dan efisien dalam mencegah penyakit. Sampai saat ini terdapat 7 penyakit infeksi
pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan cacat, walaupun sebagian anak
dapat bertahan dan kemudian menjadi kebal. Ketujuh penyakit tersebut
dimasukkan dalam program imunisasi, yaitupenyakit tuberkulosis, difteri,
pertusis, tetanus, polio, campak dan hepatitis B (Depkes, 2007).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja definisi dari imunisasi?
2. Reaksi apa saja yang akan timbul?
3. Apa saja jenis vaksin?
4. Perbedaan imunisasi aktif dan pasif?
5. Penyakit apa saja yang harus dicega dengan vaksin?
6. Bagaimana cara pemberian imunisasi?
7. Apa saja efek samping dari imunisasi?
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa saja definisi dari imunisasi.
b. Untuk mengetahui reaksi apa saja pada imunisasi.
c. Untuk mengetahui apa saja jenis imunisasi.
d. Untuk mengetahui perbedaan imunisasi akti dan pasif.
BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN IMUNISASI

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan no. 1611/Menkes/SK/XI/2005


imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan / meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyekit, sehingga bila kelak ia terpapar
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan (Depkes, 2005).

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan bayi dan anak


terhadap penyakit. Imunisasi adalah sengaja memasukkan vaksin berupa mikroba
hidup yang sudah dilemahkan. (Mencegah Dan Mengatasi Demam Pada Balita:
25) Imunisasi adalah tindakan yang menimbulkan kekebalan terhadap tubuh.
(Maimunah, Siti, 2005)

Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi


mikroba hidup yang sudah dilemahkan. Imunisasi yang merupakan salah satu
pencegahan penyakit infeksi senus yang paling efektif biaya. (Behram, 1999 :
1248)

Vaksin adalah suatu suspensi mirkoorganisme hidup yang dilemahkan


atau mati atau bagian antigenic, agen ini yang diberikan pada hospes potensial
untuk menginduksi imunitas dan mencegah penyakit. (Wahab, Samik, 1999)

Vaksinasi merupakan salah satu cara mencegah penyakit yang paling


murah dan efektif. (Widjaja, 2002)

TUJUAN IMUNISASI

* Melindungi tubuh bayi dan anak dari penyakit menular yang dapat
membahayakan bagi ibu dan anak.
* Memberikan kekebalan pada tubuh bayi terhadap penyakit seperti :
Hepatitis, Dipteri, Polio, TBC, Tetanus, Pertusis, Campak, dan lain-lain.
* Prinsip dasar Imunisasi :
1. Pada dasarnya, tubuh akan menolak antigen (kuman, bakteri, virus,
parasit, racun) jika memasuki tubuh akan menolak dan membuat
antibodi atau antitoksin.
2. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen berlangsung lambat dan
lemah, sehingga tidak cukup kuat melawan antigen.
3. Pada reaksi berikutnya tubuh sudah mengenali jenis antigen tersebut.
4. Imunisasi diberikan dalam rangka mengenalkan berbagai antigen, agar
cepat direspon oleh tubuh, sehingga tubuh sudah mengenal betul zat
antigen yang harus dilawan.
5. Sesudah beberapa lama, pemberian imunisasi zat anti untuk melawan
antigen akan menurun atau hilang.
6. Zat anti dibuat dihati, limfa, kelenjar ismus dan kelenjar getah bening.
(Widjaja, 2002).

MACAM-MACAM IMUNISASI

Ada dua jenis kekebalan yang bekerja pada tubuh bayi atau anak (imunisasi) :

a. Imunisasi aktif (active immunization)

Imunisasi aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak
terhadap suatu penyakit tertentu.

1. Imunisasi aktif alamiah: adalah dimana kekebalan akan dibuat sendiri oleh
tubuh setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit, misalnya
campak, jika pernah sakit campak, maka tidak akan terserang kembali.

2. Imunisasi aktif buatan: adalah dimana kekebalan dibuat oleh tubuh setelah
mendapat vaksin yaitu hepatitis B, BCG, DPT/Hep B kombo, dan polio.

b. Imunisasi pasif (passive immunization)

Imunisasi pasif adalah tubuh anak tidak membuat zat antibody sendiri tetapi
kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat penolakan,
sehingga prosesnya cepat tetapi tidak bertahan lama karena akan di
metabolisme oleh tubuh (John, 2006).

Imunisasi pasif dibagi menjadi dua macam:

1. Imunisasi pasif alamiah atau bawaan, yaitu terdapat pada bayi baru lahir
sampai berumur 5 bulan. Bayi mendapatkan zat antibody dari ibu sewaktu
didalam kandungan, yaitu melalui jalan darah menembus plasenta, yaitu
campak (Endif, 2007).
2. Imunisasi pasif buatan, yaitu dimana kekebalan ini diperoleh setelah
mendapatkan suntikan zat penolakan, misalnya ATS / Anti tetanus serum
(Endif, 2007).

