Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
2
b. Bagi Universitas
1) Dapat memperluas pengenalan Universitas Riau khususnya jurusan Teknik
Kimia kepada lingkungan masyarakat dan perusahaan.
2) Mempererat kerjasama antara universitas dengan instansi pemerintahan
maupun swasta.
c. Bagi Perusahaan
1) Laporan kerja praktek dapat diajdikan sebagai bahan evaluasi kerja, usulan,
ataupun masukan, sehingga dapat digunakan bila dibutuhkan dalam
pemecahan masalah-masalah di perusahaan.
2) Dapat melihat keadaan perusahaan dari sudut pandang mahasiswa yang
sedang kerja praktek.
3) Sebagai kontribusi perusahaan dalam memajukan pendidikan.
Logo terbaru PT Semen Padang memiliki kriteria dan karakter yang kokoh
(identitas semen), universal (tidak kedaerahan), lebih simpel (mudah
diingat/memorable), dan lebih konsisten (aplicable dalam ukuran terkecil).
sekitar 1-2 km dari pabrik. Pabrik kantong terletak di Bukit Putus, sedangkan
pengantongan terletak di Indarung, Teluk Bayur, Batam, Belawan, dan Tj. Priok.
1 Indarung II 660.000
2 Indarung III 660.000
3 Indarung IV 1.620.000
4 Indarung V 2.300.000
5 Indarung VI 3.500.000
6 PT Semen Padang di Dumai 900.000
(Sumber: PT. Semen Padang, 2018)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
10
oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan
baku tersebut dibakar sampai meleleh, sehingga membentuk klinkernya, yang
kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang
sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat
rata-rata 40 kg atau 50 kg. Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan
ke dalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik.
Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah
dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran
dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas
bahkan dalam air. Pedoman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan
hidrat pada reaksi dengan air segera mungkin. Kebanyakan konstruksi semen saat
ini adalah semen hidrolik dan kebanyakan didasarkan pada semen Portland, yang
dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gypsum. Pada proses
dengan temperatur tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi
secara kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru.
Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gypsum yang
harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.
Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan
bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer
untuk membentuk kembali kalsium karbonat.
Kekuatan dan kekerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan
air yang mengandung senyawa-senyawa pembentukan sebagai hasil reaksi antara
komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi
dan hidrat secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera,
suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan sangat kecil dan akan
bertambah seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini
diarahkan pada permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut
penguatan setelah mulai tahap pengerasan.
11
Bahan pozzolan tersusun atas 45–72% SiO2, 10–18% Al2O3, 1–6% Fe2O3,
0,5–3% MgO dan 0,3-1,6% SO3. Digunakan secara luas untuk konstruksi
umum, seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan
beton, bahan bangunan, plesteran, panel beton, paving block, hollow brick,
batako, genteng dan ubin. Penggunaannya lebih mudah, suhu beton lebih
rendah sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap
air, dan permukaannya lebih halus.
c. Semen Sorel
Semen sorel adalah semen yang dibuat melalui reaksi eksotermik larutan
magnesium klorida 20% terhadap suatu ramuan magnesia yang didapatkan dari
kalsinasi magnesit dan magnesia yang didapatkan dari larutan garam. Semen
sorel memiliki sifat keras dan kuat, tidak tahan air dan sangat korosif.
Batu kapur digunakan sebagai sumber kalsium oksida (CaO) dan kalsium
karbonat(CaCO3). Batu kapur ini diambil dari penambangan di Bukit Karang
Putih. Jumlah batu kapur yang digunakan sebanyak ± 80 %. Limestone berperan
dalam reaksi hidrasi dan pembentuk kekuatan pada semen. Jika berlebihan akan
menyebabkan semen tidak lentur dan rapuh.
silikanya, semakin berkurang kadar SiO2 semakin berwarna merah atau coklat,
disamping itu semakin mudah menggumpal karena kadar airnya yang tinggi.
Batu silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar SiO2 ± 90%.
Pasir besi didatangkan dari PT Aneka Tambang, Cilacap. Pasir besi yang
mengandung mineral-mineral magnetik banyak terdapat di daerah pantai, sungai
dan pegunungan vulkanik. Umumnya, pasir besi selalu tercampur dengan SiO2
17
dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Kadar yang baik dalam pembuatan semen yaitu
Fe3O2 ± 75% – 80%.
SiO2maksimal 45%. Tanah liat digunakan untuk memasok alumina dan silika
pada saat dipanaskan di kiln, dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang
terlalu tinggi pada limestone.
bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan bereaksi
22
2) Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya spesific gravity sehingga kekuatan semen menurun, waktu
pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss On
Ignition (hilang pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral
yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada
batu setelah beberapa tahun kemudian.
3) Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami
proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen,
kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal
semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-retak
pada beton. Hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan
sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan.
4) Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu:
a) Drying shringkage (penyusutan karean pengeringan)
b) Hidration shringkage(penyusutan karena hidrasi)
c) Carbonation shringkage (penyusutan karena karbonasi)
Yang paling berpengaruh pada permukaan beton adalah drying shringkage,
penyusutan ini terjadi karena penguapan selama proses setting dan hardening.
Bila besaran kelembabannya dapat dijaga, maka keretakan beton dapat dihindari.
Penyusutan ini dipengaruhi juga oleh kadar C3A yang terlalu tinggi.
5) Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban. Kuat tekan
dipengaruhi oleh kandungan senyawa C3S, C2S, C3A, C4AF dalam semen, kadar
SO2, dan tingkat kehalusan semen. C3S berpengaruh terhadap kekuatan awal.C2S
berpengaruh terhadap kuat tekan dalam jangka panjang, C3A berpengaruh
terhadap kuat tekan hingga umur 28 hari, dan C4AF tidak berpengaruh pada kuat
25
yaitu dibawah 6, namun keasaman air akibat pelarutan CO2, pH di atas 6,5 juga
dapat merusak, karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dalam semen membentuk
CaCO3 yang bereaksi kembali dengan CO2 membentuk Ca(HCO)3 yang larut
dalam air, menurut reaksi:
Ca(OH)2 + CO2 CaCO3 + H2O
CaCO3 + CO2 Ca(HCO)3
Ca(HCO)3 yang terbentuk inilah yang akan mengurangi kekuatan semen
8) False Set
False set yaitu gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari adonan
semen, mortar, beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak. Gejala
tersebut akan hilang dan sifat plastis akan dicapai kembali bila dilakukan
pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air. False set terjadi karena pada
operasi penggilingan klinker dan gypsum dilaksanakan pada suhu operasi yang
terlalu tinggi sehingga terjadi dehidrasi dari CaSO4.2H2O menjadi
CaSO4.1,5H2O.CaSO4.0,5H2O. Inilah yang menyebabkan terjadinya false set.
9) Soundness
Selama proses hidrasi, akan terjadi ekspansi abnormal yang menyebabkan
keretakan beton. Ekspansi terjadi apabila kadar free lime, MgO, Na2O, dan K2O
terlalu tinggi atau gypsum yang terlalu banyak.
10) Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air
serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat
pencampurnya.
11) Kehalusan
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Waktu
pengikatan (setting time) menjadi semakin lama apabila butir semen lebih kasar.
Kehalusan penggilingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir
27
permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses
hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun lalu
mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain itu,
akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikel
mutu.Standar yang paling umum dianut didunia adalah standar ASTM (American
Society for Testing and Material) C-150 dan British standard (BS-12). Sedangkan
28
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum
serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai
LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
3) Modulus Semen
Modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan
kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3.Modulus semen sesuai untuk
jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan
jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan komposisi
yang diinginkan.
4) Alumina Modulus (ALM)
Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM
29
terlalu rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang
dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar.
ALM dihitung dengan menggunakan rumus:
Al2 O3
ALM = Fe2 O3
𝑥 100% (2.2)
SiO2
SIM = 𝑥 100 (2.3)
Al2 O3 +Fe2 O3
membentuk CaO bebas (free lime) didalam klinker. Akibat LSF yang tinggi
adalah CaO bebas akan semakin tinggi, burnability semakin tinggi sehingga kuat
tekan awal dan panas hidrasi semakin tinggi, kebutuhan panas dan temperatur
kiln akan meningkat karena burnability yang semakin tinggi dan coating sulit
terbentuk sehingga panas radiasi akan meningkat.
7) Sulfur Trioksida (SO3)
Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan
senyawa SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah
kekuatan semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan
(soundness) semen.
8) Magnesium Oksida
Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah terjadinya
proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam bentuk glassy state.
Jika kadar MgO kurang dari 2% maka MgO akan berikatan dengan senyawa
klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka akan membentuk MgO bebas
(periscale) yang akan berikatan dengan air membentuk Mg(OH)2 yang
mengakibatkan keretakan pada beton
9) CaO Bebas (Free Lime)
Free lime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi dalam
pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah 1%. Jika berlebih
maka beton yang dihasilkan akan mudah retak dikarenakan pemuaian volume
yang besar selama reaksi hidrasi semen.
10) Komposisi Senyawa Mineral
Senyawa C3S adalah komponen yang berperan untuk pengerasan awal, dan
cepat mengeras pada umur 28 hari. Kadar C3S sebaiknya antara 52-62%. C2S
berperan sebagai kekuatan untuk waktu yang lebih lama. C2S berperan untuk
kekerasan setelah minggu pertama hingga beberapa minggu atau bulan. C3A
berfungsi dalam kekerasan awal dan kecepatan mengerasnya sangat tinggi. Dalam
semen tanpa gypsum, C3A bereaksi cepat dengan air dan menghasilkan panas
yang besar. Kadar C3A optimum tergantung pada jenis semen yang diproduksi.
C4AF mempunyai sifat hidrasi yang lambat. Besi dalam C4AF berperan sebagai
fluxing agent (penurunan titik lebur).
11) Alkali (Na2O dan K2O)
Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada beton, apabila
digunakan agregat yang mengandung silika reaktif terhadap alkali akan terjadi
reaksi:
Na2O + SiO2 2NaSiO3
K2O + SiO2 2KSiO3
31
Na2O dibatasi kadarnya 0,6%. Jika berlebih maka jumlah gypsum yang
dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan kelebihan K2O menjadikan klinker
mudah digiling.
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum
serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai
LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
5) BTL (Bagian Tak Larut)
Bagian Tak Larut merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen
direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di lime stone dan
batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen.
BAB III
DESKRIPSI PROSES
33
34
Side reclaimer merupakan salah satu alat penarikan material yang biasa
digunakan di pabrik semen. Peralatan ini hanya digunakan pada Indarung II saja.
Peralatan ini bergerak di jalur rel yang terletak di sepanjang pile/tumpukan
material. Side reclaimer dilengkapi oleh satu scraper chain yang digunakan untuk
menarik tumpukan material untuk selanjutnya ditransport oleh belt conveyor yang
juga terletak sepanjang tumpukan material tersebut.
