Anda di halaman 1dari 14

TUGAS SEMISOLID

SEDIAAN KRIM KETOKONAZOLE

Dosen Pengampu :

Rahmi Annisa, M. Farm., Apt

Oleh :
Fadhila Isma Huwaida (14670036)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2017
1.1 Infeksi Jamur
Infeksi jamur merupakan penyakit umum yang disebabkan oleh jamur. Terdapat sekitar 1,5
juta jenis jamur di dunia dan sebagian besar tidak berbahaya. Namun ada beberapa jenis jamur
yang berpotensi mengancam kesehatan. Jenis infeksi ini sangat umum terjadi dan dapat dialami
oleh siapa saja. Meski demikian, orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah
memiliki risiko tinggi untuk mengidap infeksi jamur. Contohnya, pengidap HIV/AIDS, orang
yang menjalani kemoterapi, pengguna kortikosteroid, serta pasien di rumah sakit.Gejala dari
infeksi jamur sangat beragam, tergantung bagian tubuh yang tertular dan jamur penyebabnya.
Tanda klinis dari infeksi jamur ringan pada kulit kerap terlihat seperti ruam kulit biasa dan
sering sekali terjadi. Sementara, infeksi jamur pada paru-paru memiliki gejala yang mirip
dengan flu atau tuberkulosis (goeswin ,Agoes.2009)

Berdasarkan tipe selnya ,organisme terdiri dari organisme prokriotik dan eukariotik.sel
eukariotik memiliki dedeoxyriboncleid acid (DNA) di dalam inti selnya dengan kromosom
sebagai unit strukturalnya dan juga memiliki dinding sel . Salah satu organisme yang termasuk
eukariotik adalah jamur.Seperti halnya bakteri ,jamur juga dapat menyerap nutrisi dalam
larutan,meskipun sebagian besar dari kebutuan jamur diperoleh dari sumber-sumber yang
sederana .Jamur tumbuh pada pH 5,5sampai 6,0 dan paa suhu 200-300 C serta merupakan aerob
obligat.Jamur dapat dibedakan menjadi jamur (mould) dan ragi (yeats) berdasarakan
penampakan dan cara pertumbuhan .Jamur menyerupai ragi (yeast-like fungi ) yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi (goeswin ,Agoes.2009).

Obat anti jamur topikal digunakan untuk pengobatan infeksi lokal pada kulit tubuh yang
tidak berambut (glaborus skin ) ,namun kurang efektif untuk pengobatan infeksi pada stratum
korneum yang tebal seperti telapak kaki dan tangan.Efek samping yang ditimbulkan oleh obat
anti jamur topikal lebih sedikit dibandingkan obat anti jamur sistemik (goeswin ,Agoes.2009).