Perbedaan yang penting antara jenis imunisasi aktif dan imunisasi pasif ialah:
a. Untuk memperoleh kekebalan yang cukup, jumlah zat anti dalam tubuh harus
meningkat; pada imunisasi aktif diperlukan waktu yang agak lebih lama untuk
membuat zat anti itu dibandingkan dengan imunisasi pasif.
b. Kekebalan yang terdapat pada imunisasi aktif bertahan lama (bertahun-tahun),
sedangkan pada imunisasi pasif hanya berlangsung untuk 1 – 2 bulan.
• Imunisasi aktif: tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan
selama bertahun-tahun.

• Imunisasi pasif: tubuh anak tidak membuat sendiri zat anti. Si anak
mendapatnya dari luar tubuh dengan cara penyuntikan bahan/serum yang telah
mengandung zat anti.

• Kekebalan yang diperoleh dengan imunisasi pasif tidak berlangsung lama.


Kadang-kadang imunisasi aktif dan pasif diberikan dalam waktu yang
bersamaan, misalnya pada penyakit tetanus. Bila seorang anak terluka dan
diduga akan terinfeksi kuman tetanus, maka ia memerlukan pertolongan
sementara yang harus cepat dilakukan. Saat itu belum pernah mendapat
imunisasi tetanus, karena itu ia diberi imunisasi pasif dengan penyuntikan
serum anti tetanus. Untuk memperoleh kekebalan yang langgeng, saat itu juga
sebaiknya mulai diberikan imunisasi aktif berupa penyuntikan toksoid tetanus.
Kekebalan pasif yang diperoleh dengan penyuntikan serum anti tetanus hanya
berlangsung selama 1 – 2 bulan.

Secara alamiah imunisasi aktif mungkin terjadi, sehingga tanpa disadari


sebenarnya tubuh si anak telah menjadi kebal. Keadaan demikian pada
umumnya hanya terjadi pada penyakit yang tergolong ringan, tetapi jarang
sekali pada penyakit yang berat. Misalnya penyakit tifus, yang pada anak tidak
tergolong penyakit berat. Tanpa disadari seorang anak dapat menjadi kebal
terhadap penyakit tifus secara alamiah. Mungkin ia telah mendapat kuman
tifus tersebut dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya dari makanan yang
kurang bersih, jajan dan sebagainya. Akan tetapi kekebalan yang diperoleh
secara alamiah ini sukar diramalkan, karena seandainya jumlah kuman tifus
yang masuk dalam tubuh itu cukup banyak, maka penting pula untuk
diperhatikan bahwa jaminan imunisasi terhadap tertundanya anjak dari suatu
penyakit, tidaklah mutlak 100%. Dengan demikian mungkin saja anak anda
terjangkit difteria, meskipun ia telah mendapat imunisasi difteria. Akan tetapi
penyakit difteria yang diderita oleh anak anda yang telah mendapat imunisasi
akan berlangsung sangat ringan dan tidak membahayakan jiwanya. Namun
demikian tetap dianjurkan: “Meskipun bayi/anak anda telah mendapat
imunisasi, hindarkanlah ia dari hubungan dengan anak lain yang sedang
sakit”.

KEADAAN TUBUH SEWAKTU IMUNISASI

Sewaktu imunisasi hendaknya tubuh tidak boleh dalam keadaan sakit karena
hal ini akan mengakibatkan daya untuk membuat zat antibodi rendah.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN
IMUNISASI

1. Sistem Pendingin
Yaitu sistem penyimpanan dan distribusi vaksin sebagai vaksin dapat
memenuhi syarat secara kontimeu dari produsen sampai tempat pelaksanaan
imunisasi / vaksinasi.

2. Penyimpanan vaksin
Dalam lemari es dan kamar pendingin yang harus diperhatikan jika vaksin
disimpan di lemari es adalah :
* Vaksin diletakkan pada rak paling dalam sehingga pengaruh udara luar
dapat diminimalkan.
* Vaksin jangan diletakkan pada lemari es, karena suhunya tinggi.
* Termometer harus tetap diletakkan pada lemari es, untuk mengoreksi
suhunya.

3. Pengiriman Vaksin
Yang lazim digunakan pada waktu pengiriman vaksin adalah termos cold box
dan pengangkutan dalam jumlah besar pada cold truck dengan volume paling
sedikit 1/3 dari volumenya.

4. Panas merusak jenis vaksin


Contoh : suhu tinggi dan sinar matahari
Sinar matahari terutama merusak vaksin hepatitis B, campak, dan polio.
Pembekuan dapat merusak vaksin yang terbuat toxoid.