Kelebihan metode ini antara lain:
a. Beberapa komponen material yang disimpan di tempat prablending yang
sama dapat diambil dengan mesin yang serupa
b. Cocok untuk material dengan tingkat kelengketan yang sedang
c. Biaya investasi yang rendah
Kekurangan metode ini antara lain:
a. Efisiensi homogenisasi berkurang karena tidak setiap lapisan dicampur
secara simultan (Conical shell stacking)
b. Dipakai hanya jika konsep prablending yang ada tidak menuntut adanya
penyimpanan material dengan adanya kebutuhan homogenisasi material
yang tinggi.
penarikan material yang juga biasa digunakan di pabrik semen. Sama seperti side
reclaimer, peralatan ini bergerak di jalur rel yang terletak di sepanjang
pile/tumpukan material. Bedanya, untuk portal scrapper dilengkapi oleh dua
scraper chain di mana scrapper chain sekunder digunakan untuk menarik
material ke arah scrapper chain primer dan selanjutnya ditarik oleh scrapper
chain primer tersebut untuk kemudian ditransport oleh belt conveyor yang juga
terletak sepanjang tumpukan material tersebut.
e. Pengadaan Gypsum
Selain pasir besi, gypsum sebagai bahan penunjang juga didatangkan dari
luar. Kebutuhan gypsum untuk PT Semen Padang didatangkan dari PT Petrokimia
Gresik, serta diimport dari Australia atau Thailand. Kualitas gypsum diuji terlebih
dahulu di Laboratorium Jaminan dan Kualitas PT Semen Padang untuk
menentukan kualitas dari gypsum tersebut.
f. Pengadaan Pozzolan
Pozzolan merupakan bahan yang mengandung silika dan alumina yang tidak
memiliki sifat mengikat seperti semen, tetapi dalam bentuk yang halus dengan
adanya air dapat menjadi suatu massa padat yang bersifat tidak larut dalam air.
Pozzolan digunakan sebagai material tambahan untuk pembuatan semen tipe I dan
PCC pada pabrik Indarung II/III.
Tabel 3.1 Jenis Storage, Metode Stacking dan Penarikan Bahan Baku
Storage Stacking
Material Alat Penarikan
Tipe Kapasitas (ton) Method
Batu Kapur Closed 2𝑥35.000 Conical Shell Side Reclaimer
Batu Silika Closed 2𝑥6.500 Conical Shell Side Reclaimer
Tanah Liat Closed 2𝑥7000 Winrow Bucket Chain
Excavator
Pasir Besi Open 7000 - -
Batu Bara Closed 2𝑥8.000 Chevron Bridge Scraper
Gypsum Closed - - -
Pozzolan Closed - - -
Material Inlet
Gas Inlet
Kamar II
Material Outlet
Drying Chamber
dan kompartmen II. Pada drying chamber dipasang lifter yang berfungsi untuk
mengangkat dan menghamburkan material sehingga proses pengeringan dapat
berlangsung dengan efektif karena luas permukaan material yang kontak dengan
gas panas bertambah besar. Sebagai pemisah antara drying chamber dengan
kompartmen I digunakan open diaphragm seperti terlihat pada gambar 3.11.
Di dalam kompartmen I terdapat lifting liner berjenis step liner. Liner jenis
ini berfungsi untuk mengangkat dan menjatuhkan grinding media sehingga
dihasilkan gaya tumbukan terhadap material yang akan digiling. Pada
kompartmen II, permukaan liner yang digunakan bergelombang dikarenakan gaya
yang diperlukan adalah gaya gesek antara material dengan grinding media
sehingga tidak diperlukan liner yang dapat mengangkat grinding media. Di
kompartmen II juga digunakan danula ring yang bertujuan untuk memperpanjang
waktu tinggal material di dalam mill sehingga efek penggilingan akan lebih baik.
Kedua liner yang digunakan pada tiap kompartmen dapat dilihat pada gambar
3.12 berikut.
(a) (b)
Gambar 3.12 Shell liner pada kompartmen I (a) dan kompartmen II (b)
46
(a) (b)
Material hasil penggilingan keluar melalui diaphragm dan rima screen yang
selanjutnya akan mengalami penyaringan kembali di ruang bawah tube mill
sehingga material yang masuk ke dalam air slide adalah benar-benar raw mix dan
mencegah grinding media ikut keluar bersamanya.
(a) (b)
Gambar 3.14 Rima screen (a) dan saringan di bawah tube mill (b)
Grinding media yang digunakan terbuat dari bola baja dengan ukuran yang
berbeda untuk tiap kompartmen. Untuk kompartmen I digunakan grinding media
47
berukuran 50-90 mm, sedangkan untuk kompartmen II, grinding media yang
digunakan berukuran 25-40 mm.
(a) (b)
Gambar 3.15 Grinding media di kompartmen I (a) dan kompartmen II (b)
Hasil produk setelah penggilingan kemudian keluar melalui bawah mill dan
dibawa oleh air slide dan bucket elevator untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam
separator R1/R2S01 dan R1/R2S02. Separator yang digunakan di indarung II/III
adalah berjenis dynamic separator classifier dengan Counterblades dan Internal
Fan.
Dynamic separator yang digunakan di Indarung II/III tidak memiliki
variable speed fan sehingga kecepatan dari putaran kipas tidak bisa diatur.
Pengaturan fineness produk hanya dilakukan dengan cara mengubah bukaan slot
vane. Oleh karena itu, jenis dynamic separator yang digunakan lebih mendekati
jenis heyd separator.
Fineness produk separator kemudian ditransport oleh air slide R1/R2U03
dan R1/R2U04 menuju ke airlift R1/R2U05 untuk selanjutnya dikirim ke
homogenizing silo H1/H2H01-H02 dan H1/H2H11-H12. Udara yang digunakan
oleh airlift untuk membawa produk berasal dari rotary blower R1/R2U06 dan
R1/R2U07. Produk separator yang kasar (tailing) kemudian dibalikkan ke dalam
mill melalui air slide R1/R2S16 untuk kompartemen I dan R1/R2S17 untuk
kompartmen II. Produk kasar dari separator S01 sebanyak 35 % kembali ke
kompartmen I sedangkan sisanya ke kompartmen II, sementara semua produk
kasar S02 kembali ke kompartmen II.
48
Udara panas dari mill keluar melalui bagian atas mill dan suhu udara panas
yang keluar dari mill harus dijaga suhunya di atas 65 oC karena jika dibawah suhu
tersebut dikhawatirkan akan terjadi pengembunan sehingga aliran material dapat
tersumbat dan transportasi menjadi tidak lancar. Udara panas tersebut kemudian
masuk ke dalam cyclone untuk pemisahan antara material padat dan gas. Prinsip
kerja dari cyclone yaitu udara dengan material yang terdispersi memasuki cyclone
melalui inlet. Akibat adanya gaya sentrifugal maka partikel kasar terbentur dan
berputar pada dinding sementara udara bersama partikel yang lebih halus
meninggalkan cyclone melalui immersion tube. Pressure drop yang terjadi di
dalam cyclone sekitar 10-15 mbar dan efisiensi dedusting sekitar 75-80 %.
ii. Dengan mixing, dimana dua atau lebih material yang berbeda diaduk
dengan pengaduk atau aerasi (dengan udara), sehingga didapat suatu
campuran material yang homogen.
Dari kedua jenis prinsip kerja silo di atas, dapat dilihat bahwa sistem
homogenizing silo di operasi I adalah berjenis discontinuous batch homogenizing
silo. Homogenizing silo di operasi I terdiri dari dua bagian yaitu blending silo
H01 dan H02 di bagian atas dan storage silo H11 dan H12 di bagian bawah.
Prinsip kerja pengisian homogenizing silo ini adalah raw mix masuk ke dalam
blending silo H01 sampai terisi setengah penuh, kemudian pengisian bergantian
antara H01 dan H02 setiap 5 menit. Cara pengisian ini menyebabkan terbentuknya
lapisan-lapisan raw mix yang berbeda pada blending silo sehingga ketika
dilakukan pengeluaran diharapkan raw mix sudah terhomogenisasi. Pengisian dan
pengeluaran di blending silo dapat dilihat pada gambar berikut.
Batubara kemudian masuk ke dalam mill melalui inlet mill. Mill yang
digunakan untuk penggilingan coal di operasi I berjenis tirax mill barkapasitas 15
ton/jam dengan jenis feed arrangement feed chute of airswept mill untuk
memudahkan masuknya udara panas bersamaan dengan material umpan. Tirax
mill yang digunakan untuk penggilingan batubara mirip dengan unidan mill tetapi
berbeda dari rancangan aliran udara yang membawa produk keluar dari mill.
Umumnya, mill jenis tirax memiliki dua kompartmen penggilingan yaitu
kompartmen I (precrushing) dengan bola baja sebagai isi grinding medianya
dengan ukuran 30-50 mm total 13.5 ton dan compartment II dengan grinding ball.
Di operasi I sekarang ini tidak digunakan lagi cylpebs sebagai grinding media di
kompartmen II tetapi digunakan bola baja dengan diameter berukuran 20-25 mm
total 16 ton. Tirax mill dapat menggiling umpan dengan kandungan air lebih dari
1 % jika udara panas disuplai ke dalam mill.
52
Mill juga terdiri dari drying chamber dimana di dalam drying chamber,
batubara masuk bersama dengan udara panas yang berasal dari kiln yang ditarik
oleh fan K1/K2S13. Untuk membantu mensuplai udara panas dalam tahap
starting up kiln, maka digunakan heat generator K1/K2T11 dengan bahan bakar
solar. Udara panas ini mutlak diperlukan karena selain digunakan untuk
pengeringan batubara juga digunakan untuk membantu proses transportasi fine
coal dari mill ke dalam kiln.
dibawa udara dengan kandungan air batubara sehingga suhu udara kering harus
ditingkatkan atau baffle plate harus dipasang di bagian inlet drying chamber untuk
mengarahkan udara panas ke sudut drying compartment.
Proses penggilingan di dalam tirax mill juga serupa dengan penggilingan di
duodan mill dimana pada kompartmen I terjadi gerakan cataracing motion akibat
bola yang digunakan lebih besar dan adanya lifting liner sehingga terjadi peristiwa
tumbukan, sedangkan di kompartmen II terjadi gerakan cascading motion akibat
bola yang digunakan berukuran lebih kecil sehingga hanya terjadi peristiwa
penggerusan batubara. Diaphragm yang digunakan juga berjenis single
diaphragm karena ukuran mill yang kecil.