1.2 Cara Kerja Antijamur


Antifungi/antimikroba adalah suatu bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme mikroorganisme. Pemakaian bahan antimikroba merupakan suatu usaha untuk
mengendalikan bakteri maupun jamur, yaitu segala kegiatan yang dapat menghambat,
membasmi, atau menyingkirkan mikroorganisme. Tujuan utama pengendalian
mikroorganisme untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi
mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan dan perusakan oleh
mikroorganisme. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh suatu bahan antimikroba, seperti
mampu mematikan mikroorganisme, mudah larut dan bersifat stabil, tidak bersifat racun bagi
manusia dan hewan, tidak bergabung dengan bahan organik, efektif pada suhu kamar dan suhu
tubuh, tidak menimbulkan karat dan warna, berkemampuan menghilangkan bau yang kurang
sedap, murah dan mudah didapat (goeswin ,Agoes.2009)
Antimikroba menghambat pertumbuhan mikroba dengan cara bakteriostatik atau
bakterisida. Hambatan ini terjadi sebagai akibat gangguan reaksi yang esensial untuk
pertumbuhan. Reaksi tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk mensintesis makromolekul
seperti protein atau asam nukleat, sintesis struktur sel seperti dinding sel atau membran sel dan
sebagainya. Antibiotik tertentu dapat menghambat beberapa reaksi, reaksi tersebut ada yang
esensial untuk pertumbuhan dan ada yang kurang esensial (Moh, Anief. 2005)
Mekanisme antijamur dapat dikelompokkan sebagai gangguan pada membran sel,
gangguan ini terjadi karena adanya ergosterol dalam sel jamur, ini adalah komponen sterol
yang sangat penting sangat mudah diserang oleh antibiotik turunan polien. Kompleks polien-
ergosterol yang terjadi dapat membentuk suatu pori dan melalui pori tersebut konstituen
essensial sel jamur seperti ion K, fosfat anorganik, asam karboksilat, asam amino dan ester
fosfat bocor keluar hingga menyebabkan kematian sel jamur. Penghambatan biosintesis
ergosterol dalam sel jamur, mekanisme ini merupakan mekanisme yang disebabkan oleh
senyawa turunan imidazol karena mampu menimbulkan ketidakteraturan membran sitoplasma
jamur dengan cara mengubah permeabilitas membran dan mengubah fungsi membran dalam
proses pengangkutan senyawa – senyawa essensial yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan metabolik sehingga menghambat pertumbuhan atau menimbulkan
kematian sel jamur (Moh, Anief. 2005)
Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein jamur, merupakan mekanisme yang
disebabkan oleh senyawa turunan pirimidin. Efek antijamur terjadi karena senyawa turunan
pirimidin mampu mengalami metabolisme dalam sel jamur menjadi suatu antimetabolit.
Metabolik antagonis tersebut kemudian bergabung dengan asam ribonukleat dan kemudian
menghambat sintesis asam nukleat dan protein jamur. Penghambatan mitosis jamur, efek
antijamur ini terjadi karena adanya senyawa antibiotik griseofulvin yang mampu mengikat
protein mikrotubuli dalam sel, kemudian merusak struktur spindle mitotic dan menghentikan
metafasa pembelahan sel jamur (Moh, Anief. 2005)
1.3 Sediaan Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan
untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai
emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan
untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam
lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan
untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat
melalui vaginal (Ditjen POM, 1995).
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari
60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada 2 yaitu: krim tipe air dalam minyak
(A/M) dan krim minyak dalam air (M/A). Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi,
umumya berupa surfaktansurfaktan anionik, kationik dan nonionik (Anief, 2005).
Sifat umum sediaan semi padat terutama krim ini adalah mampu melekat pada permukaan
tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan.
Krim yang digunakan sebagai obat umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit kulit seperti
jamur, infeksi ataupun sebagai anti radang yang disebabkan oleh berbagai jenis penyakit
(Anwar, 2012).
Penggunaan obat pada kulit dimaksudkan untuk efek lokal tidak untuk sistemik. Bentuk
sediaan yang digunakan untuk kulit adalah salep, krim, pasta dengan basis yang bermacam-
macam dan mempunyai sifat yang bermacammacam seperti hidrofil (suka air) atau hidrofob
(tidak suka air). Sediaan farmasi yang digunakan pada kulit adalah untuk memberikan aksi
lokal dan aksinya dapat lama pada tempat yang sakit dan sedikit mungkin diabsorbsi. Oleh
karena itu sediaan untuk kulit biasanya pemakaian pada kulit sebagai antiseptik, antifungi,
antiinflamasi dan anastetik lokal (Anief, 2005).
1.4 Ketokonazole
Antijamur golongan imidazol dan triazol mempunyai spektrum yang luas,Kelompok
imidazo terdiri dari ketokonazole ,mikonazole,dan klotrimazol,flukonazol,dan vorikonazole.
Ketokonazole merupakan turunan imidazol sintetik dengan struktur mirip mikonazole dan
klotrimazole.Obat ini bersifat liofilik dan larut dalam air pada pH asam.Ketokonazole aktif
sebagai antijamur kbaik sistemk maupun non-sistemik efektif terhadap Candida,Coccidioides
immitis,Cryptocossus neoformans,H.caulatum,B dermatitidis ,Aspergillus danSporothrix spp.
Ketokonazol merupakan salah satu agen antifungi yang sering digunakan dalam
pengobatan kandidiasis. Cara kerja dari ketokonazol meliputi beberapa mekanisme, tetapi yang
paling utama adalah dengan menghambat sintesis ergosterol.5-8 Ketokonazol dalam
pengobatan kandidiasis digunakan dalam sediaan oral karena absorbsinya cukup baik. Selain
itu juga digunakan secara topikal. Ketokonazol merupakan obat antifungi yang efektif untuk
Candida albicans