BAHAN-BAHAN DASAR VAKSIN


1. virus dari kuman hidup yang dilemahkan
a. virus campak dalam vaksin campak
b. virus polio dalam jenis sabinpada vaksin polio
c. Kuman TBC dalam vaksin BCG
2. Vaksin dari kuman yang dimatikan seperti :
a. bakteri pertusis dalam DPT
b. virus polio jenis salk dalam vaksin polio
3. vaksin dari racun/ toksin kuman yang dilemahkan
a. racun kuman TT, difteri toxoid dalan DPT
4. vaksin yang terbuat dari protein khusus kuman :
a. vaksin yang dibuat dari protein yaitu hepatitis B

CARA PENGAMBILAN DAN PENYUNTIKAN

- teknik dan prosedur injeksi sesuai jenis imunisasi ( IC, SC, IM , peroral )
- pengambilan vaksin harus hati hati dengan cara sbb :
1. bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet
2. Tutup karet didesinfeksi dengan desinfektan
3. Ambil jarum yang streril dengan spuitnya untuk mengisap vaksin
kedalam spuit
4. Kulit yang akan disuntik didesinfektan, kemudian dibersihkan
dengan kapas alcohol baru dilakukan penyuntikan.

Dibawah ini potensi vaksin dalam temperatur:

Vaksin 0 - 8 oC 35-37 oC
DT 3-7 tahun 6 minggu
Pertusis 18-24 bulan Dibawah 50% dalam 1
mgg
BCG 1 tahun Dibawah 20%dlm3-14
- kristal dipakai dlm 1 kali kerja hari
- cair Dipakai dlm 1 kali kerja

Campak 1 minggu
- kristal 2 tahun dipakai dalam 1 kali
- cair dipakai dalam 1 kali kerja
kerja
Polio 6-12 bulan 1-3 hari
Sumber : Ismoedijanto,2003
PERSYARATAN PEMBERIAN VAKSIN

1. Pada bayi dan anak yang sehat, tidak boleh diberikan pada mereka
yang:

- Sedang sakit
- Keadaan fisik yang lemah
- Dalam masa tunas suatu penyakit
- Mendapat pengobatan dengan kontrasepsi
2. Dengan teknik pemberian yang tepat
3. Vaksin harus baik, disimpan dalam lemari es dan belum lewat masa
kadaluarsa.

4. Jenis vaksin yang dimaksud.


5. Mempertahankan dosisi yang diberikan
6. Mengetahui jadwal vaksinasi dengan melihat umur dan jenis
imunisasi yang tepat. (Depkes, 2000)

CARA DAN TEKNIK VAKSINASI

1. Hepatitis B
* Cara pemberian : Disuntikkan secara intramuscular
* Dosis : 0,5 ml
* Lokasi : 1/3 atas paha bagian luar

2. DPT
* Cara pemberian : Disuntikkan secara IM
* Dosis : 0,5 ml
* Lokasi : 1/3 atas paha bayi bagian luar
* Banyak pemberian : 3x

3. BCG
* Cara pemberian : Disuntikkan secara intra cuban
* Dosis : 0,05 cc
* Lokasi : 1/3 atas lengan bagian luar
* Banyak pemberian : 1x

4. Polio
* Cara pemberian : Diteteskan di bawah lidah
* Dosis : 2 tetes
* Banyak pemberian : 4x
DOSIS DAN CARA PEMBERIAN IMUNISASI

VAKSIN DOSIS CARA PEMBERIAN

BCG 0,05 CC Intracutan didaerah muskulusdeltoideus


DPT 0,5 CC IM
HEPATITIS B 0,5 CC IM
POLIO 2 TETES Mulut
CAMPAK 0,5 CC Sub cutan daerah lengan kiri atas

TT 0,5 CC IM
Sumber : Depkes 2000

JUMLAH DAN INTERVAL WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI


VAKSIN JUMLAH PEMBERIAN INTERVAL WAKTU PEMBERIAN

BCG 1 kali 0-11 bulan


DPT 3 kali 4 minggu 2-11 bulan
Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0-11 bulan
Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan

Campak 1 kali 9-11 bulan


Sumber : Depkes 2000

EFEK SAMPING PEMBERIAN IMUNISASI


a. Nyeri pada bekas penyuntikan
b. Suhu badan naik pada DPT
c. Diare pada vaksin polio
d. Timbul bisul kecil pada hepatitis B
MACAM-MACAM IMUNISASI DASAR
Pemerintah melalui Program Pengembangan Imunisasi (PPI), mewajibkan lima
jenis imunisasi dasar pada anak dibawah usia satu tahun, antara lain :

IMUNISASI BCG ( BACILLUS CALMETTE GUERIN )

1) Diskripsi
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis
hidup yang sudah dilemahkan dari strain Paris no. 1173.P2.

2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).

3) Cara Pemberian dan Dosis :

 Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut


NaCl 0,9%. Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril dengan
jarum panjang.
 Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.