Fine coal hasil penggilingan mill kemudian keluar dari outlet mill bersamaan
dengan udara panas yang dihisap oleh fan K1/K2S05. Jenis discharge
arrangement yang digunakan yaitu berjenis discharge of airswept mill karena fine
coal keluar bersamaan dengan udara sehingga diperlukan ruangan yang luas. Fine
coal bersama udara yang keluar kemudian masuk ke dalam air separator
K1/K2S01 yang dipasang menempel langsung dengan coal mill. Di dalam
separator ini terjadi proses pemisahan antara fine coal yang halus dengan yang
kasar. Proses pemisahan memanfaatkan gaya sentrifugal dimana material yang
lebih berat akan terlempar ke dinding dan jatuh ke bawah kembali ke dalam mill
untuk digiling kembali, sedangkan material yang lebih ringan akan dibawa oleh
udara yang dihisap oleh fan untuk selanjutnya akan disimpan ke dalam coal meal
silo K1/K2L02.
Fine coal yang disimpan di dalam silo kemudian siap untuk diumpankan ke
dalam kiln untuk proses pembakaran. Di operasi I terdapat dua jenis pengumpanan
fine coal ke dalam kiln berdasarkan peralatan pengumpan yang digunakan. Di
Indarung II, fine coal diumpankan dari silo melalui prehopper K1L03 yang
diteruskan oleh rotor scale K1V14. Prinsip kerja rotor scale adalah dimana
umpan diletakkan di atas table yang terdapat lubang-lubang. Table ini kemudian
berputar sehingga fine coal akan bergeser lubang-lubang. Lubang pada rotor scale
tersambung dengan pipa yang dilengkapi dengan dua buah blower K1V17 dan
K2V17 sehingga fine coal yang jatuh ke lubang dihembus oleh udara untuk
kemudian ditransport ke burner untuk pembakaran di kiln.
56
(a) (b)
Gambar 3.26 Pengumpan fine coal Indarung III yaitu screw conveyor (a) dan
weighting belt (b)
Raw mix yang disimpan di dalam homogenization silo H1/H2H11-H12 di
keluarkan melalui bagian bawah silo dengan bantuan blower untuk aerasi
sehingga raw mix mudah ditarik keluar. Raw mix tersebut kemudian ditransport
oleh screw conveyor H1/H2U01 dan dibawa ke atas oleh bucket elevator
H1/H2U02-03 untuk selanjutnya disimpan di dalam hopper dengan load cell
(schenck feeder) W1/W2A01 melalui air slide H1/H2U04.
(a) (b)
Gambar 3.27 Bucket elevator H1/H2U02-03 (a) dan schenck feeder
W1/W2A01 (b)
Dari schenck feeder tersebut, raw mix kemudian melalui flow meter
W1/W2A07 atau W1/W2A09 dan selanjutnya ditransport oleh air slide
W1/W2A10. Raw mix kemudian diumpankan ke dalam suspension preheater
57
(a) (b)
Gambar 3.28 Bucket elevator W1/W2A21 (a) dan air slide W1/W2A22 (b)
(a) (b)
Gambar 3.29 Siklon suspension preheater (a) dan gas outlet dari A51-A61 (b)
(a) (b)
Klinker masuk ke dalam cooler melalui inlet cooler pada saat cooler berada
pada posisi di bawah. Pendinginan terjadi dengan cara menaburkan klinker
sehingga kontak dengan udara sekunder lebih baik. Penaburan klinker ini
mempergunakan lifter yang dipasang pada 14 section di shell cooler.
Pada proses pembakaran klinker di dalam rotary kiln, ada beberapa tahapan
sesuai temperatur proses, yaitu:
Tabel 3.3 Tahapan reaksi pada suhu tertentu
Reaksi Suhu proses
Pada suhu proses 100 0C terjadi penguapan air dan pada suhu proses 500 0C
terjadi pelepasan air hidrat tanah liat yang ditunjukkan oleh reaksi berikut:
Pada suhu proses 600-800 0C terjadi kalsinasi dengan reaksi sebagai berikut:
Gambar 3.31 Reaksi dan pembentukan senyawa pada berbagai zone dan
temperatur
Coating pada magnesite brick (brick spinal) terjadi karena reaksi antara
C2S-C5A3 dari liquid klinker dengan M2S dari brick, menghasilkan C2S, CA (pada
63
sisi klinker) dan MgO peryclase (pada sisi brick). Layer klinker akan built-up
karena ikatan MgO dengan C2S yang mengkristal kembali.
Coating pada magnesite-chrome brick (brick basic) terjadi karena reaksi
C3A-C4AF dari liquid clinker mempenetrasi ke brick bereaksi dengan MS
menghasilkan C2S C4AF-C3A. Zone klinker-brick ini bisa mencapai 400 mikron.
Migrasi Cr2O3 dari brick ke section klinker akan menyelimuti β-C2S sehingga
lebih stabil dan tidak terjadi inverse menjadi α-C2S pada saat pendinginan yang
dapat menyebabkan coating jatuh.
Klinker yang keluar dari cooler outlet kemudian disaring dengan
mempergunakan screen grid. Klinker yang berukuran kecil langsung ditarik oleh
drag chain W1U04/U05 sedangkan klinker yang berukuran besar dimasukkan ke
hammer crusher W1/W2M01-M02 untuk direduksi ukurannya dan kemudian baru
ditrasnportasikan oleh drag chain W1U04/U05. Hammer crusher dipasang setelah
planetary cooler untuk memecah klinker yang ukurannya masih besar menjadi
ukuran yang diinginkan.
masuk ke crusher dan yang langsung ke alat transport. Material yang kasar akan
jatuh ke dalam crusher dan akan dihantam oleh hammer serta dilemparkan ke
sebuah baffle plate sehingga menjadi kepingan-kepingan klinker.
Gas panas yang keluar dari suspension preheater kemudian dimasukkan ke
dalam gas conditioning tower J1K21/K11 untuk menurunkan suhu gas panas
sebelum masuk ke dalam electrostatic precipitator (EP) J1/J2P11-P21 karena EP
dapat bekerja optimal untuk suhu gas sekitar 105-140 oC. Secara sederhana EP
adalah peralatan yang membersihkan gas-gas hasil proses dengan menggunakan
kekuatan medan listrik untuk memindahkan partikel padat yang terbawa didalam
bentuk gas. Gas kotor dialirkan melewati sebuah medan listrik yang berada
diantara elektroda yang mempunyai polaritas berlawanan. Discharge electrode
menginduksikan muatan negatif pada partikel dan kemudian partikel akan
ditangkap oleh collecting electrode yang berpolaritas positif relatif terhadap
discharge electrode, dimana didalam prakteknya collecting electrode
dihubungkan ke tanah. Partikel-partikel yang ditangkap oleh collecting electrode
merupakan lapisan-lapisan debu yang kemudian dengan menggunakan gaya
mekanik berupa rapping akan terhempaskan kedalam hopper.
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 3.34 Bucket conveyor W1U06/U07 (a) dan silo klinker (b)
(a) (b)
Gambar 3.36 Pregrinder di Indarung III (a) dan belt untuk transport umpan (b)
Material yang digiling jatuh ke atas grinding table dan kemudian digiling oleh
roller. Pregrinder terdiri dari 3 buah roller yang dapat dinaik-turunkan untuk
pengaturan ukuran material yang akan digiling. Material hasil penggilingan
kemudian bergerak ke tepi meja dan jatuh melalui bagian tepi meja untuk
selanjutnya dikirimkan oleh drag chain Z2M22 dan bucket elevator Z2J21 ke
dalam vibrating screen Z2S21.
(a) (b)
Gambar 3.37 Roller dan grinding table (a) dan drag chain Z2M22 (b)
Di dalam vibrating screen ini dipisahkan antara produk yang halus dengan
yang kasar oleh saringan yang digetarkan dimana produk yang kasar
dikembalikan lagi oleh Z2J24 ke dalam pregrinder, sementara produk yang halus
68
ditransportasikan lagi oleh belt conveyor Z2J22 dan Z2J23 untuk kemudian
dimasukkan ke dalam cement mill Z2M01.
(a) (b)
Gambar 3.38 Vibrating screen tampak luar (a) dan saringan di dalamnya (b)
Fungsi utama dari roller mill dapat dilihat pada gambar 4.34 yaitu:
a. Menggiling (grinding)
Material digiling di antara roller dan grinding table sewaktu material tersebut
bergerak dari tengah meja ke arah nozzle ring. Metode penggilingan ini
merupakan proses penggilingan yang paling efisien di dalam industri semen.
b. Pemisahan (separation)
Material kering diangkat oleh gas kering. Kemudian di dalam separator,
partikel yang terlalu kasar (tailing) dikembalikan lagi ke grinding table, sementara
partikel yang halus meninggalkan mill dan dikirim ke dust collector.
c. Pengeringan (drying)
Udara proses yang digunakan terutama berasal dari waste gas kiln atau cooler
atau disuplai oleh generator gas panas. Pengeringan berlangsung bersamaan
dengan proses penggilingan dan pemisahan.
d. Transport
Gas kering digunakan sebagai media pengirim. Tahap pengiriman pertama
adalah sirkulasi internal dan tahap yang kedua adalah separator. Akhirnya, produk
diekstraksi dari separator dan secara pneumatic dikirim ke siklon atau filter
69
dimana produk kemudian dikumpulkan dan diumpankan ke silo. Gas yang bersih
dikeluarkan atau diresirkulasikan kembali ke dalam mill.
3. Sirkulasi material
Sirkulai internal material dapat dilihat pada gambar 108 berikut. Material yang
mengalir di atas dam ring ditangkap dan kemudian terangkat oleh aliran gas
vertikal dari nozzle ring. Partikel kasar jatuh kembali ke grinding table sementara
yang halus terangkat ke separator untuk dipisahkan. Laju sirkulasi internal
tergantung terutama pada grindability dari ground material dan dapat mencapai
15-25 siklus. Pengurangan kecepatan gas di dalam nozzle ring mengakibatkan
jatuhnya partikel yang lebih besar. Material yang terjatuh harus diekstraksi oleh
scraper dan diresirkulasi ke dalam mill feed.
4. Separasi
Separasi yang baik dapat meningkatkan kualitas raw meal dan menghindari
penggilingan yang berlebih (menghemat energi). Partikel kasar (coarse tailing)
diumpankan melalui tailing cone ke tengah grinding table untuk membantu
formasi dari grinding table menjadi lebih stabil. Kehalusan raw meal dapat lebih
mudah dikontrol oleh penyesuaian kecepatan cage rotor.
5. Drying
71
Pengeringan terjadi terutama di tempat di mana gas panas keluar nozzle dan
kontak dengan material yang lembab. Partikel yang halus memiliki waktu tinggal
yang lama di dalam gas pengering (tergantung pada gas collector) yang
memastikan kinerja pengeringan yang baik.
6. Water injection
Pada kondisi tertentu, roller mill memerlukan injeksi air untuk menstabilkan
grinding bed, injection nozzle seharusnya menyemprot material di bagian depan
setiap roller yang disesuaikan dengan keluaran. Fasilitas water injection dengan
dosing valve dapat dipasang di dalam mill casing untuk mendinginkan gas kiln
jika suhu gas berlebih dan kurang lembabnya material.