1.5 Farmakokinetik
Ketokonazole merupakan antijamur sistemik peroral yang penyerapanya bervariasi
antar individu .Obat ini enghasilkan kadar plasma yang cukup untuk menekan aktivitas
berbagai jenis jamur .Penyerapan mellui saluran cerna akan berkurang dengan pH lambung
yang tinggi ,pada pemberian bersama antagonis H2 atau bersama antasida.Pengaruh makanan
tidak begitu nyata terhadap penyerapan ketokonazole.
Setelah pemberian per oral .obat ini ditemukan di urin ,kelenjar lemak ,dan urin juga
pada kulit yang mengalami infeksi ,tendo cairan sinovial dan cairan vaginal .Kadar
ketokonazole dalam cairan otak sangat kecil.dalam plama 84% ketokonazole berikatan dengan
protein plasma terutama albumin ,15% berikatan dengan eritrosit dan 1% dalam bentuk bebas
.Sebagian dari obat ini mengalami metabolisme lintas pertama .Sebagian ketokonazole
diekskresikan bersama cairan empedu ketokonazole diekskresikan bersama cairan empedu ke
lumen usus dan hanya sedikit saja yang dikeluarkan bersamaan dengan urin,semuanya dalam
bentuk metabolit yang tidak aktif .Gangguan funsi ginjal dan hati yang ringan tidak
mempengaruhi kadarnya dalam plasma (Setiabudy,Rianto.2012)
2.2 Pengembangan sediaan
2.2.1 Permasalahan sediaan
Ketokonazole mempunyai 2 macam sediaan yaitu ora dan topikal ,Sediaan oral berupa
tablet dalam 1 tabet mengandung 200 atau 400 mg ketokonazole ,dan sediaan topikal berupa
sediaan krim .Namun dalam perkembanganya sediaan oral ketokonazole kurang dianjurkan
apabila hanya mempunyai infeksi jamur yang parah hal ini dikarenakan pada sediaan oral
ketonazole mempunyai efek samping yaitu obat ini dapat meningkatkan aktivitas enzim hati
untuk sementara waktu dan kadang – kadang dapat menimbulkan kerusakan hati atau
hepatoksik apabila di gunakan secara terus menerus selama 2 minggu .Untuk mengindari maka
dibuat sediaan ketokonazole yang diberikan secara topikal mempunyai toksisitas atau efek
samping yang relatif kecil dan dan dapat di toleransi .
2.2.2 Formulasi sediaan
1. Preformulasi Zat Aktif
Ketokonazol
 Struktur kimia
 Nama kimia : ketoconazolum
 Rumus kimia : C26H28Cl2N4O4
 Berat molekul : 531, 44 gram/mol
 Pemerian : berupa warna putih atau hampir serbuk putih.
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, dapat larut dalam alkohol,
larut dalam diklorometan, dan larut dalam metil alkohol.
 Titik leleh : 148ºC dan 152ºC
 pKa : 6, 51
 Stabilitas : tidak stabil pada cahaya
 Fungsi : sebagai antifungi
 Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya
 Inkompatibilitas : interaksi obat; pemberian ketokonazol bersama dengan obat
yang menginduksi enzim mikrosom hati (rifampisin, isoniazid,
fenitoin) dapat menurunkan kadar ketokonazol.
Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV, 1995,486 dan Informasi
Spesialite Obat,2009,182
2. Pengembangan Formula
a. Zat aktif :
Ketokonazol digunakan sebagai zat berkhasiat dengan 20 mg/ gram krim (ISO
Vol.44;2009;182). Ketokonazol dapat digunakan dengan konsentrasi 2% untuk
pemakaian topikal sediaan krim. (Martindale Edisi 36:541).
b. Minyak :
Salah satu fasa yang bersifat non polar. Dalam formula ini digunakan vaselin
flavum dan cera alba. Campuran vaselin dan cera alba digunakan untuk
meningkatkan konsistensi pada sediaan. Konsentrasi yang umum digunakan untuk
cera alba adalah 2% dan konsentrasi yang umum digunakan untuk vaselin adalah
25%. Vaselin yang digunakan adalah vaselin flavum, karena tidak mengalami
proses pemutihan, dan banyak digunakan sebagai basis semisolida sediaan steril.
c. Air :
Digunakan air sebagai salah satu fasa cair yang bersifat polar. Dalam pembuatannya
digunakan air yang telah dididihkan dan segera digunakan dalam keadaan hangat
untuk melarutkan zat aktif atau zat tambahan yang larut dalam air.
d. Pengemulsi :