4) Kontra indikasi :

Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim, furunkulosis dan
sebagainya. Mereka yang sedang menderita TBC.

5) Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-
2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan
yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan, akan sembuh secara spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-
kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan / atau leher, terasa
padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
IMUNISASI DPT

Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberi kekebalan aktif yang
bersamaan terhadap penyakit dipteri, pertusis dan tetanus

Vaksin pertusis terbuat dario kuman bardotella pertusis yang telah dimatikan ,
dikemaskan dengan vaksin difteri dan tetanus.

Vaksin tetanus dikenal ada 2 macam vaksin yaitu:

1. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toxoid tetanus, kuman
tetanus yang dilemahkan ada 3 macam :
a. kemasan tunggal (TT)
b. kemasan dengan vaksin difteri (DT)
c. kemasan dengan vaksin difteri tetanus pertusis (DPT)
2. kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasipasif yaitu
ATS ( anti tetanus serum)

Jadual pemberiannya

1. pada bayi umur antara 2-11 bulan sebanyak 3 x suntikan dengan selang 4
minggu secara IM
2. imunisasi ulang lainnya diberikan setelah umur 11/2 -2 tahun
3. Diulang kembali dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun ( kelas 1 SD)
4. diulang lagi pada umur 10 tahun ( menjelang tamat SD)

Reaksi yang mungkin terjadi setelah pemberian imunisasi adalah demam ringan,
pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan selama 1-2 hari, kadang
terjadi reaksi yang lebih berat seperti demam tinggi dan kejang → disebabkan
unsur pertusisnya.

Kekebalan yang diperoleh dari vaksin DPT :

1. vaksin difteri 80-90 %


2. vaksin pertusis 50-60 %
3. vaksin tetanus 90-95 %

Kontra indikasi pemberian vaksin DPT :

1. anak dengan sakit keras


2. riwayat kejang bila demam
3. panas tinggi yg > 38 0 C
4. penyakit ganggguan kekebalan ( def imun)

Tambahan dari sumber lain:


Deskripsi Vaksin DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan
tetanus yang dimurnikan, serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang
teradsorbsi ke dalam 3 mg / ml Aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml
digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya 4 IU
pertussis, 30 IU difteri dan 60 IU tetanus.

Indikasi Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dan


batuk rejan.

Komposisi Tiap ml mengandung : Toksoid difteri yang dimurnikan 40 Lf


Toksoid tetanus yang dimurnikan 15 Lf B, pertussis yang diinaktivasi 24 OU
Aluminium fosfat 3 mg Thimerosal 0,1 mg

Dosis dan Cara Pemberian Vaksin harus dikocok dulu untuk


menghomogenkan suspensi. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau
secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan bagian
yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikkan. (Penyuntikan di bagian
pantat pada anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf
pinggul). Tidak boleh disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi
lokal. Satu dosis adalah 0,5 ml. Pada setiap penyuntikan harus digunakan jarum
suntik dan syringe yang steril.
Di negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda,
imunisasi DTP harus dimulai sesegera mungkin dengan dosis pertama diberikan
pada usia 6 minggu dan 2 dosis berikutnya diberikan dengan interval masing-
masing 4 minggu. Vaksin DTP dapat diberikan secara aman dan efektif pada
waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio (OPV dan IPV),
Hepatitis B, Hib. dan vaksin Yellow Fever.

Kontraindikasi Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan


suntikan pertama DTP. Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru
lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi
dari komponen pertussis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh diberikan kepada anak
yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DTP. Komponen
pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan
imunisasi ini. Untuk individu penderita virus human immunodefficiency (HIV)
baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DTP sesuai
dengan standar jadual tertentu.

IMUNISASI POLIO

1) Diskripsi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi
virus poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat
dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.

3) Cara pemberian dan dosis

 Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.


 Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis)
pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
 Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang
baru.
 Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 2 minggu dengan ketentuan :
 vaksin belum kadaluarsa
 vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat
Celcius
 tidak pernah terendam air
 sterilitasnya terjaga
 VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

4) Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.

5) Efek samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000; Bull
WHO 66 : 1988).

6) Kontraindikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang
berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit.
Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan
dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang terinfeksi oleh HIV (Human
Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala,
imunisasi OPV harus berdasarkan standar jadwal tertentu.
IMUNISASI CAMPAK
1) Diskripsi
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin
ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest
steril.
2) Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.

3) Cara pemberian dan dosis

 Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan


dengann pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut
aquabidest.
 Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas,
pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas
1 SD) setelah cath-up campaign Campak pada anak Sekolah Dasar
kelas 1-6.
 Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan
maksimum 6 jam.

Tambahan dari sumber lain:

Imunisasi campak, sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak


dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin
menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak.
Apalagi penyakit campak mudah menular, dan mereka yang daya tahan tubuhnya
lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus Morbili ini.
Untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi, sekali terkena
campak, setelah itu biasanya tak akan terkena lagi.