(a) (b)
Gambar 3.43 Liner (a) dan grinding media (b)
73
Untuk mengatur dan mengendalikan suhu di dalam mill baik kamar I dan
kamar II yang diakibatkan oleh proses penggilingan, maka dilakukan proses
pendinginan dengan menembakkan air (water injection). Penyemprotan air (water
injection) dilakukan secara otomatis pada kedua ujung mill dengan menggunakan
nozzle yang dibantu oleh udara tekan dari kompresor. Suhu inlet dikontrol oleh
temperature partition dan suhu outlet dikontrol oleh suhu semen keluar. Suhu di
dalam mill dijaga pada tingkat yang aman yaitu antara 110-125 0C karena jika
suhu semen di atas 125 0C maka dapat menimbulkan dry clogging dan dehidrasi
air kristal gypsum sehingga akan mengakibatkan false set pada semen, sedangkan
jika di bawah 110 0C, maka akan menimbulkan wet clogging. Pengaturan suhu ini
juga penting untuk kondisi operasi Electrostatic Precipitator (EP) dimana EP
tersebut akan bekerja dengan baik pada suhu di atas 100 0C.
(a) (b)
Gambar 3.44 Water injection pada (a) inlet mill dan (b) outlet mill
2) Penambahan gypsum
Gypsum berfungsi sebagai retarder, memperlambat reaksi hidrasi semen
dengan air sehingga semen dapat dibentuk sebelum terjadi proses pengerasan
akan tetapi gypsum yang dehidrasi akan membuat setting time pada semen.
3) Penambahan aditif
Penambahan aditif bergantung pada tipe semen yang diinginkan. Misalnya
penambahan senyawa pozzolan dan fly ash yang mengandung silika reaktif
sehingga akan mengikat oksida-oksida bebas di dalam semen dan membuat
semen menjadi lebih tahan dalam lingkungan sulfat.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap power consumption di cement mill
adalah sebagai berikut:
1) Grindability
Merupakan tingkat kesulitan penggilingan klinker, grindability berbanding
lurus dengan power consumption di cement mill dan dipengaruhi oleh
komposisi klinker. Kandungan C 2S yang tinggi mengakibatkan
grindabilityakan tinggi pula.
2) Temperatur
Temperatur sangat berpengaruh terhadap susunan molekul gypsum yang
ditambah sebagai aditif didalam semen. Pada temperatur >120oC gypsumakan
terurai dan akan berpengaruh terhadap fungsinya sebagai retarder dan dapat
menimbulkan false set pada semen.
Hasil produk semen, setelah penggilingan kemudian keluar melalui bawah
mill dan dibawa oleh air slide Z1/Z2M13, bucket elevator Z1/Z2J01, dan air slide
Z1/Z2J02-04 untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam O-Sepa Z1/Z2S01. Dalam
O-Sepa ini material yang kasar dan material yang halus akan dipisahkan, dimana
material yang kasar akan dikirim kembali ke Cement Mill dengan menggunakan
air slide Z1/Z2S08 dan gas beserta material halus yang terbawa ditarik
menggunakan fan Z1/Z2P01 menuju bag gas filter Z1/Z2S02. Didalam bag gas
filter, terjadi pemisahan kembali antara gas dan material halus yang terbawa.
Dimana gas yang melewati saringan akan dibuang melalui cerobong, sedangkan
material halus yang tersaring akan dikirim dengan menggunakan air slide yang
75
dilengkapi dengan dush filter menuju silo semen P1L01, P1L11, P1L21, P1L31,
P1L41, P1L51, P1L61, dan P1L71 yang dilengkapi dengan dush filter disetiap
silo.
b. Coal Mill
Tabel 3.5 Spesifikasi Coal Mill
c. Unit Kiln
1. Rotary Kiln
Tabel 3.6 Spesifikasi Rotary Kiln
2. Cyclone Pre-heater
Type :SLC
Size :
d. Planetarry Cooler
Type : Grate Cooler (coolax)
Nominal Production : 7.800 ton/hari
Diameter : 5,6 m
Grate Width : 4.800 mm
Grate Area : 180,6 m2
Grate Load : 43,2 (ton/m2)/hari
Speed : 25,3 stroke/ menit (maksimum)
e. Cement Mill
Type : UMS 5,4 x 14
Fabrikasi : PT – SP/FLS
Kapasitas : 215 ton/jam
Fineness : 3.120 cm2/g
Power Consumption : 31.5 kWh/ton
Kapasitas Alat Transport : 412 ton/jam
Kapasitas Separator : 215 ton/jam
Kapasitas Roller Press : 250 ton/jam
Power Mill Motor : 6.140 kW
Outlet
Cerobong asap (Stack) adalah alat yang digunakan untuk mentransfer gas
panas/udara buang dari EP ke atmosfer dengan suhu yang rendah.
Bag house filter merupakan alat pengendali dalam penyisihan partikulat atau
debu-debu berukuran kecil, berdiameter lebih besar dari 20 mikron, dimana
diinginkan efisiensi penyisihannya yang cukup tinggi. Bahan yang digunakan
pada bag house filter ini biasanya berbentuk tabung atau kantung. Bag house filter
adalah air pollutan control equipment (APC) yang didesain untuk proses
penangkapan, pemisahan atau penyaringan partikulat debu dengan cara filtrasi.
Bag house bekerja dengan menjebak partikulat padat di permukaan kain, dimana
udara yang mengandung partikulat masuk dalam bag house filter dan melewati
fabric bags yang berperan sebagai penyaring.
3.4.7 Hopper
3.4.8 Ducting
Ducting merupakan sistem pemipaan pada pabrik semen yang digunakan
untuk mengalirkan fluida gas panas.
85
Side reclaimer merupakan salah satu alat penarikan material yang biasa
digunakan di pabrik semen.Peralatan ini bergerak di jalur rel yang terletak di
sepanjang pile/tumpukan material.Side reclaimer dilengkapi oleh satu scrapper
chain yang digunakan untuk menarik tumpukan material untuk selanjutnya
ditransport oleh belt conveyor yang juga terletak sepanjang tumpukan material
tersebut.
87
g. Sensor Temperatur
Dalam proses pengukuran temperature di dunia industri khususnya di
industri semen terdapat beberapa jenis sensor temperature yang bisa digunakan
seperti sensor thermocouple dan sensor RTD. Sensor thermocouple digunakan
untuk memonitoring temperature dari proses produksi, biasanya yang memiliki
temperature yang sangat tinggi. Aplikasinya untuk monitoringtemperature di
dalam kiln.Sedangkan sensor temperature tipe RTD digunakan untuk
memonitoringtemperature dari peralatan atau mesin, tujuannya untuk melindungi
perlatan tersebut dari temperatur yang berlebihan, contoh aplikasinya monitoring
temperature bearing fan.
h. Sensor Pressure
Sensor pressure digunakan untuk mengukur dan memonitoring nilai tekanan
yang terdapat pada system proses produksi, contohnya tekanan didalam
cyclonepreheater. Ada juga yang digunakan untuk mengukur nilai tekanan yang
dihasilkan dari aliran fluida (misalnya udara), contohnya flowmeter pada
fancooler.Di industri semen, sensor pressure yang digunakan umumnya dari
pabrikan Honeywell dengan tipe ST3000 dan Endress& Hausser dengan tipe
93
PMD70. Meskipun terdapat juga sensor pressure dari pabrikan lain seperti
Danfoss dan beberapa merk China lainnya.
i. Sensor Level
Sensor level digunakan untuk mengetahui level material (solid ataupun
liquid) yang terdapat didalam tempat penyimpanan baik berupa silo, bin, storage
material ataupun tempat penyimpanan lainnya. Di industri semen, sensor level
untuk material solid digunakan di storage, CF silo, domesilo, dan cementsilo.
j. Sensor Vibrasi
Sensor vibrasi digunakan untuk memonitoring besarnya nilai vibrasi dari
suatu alat biasanya untuk tujuan safety dan proteksi terhadap peralatan itu
sendiri.Di pabrik semen, sensor vibrasi biasanya digunakan pada bearing fan (ID
fan, raw mill fan, EP cooler fan, EP raw mill fan).
k. Flame Detector
Flame detector merupakan peralatan instrumentasi yang digunakan untuk
mendeteksi nilai intensitas dan frekuensi api dalam suatu proses pembakaran
biasanya menggunakan sebuah sensor optik seperti ultraviolet (UV), infrared (IR)
spectroscopy, dan pencitraan visualflame untuk mendeteksi spektrum gelombang
yang dihasilkan dari api. Sensor ini digunakan untuk memonitoring panas dari
shellkiln, serta memonitor bentuk api dari burner.
a. Laboratorium Proses
Laboratorium proses ini berada di bawah Departemen Produksi, dimana
tugas dari laboratorium ini adalah :
- Mengendalikan proses pembakaran raw mix agar mencapai target
kualitas yang telah ditentukan.
94
- Melakukan analisa mulai dari bahan mentah, bahan setengah jadi dan
bahan jadi, serta bahan pembantu yang menginformasikan pada bidang
terkait.
- Menyediakan air proses untuk keperluan pabrik.
Laboratorium proses menangani pengontrolan bahan yang digunakan
maupun bahan hasil olahan dari indarung yang lain. Untuk memperlancar
kegiatannya bagian ini bekerja sama dan disatukan dengan pusat
pengendalian produksi (CCP / CCR). Pengontrolan yang dilakukan di
laboratorium proses ini adalah:
98
99
dirasa mampu untuk memenuhi kebutuhan produksi dari pabrik Indarung I, II, III,
IV, serta V bahkan untuk perumahan. PLTD ini didirikan sejak tahun 1987.
3) WHRPG (Waste Heat Recovery Power Generation)
WHRPG merupakan pembangkit listrik yang menggunakan panas sisa
buangan dari cooler, kiln, serta gas panas dari suspension preheater. Kemudian
sisa panas ini dirubah menjadi energi listrik dengan teknologi pembangkitan
listrik. Pembangunan WHRPG dilakukan pada tahun 2011. Teknologi ini berasal
dari perusahaan Nedo, Jepang, maka dari itu pembangunan ini dilakukan atas
kerjasama antara Semen Indonesia dengan JFE Engineering Jepang. Biaya untuk
proyek WHRPG ini adalah 240 miliar rupiah. Kapasitas desain WHRPG ini
sebesar 8,5 Megawatt dan akan mensuplai kebutuhan listrik untuk peralatan yang
memerlukan energi yang cukup rendah, seperti suplai listrik kantor produksi dan
beberapa lampu.
Cara kerja pembangkit listrik WHRPG sama dengan PLTU, yang
membedakannya adalah tidak menggunakan batubara atau BBM untuk
menghasilkan panasnya tapi menggunakan gas buang operasional pabrik.