Digunakan surfaktan karena sediaan mengandung minyak dan air yang tidak saling
menyatu, ketidakcampuran sediaan yang akan mengganggu kestabilan krim.
Digunakan zat pengemulsi trietanolamin (TEA) untuk krim tipe minyak/air dengan
konsentrasi 1,5% karena penggunaan konsentrasi pemakaian lazim berkisar 2 – 4%.
(Handbook Of Pharmaceutical Exipients Edisi 6 halaman 754).
e. Pengawet :
Digunakan pengawet karena sediaan mengandung minyak yang bersifat mudah
tengik dan mengandung air yang memudahkan terjadinya kontaminasi
mikroorganisme. Pengawet digunakan untuk meningkatkan stabilitas sediaan
dengan mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Digunakan kombinasi
zat pengawet metil paraben dengan konsentrasi 0, 12% - 0, 18% dan propil paraben
dengan konsentrasi 0, 02% - 0, 05%. (Handbook Of Pharmaceutical Exipients Edisi
6 halaman 442).
f. Zat pelembab :
Digunakan propilenglikol sebagai humektan dalam sediaan topikal adalah untuk
meningkatkan hidrasi kulit. Hidrasi kulit dapat menyebabkan jaringan menjadi
lunak, mengembang dan tidak berkeriput sehingga penetrasi zat akan lebih efektif.
Konsentrasi yang lazim digunakan adalah 5% - 8%.
g. Antioksidan :
Digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada
minyak tidak jenuh yang sifatnya antioksidasi. Antioksidan yang digunakan dalam
formula yaitu BHT dengan konsentrasi 0, 02% (Handbook Of Pharmaceutical
Exipients Edisi 4 halaman 63).
3. Formula Akhir
 Komposisi :
Tiap 5 gram krim mengandung :
- Ketokonazol 2%
- Trietanolamin 1,5 %
- Metil paraben 0, 18%
- Propil paraben 0, 02%
- Propilenglikol 8%
- Cera alba 2%
- Vaselin flavum 25%
- BHT 0, 02%
- Aquadest ad 100%
 Penyimpanan :
Dalam wadah tube dan terlindung dari cahaya.
(DEPKES RI, 1995 halaman 486)
 Dosis :
Oleskan 1x sehari selama 2 minggu (Moh, Anief. 2005)
4. Preformulasi Eksipien
1. Trietanolamin
Pemerian : cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah
mirip amoniak, higroskopik.
Kelarutan : mudah larut dalam air dan etanol 95% dan larut dalam
kloroform.
Fungsi : zat tambahan, sebagai pengemulsi.
Stabilitas : trietanolamin bisa berubah menjadi coklat, akibat pemaparan
pada udara dan cahaya. Trietanolamin harus disimpan dalam
wadah tertutup baik, di tempat yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : trietanolamin akan bereaksi dengan asam mineral untuk
membentuk garam kristal dan eter. Trietanolamin juga
bereaksi dengan tembaga untuk membentuk garam kompleks.
Trietanolamin juga dapat bereaksi dengan reagen seperti tionil
klorida untuk mengganti kelompok hidroksi dengan halogen.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Sumber : DEPKES RI, 1995, Halaman 1203; Handbook Of Pharmaceutical
Exipients Halaman 663 - 664
2. Nipagin (Metil Paraben)
Pemerian : serbuk hablur halus, putih hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan : larut dalam 600 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol 95% dan dalam 3 bagian aseton,
mudah larut dalam eter dan dalam alkali hidroksi, larut dalam
60 bagian gliserol panas, dan dalam 40 bagian minyak lemak
nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih.
Fungsi : zat tambahan, sebagai pengawet.
Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.
Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan zat lain, seperti bentonit, magnesium
trisilicate, talk, tragakan, natrium alginat, minyak esensial,
sorbitol dan atropin.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 551 ; Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Halaman 390 – 393
3. Nipasol (Propil Paraben)
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
95%, dalam 3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol, dalam
40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksi.