Penularan campak terjadi lewat udara atau butiran halus air ludah (droplet)
penderita yang terhirup melalui hidung atau mulut. Pada masa inkubasi yang
berlangsung sekitar 10-12 hari, gejalanya sulit dideteksi. Setelah itu barulah
muncul gejala flu (batuk, pilek, demam), mata kemerahabn dan berair, si kecilpun
merasa silau saat melihat cahaya. Kemudian, disebelah dalam mulut muncul
bintik-bintik putih yang akan bertahan 3-4 hari. Beberapa anak juga mengalami
diare. satu-dua hari kemudian timbul demam tinggi yang turun naik, berkisar 38-
40,5 derajat celcius.

Seiring dengan itu barulah muncul bercak-bercak merah yang merupakan


ciri khas penyakit ini. Ukurannya tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil.
Awalnya haya muncul di beberapa bagian tubuh saja seperti kuping, leher, dada,
muka, tangan dan kaki. Dalam waktu 1 minggu, bercak-bercak merah ini hanya di
beberapa bagian tibih saja dan tidak banyak.

Jika bercak merah sudah keluar, umumnya demam akan turun dengan
sendirinya. Bercak merah pun akan berubah menjadi kehitaman dan bersisik,
disebut hiperpigmentasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas atau rontok atau
sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu sampai
anak sembuh benar dari sisa-sisa campak. Dalam kondisi ini tetaplah meminum
obat yang sudah diberikan dokter. Jaga stamina dan konsumsi makanan bergizi.
Pengobatannya bersifat simptomatis, yaitu mengobati berdasarkan gejala yang
muncul. Hingga saat ini, belum ditemukan obat yang efektif mengatasi virus
campak.

Jika tak ditangani dengan baik campak bisa sangat berbahaya. Bisa terjadi
komplikasi, terutama pada campak yang berat. Ciri-ciri campak berat, selain
bercaknya di sekujur tubuh, gejalanya tidak membaik setelah diobati 1-2 hari.
Komplikasi yang terjadi biasanya berupa radang paru-paru dan radang otak.
Komplikasi ini yang umumnya paing sering menimbulkan kematian pada anak.

Usia dan Jumlah Pemberian Sebanyak 2 kali; 1 kali di usia 9 bulan, 1 kali di usia
6 tahun. Dianjurkan, pemberian campak ke-1 sesuai jadwal. Selain karena
antibodi dari ibu sudah menurun di usia 9 bulan, penyakit campak umumnya
menyerang anak usia balita. Jika sampai 12 bulan belum mendapatkan imunisasi
campak, maka pada usia 12 bulan harus diimunisasi MMR (Measles Mump Rubel
IMUNISASI HEPATITIS B

Vaksin Hepatitis B (hepB) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat


vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal

dari ibu kepada bayinya (Ranuh, 2008).

a. Fungsi imunisasi Hepatitis B


Imunisasi Hepatitis B ditujukan untuk memberi tubuh kekebalan terhadap
penyakit Hepatitis B (Proverawati, 2010).
b. Kandungan vaksin Hepatitis B

Kandungan vaksin ini adalah HBsAg dalam bentuk cair (Proverawati,


2010).

c. Cara pemberian imunisasi Hepatitis B


Imunisasi Hepatitis ini diberikan melalui injeksi intramuscular dalam.
Dosis pertama (HB-0) diberikan segera setelah bayi lahir atau kurang dari
7 hari setelah kelahiran. Vaksin ini menggunakan PID ( Prefilled Injection
Device ), merupakan jenis alat suntik yang hanya bisa digunakan sekali
pakai dan telah berisi vaksin dosis tunggal dari pabrik. Vaksin ini
diberikan dengan dosis 0,5 ml. Vaksin tidak hanya diberikan pada bayi.
Vaksin juga diberikan pada anak usia 12 tahun yang di masa kecilnya
belum diberi vaksin Hepatitis B. Selain itu orang-orang yang berada dalam
rentan risiko Hepatitis B sebaiknya juga diberi vaksin ini (Proverawati,
2010).

d. Reaksi KIPI
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal seperti rasa sakit,
kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang
terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Proverawati,
2010). Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari
(Ranuh, 2008).

e. Kontraindikasi imunisasi Hepatitis B


Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-
vaksin lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat
yang disertai kejang (Proverawati, 2010). Kehamilan dan laktasi bukan
indikasi kontra imunisasi VHB (Ranuh, 2008).

f. Jadwal imunisasi Hepatitis B


1) Imunisasi hepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam)
setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% ibu hamil mengidap
Hepatitis B aktif dengan risiko penularan kepada bayinya sebesar 45%.
2) Imunisasi hepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi
hepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respons
imun optimal, interval imunisasi hepB-2 dengan hepB-3 minimal 2
bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi hepB-3 diberikan pada umur 3-
6 bulan.
3) Jadwal dan dosis hepB-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status
HBsAg ibu saat melahirkan yaitu ibu dengan status HBsAg yang tidak
diketahui, ibu HBsAg positif atau ibu HBsAg negatif (Ranuh, 2008).