Kapasitas pembangkit WHRPG rata-rata baru mencapai 6,9 MW dan kapasitas
pembangkit yang dimanfaatkan 6,2 MW. Kapasitas desain pembangkit belum
tercapai, baru sekitar 81% yang tercapai dari kapasitas desain. Sedangkan
Pembangkit listrik dari PLN digunakan karena tenaga yang dihasilkan oleh
pembangkit listrik yang dimiliki oleh PT Semen Padang tidak mencukupi, maka
untuk kebutuhan pabrik dibantu dengan sumber tenaga oleh PLN. Untuk PT
Semen Padang sendiri, energi listrik tambahan disediakan oleh PLN dari PLTA
Danau Maninjau, yang kemudian di transmisikan menuju Indarung.
kadar airnya sekitar 3 – 5%. Batu bara didatangkan dari ombilin, Bukit Asam, dan
Kalimantan.
2) Bahan Bakar Solar
Bahan bakar solar dipakai untuk pembakaran pendahuluan pada kiln, dan
selanjutnya diganti dengan batu bara. Bahan bakar solar juga dipakai sebagai
bahan bakar PLTD di Semen Padang. Bahan bakar solar diperoleh dari Pertamina.
102
103
spesifikasi jabatan (latar belakang dan usia). Di PT. Semen Padang telah
dilakukan pembatasan usia yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan usia
bagi si pelamar seperti:
1. Untuk tingkat SMA sederajat usia maksimal 25 tahun
2. Untuk tingkat DIII usia maksimal 28 tahun
3. Untuk tingkat SI sederajat usia maksimal 30 tahun
Pemutusan hubungan kerja bagi karyawan PT.Semen Padang dapat
dilakukan apabila:
1. Menjalani massa pensiun
2. Meninggal dunia
3. Melakukan pelanggaran
4. Habis masa kontrak
Sistem penggajian yang dibagian perusahaan terhadap seluruh karyawan
terdiri dari
1. Gaji tetap
Gaji tetap tergantung pada standar golongan dan merupakan fungsi dari
jabatan, yang termasuk gaji tetap adalah:
a) Gaji pokok
Gaji pokok yang diberikan pada tiap-tiap golongan dimulai dari golongan
satu sampai dua puluh empat yang dikendalikan dengan indek atau harga dari nilai
rupiah setimpa golongan yang ditetapkan berdasarkan keputusan direksi
b) Tunjangan pengabdian
Tunjangan pengabdian ini setiap tahunnya bertambah 2% dari gaji pokok
2. Gaji variabel
Gaji variabel ditentukan kepada prestasi kerja karyawan dan prestasi dari
perusahaan. Yang termasuk gaji cariabel:
a) Tunjangan keluarga
Tunjangan keluarga ditentukan berdasarkab jumlah keluarga di PT Semen
Padang ditetapkan sebanyak lima orang meliputi suami, istri, dan maksimum anak
3 orang anak.
b) Tunjangan performance
105
Yosviandri
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Dept. Operasional Produksi II/III PT. Semen Padang
BAB VI
TUGAS KHUSUS
6.1 Pendahuluan
Judul tugas khusus dalam penulisan laporan kerja praktek ini adalah
“Menghitung Neraca Massa & Energi Pada Unit Kiln Dan Pengaruh Kalori Pada
Finecoal Pada Biaya Produksi Di Pabrik Indarung II/III PT. Semen Padang “
dengan data pendukung diperoleh dari lapangan, CCR (Central Control Room),
ruang Otomasi, Laboratorium serta literatur-literatur pendukung seperti buku dan
internet.
PT Semen Padang merupakan industri semen yang tergabung dalam Semen
Indonesia Group bersama ketiga industri semen lainnya (PT Semen Gresik, PT
Semen Tonasa, dan PT Semen Hongkong). Industri semen termasuk PT Semen
Padang merupakan industri yang menyerap energi listrik dan panas yang relatif
tinggi, sehingga efisiensi energi berperan sangat penting dalam menjadi tolak ukur
perkembangan industri. Efisiensi energi dalam industri dapat mencakup
penggunaan bahan bakar (fuel) atau panas dalam suatu alat.
Rotary Kiln mulai diperkenalkan pada tahun 1908 sebagai inovasi dari shaft
kiln. Tahun 1910, pabrik semen pertama didirikan di Indonesia. Tahun 1918, L.J
Vicat menyatakan bahwa untuk membuat semen yang tahan air tidak hanya
dibutuhkan batu kapur, tetapi juga batu yang mengandung aluminium, silika,
magnesium, dan oksida besi dengan perbandingan tertentu. Pada awal
perkembangan, pabrik semen menggunakan tanur (kiln) vertikal sebagai tempat
pembakaran. Industri semen terus berkembang hingga ditemukan tanur putar
(rotary kiln) dan tube mill. Ditemukannya rotary kiln memungkinkan produksi
semen secara kontinu.
Peralatan yang saling terintegrasi satu sama lain digunakan untuk
memproduksi semen di mana peralatan tersebut dimulai dari tempat penggilingan
bahan baku, pembentuk klinker, pembentuk semen, pengantongan semen hingga
pensuplai bahan bakar. Salah satu peralatan utama yang digunakan untuk
memproduksi semen adalah sistem rotary kiln. Umpan yang masuk ke rotary kiln
108
109
2. Perpindahan panas dari gas ke raw mix cukup baik (temperatur raw mix
mencapai > 90% dari temperatur gas dalam waktu < 1 detik).
menyebabkan sifat pengikatan awal dari semen makin lama. Sebaiknya, jika
makin rendah akan memperbanyak fasa liquid di dalam burning zone dan
juga akan menrunkan burn ability (easy burn ability) dari klinker dan akan
memperbaiki pembentukan coating di dalam kiln.
2) Alumina Modulus atau Alumina Ratio (ALM)
Alumina modulus ialah sifat dari kiln feed yang merupakan proporsi
kandungan Al2O3 terhadap Fe2O3.
(Al2 O3 )
ALM =
(Fe2 O3 )
Umumnya alumina ratio antara 1,5 sampai 2,5. Fe2O3 mempunyai sifat
mempercepat reaksi antara kalsium oksida dan silika oksida. Makin tinggi
kandungan Fe2O3, maka akan menyebabkan kiln feed makin mudah menjadi
klinker. Alumina ratio juga menentukan komposisi fasa liquid di dalam
klinker.
3) Lime Saturation Factor (LSF)
LSF menunjukkan jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat
satu bagian oksida-oksida lain. Kelebihan CaO menyebabkan terbentuknya
CaO bebas (free lime) di dalam klinker.
(% CaO dalam rawmix)
SF =
(% CaO max)
Pembakaran dan pendingan klinker: Campuran bahan baku yang sudah
tercampur rata diumpankan ke pre-heater, yang merupakan alat penukar
panas yang terdiri dari serangkaian siklon dimana terjadi perpindahan panas
antara umpan campuran bahan baku dengan gas panas dari kiln yang
berlawanan arah. Kalsinasi parsial terjadi pada pre-heater ini dan berlanjut
dalam kiln, dimana bahan baku berubah menjadi agak cair dengen sifat
seperti semen. Pada kiln yang bersuhu 1350-1400 oC, bahan berubah menjadi
bongkahan padat berukuran kecil yang dikenal dengan sebutan klinker,
kemudian dialirkan ke pendingin klinker, dimana udara pendingin akan
menurunkan suhu klinker hingga mencapai 100 oC.
115
Batu bara antrasit memiliki kalor bakar yang paling tinggi dimana
kandungan C nya cukup tinggi. Semakin lama batu bara tersimpan dalam bumi,
panas bumi menyebabkan lepasnya O, H, N dalam batu bara, sehingga kandungan
C dalam batu bara akan meningkat (CV meningkat).
Batu bara antrasit memiliki kandungan volatile matter yang cukup rendah,
hal ini membuat coal relatif lebih sulit terbakar dan nyala api lebih panjang.
Untuk membuat coal ini menjadi lebih mudah terbakar, biasanya dilakukan
dengan cara memperhalus fine coal yang diumpankan ke burner.
117
Batu bara yang lebih muda (bituminous,lignit) atau brown coal, memiliki
kandungan volatile matter yang lebih tinggi (kandungan O, H, N tinggi), coal
relatif lebih mudah terbakar, nyala api lebih pendek. Untuk membuat bentuk nyala
api lebih panjang, fine coal diperkasar dari biasanya.
Gambar 6.1 Grafik hubungan kehalusan fine coal yang direkomendasikan dengan
VM
3) Nilai kalor
Setiap pabrik semen telah merancang kiln yang akan digunakan sesuai
dengan nilai kalor batu bara yang akan dipakai sebagai bahan bakarnya.
Penurunan harga nilai kalor (Net Calorific Value) sebagai akibat harga total
moisture dan abu akan menyebabkan gangguan pada efisiensi pembakaran.
Akibatnya jumlah umpan bahan baku yang diharapkan menjadi semen akan
berkurang dan tentunya akan mengganggu produksi semen.
Formula umum untuk mengetahui Net Calorific Value adalah:
Formula diatas adalah pendekatan untuk mengetahui nilai kalor bahan bakar
cair atau padat. Sebenarnya bahan bakar cair atau padat terdiri senyawa organik
yang kompleks, dimana jenis senyawa organik ini mempengaruhi nilai kalor
bakar. Formula ini tidak bisa digunakan untuk mengetahui nilai kalor dari karbon
murni atau sulfur murni. Untuk mendapatkan nilai kalor yang pasti dan tepat harus
dilakukan pengukuran dengan kalorimeter.
4) Total Sulfur
Belerang (sulfur) karena proses pembentukannya yang sama dengan
pembentukan lapisan pembentuk batu bara, selalu menyertai lapisan batu bara
dalam bentuk mineral yang bermacam-macam. Sulfur ini akan mengganggu
lingkungan dalam bentuk SOx yang keluar cerobong kiln, juga dalam jumlah yang
cukup banyak ( rasio molar alkali/SO3 <1,2) dapat menyebabkan terbentuknya
clogging di inlet kiln dan riser pipe. PT Semen Padang sampai saat ini membatasi
kandungan sulfur dalam batu bara < 1%.
Yang menjadi persyaratan utama bagi pembakaran batu bara di dalam kiln
untuk mendapatkan nyala api yang pendek dan tajam serta menghasilkan panas
yang optimal adalah:
1. Ukuran partikel harus halus
Material yang halus mempunyai luas permukaan yang besar sehingga reaksi
pembakaran dapat berlangsung dengan sempurna. Ukuran dari partikel ini sangat
tergantung pada kadar volatile matter dari batu baranya. Makin tinggi volatile
matter, maka partikelnya tidak boleh terlalu halus karena mudah terbakar. Grafik
hubungan volatile matter dengan kehalusan sudah ditampilkan pada bagian
terdahulu.
2. Kadar air batu bara cukup rendah
Di dalam batu bara selalu terdapat sejumlah tertentu air, dimana kadar air
biasanya dinyatakan dalam persen berat. Terdapat dua jenis air dalam batu bara
yaitu:
a. Free moisture/air bebas
Yaitu air yang menguap pada saat pengeringan batu bara pada
temperatur kamar atau sedikit lebih tinggi.
b. Inherent moisture/air terikat
Yaitu air yang hanya dapat menguap pada waktu pemanasan batu
bara pada temperatur diatas 100 °C dalam waktu tertentu.
Hubungan antara kadar air yang direkomendasikan tersisa dalam fine coal
dengan kadar air terikat raw coal dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 6.2 Grafik hubungan kadar air yang direkomendasikan dalam fine coal
dengan inherent moisture
3) Jika udara pembakaran terlalu berlebih maka temperatur flame turun, gas
keluar SP lebih banyak, sehingga panas terbuang lebih banyak, gas dalam kiln
lebih cepat, akibatnya transfer panas dalam kiln menurun.
MW m 2
Dengan adanya 2 support short kiln (L/D <13) yang baru, deformasi shell
kiln serta burning zone yang lebih dekat ke drive menjadikan lebih sulit untuk
memastikan alignment yang tepat. Gearless drive (friction drive) kemudian
diperkenalkan dan menjadikannya mungkin untuk menghindari girth drive dengan
menggunakan roller kiln untuk transfer torsi ke riding ring.
Elemen-elemen yang merupakan bagian dari sistem:
1. Two support → Untuk membagi beban pada driven tire
2. Splined tire fixation → Untuk transmisi torsi yang aman ke shell
3. Self-aligning roller station → Untuk pola beban linear di antara
roller dan tire (friction)
sedangkan pada tingkat bawah yang lebih panas dibuat dari bahan baja tahan
panas atau keramik.
b. Meal Flap
Kegunaan meal flap adalah untuk menutup daerah yang tidak digunakan
umpan, untuk menghindari lewatnya aliran gas. Meal flap dirancang hanya
terbuka jika berat material tertentu mendorongnya terbuka yang menghasilkan
fluktuasi umpan.
c. Splash Box
Perancangan cyclone preheater awalnya tidak memiliki splash box. Material
diumpankan ke dalam gas pada titik yang lebih tinggi melawan aliran gas yang
menghasilkan turbulensi dengan distribusi umpan tertentu.
Cyclone preheater modern harus dilengkapi dengan rancangan splash box
yang tepat untuk distribusi umpan yang optimal melalui gas duct cross section.
Splash box tidak boleh dipasang pada inlet kiln dan umpan panas dari cyclone
bagian bawah harus masuk ke dalam rotary kiln selancar mungkin.
Usaha yang dapat dilakukan saat ini untuk memecahkan masalah tersebut
yaitu merubah komposisi umpan atau kualitas bahan bakar, meningkatkan kondisi
pembakaran, memasang automatic cleaning (air cannon big blaster) pada lokasi
yang kritis, memasang sistem kiln gas bypass, merupakan solusi terakhir karena
mahal dan mengakibatkan hilangnya panas dan material
5. Precalciner
Diantara reaksi-reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan klinker, reaksi
kalsinasi yang membutuhkan energi paling besar (+/- 60% dari total heat
consumption). Reaksi kalsinasi ini tidak hanya membutuhkan temperatur reaksi,
tetapi juga butuh waktu reaksi (resident time).
Pada grafik hubungan energi yang diserap (endoterm) dan energi yang
diserap (eksoterm) dengan temperatur operasi di dalam proses pembuatan klinker
terlihat bahwa:
1. Dibutuhkan energi yang paling tinggi untuk decarbonisation
(kalsinasi) pada temperature sekitar 850-900 °C
2. Tahap kesempurnaan reaksi klinkerisasi sebenarnya melepaskan
panas/energi (eksoterm). Tetapi untuk melepaskan panas tersebut,
temperatur klinkerisasi harus tercapai >1400 °C.
Gambar 6.10 Kecepatan perpindahan panas pada partikel raw meal 0,1 mm dan
0,16 mm.
Pembakaran di dalam precalciner cukup jauh berbeda dengan pembakaran
di dalam kiln. Perbedaan itu adalah sebagai berikut:
1. Temperatur pembakaran di precalciner hanya sekitar 900 °C, sementara di
dalam kiln sekitar 2000 °C
2. Beberapa precalciner system menggunakan campuran udara dan gas hasil
pembakaran (in-line calciner)
3. Menjaga precalciner pada posisi temperature relatif rendah, hal ini untuk
menghindari terjadinya pelelehan yang bisa membentuk terjadinya
clogging.
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam mengoperasikan
precalciner :
134
1. Pencampuran yang baik antara bahan bakar dengan oksigen. Hal ini agak
sulit bagi in-line calciner. Dispersi/penaburan bahan bakar yang optimum
dalam aliran gas sangat dibutuhkan (untuk bahan bakar cair: pengkabutan
yang baik)
2. Dibutuhkan waktu reaksi dalam pembakaran. Pembakaran harus
sempurna dalam precalciner, jika tidak temperature akan drop dan %
kalsinasi pun akan menurun
3. Pola aliran dari campuran udara-gas harus baik untuk pembakaran
4. Distribusi raw mix harus baik agar pembakaran tidak terganggu (CaCO3
dan CO2 dapat bereaksi dengan C membentuk CO)
6. Clinker Cooler
Clinker cooler memiliki 2 tugas utama, yaitu memanfaatkan sebanyak
mungkin panas dari klinker untuk memanaskan udara pembakaran dan mendinginkan
klinker dari 1400 0C menjadi suhu yang sesuai untuk peralatan pada proses
selanjutnya, normalnya 100-200 0C. Clinker cooler merupakan bagian yang vital
135
pada sistem kiln dan memiliki pengaruh yang menentukan untuk kinerja pabrik. 3
indikator utama sebuah cooler yang baik, yaitu pemanfaatan panas yang maksimum,
laju aliran udara pendingin yang minimum, avaibility yang tidak terbatas.
Definisi-definisi yang digunakan untuk sistem clinker cooler yaitu:
1. Cooling air adalah udara pendingin yang melewati klinker yang
dipanasi ketika mendinginkan klinker. Cooling air berhubungan
dengan kebutuhan udara pembakaran dimana hanya grate cooler yang
memakai udara tambahan untuk pendinginan yang lebih baik.
2. Primary air adalah udara yang diperlukan untuk dipakai pada burner.
Beberapa burner precalciner dilengkapi dengan primary air fan
(untuk pendinginan).
3. Secondary air adalah udara panas yang memasuki rotary kiln
melewati clinker cooler. Alirannya ditentukan oleh pembakaran
burning zone. Sementara mendinginkan klinker, suhunya dapat
mencapai 600-1000 0C, tergantung pada tipe dan kondisi cooler.
4. Tertiary air adalah bagian dari udara pembakaran yang diperlukan
untuk pembakaran bahan bakar precalciner.
5. False air adalah udara dingin yang masuk ke dalam sistem melalui
kiln outlet seal, bukaan burner, casing atau keluaran klinker.
6. Specific air volume adalah aliran udara per kg klinker (m3/kg klinker,
Nm3/kg klinker)
7. Specific load menunjukkan hubungan produksi klinker terhadap
dimensi cooler (t/d m, t/d m2, t/d m3)
8. Radiation losses dari casing/shell cooler sangat penting untuk
planetary cooler, dimana mendukung pendinginan klinker.
9. Efisiensi menunjukkan kualitas transfer panas dari klinker ke udara
yang digunakan untuk pembakaran di dalam burning zone dan
precalciner firing.
136
Total massa klinker yang dihasilkan dari kiln feed 85.373 kg/jam adalah
51294,67 kg/jam dengan faktor rawmix yaitu 0,601. Faktor rawmix adalah
persentase klinker yang terbentuk dari proses di dalam kiln. Faktor rawmix yang
didapat adalah 0,601 karena 0,399 adalah hasil samping dari proses di dalam kiln
seperti H2O dan gas hasil pembakaran. Pada kiln terdapat proses pelepasan H2O
dan H2O hydrat dari bahan baku pada suhu 400-600 ᵒC sehingga H2O menguap
dan bahan baku tidak mengandung H2O ataupun H2O hydrat, H2O yang menguap
ke udara sebesar 2.651,19 kg/jam. Gas hasil pembakaran yang dihasilkan yaitu
138
CO2 sebesar 42.436,38 kg/jam, SO3 sebesar 51,91 kg/jam, dan SO2 sebesar 79,09
kg/jam.
Panas udara
11762116,03 Panas GHP 5668694,086
sekunder
Panas sensibel
10041,64 Panas laten H2O 155,380
batubara
Total massa klinker yang dihasilkan dari kiln feed 85.373 kg/jam adalah
51.655,253 kg/jam dengan faktor rawmix yaitu 0,605. Faktor rawmix adalah
persentase klinker yang terbentuk dari proses di dalam kiln. Faktor rawmix yang
didapat adalah 0,605 karena 0,395 adalah hasil samping dari proses di dalam kiln
seperti H2O dan gas hasil pembakaran. Pada kiln terdapat proses pelepasan H2O
dan H2O hydrat dari bahan baku pada suhu 400-600 ᵒC sehingga H2O menguap
dan bahan baku tidak mengandung H2O ataupun H2O hydrat, H2O yang menguap
ke udara sebesar 3.210,68 kg/jam. Gas hasil pembakaran yang dihasilkan yaitu
140
CO2 sebesar 43.358,96kg/jam, SO3 sebesar 52,99 kg/jam, dan SO2 sebesar 122,00
kg/jam.
Panas
Panas CO2 hasil
pembakaran
kalsinasi
batubara 2819164,71 2175254,903
Panas udara
Panas GHP
sekunder 11861116,07 6166957,711
Panas udara
Panas H2O batubara
primer 8521,29 7110,000
Panas sensibel
Panas laten H2O
batubara 14712,55 474,489
Panas H2O
Panas konduksi
batubara 6339,77 8310998,160
1000.000
942.075
800.000 952.111
483.234 758.075
600.000
491.815 710.484
400.000 337.200
5.908 60.083 97.223 343.189
200.000 6.939 60.505 102.851 69.77979
0.000 69.77995 30.220
30.220
Grafik 6.1 Perbandingan Kiln Feed 85373 kg/jam menggunakan High Finecoal dan Medium Finecoal
142
Pada Grafik 6.1 dapat dilihat pengaruh medium finecoal dan high finecoal
pada saat kapasitas kiln feed 85.373 kg/jam. Total massa klinker yang dihasilkan
menggunakan medium finecoal sebesar 51.655,253 kg/jam lebih besar dari high
finecoal yang menghasilkan klinker sebesar 51.294,6764 kg/jam, hal ini terjadi
karena medium finecoal menghasilkan debu lebih besar, debu yang dihasilkan
oleh finecoal akan menyatu dengan kiln feed di dalam klin yang menghasilkan
klinker. Faktor rawmix yang dihasilkan medium finecoal juga lebih besar yaitu
60,505 % sedangkan pada high finecoal 60,08 %, hal ini karena klinker yang
dihasilkan lebih besar.
Massa batu bara yang digunakan lebih besar pada medium finecoal yaitu
6.939 kg/jam sedangkan pada high finecoal digunakan 5.908 kg/jam hal ini
disebabkan karena kalori high finecoal lebih besar dibandingkan dengan medium
finecoal sehingga untuk membakar 85.373 kiln feed, massa medium finecoal
dibutuhkan lebih besar untuk mencapai pembakaran yang sesuai. Massa finecoal
berbanding terbalik terhadap kalori finecoal yang digunakan sesuai dengan Azaz
Black:
𝑄 = 𝑚 𝐶∆𝑇
Besarnya massa finecoal yang digunakan maka oksigen yang digunakan
untuk pembakaran juga lebih besar yaitu 14.315,7643 kg/jam pada medium
finecoal dan 13.274,65 kg/jam pada high finecoal. Gas emisi yang dihasilkan
pada medium finecoal yaitu 102.851kg/jam, sedangkan pada high finecoal
97.223 kg/jam hal ini dikarenakan massa medium finecoal lebih besar dari pada
high finecoal yang menyebabkan kebutuhan udara selama proses pembakaran
pada medium finecoal menjadi lebih besar dan gas hasil pembakaran (GHP) pada
medium finecoal semakin meningkat. Semakin kecil gas yang dihasilkan maka
semakin baik dan efisien karena komposisi gas yang dihasilkan mengandung
H2O, N2, O2, SO3, CO2, SO2, dimana beberapa senyawa tersebut berbahaya bagi
lingkungan yang dapat menyebabkan hujan asam dan polusi udara.
143
Medium High
Keterangan
Finecoal Finecoal
Kwh 1350 1300
Harga Listrik (Rp/kwh) 1080
Biaya Operasi /bulan P01 (Rp) 1.049.760.000 1.010.880.000
Efisiensi Biaya/Bulan (Rp) 38.880.000
d. Efisiensi Medium dan High Finecoal terhadap Alat Utama Coal Mill
Tabel 6.9 Efisiensi Medium dan High Finecoal terhadap Alat Utama Coal Mill
Medium High
Keterangan
Finecoal Finecoal
K1M03 (coal mill motor) (kWh) 5738,59 4684,50
K1S05M1 (Fan) (kWh) 717,32 585,56
K1S03M1 (Screw BHF) (kWh) 52,60 42,94
K1S04M1 (Air Sluice) (kWh) 7,17 5,86
K1S13M1 (Fan) (kWh) 526,04 429,41
K1S12 (Air Sluice) (kWh) 7,17 5,86
Total kWh alat utama Coalmill 7048,90 5754,13
Total waktu pengilinggan (jam/hari) 11,956 9,759
Total Biaya Penggilingan per bulan Rp 228.384.279 Rp 186.433.775
Efisiensi Biaya Penggilingan
Rp 41.950.505
menggunakan high finecoal
145
7.1 Kesimpulan
Dari pengamatan data tugas khusus dan isi laporan dapat disimpulkan
bahwa:
2. Massa high finecoal yang digunakan sebagai bahan bakar rotary kiln
lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan medium fine coal yaitu
massa high finecoal sebesar 5.908 kg/jam dan massa medium finecoal
sebesar 6.939 kg/jam.
3. Biaya pengadaan batu bara, penggilingan coal mill dan fan P01
menggunakan high finecoal lebih kecil dibandingkan menggunakan
medium finecoal sebagai bahan bakar kiln.
4. High finecoal lebih efisien dibandingkan medium finecoal sebagai
bahan bakar rotary kiln dengan tingkat efisiensi 2,28%.
7.2 Saran
1. Bahan bakar untuk operasi kiln sebaiknya menggunakan high finecoal,
hal ini berdasarkan peninjauan pada biaya pengadaan batu bara,
penggilingan coal mill, dan fan P01 dengan penghematan sebesar Rp
102.830.165 / bulan.
2. Heat loss sebaiknya lebih diminimalkan dan dimanfaatkan untuk
operasi alat sehingga dapat mengurangi biaya produksi
147
DAFTAR PUSTAKA
Control Central Room II/III. 2018. Kondisi Operasi Pabrik. PT Semen Padang.
Duda, W.H. 1980. Cement Data Book 3rdedition, vol. 1. Benverlag G.M.B.H.
Wesbeden and Berlin.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. Edisi
Ketiga. Amerika Serikat : Prentice – Hall International, Inc.
Google. 2018. Gambar semen padang. (Online) https://www.google.co.id/?gws_rd
=cr,ssl&ei=jxKcWLvkFYOSvQTEsJfIBg#q=gambar+semen+padang
(diakses tanggal 27 Maret 2018)
Holderbank. 2000. Cement Seminar Process Technology I. Holderbank
Management & Consulting.
Holderbank. 2000. Cement Seminar Process Technology II. Holderbank
Management & Consulting.
Institut Semen Dan Beton Indonesia. 1998. Kursus eselon IV Pembakaran. Bogor:
Gedung Pusat Pendidikan Dan Latihan Institut Semen Dan Beton
Indonesia.
J.P. Holman. 1986. Heat Transfer. Sixth Edition. New York: McGraw-Hill
Company.
Kawase, Taichiro. 2006. Cement Process and Energy Saving. Energy
Conservation Center. Japan.
Laboratorium Proses Indarung II/III. 2018. Spesifikasi Standar Internal. PT
Semen Padang.
Nutriani, Ira Yuli dan Hilda Hayati. 2015. Menghitung Efisiensi Panas Pada
Rotary Kiln di Unit Proses Indarung IV. Palembang: Universitas Sriwijaya
Perry, Robert. H and Don W. Green. 2008. Perry’s Chemical Engineer Handbook
Eight Edition. Mc Graw Hill Company.
Semen Padang. 2012. Perkembangan Logo PT Semen Padang. (Online)
www.semenpadang.co.id. (Diakses pada tanggal 27 Maret 2018)
Semen Padang. 2016. Penyempurnaan Struktur Organisasi dan Alih Tugas
Karyawan Eselon 1,2 & 3 PT Semen Padang. Slide Presentasi.
Seetharaman, Seshadri. 2005. Fundamentals of Metallurgy. Cambridge England:
Woodhead Publishing Limited.
148
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
149
A.1 Perhitungan Neraca Massa dan Neraca Energi Medium Finecoal
Komposisi % Berat
SiO2 12,33
Al2O3 2,73
Fe2O3 2,09
CaO 43,65
MgO 0,48
H2O 0,30
SO3 0,06
Total 100
BM CaCO3 100,088
%CaCO3 = x % CaO = × 43,65 % = 77,898 %
BM CaO 56,08
BM MgCO3 84,3
% MgCO3 = × % MgO = × 1,87% = 1,004 %
BM MgO 40,3
Menghitung massa masing-masing komponen pada umpan kiln yang akan masuk
ke kalsiner:
12,79
Massa SiO2 = X 85.373 kg/jam = 10.918 kg/jam
100
Dengan cara yang sama dapat diketahui massa masing-masing komponen yang
menjadi umpan kiln, sehingga diperoleh massa sebagai berikut
Reaksi Kalsinasi
Komponen yang mengalami kalsinasi yaitu CaCO3 dan MgCO3
Reaksi (1) :
CaCO3 → CaO + CO2
CaCO3 yang terkalsinasi = 100% x Berat CaCO3 dalam umpan
= 64.150,18 kg
BMCaO
CaO terbentuk = × Berat CaCO3 yang terkalsinasi
BMCaCO3
56,08
= 100,08 × 64.150,18 kg/jam
= 35.946,66 kg/jam
BMCO
CO2 terbentuk = BMCaCO2 × Berat CaCO3 yang terkalsinasi
3
44
= × 64.150,18 kg/jam
100,08
= 28.203,515 kg/jam
Sehingga CaCO3 sisa = Berat CaCO3 dalam umpan - CaCO3 yang
terkalsinasi
= 0,00
Reaksi (2)
MgCO3 → MgO + CO2
MgCO3 yang terkalsinasi = 100 % x berat MgCO3 dalam Umpan
= 826,87 kg/jam
BM MgO
MgO terbentuk = BM MgCO × Berat MgCO3 yang terkalsinasi
3
40,3
= × 826,87 kg/jam
84,3
= 395,29 kg/jam
BM CO2
CO2 terbentuk = × Berat MgCO3 yang terkalsinasi
BM MgCO3
44
= 84,3 × 826,87kg/jam
= 431,582 kg/jam
Sehingga MgCO3 sisa =0
(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖)
Total Kalsinasi = 100 − ( × 100)
𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
50.465
= 100 − ( 85373 × 100) = 40,89 %
Perhitungan Batubara dalam Rotary Kiln :
Jumlah Batubara masuk SP = 6939 Kg/jam
Sehingga:
Reaksi 1 :
C + O2 → CO2
BM CO2
CO2 yang terbentuk = × berat C
BM C
44
= × 4015,6 kg/jam
12
= 14.723,86 kg/jam
BM O2
O2 yang diperlukan = × berat C
BM C
31,998
` = 12,011 × 4015,6 kg/jam
= 10.708,26 kg/jam
Reaksi 2
S + O2 → SO2
BM SO2
SO2 yang terbentuk = × berat S
BM S
64,064
= × 61,06 kg/jam
32,064
= 122 kg/jam
BM O2
O2 yang diperlukan = × berat S
BM S
32
= 32,064 ×61,06 kg/jam
= 60,94 kg/jam
Reaksi 3
H2 + ½ O2 →H2O
BM H2 O
H2O yang Terbentuk = × berat H2
BM H2
18
= 2,016 × 240,78 kg/jam
= 2.152,76 kg/jam
BM O2
O2 yang diperlukan = ½ BM × berat H2
H2
1 32
= 2 2,016 × 240, 78 kg/jam
= 1910,98 Kg/jam
= 68.170,30644 kg/jam
79
N2 dari udara = × kebutuhan udara sesungguhnya
100
79
= 100 × 14.315,7635 kg/jam
= 53854,5409 kg/jam
N2 total = (53854,5409 + 68,0022)kg/jam
= 53922,54429 kg/jam
INPUT PANAS
Tref : 25 oC
Massa BM ∫ Cp dT
Komponen Q (kcal/jam)
(kg/jam) (kg/kmol) (cal/mol)
SiO2 10154,01 60,83 1038,494 173349,8
Al2O3 2248,21 101,96 2472,821 54525,51
Fe2O3 1721,16 159,691 531,5508 5729,08
CaCO3 64150,18 100,08 424,3057 271975,3
MgCO3 826,87 84,3 302,9398 2971,439
H2O 247,06 18 614,798 8438,311
TOTAL 79347,48 5384,908 516989,5
Panas Sensibel Batubara
Input batubara = 6939 kg/h
T Batu bara menuju kiln = 40 oC = 313,15 K
Tref = 25 oC = 298,15 K
m BM Cp dT
Komponen Q (kcal)
(kg/jam) (kg/kmol) (cal/mol)
Panas udara
Tref = 25˚C
m Cp Tref Q
T (K)
(kg/jam) (kcal/kg.K) (K) (kcal/jam)
Udara Primer 6.817,03 0,25 303,15 298,15 8521,29
Udara
61.353,28 0,28 983,63 298,15 11861116,07
Sekunder
no Komponen Q (Kcal/jam)
TOTAL 6166957,71
m λ BM Q
Komponen
(kg/jam) (kcal/kmol) (kg/kmol) (kcal/jam)
Panas laten
811,863 44,015 18 474,48
H2O
TOTAL 7584,48
Panas Konduksi
∆T
Q Konduksi = K.2πrL ro
ln
r1
L kiln = 80 m
D kiln =5m
r0 = 2,5 m
r1 = 0,05 m
K = 36,98 kcal/m.˚C
∆T
Q = K.2πrL ro
ln
r1
1100°C - 400°C
= 36,98 x 2 x (3,14). (2,5). (80). 2,5
ln ( )
0,05
Panas Konveksi
Hc = 5,5926 (kcal/j.m2 oC )
Ts = Suhu shell kiln (oC) = 1100 °C
T = Suhu Lingkungan (oC) = 400 °C
A = Luas Permukaan Kiln (m2)
A = 2πr2t = 2.(3,14).(2,5m)2.80m = 1.257,143 m2
Qkonveksi = Hc x A x (Ts-T)
= 5,5926 x 1257,143 x (1100 - 400)
= 4860626,224
Panas Radiasi
𝐐𝐫 = 𝛔𝛆𝐀(𝐓𝐬𝟒 − 𝐓∞
𝟒
)
A = Luas permukaan kiln
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman ( 4,88x10-8 Kcal/h.m2k4)
𝜀 = Emisivitas bahan (0,78)
𝑇𝑠 = Temperature permukaan (K) ( 1373,15 K )
𝑇∞ = Temperature lingkungan (K) ( 673,15 K )
A = 2πr2t = 2.(3,14).(2,5m)2.80m = 1.257,143 m2
Qr = 4,88x10-8 Kcal/h.m2k4 x 0,78 x 1.257,143 x (1373,154 –
673,154)K
= 655711,6086 kcal/jam
Total Panas Output
= 14862686,64 kcal/jam
Tabel Neraca Energi Medium Finecoal
Panas
Panas CO2 hasil
pembakaran
kalsinasi
batubara 2819164,71 2175254,903
Panas udara
Panas GHP
sekunder 11861116,07 6166957,711
Panas udara
Panas H2O batubara
primer 8521,29 7110,000
Panas sensibel
Panas laten H2O
batubara 14712,55 474,489
Panas H2O
Panas konduksi
batubara 6339,77 8310998,160
Efisiensi Panas
Efisiensi panas adalah perbandingan jumlah panas yang dibutuhkan untuk
pembakaran pada kiln dengan jumlah panas yang masuk.
𝐐𝐨𝐮𝐭𝐩𝐮𝐭−𝐩𝐚𝐧𝐚𝐬 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠
Efisiensi = 𝐐𝐢𝐧𝐩𝐮𝐭
𝟒𝟗𝟏𝟖𝟏𝟓𝟒𝟑,𝟒𝟑−14862686,638
= x 100% = 69,78 %
49181543,43
14862686,638
= x 100% = 30,22 %
49181543,43
Komposisi % Berat
SiO2 12,33
Al2O3 2,73
Fe2O3 2,09
CaO 43,65
MgO 0,48
H2O 0,30
SO3 0,06
Total 100
BM CaCO3 100,088
%CaCO3 = x % CaO = × 43,65 % = 77,898 %
BM CaO 56,08
BM MgCO3 84,3
% MgCO3 = × % MgO = × 1,87% = 1,004 %
BM MgO 40,3
Menghitung massa masing-masing komponen pada umpan kiln yang akan masuk
ke kalsiner:
12,79
Massa SiO2 = X 85.373 kg/jam = 10.918 kg/jam
100
Dengan cara yang sama dapat diketahui massa masing-masing komponen yang
menjadi umpan kiln, sehingga diperoleh massa sebagai berikut:
Reaksi Kalsinasi
Komponen yang mengalami kalsinasi yaitu CaCO3 dan MgCO3
Reaksi (1) :
CaCO3 → CaO + CO2
CaCO3 yang terkalsinasi = 100% x Berat CaCO3 dalam umpan
= 64.150,18 kg/jam
BMCaO
CaO terbentuk = BMCaCO × Berat CaCO3 yang terkalsinasi
3
56,08
= 100,08 × 64.150,18 kg/jam
= 35.946,66 kg/jam
BMCO
CO2 terbentuk = BMCaCO2 × Berat CaCO3 yang terkalsinasi
3
44
= × 64.150,18 kg/jam
100,08
= 28.203,515 kg/jam
Sehingga CaCO3 sisa =0
Reaksi (2)
MgCO3 → MgO + CO2
MgCO3 yang terkalsinasi = 100 % x berat MgCO3 dalam Umpan
= 826,87 kg/jam
BM MgO
MgO terbentuk = BM MgCO × Berat MgCO3 yang terkalsinasi
3
40,3
= × 826,87 kg/jam
84,3
= 395,29 kg/jam
BM CO2
CO2 terbentuk = × Berat MgCO3 yang terkalsinasi
BM MgCO3
44
= 84,3 × 826,87kg/jam
= 431,582 kg/jam
Sehingga MgCO3 sisa =0
(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖)
Total Kalsinasi = 100 − ( × 100)
𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
50.465
= 100 − ( 85373 × 100) = 40,89 %
Perhitungan Batubara dalam Rotary Kiln :
Jumlah Batubara masuk SP = 5908 Kg/jam
Sehingga:
Reaksi 1 :
C + O2 → CO2
BM CO2
CO2 yang terbentuk = × berat C
BM C
44
= × 3763,98 kg/jam
12
= 13.801,28 kg/jam
BM O2
O2 yang diperlukan = × berat C
BM C
31,998
` = 12,011 × 3763,98 kg/jam
= 10.037,29 kg/jam
Reaksi 2
S + O2 → SO2
BM SO2
SO2 yang terbentuk = × berat S
BM S
64,064
= × 39,58 kg/jam
32,064
= 79,08 kg/jam
BM O2
O2 yang diperlukan = × berat S
BM S
32
= 32,064 ×39,58 kg/jam
= 39,505 kg/jam
Reaksi 3
H2 + ½ O2 →H2O
BM H2 O
H2O yang Terbentuk = × berat H2
BM H2
18
= 2,016 × 239,27 kg/jam
= 2.138,3 kg/jam
BM O2
O2 yang diperlukan = ½ BM × berat H2
H2
1 32
= 2 2,016 × 239,27 kg/jam
= 1899 kg/jam
= 63.212,65 kg/jam
79
N2 dari udara = 100
× kebutuhan udara sesungguhnya
79
= 100 × 63.212,65 kg/jam
= 49.937,99 kg/jam
Total Gas
= H2O + O2 + N2 + SO3 + CO2 + SO2
= 2.651,19 + 49.979,35 + 2.024,95 + 42.436,38 + 79,09
= 97222,87 kg/jam
INPUT PANAS
Tref : 25 oC = 298,15 K
m ΔH BM Q
Komponen
(Kg/Jam) (cal/mol) (gr/mol) (kcal/jam)
no Komponen Q (Kcal/jam)
1 Panas Umpan Kiln 516989,45
2 Panas Pembakaran Batu Bara 2069587,64
3 Panas Udara Sekunder 117621116
4 Panas Udara Primer 7901,58
5 Panas Sensibel Batu Bara 10041,63
6 Panas H2O Batu Bara 2076,077
7 Panas Disosiasi 33954699,59
Total 48323412,02
OUTPUT PANAS
Total 2383,68
Panas Konduksi
∆T
Q Konduksi = K.2πrL ro
ln
r1
L kiln = 80 m
D kiln =5m
r0 = 2,5 m
r1 = 0,05 m
K = 36,98 kcal/m.˚C
∆T
Q = K.2πrL ro
ln
r1
1100°C - 400°C
= 36,98 x 2 x (3,14). (2,5). (80). 2,5
ln ( )
0,05
Panas Konveksi
Hc = 5,5926 (kcal/j.m2 oC )
Ts = Suhu shell kiln (oC) = 1100 °C
T = Suhu Lingkungan (oC) = 400 °C
A = Luas Permukaan Kiln (m2)
A = 2πr2t = 2.(3,14).(2,5m)2.80m = 1.257,143 m2
Qkonveksi = Hc x A x (Ts-T)
= 5,5926 x 1257,143 x (1100 - 400)
= 4860626,224 Kcal / jam
Panas Radiasi
𝐐𝐫 = 𝛔𝛆𝐀(𝐓𝐬𝟒 − 𝐓∞
𝟒
)
A = Luas permukaan kiln
𝜎 = Konstanta Stefan Boltzman ( 4,88x10-8 Kcal/h.m2k4)
𝜀 = Emisivitas bahan (0,78)
𝑇𝑠 = Temperature permukaan (K) ( 1373,15 K )
𝑇∞ = Temperature lingkungan (K) ( 673,15 K )
A = 2πr2t = 2.(3,14).(2,5m)2.80m = 1.257,143 m2
Qr = 4,88x10-8 Kcal/h.m2k4 x 0,78 x 1.257,143 x (1373,154 –
673,154)K
= 655711,6086 kcal/jam
= 14603437 kcal/jam
Tabel Neraca Energi High Finecoal
Panas udara
11762116,03 Panas GHP 5668694,086
sekunder
Panas sensibel
10041,64 Panas laten H2O 155,380
batubara
Efisiensi Kiln
𝐐𝐨𝐮𝐭𝐩𝐮𝐭−𝐐𝐡𝐢𝐥𝐚𝐧𝐠 48323412,016-14603436,815
Efisiensi = = x 100% = 69,78 %
𝐐𝐢𝐧𝐩𝐮𝐭 48323412,016
48323412,016
= = 942,07 kcal/ kg klinker
51294,56
Panas yang Hilang
% Heat Loss = Panas yang diperlukan x 100%
14603436,815
= 48323412,016 x 100% = 30,22 %
LAMPIRAN B