Fungsi : zat tambahan, sebagai pengawet.
Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.
Inkompatibilitas : magnesium alumunium silikat, magnesium trisilikat, oksida
besi kuning.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 713 ; Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Halaman 526 – 528
4. Propilenglikol
Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berbau, rasa agak manis,
higroskopik.
Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan etanol 90% dan kloroform,
larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat bercampur dengan eter
minyak tanah dan dengan minyak lemak.
Fungsi : zat tambahan, sebagai pelarut.
Stabilitas : pada temperatur rendah, propilenglikol stabil bila disimpan
dalam wadah tertutup baik, di tempat yang sejuk dan kering.
Tetapi pada temperatur yang tinggi, di tempat terbuka,
cenderung mengoksidasi, sehingga menimbulkan produk
seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, asam asetat.
Propilenglikol secara kimiawi stabil ketika dicampur dengan
etanol 95%, gliserin atau air.
Inkompatibilitas : propilenglikol tidak kompatibel dengan reagen pengoksidasi,
seperti potassium permanganat.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 712 ; Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Halaman 521 – 522
5. Cera Alba
Pemerian : padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam
keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik.
Kelarutan : tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin.
Larut sempurna dalam kloroform, eter, dalam minyak lemak
dan minyak atsiri.
Fungsi : zat tambahan, sebagai peningkat konsistensi.
Stabilitas : ketika lilin dipanaskan di atas 150ºC, terjadi esterifikasi akibat
menurunnya nilai asam dan titik lebur. Lilin putih stabil bila
disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya.
Inkompatibilitas : tidak kompatibel dengan agen pengoksidasi.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik dan terlindung dari cahaya.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 186; Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Halaman 687-688.
6. Vaselin Flavum
Pemerian : kuning atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada 0ºC.
Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam benzene , dalam
karbon disulfide, dalam kloroform, larut dalam heksana dan
dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri, sukar
larut dalam etanol dingin dan etanol panas dan dalam etanol
mutlak dingin.
Jarak lebur : antara 38ºC dan 60ºC
Stabilitas : bila terkena cahaya, menyebabkan warna vaselin menjadi
pudar dan menghasilkan bau yang tidak enak.
Inkompatibilitas : vaselin kuning merupakan bahan inert dengan sedikit
inkompatibilitas.
Fungsi : zat tambahan, sebagai emolien dalam basis salep.
Wadah dan penimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Sumber : Handbook Of Pharmaceutical Exipients Halaman 421 – 422
7. Butyl Hidroksi Toluen (BHT)
Pemerian : hablur padat, putih, bau khas lemah.
Kelarutan : tidak larut dalam air, dalam propilenglikol, dalam kloroform
dan dalam eter.
Berat molekul : 220, 35 gram/ mol.
Fungsi : zat tambahan, sebagai antioksidan.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas : kondisi paparan cahaya, kelembaban, dan panas menyebabkan
pelunturan dan hilangnya aktivitas BHT. BHT harus disimpan
dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat
sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : tidak cocok dengan bahan pengoksidasi kuat seperti
permanganat dan peroksida karena ada reaksi dari zat asam
karbol, yang dapat menyebabkan hilangnya aktivitas dan
pembakaran.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 157 - 158 ; Handbook
Of Pharmaceutical Exipients Edisi 4 Halaman 75 – 76.

8. Aqua Destilata
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.
Kelarutan : dapat melarutkan semua zat yang sifatnya polar.
Bobot molekul : 18, 02 gram/mol
Fungsi : zat tambahan, sebagai larutan pembawa dalam injeksi.
Stabilitas : dapat stabil dalam semua keadaan fisika (es, cair dan uap).
Inkompatibilitas : dalam formulasi farmasi dapat bereaksi dengan obat dan
bahan tambahan lainnya yang mudah terhidrolisis pada
temperatur tinggi.
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terbuat dari kaca/plastik.
Sumber : Farmakope Indonesia, 1995, Halaman 112 ; Handbook Of
Pharmaceutical Exipients Edisi 4 Halaman 675.
5. Penimbangan Bahan
Zat Untuk 1 tube @ 5 Untuk 3 tube @ 5
gram gram

Ketokonazol 0, 105 gram 0, 315 gram

Metil Paraben 0, 00945 gram 0, 02835 gram

Propil Paraben 0, 00105 gram 0, 00315 gram

Trietanolamin 0, 09 gram 0, 27 gram

Propilenglikol 0, 48 gram 1,44 gram

Cera Alba 0,12 gram 0, 36 gram

Vaselin Flavum 1,50 gram 4,50 gram

BHT 0,0012 gram 0, 0036 gram

Aqua Destilata 11, 0799 gram


6. Prosedur Pembuatan
- Alat dan bahan disiapkan
- Masing-masing bahan (ketokonazol, metil paraben, propil paraben,
trietanolamin, propilenglikol, cera alba, vaselin flavum, dan BHT) yang
digunakan ditimbang
- Dilakukan sterilisasi awal terhadap basis yaitu TEA, propilen glikol, cera alba
dan vaselin flavum dengan cara di oven pada suhu 150ºC selama 1 jam
- Cera alba dan vaselin flavum dimasukkan ke dalam cawan penguap yang
telah di lapisi kain batis
- TEA dan propilenglikol dimasukkan ke dalam cawan penguap berbeda yang
juga telah dilapisi kain batis
- Aqua pro injeksi dimasukkan ke dalam beaker glass secukupnya lalu di oven
- Setelah dilakukan sterilisasi awal, cera alba dan vaselin flavum dimasukkan
ke dalam mortar yang telah dibakar dengan alkohol, lalu digerus
- Kemudian dimasukkan TEA dan propilenglikol ke dalam mortar, digerus
hingga homogen
- Lalu dimasukkan propil paraben, metil paraben dan BHT, digerus hingga
terbentuk basis krim
- Kemudian ditambahkan ketokonazol ke dalam campuran basis krim sedikit
demi sedikit sambil digerus
- Kemudian ad aqua pro injeksi yang telah disterilisasi awal, digerus hingga
homogen
- Dimasukkan ke dalam tube dengan digunakanya kertas perkamen dan pinset
- Kemudian diberi etiket pada kemasan primer (tube)
- Kemudian tube dimasukkan ke dalam kemasan sekunder

2.3 Sediaan Krim Ketokonazole

1.Mekanisme kerja
Ketokonazole bekerja menghambat biosisteis esgoterol yang merupakan sterol utama
untuk mempertahankan integritas membran sel jamur .Bekerja dengan cara menginhibisi enzim
sitokrom PG-450,C-14 –a-dementhylase bertanggung jawab mengubah lanosterol ,hal ini akan
mengakibatkan dinding sel jamur menjadi permiabel dan terjadi penghancuran jamur (Ansel,
Howard C.1989).
2.Aktifitas spektrum
Ketokonazole mempunai spektrum yang luas dan efekif terhadap blastomyces
dermatitidis ,candida spesies ,Coccidiodes immitis,Histoplasma capsulatum,Malassezia furfur
,Paracoccidiodes brasiliens.Ketokonazole juga efektif terhadap dermatofit tetapi tidak sefektif
terhadap Aspergillus spesie dan Zygomycetes (Ansel, Howard C. 1989).

3.Aspek Farmakokinetika
Ketokonazole tidak diabsorbsi sistemik bila diberikan secara topikal.Pada uji in vitro
menggunakan kulit manusia ,ketokonazole tertahan di dalam stratum korneum dan perbatasan
antara stratum korneum dan stratum granulosum setelah 16 jam dengan pemberian secara
topikal menggunakan krim ketokonazole yang diberi radio label,dan sedikit sekali atau bahkan
tidak ada obat yang berpenetrasi ke lapisan bagian dalam epidermis.Ketokonazole diabsorbsi
dalam jumlah yang sedikit bila obat diberikan intravagina( Ansel, Howard C. 1989).
4.Stabilitas dalam Sediaan
Ketokonazole dalam bentuk krim topikal sebaiknya disimpan pada suhu kurang dari 25
C dan tidak bole dibekukan .Tidak boleh diimpan pada suhu tinggi (lebih dari 37 C) karena da
suhu inggi akan terjadi pemisahan fasa(goeswin ,Agoes.2008)
5.Aspek Farmakologi
Ketokonazole adalah suatu anti jamur golongan imidazol zang mempengaruhi sintesis
ergosterol dan dengan demikin mengubah permeabilitas membran sel dari jamur zang sensitif
terhadap ketokonayole .Telah ada penelitian yang mengatakan bahwa ketokonazole bersifat
fungistatik pada konsentrasi terapetiknya.Ketokonayole dapat bersifat fungisida bila digunakan
dalam konsentrasi zang tinggi atauterhadap organisme zang sangat peka.Konsentrasi hambat
minimum (KHM) untuk dermatophyta adalah 0,25-2 mcg/mg ,sedangkan KHM Candida
albicans ,Candidaparapsilosis,dan Candida tropicalis adalah 1-16 mcg/ml.Ketokonazole
digunakan secara topikal untuk pengobatan Tinea corporis ( infeksi jamur pada kulit tak
berambut seperti wajah ,badan lengan ,tungkai ) Tinea cruris (infeksi jamur di sekitar tangan
,pergelangan atau sela –sela jari),dan Tinea pedis ( infeksi jamur di sekitar kaki ) yang
disebabkan oleh Epidermophyton floccosum ,juga digunakan secara topikal untuk pengobatan
cutaneus candidiasis zang disebabkan oleh Candida albicans(goeswin ,Agoes.2008)

Daftar Pustaka
Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Ke empat. Cetakan Pertama.
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.
Anwar, E. (2012). Eksipien Dalam Sediaan Farmasi. Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Ed IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Farmakope Indonesia Edisi keempat.1995. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Farmakope Indonesia Edisi ketiga.1979. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Formularium Nasional Edisi Kedua.1978. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Goeswin ,Agoes,.2008.Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung : ITB
Goeswin ,Agoes,.2009.Sediaan Farmasi Steril Seri Farmasi Industri-4. Bandung : ITB
Katzung, B.G. (1994). Buku Bantu Farmakologi. Jakarta: Penerbit EGC. Hal. 311
Moh ,Anief. 2005. Farmaseutika. Yogyakarta : GadjahMada University Press.
Setiabudy,Rianto.2012.Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta :UI
Wade, Ainley and Paul J.Weller. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients, second edition.
London : The Pharmaceutical Press

Anda mungkin juga menyukai