Hepatitis B saat bayi lahir, tergantung status HBsAg ibu

1) Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui hepB-1
harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan dilanjutkan pada
umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HBsAg ibu tidak
diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa
ibu HBsAg positif maka ditambahkan Hepatitis B Imunoglobulin
(HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.
2) Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg positif diberikan vaksin
hepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam
setelah lahir (Ranuh, 2008).

Ulangan imunisasi Hepatitis B

Telah dilakukan penelitian multisenter di Thailand dan Taiwan


terhadap anak dari ibu pengidap Hepatitis B yang telah memperoleh
imunisasi dasar 3 kali pada masa bayi. Pada umur 5 tahun 90,7%
diantaranya masih memiliki titer antibodi anti HBs protektif (kadar anti
HBs > 10 ug/ml). Mengingat epidemiologi di Thailand maka dapat
disimpulkan bahwa imunisasi ulang (booster) pada usia 5 tahun belum
diperlukan. Idealnya pada usia 5 tahun dilakukan pemeriksaan kadar anti
HBs. Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh
imunisasi hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hepatitis B
dengtan jadwal 3 kali pemberian (catch-up vaccination). Ulangan
imunisasi Hepatitis B (hepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12
tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs 10 ug/ml)
(Ranuh, 2008).

Imunisai pasif

Hepatitis B Immune globulin (HBIg) dalam waktu singkat segera


memberikan proteksi meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan).
HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan (needle stick injury,
kontak seksual, bayi dan ibu VHB, terciprat darah ke mukosa atau ke
mata). Sebaiknya HBIg diberikan bersamaan vaksin VHB sehingga
proteksinya berlangsung lama.
Tabel 2.1 Kebijakan imunisasi pada needle stick injury

Bila sumber penularan needle stick injury HBsAg-HbeAg positif,


maka 22%-31% kontak mengalami hepatitis akut dan 37%-61%
mengalami sero-evidence infeksi VHB (Tabel 2.1). Kebijakan kontak
seksual tergantung kondisi sumber penularan (tabel 2.2).
Tabel 2.2 Kebijakan imunisasi pada kontak seksual

Pada bayi dan ibu VHB, HBIg (0,5 ml) diberikan bersama vaksin
di sisi tubuh berbeda, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Efektivitas
proteksinya (85%-95%) dalam mencegah infeksi VHB dan kronisitas. Bila
yang diberikan hanya vaksin VHB, tingkat efektivitasnya 75% (Ranuh,
2008).
Imunisasi aktif

Vaksin VHB yang tersedia adalah vaksin rekombinan pemberian ketiga


seri vaksin dan dengan dosis yang sesuai rekomendasinya, akan menyebabkan
terbentuknya respons protektif (anti HBs ≥ 10 mlU/ml) pada > 90% dewasa, bayi,
anak dan remaja. Vaksin diberikan secara intramuskular dalam. Pada neonatus
dan bayi diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa
diberikan di regio deltoid (Ranuh, 2008).

g. Efektivitas, lama proteksi

Efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi VHB adalah 90-95%. Memori sistem
imun menetap minimal sampai 12 tahun pasca imunisasi sehingga pada anak
normal, tidak dianjurkan untuk imunisasi booster.

Pada pasien hemodialisis, proteksi vaksin tidak sebaik individu normal dan
mungkin hanya berlangsung selama titer anti HBs ≥ 10 mlU/ml. Pada kelompok
ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan anti HBs setiap tahun dan booster
diberikan bila anti HBs turun menjadi , 10 mlU/ml (Ranuh, 2008).

Non Responder. Mereka yang tidak memberikan respons terhadap imunisasi


primer, diberikan vaksinasi tambahan (kecuali bila HBsAg positif). Tambahan
satu kali vaksinasi menyebabkan 15%-25% non responder memberikan respons
antibodi yang adekuat. Bila vaksinasi diulang 3 kali, sampai dengan 40% dapat
membentuk antibodi yang adekuat. Bila sesudah 3 kali vaksinasi tambahan tidak
terjadi serokonversi, tidak perlu tambahan imunisasi lagi (Ranuh, 2008).

Uji Serologis. Pada bayi-anak, pemeriksaan anti-HBs pra dan pasca imunisasi
tidak dianjurkan. Uji serologis pra imunisasi hanya dilakukan pada yang akan
memperoleh profilaksis pasca paparan dan individu berisiko tinggi tertular infeksi
HBV. Uji serologis pasca imunisasi perlu dilakukan pada bayi dan ibu pengidap
VHB, individu yang memperoleh profilaksis pasca paparan dan pasien
imunokompromis. Uji serologis pasca imunisasi ini dilakukan 1 bulan sesudah
imunisasi ke-3 (Ranuh, 2008).
IMUNISASI HIB

1.1 Haemophilus Influenzae Type B (Hib)


Hib adalah singkatan untuk Haemophilus influenzae type b. Penyakit Hib adalah
penyebab paling umum infeksi mematikan pada anak berusia di bawah lima tahun
sebelum ditemukannya vaksinasi Hib rutin pada tahun 1993. Meskipun kemiripan
namanya, penyakit ini tidak ada hubungannya dengan influenza. Haemophilus
influenzae adalah bakteri yan biasanya hidup di jalur pernapasan bagian atas, yang
menyebabkan penyakit yang dapat berbahaya, seperti:
 Meningitis, infeksi pada selaput yang melindungi otak
 Epiglottitis, bengkaknya tenggorokan yang dapat menghambat pernapasan
 Septic arthritis, infeksi pada sendi
 Cellulitis, infeksi pada jaringan di bawah kulit biasanya di muka
 Pneumoni, Radang paru-paru
Penyakit Hib biasanya menyerang dikalangan anak- anak dibawah umur 5
tahun. Resiko paling tinggi dikalangan anak- anak berumur dibawah 1 tahun.
Kontak yang sering dengan anak- anak yang dijangkiti Hib meningkatkan
risiko mendapat penyakit Hib.7 Bayi yang mendapatkan ASI, akan mendapat
perlindungan daripada penyakit Hib, namun begitu, Imunisasi masih
diperlukan untuk mendapat perlindungan maksimal. Pemyakit ini dapat
menular apabila orang yang terjangkit Hib batuk atau bersin. Dapat juga
menular melalui barang mainan yang dimasukkan kedalam mulut.
1.1.1 Dosis dan Cara Pemberian
Imunisasi Hib diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan dan
sekitar 6 bulan. Setelah itu diberikan sebagai penguat pada usia 12
s/d 15 bulan. Jika anak datang diatas umur 1 tahun maka imunisasi hanya
diberikan 1 kali. Imunisasi Hib diberikan secara Intramuscular dengan
dosis 0,5 ml.
1.1.2 Efek samping Imunisasi Hib
a. Efek samping umum
1. Demam ringan
2 Kesakitan, kemerahan dan pembengkakan pada
3 tempat bekas suntikan
4 Benjolan kecil sementara pada tempat bekas suntikan4,5,6
b. Efek samping yang sangat jarang
1. Reaksi alergi berat
2. Jika reaksi ringan terajdi, reaksi tersebut dapat berlangsung selama
sehari sampai dua hari. Efek samping tersebut bisa dikurangi dengan:
1. Minum cairan lebih banyak
2. Tidak memakai pakaian terlalu banyak
3. Mengompres tempat bekas suntikan dengan kain basah yang dingin
4. Memberikan anak anda paracetamol untuk mengurangi demamnya
(perhatikan dosis yang dianjurkan untuk usia anak anda)

IMUNISASI MMR

MMR

Imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) merupakan imunisasi yang


digunakan dalam memberikan kekebalan tergadap penyakit campak
(measles); gondong, parotis epidemika (mumps); dan campak Jerman
(rubella). Dalam imunisasi MMR, antigen yang dipakai adalah virus
campak starin Edmonson yang dilemahkan, virus rubella strain RA 27/3,
dan virus gondong. Vaksin harus disimpan pada suhu 2-8oC atau lebih dan
terlindung dari sinar matahari. Vaksin harus digunakan dalam waktu 1 jam
setelah di larutkan dan diletakan pada tempat sejuk, terlindung dari cahaya
menjaga vaksin tetap stabil dan tidak kehilangan potensinya. Vaksin
kehilangan potensi pada suhu 22-25 oC.

Dosis pemberian adalah satu kali 0,5 ml secara intramuscular atau subkutan
dalam. Vaksin diberikan pada anak umur 15-18 bulan untuk menghasilkan
serokonversi terhadap ketiga virus tersebut. MMR diberikan minimal 1
bulan sebelum atau setelah imunisasi yang lain. Apabila anak telah
mendapatkan imunisasi MMR pada usia 12-18 bulan, maka imunisasi
campak-2 pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan. Vaksin ulang
diberikan pada usia 10-12 tahun atau 12-18 tahun sebelum pubertas.

Khusus pada daerah endemik, sebaiknya diberikan imunisasi campak yang


monovalen dahulu pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bualn
dan booster (ulangan) dapat dilakukan MMR pada usia 15-18 bulan.

Vaksin harus diberikan, meskipun ada riwayat infeksi campak, gondongan,


rubella atau imunisasi campak. Imunisasi MMR dapat diberikan pada usia 9
bulan, serta beberapa indikasi berikut ini: anak dengan penyakit kronis
seperti kistik fibrosis, kelainan jantung/ginjal bawaan, gagal tumbuh,
sindrom down. Infeksi HIV, anak diatas 1 tahun di tempat penitipan anak
(TPA)/kelompok bermain dan anak dilembaga cacat mental. Anak dengan
riwayat kejang atau riwayat keluarga pernah kejang harus diberikan
imunisasi ini.

Kontra indikasi imunisasi ini antara lain keganasan yang tidak diobati.
Gangguan imunitas, alergi berat, demam akut, sedang mendapat vaksin
hidup lain seperti BCG, kehamilan, dalam tiga bulan setelah tranfusi darah
atau pemberian imunoglobin, defisiensi imun termasuk HIV dan setelah
suntikan imunoglobin.

Reaksi KIPI dari vaksin MMR, antara alin reaksi sistemik seperti malaise,
ruam, demam, kejang demam dalam 6-11 hari, ensefalitis, pembengkekan
kelenjar parotitis, meningoensefalitis dan trombositopeni
ROTAVIRUS

Rotavirus adalah penyebab utama penyakit diare pada bayi dan hewan
muda, termasuk anak sapi dan anak babi. Infeksi pada manusia dewasa dan hewan
juga bisa djumpai. Yang termasuk Rotavirus adalah penyebab diare pada bayi,
diare anak sapi mebraska, diare epizootic bayi mencit, dan virus SA11 monyet.
Rotavirus berhubungan erat dengan reovirus dalam hal morfologi dan strategi
replikasi(2)

Vaksin rotavirus (RV) telah ada dipasaran berasal dari Human RV vaccine
R/X 4414, dengan sifat sebagai berikut:

 Live,attenuated,berasal dari Human RV/galur 82-92.


 Monovalen, berisi RV tipe G1,PIA(P8),mempunyai neutralizing epitope
yang sama dengan RV tipe G1,G2,G3,G4, dan G9 yang merupakan
mayoritas isolate yang ditemukan pada manusia
 Vaksin diberikan secara oral dengan dilengkapi buffer dalam kemasannya.
 Pemberian dalam dua dosis pada umur 6-12 minggu dengan interval 8
minggu.
 Faktor-faktor yang mengurangi imunogenitas vaksin RV:
 Apabila diberikan bersamaan dengan OPV(Vaksin polio oral)
 Masih terdapatnya antibody maternal
 Adanya bakteri enteric pathogen didalam usus.(3)
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta : EGC

Tjockronegoro, Arjatmo. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 3.
Jakarta : Gaya Baru

Austen, K.F, : Systemic Anaphylaxix in Man JAMA, 192 : 2 .1965.

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. Effendi, Chairul. Konthen, P.G. 2007. Urtikaria
dan Angiodema dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.
Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran


Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.

Cook, D.R. Acute Hypersensitivity Reaction to Penicillin During general


Anesthesia : Case Report. Anesthesia and Analgesia 50 : 1, 1971.

Currie, TT. Et al, Severe Anaphylactic Reaction to Thiopentone : Case


report,British Medical Journal June 1966.

HauptMT ,Fujii TK et al (2000) Anaphylactic Reactions. In :Text Book ofCritical


care. Eds : Ake Grenvvik,Stephen M.Ayres,Peter R,William C.Shoemaker
4th edWB Saunders companyPhiladelpia-Tokyo.pp246-56

Kern R,A. Anphylactic Drug Reaction JAMA 6 :1962.

Koury SI, Herfel LU . (2000) Anaphylaxis and acute allergic reactions. In


:International edition Emergency Medicine.Eds
:Tintinalli,Kellen,Stapczynski 5th ed McGrraw-Hill New York-Toronto.pp
242-6
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium.
Jakarta: FKUI

Martin (2000) In: Fundamentals Anatomy and Physiology,5th ed pp.788-9

Petterson,R and Arbor A. Allergic Energencies. The Journal of the American


Medical Association 172 : 4,1960.

Rehatta MN.(2000). Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan. In : Update


on Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas Kedoketran Universitas
Airlangga Surabaya.

Rengganis, Iris. Yunihastuti, Evy. 2007. Alergi Makanan dalam Sudoyo, Aru W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sanders,J.H, Anaphylactic Reaction Handbook of Medical Emergencies,


Med.Exam. Publ.Co,2 nd Ed.154 : 1978.

Shepard, D.A. and Vandam.L,D. Anaphylaxis Assiciated with the use of Dextran
Anesthesiology 25: 2, 1964.

Tanjung, Azhar. Yunihastuti, Evy. 2007. Prosedur Diagnostik Penyakit Alergi


dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,
Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Van-Arsdel,P,P ,: Allergic Reaction to Penicillin, JAMA 191 : 3, 1965.

Wahab, A Samik. Julia, Madarina. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit
Imun. Jakarta: Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai