PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semen merupakan salah satu komponen yang sangat penting bagi manusia.
Setiap tahunnya konsumsi semen nasional mengalami peningkatan. Asosiasi
Semen Indonesia (ASI) menjelaskan bahwa konsumsi semen nasional sepanjang
Januari - Februari 2013 sudah mencapai 9,04 juta ton. Angka itu tumbuh 11,3%
dibandingkan periode tahun sebelumnya (2012) sebanyak 8,12 juta ton. Saat ini,
semen sudah dianggap menjadi salah satu kebutuhan pokok dalam proses
pembangunan. Tingkat konsumsi semen dipengaruhi oleh perkembangan sektor
properti, seperti pembangunan gdedung, perumahan, dan peningkatan infrastruktur
yang direncanakan oleh pemerintah seperti pembuatan jembatan dan kontruksi
umum lainnya (Asosiasi Semen Indonesia,2013). Dengan meningkatnya konsumsi
semen domestik, maka perusahaan semen berupaya untuk meningkatkan target
produksi semen.
Industri semen merupakan industri yang sangat berpengaruh dalam
pembangunan. Semen sebagai produk industri semen, dibutuhkan sebagai bahan
utama rancang bangun. Oleh karena itu, kebutuhan akan semen selalu meningkat di
era pembangunan seperti saat ini. Kebutuhan akan semen mempengaruhi jumlah
produksi semen. Untuk mencapai target produksinya, pabrik semen dipengaruhi
oleh kinerja peralatan proses. Adapun peralatan proses utama dalam memproduksi
semen dapat dibagi menjadi 3 unit, yaitu: unit penggilingan bahan baku (raw mill),
unit pembakaran bahan baku (kiln), serta unit penggilingan semen (cement mill).
PT Semen Padang adalah salah satu perusahaan produsen dan distributor
semen yang dikenal memiliki reputasi yang baik dengan sistem produksi yang
sangat matang. PT Semen Padang berlokasi di Kelurahan Indarung, Kecamatan
Lubuk Kilangan, Kotamadya Padang, Sumatera Barat, berjarak 15 km kearah timur
pusat kota Padang.
Berdasarkan uraian di atas diharapkan melalui kerja praktek di PT Semen ini,
mahasiswa mampu menyerap pengetahuan yang didapat selama melakukan kerja
praktek serta dapat memecahkan masalah yang ada melalui tugas khusus yang
1
2
diberikan berjudul “Menghitung Neraca Massa dan Energi Pada Unit Kiln serta
Sistem Heat Recuperation Cooler Pabrik Indarung VI PT Semen Padang”. Dengan
demikian, mahasiswa diharapkan memiliki bekal yang cukup untuk terjun di bidang
profesi sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditempuh di bangku kuliah.
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Adapun tujuan dari dilakukannya Kerja Praktek (KP) ini adalah sebagai
berikut:
1) Memenuhi salah satu mata kuliah wajib bagi mahasiswa Jurusan Teknik
Kimia FT UR.
2) Mengenal dan memperluas wawasan di bidang teknologi, terutama di bidang
proses produksi semen di PT Semen Padang Indarung VI.
3) Mendapatkan pengalaman langsung dan aplikatif di lapangan mengenai unit-
unit proses produksi semen di PT Semen Padang Indarung VI.
4) Mengetahui permasalahan proses produksi semen di PT Semen Padang dan
cara mengatasi permasalahan tersebut.
5) Memahami Budaya Kerja di lingkungan PT. Semen Padang Indarung VI.
6) Mempelajari prinsip kerja alat proses produksi semen di PT. Semen Padang
Indarung VI
7) Meningkatkan kerja sama yang baik dan saling menguntungkan antara pihak
universitas dengan pihak industri untuk meningkatkan kualitas mahasiswa
sebagai tuntutan era globalisasi
1.3 Manfaat Kerja Praktek
Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan kerja praktek yaitu:
1.3.1. Bagi Mahasiswa
1) Dapat mengetahui dan memahami berbagai aspek perusahaan seperti aspek
teknik, aspek pemasaran, organisasi, ekonomi, persediaan, dan lain-lain.
2) Mahasiswa dapat berperan dalam mengatasi masalah-masalah yang
berkaitan dengan perusahaan.
3) Mahasiswa dapat menambah pengalaman kerja di bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang teknik kimia.
3
4
5
dibuat dari batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gypsum. Pada proses dengan
temperatur tinggi yang menghasilkan karbon dioksida dan berkombinasi secara
kimia yang menghasilkan bahan utama menjadi senyawa baru.
Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan gypsum yang
harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.
Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan
bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer
untuk membentuk kembali kalsium karbonat.
Kekuatan dan kekerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan
air yang mengandung senyawa-senyawa pembentukan sebagai hasil reaksi antara
komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan
hidrat secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera, suatu
pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan sangat kecil dan akan bertambah
seiring berjalannya waktu. Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini diarahkan pada
permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut penguatan setelah
mulai tahap pengerasan.
Bahan pozzolan tersusun atas 45–72% SiO2, 10–18% Al2O3, 1–6% Fe2O3,
0,5–3% MgO dan 0,3-1,6% SO3. Digunakan secara luas untuk konstruksi umum,
seperti struktur bangunan bertingkat, struktur jembatan, struktur jalan beton,
bahan bangunan, plesteran, panel beton, paving block, hollow brick, batako,
genteng dan ubin. Penggunaannya lebih mudah, suhu beton lebih rendah
sehingga tidak mudah retak, lebih tahan terhadap sulfat, lebih kedap air, dan
permukaannya lebih halus.
9) Portland Pozzolan Cement (PPC)
Semen Portland Pozzolan (SPP) atau Portland Pozzolan Cement (PPC)
adalah semen hidrolis yang terdiri dari campuran yang homogen antara semen
Portland dengan bahan pozzolan halus, yang diproduksi dengan menggiling
klinker semen Portland dan bahan pozzolan bersama-sama. Semen ini dapat
digunakan secara luas untuk konstruksi beton (bendungan, dam dan irigasi).
2.2.2 Non Portland Cement
Semen tipe Non Portland terdiri dari:
1) Semen Alam (Natural Cement)
Semen alam merupakan semen yang dihasilkan dari proses pembakaran
batu kapur dan tanah liat pada suhu 850-1000oC, kemudian tanah yang
dihasilkan digiling menjadi semen halus.
2) Semen Alumina Tinggi (High Alumina Cement)
Semen alumina tinggi pada dasarnya adalah suatu semen kalsium aluminat
yang dibuat dengan meleburkan canpuran batu gamping, bauksit. Bauksit ini
biasanya mengandung oksida besi, silika, magnesia, dan ketidakmurnian
lainnya. Ciri-cirinya yaitu kekuatan semen yang berkembang dengan cepat, dan
ketahanannya terhadap air laut dan air yang mengandung sulfat lebih baik.
8
3) Semen Sorel
Semen sorel adalah semen yang dibuat melalui reaksi eksotermik larutan
magnesium klorida 20% terhadap suatu ramuan magnesia yang didapatkan dari
kalsinasi magnesit dan magnesia yang didapatkan dari larutan garam. Semen
sorel memiliki sifat keras dan kuat, tidak tahan air dan sangat korosif.
4) Portland Blast Furnance Slag Cement
Portland Blast Furnance Slag Cement adalah semen yang dibuat dengan
cara menggiling campuran klinker semen Portland dengan kerak dapur tinggi
(Blast Furnance Slag) secara homogen. Kerak (slag) adalah bahan non-metal
hasil samping dari pabrik pengecoran besi dalam kiln yang mengandung
campuran antara kapur (CaCO3), silika (SiO2) dan alumina (Al2O3).
2.3 Bahan Pembuatan Semen
Dalam industri semen terdapat dua bahan baku yaitu bahan baku utama dan
bahan tambahan (aditif)
2.3.1 Bahan Baku Utama
Komponen utama bahan baku dalam pembuatan semen adalah batu kapur
(lime stone), batu silika (silica stone), pasir besi (Iron Sand) dan tanah liat (Clay).
Komponen pencampuran bahan baku semen tersebut adalah sebagai berikut:
a) Batu Kapur (Lime Stone)
Batu kapur digunakan sebanyak ± 80 %. Batu kapur merupakan sumber utama
oksida, batu kapur digunakan sebagai sumber kalsium oksida (CaO) dan kalsium
karbonat (CaCO3). Batu kapur ini diambil dari penambangan di Bukit Karang Putih.
Pada umumnya tercampur MgCO3 dan MgSO4. Batu kapur yang baik dalam
penggunaan pembuatan semen memiliki kadar air ± 5%.
9
Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan murni mempunyai
rumus : Al2O32SiO22H2O. Tanah liat digunakan sebanyak ± 8 %. Pada awalnya
penambangan tanah liat dilakukan bukit atas, namun karena depositnya semakin
sedikit maka tanah liat didatangkan oleh pihak ketiga yaitu PT. Igasar dan PT.
Yasiga Andalas di Gunung Sarik. Tanah liat yang baik untuk digunakan memiliki
kadar air ± 20 %, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46 %.
Tanah liat digunakan untuk memasok alumina dan silika pada saat dipanaskan
di kiln, dan menyeimbangkan kandungan CaCO3 yang terlalu tinggi pada limestone.
Kandungan alumina dalam Clay berfungsi untuk meningkatkan kualitas semen dan
menurunkan temperatur klinker, kelebihan alumina berakibat menurunnya
kekuatan semen.
Tabel 2.5. Sifat Fisika Tanah Liat
Parameter Sifat Fisika
Fasa Solid
Warna Coklat kekuningan
Kadar Air 34,8%
Ukuran Material -
Sifat Fisika Tanah Liat
Silica Modulus 0,912
Alumina Modulus 3,017
Bulk Density 750 g/l
2. Pozzolan
Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika atau senyawanya dan
alumina, yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen. Namun
dalam bentuknya yang halus dan dengan adanya air, senyawa tersebut akan
bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar
membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen.
pasta yang plastis dan dapat dibentuk sampai beberapa waktu karakteristik dari
pasta tidak berubah dan periode ini sering disebut dorman period.
Pada tahapan berikutnya, pasta mulai menjadi kaku walaupun masih ada
yang lemah, namun suhu tidak dapat dibentuk (unworkable). Kondisi ini disebut
initial set, sedangkan waktu mulai dibentuk (ditambah air) sampai kondisi
initial set disebut initial setting time (waktu pengikatan awal). Tahapan
berikutnya pasta melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh
dan biasa disebut hardened cement pasta. Kondisi ini disebut final set,
sedangkan waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi ini disebut final
setting time (waktu pengikatan akhir). Proses pengerasan berjalan terus berjalan
seiring dengan waktu akan diperoleh kekuatan proses ini dikenal dengan nama
hardening.
2) Kelembaban
Kelembaban timbul karena semen menyerap uap air dan CO2 dan dalam
jumlah yang cukup banyak sehingga terjadi penggumpalan. Semen yang
menggumpal kualitasnya akan menurun karena bertambahnya Loss On Ignition
(LOI) dan menurunnya spesific gravity sehingga kekuatan semen menurun,
waktu pengikatan dan pengerasan semakin lama, dan terjadinya false set. Loss
On Ignition (hilang pijar) dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-
mineral yang terurai pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan
kerusakan pada batu setelah beberapa tahun kemudian.
3) Panas Hidrasi
Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami
proses hidrasi. Jumlah panas hidrasi yang terjadi tergantung pada tipe semen,
kehalusan semen, dan perbandingan antara air dengan semen. Kekerasan awal
semen yang tinggi dan panas hidrasi yang besar kemungkinan terajadi retak-
retak pada beton. Hal ini disebabkan oleh fosfor yang timbul sukar dihilangkan
sehingga terjadi pemuaian pada proses pendinginan.
4) Penyusutan
Ada tiga macam penyusutan yang terjadi di dalam semen yaitu:
a) Drying shringkage (penyusutan karean pengeringan)
20
10) Konsistensi
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air
serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregat
pencampurnya.
11) Kehalusan
Kehalusan butir semen akan mempengaruhi proses hidrasi. Waktu
pengikatan (setting time) menjadi semakin lama apabila butir semen lebih kasar.
Kehalusan penggilingan semen disebut penampang spesifik, yaitu luas butir
permukaan semen. Jika permukaan penampang semen lebih besar, semen akan
memperbesar bidang kontak dengan air. Semakin halus butiran semen, proses
hidrasi semakin cepat sehingga kekuatan awal tinggi dan kekuatan akhir akan
berkurang. Namun jika semen terlalu halus, setting time akan turun lalu
mengakibatkan drying shrinkage dan mengakibatkan keretakan beton. Selain
itu, akan memudahkan penyerapan air dan CO2. Oleh karena itu, ukuran partikel
dijaga pada blaine ±3.500 cm2/gr.
Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding
atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecendrungan beton untuk
menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut
ASTM, butir semen yang lewat ayakan No. 200 harus lebih dari 78%. Untuk
mengukur kehalusan semen digunakan turbidimeter dari Wagner atau air
permeability dari blaine.
12) Perubahan Volume (kekalan)
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setalah pengikatan terjadi.
Ketidakkekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas
yang pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam
campuran tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan
23
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum
serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai
LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
2.4.2.3 Modulus Semen
Modulus semen merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan
kuantitas senyawa CaO, SiO2, Fe2O3, dan Al2O3. Modulus semen sesuai untuk
jenis semen yang diproduksi. Modulus ini dapat digunakan untuk perbandingan
jumlah masing-masing bahan baku untuk menghasilkan klinker dengan
komposisi yang diinginkan.
2.4.2.4 Alumina Modulus (ALM)
Nilai ALM berkisar 1,5-2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, maka nilai SIM
akan turun sehingga menurunkan setting time semen, namun jika nilai ALM
terlalu rendah akan menyebabkan viskositas fasa cair rendah, semen yang
dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya rendah dan mudah dibakar.
ALM dihitung dengan menggunakan rumus:
Al2 O3
ALM = 𝑥 100% ................................... (2.2)
Fe2 O3
2) SO3
Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada pembentukan
klinker. Kadar SiO3 klinker sebaiknya 0,6%, jika lebih maka klinker akan susah
digiling. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi mineral C3A dan
pengatur setting time semen. Apabila penambahan gypsum optimal, maka senyawa
SiO2 dapat membantu hidrasi C3S yang bermanfaat untuk menambah kekuatan
semen, mengurangi drying shrinkage dan meningkatkan kelenturan (soundn ess)
semen.
3) 45µ
Kehalusan semen diisyarakan karena akan menentukan luas permukaan
partikel-partikel pada semen proses hidrasi. Untuk standar kehalusan semen dipakai
spesifikasi sisa ayakan 90µ (170 mesh/ sisa ayakan 45µ (325 mesh)).
4) LOI (Lost Of Ignition)
LOI adalah persentase berat CO2 dan H2O yang hilang pada waktu
dipijarkan dengan suhu dan waktu tertentu. LOI dihitung dengan rumus:
Berat yang hilang
LOI = 𝑥 100 (2.3)
Berat total
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal dari gypsum
serta penguapan CO2 dari MgCO3 dan CaCO3 saat terjadi reaksi kalsinasi. Nilai
LOI berkisar antara 0,5-0,8%.
5) BTL (Bagian Tak Larut)
Bagian Tak Larut merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen
direaksikan dengan asam klorida dan natrium karbonat. Kotoran ini berasal dari
senyawa di dalam gypsum, dari SiO2 yang tidak terikat dalam klinker dan dari
senyawa organik seperti humus yang terkadang masih terbawa di lime stone dan
batuan lainnya. Jumlahnya yang kecil tidak mempengaruhi mutu/kualitas semen.
28
BAB III
DESKRIPSI PROSES
3.1 Tahapan Proses Pembuatan Semen
Berikut di bawah ini adalah flowsheet pembuatan semen:
3.1.1 Tahap Penyediaan dan Persiapan Bahan Baku serta Bahan Bakar
1. Quarry (Penambangan)
Bahan tambang yang berupa limestone dan silica stone ditambang langsu ng
oleh PT Semen Padang yang didapat dari daerah sekitar PT Semen Padang dan telah
ditreatment terlebih dahulu hingga kemudian disimpan di dalam storage Pabrik
Indarung V PT Semen Padang.
2. Pengadaan dan Penyimpanan Bahan Baku
a. Batu Kapur (Lime Stone)
Limestone terbentuk di palung laut, kemudian karena adanya gaya tektonik
menyebabkan terangkat ke permukaan. Intrusi pada deposit ini berupa batu
lempung dan juga batu basalt. Lime stone yang digunakan sebagai bahan baku PT
Semen Padang diperoleh dari Bukit Karang Putih. Limestone yang telah dikecilkan
ukurannya menggunakan crusher secara langsung diangkut menuju ke dalam
storage atau tempat penyimpanan berupa bangunan seperti rumah yang berada di
pabrik dengan menggunakan belt conveyor.
secara hidrolik , agar material yang jatuh lebih banyak pada harrow dilengkapi
dengan kois untuk menekan material.
Tabel 3.1 Jenis Storage, Metode Stacking dan Penarikan Bahan Baku
Material Storage Stacking Alat Penarikan
Tipe Kapasitas (ton) Method
Batu Kapur Closed 2𝑥35.000 Chevron Bridge Scraper
Batu Silika Closed 2𝑥6.500 Cone Shell Side Reclaimer
Tanah Liat Closed 2 x 7.500 Winrow Bucket Chain
Reclaimer
Pasir Besi Open 25.000 - -
Buffer Closed 4 x 250 - -
Hopper
Raw coal
Gypsum Closed 7.000 - -
Pozzolan Closed 11.000 - -
(Sumber : FLSmiDTH)
(a) (b)
baku sehingga jumlah bahan baku yang ada pada scavenger conveyor sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk raw mix sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan. Pengaturan kecepatan ini dilakukan dari central control room Indarung
VI PT Semen Padang.
(b) (b)
Gambar 3.14. a. Magnetic Separator b. Metal Detector
Seluruh material yang keluar dari dosimat feeder dijatuhkan dan
digabungkan ke dalam belt conveyor 6R1J01 kemudian dibawa ke belt
conveyor 6R1J02 dengan laju dan komposisi yang telah diatur. Pada belt
conveyor J02 dilengkapi dengan magnetic separator (X02) yang berfungsi
memisahkan logam yang terdapat pada material.
Selanjutnya, dibawa oleh belt conveyor J03 yang dilengkapi dengan metal
detector yang berfungsi untuk mendeteksi logam yang masih tersisa pada
material tersebut, Jika tidak terdapat logam, maka material diumpankan ke raw
39
mill menggunakan belt conveyor J04, Tetapi jika material terdeteksi logam
maka material akan diumpankan ke reject material dan dibawa menggunakan
belt conveyor J05 yang juga dilengkapi metal detector (X05), apabila masih
terdeteksi logam, maka material akan dibuang ke truk menggunakan belt
conveyor J06, apabila sudah tidak ada logam, maka material akan dibawa oleh
belt conveyor J08 menuju bucket elevator J09 dan dibawa kembali menuju belt
conveyor J03.
Material dibawa menggunakan belt conveyor 6F1J04 diumpankan ke raw
mill. Raw mill yang digunakan pada pabrik Indarung VI adalah Vertikal Roller
Mill OK 42-4 dengan kapasitas 750 ton/jam. Vertikal raw mill ini memiliki 6
unit roller yang berfungsi untuk memproses raw material menjadi raw mix.
Proses yang terjadi didalam verticall raw mill ini yaitu grinding, drying, mixing
dan separating. Material akan masuk pada bagian feedgate. Pada bagian ini,
terdapat triple gate yang berfungsi agar udara luar tidak masuk ke dalam mill
(airlock). Jika udara luar masuk kedalam mill, maka akan mengganggu operasi
mill karena bisa menyebabkan udara panas didalam mill menjadi dingin
sehingga proses pengeringan didalam mill tidak optimal.
1) Proses Pengeringan
Proses pengeringan terjadi saat terjadinya kontak langsung antara material
dengan gas panas. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengurangi kadar air
dalam material. Target pengurangan kadar air adalah mencapai 93,2%. Material
keluaran vertical mill mempunyai suhu 80oC.
2) Proses Penggilingan
Proses penggilingan terjadi pada saat material dihancurkan dengan cara
digiling dengan roller. Table berputar sehingga material tergilas diantara table
dengan roller.
3) Proses Transport
Proses transport terjadi ketika material yang telah tergiling terbawa oleh gas
panas menuju classifier dan material halus hasil penyaringan classifier terbawa
bersama gas panas menuju bagian discharge karena hisapan fan.
4) Proses Pemisahan
Proses pemisahan terjadi pada bagian classifier, dimana material yang kasar
akan dipisahkan dengan material yang halus. Parameter yang digunakan dalam
pemisahan classifier adalah sieving residu, kecepatan classifier dan kecepatan
hisapan fan.
umpankan menuju drag chain U05 untuk diarahkan dan untuk dipilih menuju
bucket elevator raw mill atau bucket elevator stand by, maupun bucket elevator
kiln feed.
(a) (b)
Gambar 3.17 a. Air slide b. Bucket elevator
Material yang dijatuhkan menuju drag chain 6J1U05 akan dimasukkan
menuju bucket elevator (6R1U07) yang dapat diumpankan ke tiga buah air
slide. Dimana material dari air slide (6R1U06) Raw mill akan diteruskan ke air
slide 6R1U08 menuju spider box (6R1U09) yang selanjutnya diteruskan ke CF
Silo (H01). Begitu juga dengan air slide (6RIU16) material akan diteruskan
menuju bucket elevator stand by (6R1U17) menuju air slide 6R1U18,
sedangkan dari air slide 6W1A07 material akan diteruskan menuju bucket
elevator kiln feed (6W1A12) yang selanjutnya diteruskan menuju air slide
6W1A13 (jika kiln mati) akan langsung diteruskan ke CF silo, dari air slide
6W1A13 material diteruskan menuju air slide 6W1A14 ke diverting gate
(6W1A15) pada diverting gate material akan dijatuhkan menuju string A dan
string B di suspension preheater. Pada setiap bucket elevator dilengkapi dengan
Jet Pulse Filter.
44
Suspension preheater terdiri dari dua string yaitu string A dan string B.
Masing-masing string ini terdiri dari 5 buah cyclone separator yang berfungsi
untuk memisahkan antara material dengan gas dan 1 buah kalsiner. Selain itu,
panas juga dihasilkan dari pembakaran batubara pada kalsiner.
Proses perpindahan panas terjadi pada bagian raw mix masuk dari bagian
atas (riser duct) secara co-current dan kemudian masuk ke cyclone bersamaan
dan terjadi pemisahan material dengan udara pemanas didalam cyclone. Karena
menyerap panas maka sebagian material akan terurai & menguap, diantaranya
akan melepaskan H2O dan CO2.
Material masuk dimulai dari cyclone A51 dan cyclone A61, kemudian
menuju cyclone A52 bertemu dengan udara panas dari A53 yang di hisap oleh
fan yang menyebabkan udara naik keatas dan material jatuh menuju cyclone
A53 bertemu dengan udara panas yang dihisap oleh fan dari cyclone A54 , pada
cyclone A53 material ada yang dapat langsung diteruskan ke kiln dan ada
material yang diumpankan menuju kalsiner yang selanjutnya diteruskan
menuju cyclone A54 untuk diumpankan ke Kiln. Begitu juga dengan material
dari cyclone B51 dan cyclone B61 jatuh menuju cyclone B52 bertemu dengan
udara panas, selanjutnya menuju cyclone B53 bertemu dengan udara panas yang
kemudian diteruskan ke kalsiner cyclone A55 menuju cyclone B54 untuk
diumpankan ke Kiln. Dari cyclone cyclone B53 material juga ada yang langsung
diumpankan menuju kiln. Udara panas tadi didapatkan dari sisa pembakaran di
kiln yang digunakan untuk pemanasan pada kalsiner. Udara panas yang keluar
pada suspension preheater di string A akan ditarik oleh fan T01 menuju GCT
dan Raw mill , sedangkan pada string B udara panas yang keluar akan ditarik
oleh fan T03 menuju GCT dan Raw mill. Dengan adanya kalsiner ini, maka
proses kalsinasi yang dahulunya terjadi di kiln secara keseluruhan sekarang
dibantu oleh kalsiner sehingga proses kalsinasi di kiln tinggal sedikit.
47
preheater tersebut.
2. Daerah Pembentukan Clinker (Sintering Zone)
Pada daerah ini terjadi pembentukan senyawa- senyawa: C2S, C3S, C4AF
dan C3A.
3. Daerah Pendinginan (Cooling Zone)
Daerah pendinginan terletak di ujung keluar material kiln. Di daerah ini
material mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari
cooler yang masuk ke kiln.
Reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker di dalam rotary kiln
sebagai berikut:
a. Kalsinasi dari CaCO3 dan MgCO3 atau pelepasan carbon dioxide (CO2)
dari bahan baku yang terjadi pada temperatur 900-1.100°C.
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO + CO2
b. Pembentukan dicalsium silicate (C2S) pada temperatur 900-1.100°C.
2CaO +SiO2 2CaO.SiO2
Reaksi berlangsung sampai SiO2 habis.
c. Pembentukan tricalsium aluminat (C3A) dan tetracalsium aluminate
ferrite (C4AF) yang terjadi pada temperatur 1.100 – 1.250°C.
Pembentukan C3A
3CaO + Al2O3 3CaO. Al2O3
Pembentukan C4AF
4CaO + Al2O3 + FeCO3 4CaO.Al2O3.Fe2O3
d. Pembentukan tricalsium silicate (C3S) dan pengurangan kadarkalsium
monoksida (CaO) bebas yang terjadi pada temperatur 1.250-
1.400°C.Reaksinya yaitu:
2CaO.SiO2 + CaO + SiO2 3CaO.SiO2
Proses klinkerisasi dalam pembuatan semen adalah proses pengikatan
antara oksida-oksida yang terkandung dalam material untuk membentuk senyawa
C3S, C2S, C3A, dan C4AF.
50
(batu tahan api) dalam pembuatan semen antara lain sebagai proteksi
(pengaman operasi) kiln shell terhadap temperatur tinggi, sebagai bahan untuk
memperpanjang umur teknis shell kiln atau melindungi bagian metal agar tidak
langsung kontak dengan nyala api atau padatan yang sangat panas, dan sebagai
isolator panas (peredam panas).
6) Burner
Burner merupakan alat untuk membakar bahan bakar ke dalam area
pembakaran. Jenis burner yang digunakan adalah multi channel burner dimana
dapat digunakan bahan bakar yang berbeda secara bersamaan serta bentuk api
yang dihasilkan dapat diatur dengan mengatur laju udara radial dan udara axial.
.
Gambar 3.25 Pan Conveyor
3.1.2.4 Penyimpanan Klinker di dalam Silo
Klinker yang telah didinginkan di cross bar cooler dan dihancurkan oleh
roller breaker dengan ukuran yang hampir merata, dibawa menuju dome silo
menggunakan pan conveyor. Dome silo sebagai tempat penyimpanan klinker yang
akan diumpankan ke cement mill untuk digiling menjadi semen dengan kapasitas
penyimpanan 80.000 ton, sedangkan unburn silo digunakan untuk penyimpanan
klinker yang tidak terbakar sempurna selama proses pembakaran di kiln dan bisa
sebagai penyimpanan sementara klinker yang akan diekspor. Pada bagian bawah
unburn silo terdapat jalur truk kapsul yang akan membawa klinker, sehingga pada
unburn silo lebih mudah dalam transportasi untuk diekspor dan juga
mempermudah untuk pengosongannya.
highgrade akan diangkut menuju cement mill dengan menggunakan belt conveyor
dan laju alir massanya diatur oleh dosimat feeder. Total laju alir massa masuk ke
dalam cement mill diukur menggunakan belt weighter.
(b) (b)
Gambar 3.27. a. Appron Conveyor b. Carry belt reversible
3.1.3.2 Proses Penggilingan di Cement Mill
Tipe mill yang digunakan di Indarung VI untuk penggilingan semen
adalah Vertikal Roller Mill OK 42-4, Pada cement mill, klinker digiling bersama
dengan gypsum (CaSO4.2H2O) serta bahan aditif lain seperti limestone high
grade dan pozzolan tergantung dari tipe semen yang akan diproduksi (Tipe I atau
PCC).
memisahkan objek metal dari feeding mill dan dibuang ke bin pembuangan. Belt
conveyor sebelum masuk mill juga dilengkapi dengan metal detector. Ketika
metal detector aktif maka change over gate antara belt conveyor dan rotary
feeder akan terbuka dan membuang material.
Dengan cara ini semua objek metalik dicegah masuk kedalam mill bersama
feeding. Untuk mengurangi jumlah material yang jatuh dikarenakan metalik
objek maka bin pembuangan dilengkapi dengan ektraktor yang mengarahkan
material kembali kesistem melewati sistem sirkulasi eksternal, metalik objek
akan sekali lagi melewati metal detektor dan dibuang keluar, karena materialnya
lebih sedikit dibandingkan metal detektor sebelumnya maka jumlah material
yang meninggalkan sistem akan minimal.
Pada inlet mill Rotary feeder dipasang untuk mengurangi masuknya false
air. Material feeding masuk ke mill melalui chute inlet yang terletak pada salah
satu sisi body mill dan menempatkan material ketengah grinding table. Mill
motor memutar table mill melalui gear reducer dan menyediakan daya yang
dibutuhkan untuk menggiling material. Putaran table mengarahkan material
kesisi table dibawah roller dimana roller mulai bekerja. Kekuatan pengilingan
didapatkan roller dari sistem hidraulik. Untuk mencegah kontak metal antara
roller dan table mill dilengkapi dengan roller stopper.
Segmen roller grinding dilengkapi dengan sebuah pusat alur dan memiliki
bentuk irisan antara roller dan table dimana clearance dari wedge (irisan) lebih
sempit ke arah luar table. Bentuk ini adalah unik untuk OK-Mill dan
dikembangkan untuk menggiling bahan keras dan beragam ukuran tanpa vibrasi
membahayakan. Dam ring yang dipasang di tepi table menjaga landasan
material di atas table. Tinggi Dam ring dapat disesuaikan, karena dibentuk oleh
lapisan pelat baja dan ditetapkan dengan baut. Setelah umpan melewati daerah
roller grinding, umpan akan bergeser ke pinggir Dam ring. Gas inlet mill
diinduksikan ke casing bawah mill dan ditarik ke arah sisi atas grinding table
melalui fixed air-nozzles, sekeliling table.
Area nozzle ring dapat disesuaikan dengan pelat geser untuk memastikan
kecepatan udara yang cocok dengan kondisi grinding. Udara yang melalui
58
generator gas panas dan pasokan udara panas dari cooler untuk menyediakan
energi panas yang diperlukan untuk pengeringan material di dalam mill dan
untuk menjaga temperature outlet mill cukup tinggi untuk memastikan bahwa
pengeringan gypsum berlangsung dengan tingkat yang diperlukan. Pengeringan
yang tidak cukup dari gypsum dapat menyebabkan masalah dengan ekstraksi
silo. Sistem ini juga dilengkapi dengan Emergency cold air damper, yang
membuka dan melindungi bag filter dari kelebihan aliran udara temperature
tinggi dalam kasus gagal feeding atau motor mill trip. Hal ini penting untuk
menjaga aliran udara konstan melalui mill dan separator dalam rangka untuk
menjamin stabilitas operasional. Aliran udara harus cukup untuk memastikan
sirkulasi material efektif di mill, dan dengan demikian efisiensi grinding bisa
optimal. Tingkat kecepatan aliran udara juga harus dipastikan untuk mencegah
berlebihan, dan tidak diinginkan, material daur ulang eksternal. Produk
separator dan udara yang mengangkutnya dipisahkan dalam bag filter. Produk
jadi dikumpulkan dalam bag filter diangkut kesilo semen. Pada alat transport
semen dipasang screw type material sampler untuk memungkinkan
pengambilan sampling dari produk jadi.
3.1.4 Tahap Pengantongan Semen
Proses pengantongan semen dilakukan di PPI (Packing Plant Indarung),
Teluk Bayur dan beberapa daerah lainnya diluar Sumatera Barat. Semen dari
cement silo dibawa ke elevator melalui air slide menuju PPI. Selanjutnya
elevator mengangkut semen ke bagian kontrol semen untuk penyaringan
sebelum dimasukkan kedalam hoppernya.Semen kemudian ditransportasikan
menuju packer.Packer yang digunakan di PPI ini memiliki kapasitas
pengemasan 40 zak/menit dengan jumlah 10 packer. Semen yang telah
dipacking didalam kantong zak akan dibersihkan dari debu menggunakan dust
filter. Selanjutnya semen akan ditransportasikan menggunakan belt conveyor
menuju bowmer truck.
Sedangkan untuk pengantongan di Teluk Bayur, semen akan dibawa
menggunakan kereta api atau truck untuk nantinya akan dimasukkan kedalam
silo dan proses pengantongan akan dilakukan menggunakan packerdi Teluk
60
Bayur. Hal yang sama berlaku untuk pengantongan di luar Sumatera Barat.
Semen akan dibawa dengan truk ketempat pengantongan disana dan disimpan
pada silo yang terdapat disana. Proses pengantongan diluar Sumatera Barat
dilakukan untuk mempermudah pemasaran, sehingga dapat mengurangi resiko
kerusakan bila dikirim dengan jarak jauh.
partikel dari bag keluar melewati venturi. Saluran keluar biasanya digunakan untuk
membawa udara bersih menjauhi kolektor. Pengumpulan debu berada di sisi luar
bag filter, sebagai hasil dari udara kotor yang melewatinya, menyebabkan
pengurangan pori-pori bag. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan antara udara
bersih dan udara kotor pada kolektor. Untuk itu maka diberikan udara bertekanan
dalam arah yang berlawanan terhadap aliran udara normal. Automatic timing
devices digunakan untuk mengatur solenoid valves dalam interval tertentu guna
membersihkan bag filter. Setiap solenoid valve ini akan membuka diaphragm valve
yang berada antara main air line dan blow tube. Udara bertekanan akan dikeluarkan
dari blow tube melalui orifis dengan kecepatan tinggi. Karena adanya orifis ini
maka terjadi kenaikan tekanan tiba-tiba, yang menyebabkan udara keluar bertekan
tinggi dan masuk ke bag filter mendorong material yang terkumpul di sisi luarnya
sehingga terjatuh ke hopper.
collecting electrode. Jika dalam gas terdapat debu, ion negatif akan memberikan
muatannya ke partikel debu yang kemudian ditarik oleh elektroda positif.
Efisiensi Ep tergantung kepada disain filter, sifat-sifat debu dan komposisi
gas sebagaimana dinyatakan dengan persamaan berikut :
E = 1 – e-(A/V)w
Dimana :
E = efisiensi collecting
A = total luas permukaan collecting
V = kecepatan aliran gas
w = kecepatan migrasi
Efisisensi EP sangat dipengaruhi oleh temperatur, dimana temperatur ini
akan mempengaruhi harga humidity dan resivity debu. Selain ini temperatur akan
mempengaruhi densitas gas, dimana menurunnya densitas gas akan menurunkan
sparking potensial. Sparking potensial ini akan menciptakan corona pada electric
field disekitar collecting dan discharge electrode. Temperatur gas yang masuk EP
sebaiknya 105o – 140 oC.
2. Komponen-komponen Electrostatic Precipitator
EP terdiri dari komponen mekanikal dan komponen elektrikal.
Komponen utama mekanikal terdiri dari :
a. Casing, bottom hopper dan distribusi gas
b. Sistem collecting dan discharge
c. Drive dan rapping sytem
d. Alat transport
e. Support, akses fasilitas dan insulasi
Inlet
Spray
Lance
Outlet
Gambar 3.43.Cerobong
Cerobong asap (Stack) adalah alat yang digunakan untuk mentransfer gas
panas/udara buang dari EP ke atmosfer dengan suhu yang rendah.
3.4.8 Hopper
(a) (b)
Gambar 3.44. a. Hopper Limestone , Irond sand , Silica b. Hopper Clay
Hopper adalah alat yang digunakan sebagai tempat penampungan
sementara material yang akan digunakan untuk pembuatan semen, seperti
limestone, Clay, silica stone, dan iron sand. Prinsip kerja dari alat ini yaitu
sebagai penampung sebelum material masuk kedalam unit raw mill dan
didukung dengan alat dosimat feeder dan belt feeder sebagai alat penimbang
berapa banyak material yang akan masuk kedalam raw mill dengan
perbandingan yang telah ditentukan pada set point di CCR.
75
3.4.7 Ducting
Ducting merupakan sistem pemipaan pada pabrik semen yang digunakan
untuk mengalirkan fluida gas panas.
3.5 Sensor
Dalam dunia industri khususnya di industri semen, sistem pengukuran
merupakan salah satu hal penting yang harus diperhatikan khususnya di industri
kimia dan manufacturing. Sistem pengukuraan berkaitan erat dengan sistem kontrol
dalam suatu proses produksi sehingga hal ini sangat perlu diperhatikan. Elemen
terpenting dari sistem pengukuran adalah elemen sensing (instrumentasinya sebuah
sensor). Berikut alat sensor yang digunakan pada pabrik Indarung VI:
1. Sensor Proximity Switch
Sensor proximity switch umumnya dipakai untuk memonitoring peralatan
yang berputar (speedmonitor) selain itu juga digunakan untuk tujuan safety
(proteksi) peralatan itu sendiri. Sensor proximity switch juga digunakan untuk
memonitoring posisi bukaan pada gate. Sensor proximity switch ini biasanya
digunakan untuk speed monitor pada belt conveyor, sensor posisi pada sebuah gate
dan masih banyak lagi aplikasi dari sensor proximity switch ini.
2. Sensor Temperatur
Dalam proses pengukuran temperature di dunia industri khususnya di industri
semen terdapat beberapa jenis sensor temperature yang bisa digunakan seperti
sensor thermocouple dan sensor RTD. Sensor thermocouple digunakan untuk
memonitoring temperatur dari proses produksi, biasanya yang memiliki temperatur
yang sangat tinggi. Aplikasinya untuk monitoring temperatur di dalam kiln.
76
77
78
diperbaharui kembali. Hingga saat ini listrik yang dihasilkan masih digunakan untuk
membantu jalannya proses produksi.
2. PLTA Rasak Bungo
PLTA ini di bangun pada tahun 1970 untuk memenuhi kebutuhan
listrik di Indarung I berlokasi 1,7 km dari pabrik. Mempunyai dua unit turbin dan
unit generator. PLTA ini menggunakan air yang dibendung dari sungai Lubuk
Paraku dan sungai Air Baling. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk
pertambangan di bukit Ngalau yang ditransmisikan melalui kabel bawah tanah.
- PLTD I (1929-1974)
PLTD ini terdiri dari dua unit pembangkit daya yang dihasilkan adalah 2 x 3000 kVA.
- PLTD II (1978-sekarang)
Terletak di pabrik Indarung II, yang terdiri dari tiga unit pembangkit.
PLTD ini pada umumnya digunakan untuk keperluan Indarung I, III, IV serta untuk
perumahan. Daya yang dihasilkan adalah 3 6250 kVA.
3. Sumber Tenaga Listrik PLN
Tenaga listrik dari PLN diperlukan untuk kebutuhan untuk pabrik
Indarung II, III, IV, V dan VI. Tenaga listrik dari PLN berasal dari PLTA Maninjau
yang ditransmisikan ke Indarung.
4. WHRPG (Waste Heat Recovery Power Generation)
WHRPG merupakan pembangkit listrik yang menggunakan panas
sisa buangan dari cooler, kiln, serta gas panas dari suspension preheater. Kemudian
sisa panas ini dirubah menjadi energi listrik dengan teknologi pembangkitan listrik.
Pembangunan WHRPG dilakukan pada tahun 2011. Teknologi ini berasal dari
perusahaan Nedo, Jepang, maka dari itu pembangunan ini dilakukan atas
kerjasama antara Semen Indonesia dengan JFE Engineering Jepang. Biaya untuk
proyek WHRPG ini adalah 240 miliar rupiah. Kapasitas desain WHRPG ini sebesar
8,5 Megawatt dan akan mensuplai kebutuhan listrik untuk peralatan yang
memerlukan energi yang cukup rendah, seperti suplai listrik kantor produksi dan
beberapa lampu.
Cara kerja pembangkit listrik WHRPG sama dengan PLTU, yang
membedakannya adalah tidak menggunakan batubara atau BBM untuk menghasilkan
panasnya tapi menggunakan gas buang operasional pabrik.Kapasitas pembangkit
79
2. Periode ke II (1942-1945)
Mendaratnya Jepang di Indonesia pada tanggal 17 Maret 1942 menandakan
bahwa Indonesia sudah dikuasai Jepang, sehingga pabrik diambil alih oleh
manajemen Asano Cement, produksi tidak berjalan dengan lancar karena sulit
mencari bahan penolong, terutama pelumas. Pada tahun 1944 perusahaan ini di
bom sekutu yang mengakibatkan 3 buah kiln hancur dan menewaskan banyak
karyawan sehingga produksi pada tahun itu terhenti.
3. Periode III (1945-1947)
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya hal ini yang dimanfaatkan oleh karyawan Indonesia untuk
mengambil alih pabrik dan selanjutnya di serahkan pada pemerintah Republik
Indonesia lalu namanya diganti dengan Kilang Semen Indarung.
4. Periode IV (1947-1958)
Agresi militer Belanda 1 pada tahun 1947 mengakibatkan pabrik dikuasai
oleh Belanda kembali dan berganti nama menjadi NV Padang Portland Cement
Maatschappicj (NVPPCM) atau yang lebih dikenal dengan nama PPCM. Jumlah
produksi sangat sedikit dikarenakan banyak karyawan yang mengungsi. Setelah
Konverensi Meja Bundar (KMB), pada tahun 1949, pabrik beroperasi kembali
dengan normal. Pada tahun 1957, produksi mencapai 154.000 ton/tahun.
5. Periode V (1958-1961)
Pada tanggal 5 Juli 1958 berdasarkan PP No.10, mengenai penentuan
perusahaan perindustrian dan pertambangan milik Belanda dikenakan
nasionalisasi, maka NV Padang Portland Cement Maatschappicj (NVPPCM)
dinasionalisasikan dan kemudian diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pada
saat itu perusahan di tangani oleh Badan Pengelola Perusahaan Indonesia dan
Tambang (BAPPIT). Tanggal tersebut dijadikan tanggal bersejarah sebagai
nasionalisasi PT. Semen Padang dimana sebanyak 48 industri mesin dan listrik,
21 kimia, 21 grafika dan 89 industri lainnya yang dinasionalisasikan. Pada tahun
1958, produksi semen sebesar 80.828 ton, tahun 1959 120.714 ton, tahun 1960
sebesar 107.695 ton.
6. Periode VI (1961-1971)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 135 tahun1961 maka status
perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) yang berlaku mulai pada
83
Gambar 5.2 (a) PT. Semen Padang dahulu (b) PT. Semen Padang sekarang
85
3) Sarana Transportasi
Lokasi pabrik terletak di jalan utama lintas Sumatera dan 2,5 km dari
pelabuhan Teluk Bayur sehingga memudahkan dalam pengangkutan hasil produksi
dan bahan baku baik melalui jalur darat maupun jalur laut.
4) Tenaga Kerja
Tenaga kerja dengan keahlian (skill) yang cukup banyak diperoleh dari putra-
putri daerah masyarakat Minangkabau Sumatera Barat.
5) Ketersediaan Tenaga Listrik
Distribusi Listrik yang disediakan PLN berasal dari gardu induk Lubuk Alung
Pariaman. PT. Semen Padang juga mempunyai PLTD sendiri sebanyak dua buah
dengan daya 5,5 MW dan 13,5 MW.
6) Ketersediaan Air
86
Air untuk proses produksi dan air minum karyawan, diambil dari daerah Rasak
Bungo.
5.4. Perkembangan Kapasitas Perusahaan
PT. Semen Padang yang telah dinasionalisasikan oleh Pemerintah Indonesia
terus mengalami perkembangan yang ditandai dengan meningkatkan kapasitas
produksinya sebagai berikut :
PT. Semen Padang terus berkembang dengan meningkatnya kapasitas
produksi sebagai berikut:
a. Rehabilitasi Pabrik Indarung I, dimulai tahun 1970 dan selesai tahun 19173.
Kapasitas produksi meningkat dari 120.000 ton/tahun menjadi 220.000
ton/tahun. Rehabilitasi Indarung I tahap II pada tahun 1973-1976 meningkatkan
kapasitas produksi dari 220.000 ton/tahun menjadi 330.000 ton/tahun.
b. Proyek Indarung II dimulai pada tahun 1977 dengan pembuatan semen proses
kering, bekerja sama dengan F.L. Smitdh &Co. A/S (Denmark). Proyek tersebut
selesai pada tahun 1980 dengan kapasitas 600.000 ton/tahun. Selanjutnya,
dilakukan proyek optimalisasi Indarung II sehingga kapasitas produksi
meningkat menjadi 660.000 ton/tahun.
c. Tahun 1981 dibangun dua pabrik, yaitu proyek Indarung IIIA bekerja sama
dengan F.L. Smitdh &A/S I (Denmark), selesai tahun 1983 dengan kapasitas
produksi 660.000 ton/tahun dan proyek Indarung IIIB bekerja sama dengan India
dan selesai tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun.
d. Proyek Indarung IIIC (1991-1994) dilakukan secara oleh PT.Semen Padang,
dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun. Indarung III B dan IIIC,
selanjutnya diberi nama Indarung IV. Dengan demikian, kapasitas produksi
menjadi 1.620.000 ton/tahun.
e. Peresmian pabrik Indarung V pada tanggal 16 Desember 1998. Dengan
didirikannya unit produksi Indarung V ini maka kapasitas produksi semen
meningkat menjadi 5.360.000 ton per tahun.
Pabrik indarung I dinonaktifkan sejak bulan oktober 1999, dengan pertimbangan
efisiensi dan polusi, karena pabrik yang didirikan pada tanggal 18 maret 1910 ini
dengan proses basah.
Kapasitas produksi pabrik sekarang adalah:
Pabrik indarung II : 660.000 ton/tahun
87
Direktur Utama
Yosviandri
Dept. perencanaan
Intarnal Audit &pengendalian produksi Dept.akuntansi &
keuangan
Asri Mukhtar 6691005 Juke ismara 6993038
Dept. operasional
produksi VI
Amral Ahmad 6996005
Dept. Teknik
Muhammad Syafitri 6896014
6.1. Pendahuluan
6.1.1 Judul Tugas Khusus
Judul tugas khusus dalam penulisan laporan kerja praktek ini adalah “Analisis
Neraca Massa Dan Energi Kiln Serta Sistem Heat Recuperation Cooler Pabrik
Indarung VI PT. Semen Padang” dengan data pendukung diperoleh dari lapangan,
CCR (Central Control Room), Laboratorium serta literatur-literatur pendukung
seperti buku dan internet.
6.1.2 Latar Belakang
PT Semen Padang merupakan industri semen yang tergabung dalam Semen
Indonesia Group bersama ketiga industri semen lainnya (PT Semen Gresik, PT
Semen Tonasa, dan PT Semen Hongkong). Industri semen termasuk PT Semen
Padang merupakan industri yang menyer ap energi listrik dan panas yang relatif
tinggi, sehingga efisiensi energi berperan sangat penting dalam menjadi tolak ukur
perkembangan industri. Efisiensi energi dalam industri dapat mencakup penggunaan
bahan bakar (fuel) atau panas dalam suatu alat.
Pada masa sekarang ini efisiensi energi mutlak diperlukan dalam menghadapi
perkembangan industri. Industri yang tidak memperhatikan efisiensi energinya akan
kesulitan menghadapi persaingan usaha dan menjaga berlangsungnya industri
tersebut. Efisiensi energi dalam industri dapat mencakup penggunaan bahan bakar
atau panas dalam suatu alat. Kiln yang mempunyai efisiensi tidak sesuai dengan
efisiensi perancangan akan mengakibatkan penggunaan bahan bakar yang boros
dan panas yang digunakan banyak yang hilang.
Industri semen merupakan Industri yang bersifat energy intensive, seperti
yang ada pada PT. Semen Padang ini karena menyerap energi Listrik dan Panas yang
relatif besar. Kiln sistem merupakan peralatan yang menyerap jumlah energi listrik
dan energi panas terbesar, sebagai contoh biaya bahan bakar untuk Kiln mencapai
30-40% dari biaya produksi, oleh sebab itu Pengendalian operasi Kiln sistem yang
89
90
baik akan sangat membantu dalam mengefisienkan konsumsi kedua energi tersebut,
disamping itu dampak lain tentu saja mengurangi pemakaian resourses seperti
pemakaian refraktories, dan spare part lainnya.
Di PT. Semen Padang ini kiln yang digunakan untuk mengolah semen,
memerlukan suhu pembakaran yang tinggi. Suhu pembakaran menjadi tinggi karena
terjadi perpindahan panas pada permukaan coating di dinding kiln yang tidak rata.
Sebagai akibatnya dibutuhkan bahan bakar yang banyak. Kiln dalam industri semen
memegang peranan penting. Proses Pembakaran dan Pendinginan Klinker
merupakan Proses yang komplek atau biasa disebut “jantungnya” nya proses
pembuatan semen. Dengan memperhatikan faktor tersebut, efisiensi penggunaan
panas dalam kiln memegang peranan yang sangat penting dalam industrsi semen.
6.2 Dasar Teori
6.2.1 Unit Kiln
6.2.1.1 Suspension Preheater (SP)
Proses preheater terjadi pada suspension preheater yang bertujuan untuk
pemanasan awal dan kalsinasi awal rawmix sehingga pemanasan selanjutnya dalam
kiln lebih mudah. Suspension preheater yang digunakan di Pabrik Indarung VI
terdiri dari lima cyclone dan satu kalsiner.
Dengan adanya peralatan kalsiner ini, maka proses kalsinasi yang dahulunya
terjadi di dalam kiln beralih ke dalam kalsiner sehingga proses kalsinasi yang akan
terjadi di klin tinggal sedikit.
6.2.1.2 Rotary Kiln
Rotary Kiln merupakan jantungnya dari proses pembuatan semen. Rotary kiln
merupakan tempat dimana terbentuknya senyawa semen yang mempunyai peranan
penting dalam menentukan daya ikat.Rotary kiln adalah tempat bereaksi antara fine
coal dan raw mix yang berbentuk silinder terbuat dari baja (D= 5,6 m dan L= 86 m)
diletakkan secara horizontal dengan kemiringan 4° di mana kecepatan putar pada
rotary kiln sebesar 2,8 rpm. Rotary kiln dapat membakar raw mix dengan kapasitas
303 ton/jam hingga menjadi klinker.
Rotary kiln dilengkapi dengan suspension preheater sebagai alat pemanasan
awal raw mix. Gerakan antara raw mix dan fine coal berlangsung secara counter
current. Panas yang ditimbulkan oleh fine coal tinggi sehingga rotary kiln perlu
dilapisi batu tahan api. Batu tahan api berfungsi untuk melindungi dinding rotary kiln
91
dari pemanasan yang tinggi, bahan kimia, dan abrasi mekanik. Di dalam rotary kiln
terjadi proses pembakaran raw mix menjadi klinker. Raw mix yang masuk ke dalam
rotary kiln secara perlahan bergerak menuju outletrotary kiln. Di dalam rotary kiln
terdapat tiga zona pembakaran :
1) Zona kalsinasi (calcinacing zone)
Zona kalsinasi adalah tempat terjadi dekomposisi CaCO3 menjadi CaO dan gas
CO2. Sebelum masuk ke zona kalsinasi, raw mix telah mengalami proses kalsinasi
awal di dalam suspension preheater, sehingga kerja rotary kiln untuk proses kalsinasi
sudah berkurang dan tidak membutuhkan waktu yang lama karena proses kalsinasi
sudah terjadi 90-95% di dalam suspension preheater.
2) Zona pembakaran (sintering zone)
Di dalam zona pembakaran terjadi proses pembentukan senyawa- senyawa
pembentuk klinker, yaitu C2S, C3S, C4AF, dan C3A.Proses klinkerisasi dalam
pembuatan semen adalah proses pengikatan antara oksida-oksida yang terkandung
dalam material untuk membentuk senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF.
3) Zona pendinginan (cooling zone)
Zona pendinginan terletak padaoutlet rotary kiln. Di zona pendinginan, klinker
mengalami pendinginan karena bercampur dengan udara sekunder dari grate cooler
yang masuk ke dalam rotary kiln. Klinker yang telah dingin akan dibawa ke crusher
untuk dikecilkan ukurannya.
6.2.2 Neraca Massa
Neraca massa mempunyai arti yang sangat penting dalam industri kimia
karena merupakan salah satu dasar penting dalam perhitungan satuan operasi dan
satuan proses. Semua perhitungan didasari oleh hukum kekekalam massa. Dalam
neraca massa, dihitung massa yang keluar dan massa yang masuk selama operasi.
Massa masuk – massa keluar = Akumulasi
Pada kondisi steady state akumulasi = 0, sehingga:
Massa masuk = Massa keluar
92
dan air yang dingin akan berada di bawah. Komponen sistem pendingin air sirkulasi
alami adalah radiator, waterjacket, housing, fan (kipas pendingin), fan belt (sabuk
kipas pendingin). Cara kerja sistem pendingin alami dengan cara panas yang
dihasilkan blok silinder diserap oleh air pendingin (water cooling) yang ada dalam
water jacket. Air yang panas akan mengalir ke bagian atas radiator dan mengalir
melalui mantel (inti radiator) pendingin sehingga panas diserap oleh sirkulasi udara
yang dihasilkan kipas pendingin (fan). Air tesebut mengalir ke bagian bawah radiator
dan masuk kembali ke water Jacket. Sedangkan komponen sistem pendingin air
sirkulasi tekan adalah water jacket, thermostat, fan (kipas pendingin), radiator, tangki
ekspansi, water pomp, fan belt, preser cap (tutup radiator), housing (selang karet).
6.2.4.4 Sistem Pendingin Udara
Sistem pendingin udara terdiri sirif-sirif pendingin dan kipas pendingin (fan).
Cara kerja sistem pendingin ini sangat sederhana. Sirif-sirif pendingin dipasang pada
blog silinder guna memindahkan panas dari blog silinder ke sirif-sirif pendingin
tersebut. Cara kerja sistem pendingin udara yaitu ketika mesin dihidupkan kipas
pendingin (fan) yang dipasang pada poros engkol (crean shaft) ikut berputar,
sehingga udara dihembuskan ke sirif-sirif pendingin. Sirkulasi udara pada sirif
pendingin mengakibatkan panas terika oleh udara. Maka panas dari sirf-sirif
pendingin berpindah ke udara bebas yang berada di sekitar.
\
cooling zone akan dibawa menuju electrostatic presipitator (EP). Dari perhitungan
diketahui jumlah udara sekunder dan tersier sebesar 424,060 kg/jam. Sehingga panas
yang dihasilkan yaitu sebesar 475,530.01 kkal.
6.4 Metode Pelaksanaan Tugas Khusus
Adapun metode yang dilakukan dalam pelaksanaan tugas khusus ini yaitu
sebagai berikut:
1) Metode Diskusi.
Dalam metode ini, penulis, pembimbing lapangan, para karyawan, dan rekan-rekan
sesama kerja praktek saling berdiskusi mengenai berbagai hal yang menyangkut tugas
khusus ini.
2) Metode Literatur.
Penulis mencari referensi yang berhubungan dengan tugas khusus yang diperoleh dari
berbagai sumber seperti control room, manual operation, dan sumber-sumber lain
yang dianggap relevan dari perpustakaan di PT Semen Padang.
3) Metode Survey Lapangan
Survey ke lapangan bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerja alat dan memahami
proses produksi sehingga diharapkan penulis dapat lebih memahami tentang tugas
khusus tersebut.
96
6.5. Pembahasan
6.5.1 Neraca massa pada kiln system
Raw coal
EP
COAL MILL
Udara tersier
Udara sekunder
Raw Mix
Klinker dingin
Udara tersier
Raw Mix
SUSPENSION Gas hasil pembakaran
PREHEATER
Debu
Raw Mix
SiO2 13,48
Al2O3 3,59
Fe2O3 2,22
CaO 43,11
MgO 0,51
H2O 0,3
SO3 0,15
Total 63,36
Persen berat CaCO3 dan MgCO3 yang terkandung dalam raw mix
Diketahui; BM CaCO3 = 100kg/kmol
BM CaO = 56 kg/kmol
BM MgCO3 = 84 kg/kmol
BM MgO = 40 kg/kmol
𝐵𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 100𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙
%CaCO3 = 𝑋 % 𝐶𝑎𝑂 = 56 𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙 𝑋 43,11 % = 76,982%
𝐵𝑀 𝐶𝑎𝑂
𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 84 𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙
% MgCO3 = x %MgO = 40 𝑋 0,51 = 1,071 %
𝐵𝑀 𝑀𝑔𝑂 𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙
Umpan yang masuk ke kalsiner merupakan umpan kering dimana tidak mengandung
air sama sekali
Umpan kalsiner = umpan masuk preheater – H2O dalam umpan
= 500 ton/jam – 1,5 ton/jam
= 498,5 ton/jam
Asumsi dust loss (debu yang dihasilkan) =7%
dust loss = 7 % x 498.5 ton/jam
= 24,95 ton/jam
Total umpan yang masuk ke kalsiner = 498,5 ton/jam – 24,95 ton/jam
= 473,575 ton/jam
67.4
%berat SiO2 = 498.5 𝑋 100% = 13,52%
Tabel 6.3 massa dan persen berat masing-masing komponen dalam umpan kalsiner
Komposisi %berat m (ton/h)
= 187,82 ton/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 hasil kalsinasi = 𝐵𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖
44
= 100 𝑋 335,4
= 147,77 ton/jam
Jumlah CaCO3 yang tersisa = ( jumlah CaCO3 umpan – CaCO3 yang terkalsinasi)
= 364,56 – 335,4 ton/jam
= 29,165 ton/jam
Reaksi 2
MgCO3 → MgO + CO2
100
Diketahui;
BM CO2 = 44 Kg/kmol
BM MgO = 40 Kg/kmol
BM MgCO3= 84 kg/kmol
Jumlah MgCO3 yang terkalsinasi = 0,92 x berat MgCO3 dalam umpan
= 0,92 x 5,07198 ton/jam
= 4,66 ton/jam
𝐵𝑀 𝑀𝑔𝑂
Jumlah MgO yang terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖
40
= 84 𝑋 4,66
= 2,22 ton/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 yang terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑠𝑖𝑛𝑎𝑠𝑖
44
= 84 𝑋 4.66
= 2.44 ton/jam
Jumlah MgCO3 yang tersisa = (jumlah MgCO3 umpan – MgCO3 yang terkalsinasi)
= 5.07198 – 4.66
= 0.406 ton/jam
Jumlah CO2 hasil kalsinasi = berat CO2 reaksi 1 + berat CO2 reaksi 2
= (147.77 + 2.44) ton/jam
= 150.0214 ton/jam
101
SiO2 64,03
Al2O3 17,0013425
Fe2O3 10,513365
CaCO3 sisa kalsinasi 29,16545464
MgCO3 sisa kalsinasi 0,40575906
Impuritis 12,39012121
Total 133,5060424
C 63,16 18,25324
H 4,59 1,32651
O 7,33 2,11837
N 1,06 0,30634
S 0,8 0,2312
Ash 13,06 3,77434
H2O 10 2,89
Total 100 28,9
102
= 66,92 ton/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶
𝐵𝑀 𝐶
32
= 12 𝑋 18,253 ton/jam
= 48,67 ton/jam
Reaksi 2
S + O2 SO2
𝐵𝑀 𝑆𝑂2
SO2 yang terbentuk = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
64
=32 𝑋 0,2312
= 0,4624 ton/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
32
= 32 𝑋 0,2312 ton/jam
= 0,2312 ton/jam
103
Reaksi 3
H2 + ½ O2 H2O
𝐵𝑀 𝐻2𝑂
H2O yang terbentuk = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻2
𝐵𝑀 𝐻2
18
= 2 𝑋 1,326
=11,94 ton/jam
32
O2 yang dibutuhkan =1/4 𝑋 1,326
2
= 10,6 ton/jam
Tabel 6.7 Total O2 yang diperlukan
Macam Reaksi Kebutuhan O2
Reaksi 1 48.67 ton/jam
Reaksi 2 0.2312 ton/jam
Reaksi 3 10.6 ton/jam
Total 59.52 ton/jam
= 287 ton/jam
79
N2 dari udara = 100 X Kebutuhan O2 yang sesungguhnya
79
=100 X 60,27
= 226,73 ton/h
104
CO2 66,92854667
N2 227,0371958
H2O 14,82859
SO2 0,4624
Total 309,2567325
105
SiO2 65,327
Al2O3 17,74
Fe2O3 10,63
CaCO3 sisa kalsinasi 29,16
MgCO3 sisa kalsinasi 0,40
CaO 189,39
MgO 2,26
Impuritis 12,39
Total 327,32
106
INPUT OUTPUT
Raw mix
Klinker
panas
ROTARY KILN
Fine coal
Udara primer
Udara sekunder
SiO2 65,327
Al2O3 17,74
Fe2O3 10,63
CaCO3 sisa kalsinasi 29,16
MgCO3 sisa kalsinasi 0,40
CaO 189,39
MgO 2,26
Impuritis 12,39
Total 327,32
Di dalam umpan rotary kiln akan terjadi kalsinasi lanjutan dari komponen
CaCO3 dan MgCO3 yang belum terkalsinasi sempurna didalam suspension preheater.
108
= 16,332 ton/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 hasil kalsinasi = 𝐵𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3
44
= 100 x 29,16
= 12,83 ton/jam
Reaksi 2
MgCO3 MgO + CO2
𝐵𝑀 𝑀𝑔𝑂
MgO terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3
40
= 84 x 0,40
= 0.193 ton/jam
𝐵𝑀 𝐶𝑂2
CO2 terbentuk = 𝐵𝑀 𝑀𝑔𝐶𝑂3 𝑋 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑔𝐶𝑂3
44
= 84 x 0,40
= 0,21254 ton/jam
CO2 total hasil kalsinasi = 12,83 ton/jam + 0,21254 ton/jam
= 13,045 ton/jam
CaO total hasil kalsinasi = CaO dalam umpan + CaO hasil kalsinasi
= 189,398 + 16,332
= 205,73 ton/jam
MgO total hasil kalsinasi = MgO dalam umpan + MgO hasil kalsinasi
= 2,26 + 0,193
= 2,454 ton/jam
109
= 52,107 ton/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐶
𝐵𝑀 𝐶
32
=12 𝑋 14,21
= 37,89 ton/jam
110
Reaksi 2
S + O2 SO2
𝐵𝑀 𝑆𝑂2
SO2 yang terbentuk = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
64
=32 𝑋 0,18
= 0,36 ton/jam
𝐵𝑀 𝑂2
O2 yang diperlukan = 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆
𝐵𝑀 𝑆
32
=32 𝑋 0,18
=0,18 ton/jam
Reaksi 3
H2 + ½ O2 H2O
𝐵𝑀 𝐻2𝑂
H2O yang terbentuk= 𝐵𝑀 𝐻2
𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻
18
= 2 𝑋 1,0327
= 9,29 ton/jam
𝐵𝑀 𝐻2𝑂
O2 yang dibutuhkan=1/2 𝑋 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐻
𝐵𝑀 𝐻2
32
=1/2 𝑋 1,0327
2
= 8,262 ton/jam
Tabel 6.17 Total O2 yang diperlukan
Macam reaksi Kebutuhan O2
Reaksi 1 37,89
Reaksi 2 0,18
Reaksi 3 8,262
Total 46,338 ton/jam
= 223,448 ton/jam
Pada proses klinkerisasi udara yang digunakan berasal dari udara primer dan
udara sisa pendinginan klinker (udara sekunder). Untuk mengetahui jumlah udara
yang primer dan sekunder pada proses klinkerisasi adalah;
Diketahui
a. Debit udara primer (premery air fan) = 295 Nm3/min = 14930 m3
b. Jumlah udara yang dibutuhkan untuk proses klinkerisasi 223443,8 kg
c. Densitas udara suhu 30oC = 1,529 kg/m3 (hoolderbank) , Basis = 1 jam
Berat udara primer = densitas x debit udara primer
= 1,529 kg/ m3 x 14930 m3/jam
= 22827,97 kg
Udara sisa pendinginan (cooling air) yang digunakan untuk proses klinkerisasi=
= jumlah udara yang dibutuhkan – jumlah udara primer
= (223443,8 – 22827,97)
= 20016,8 kg
Untuk proses kalsinasi udara yangdigunakan berasal dari udara TAD (Tertier
air duct) yang merupakan sisa cooling air dari klinker dan udara sisa pembakaran dari
proses klinkerisasi.
oksigen berlebih pada saat proses klinkerisasi
= 5% x jumlah udara yang dibutuhkan udara klinkerisasi
= 5% x 223443,8
= 11172,19 kg (yang masuk ke proses kalsinasi)
Jumlah udara TAD = jumlah udara yangdibutuhkan kalsinasi – jumlah excess udara
klinkerisasi
= (287001,0833 – 11172,19) kg
= 275828,8933 kg
Jadi jumlah cooling air yang dibutuhkan untuk proses kalsinasi dan klinkerisasi
adalah
112
= jumlah udara sisa cooling air pada pembuatan klinkerisasi + jumlah udara
yang dibutuhkan untuk proses kalsinasi
= (20006158 + 287001,0833) kg
= 275828,8933 kg
79
N2 dari udara = 21 𝑋 Kebutuhan o2 sesungguhnya
79
= 21 𝑋 46,92 ton/jam
= 176,52 ton/jam
Tabel 6.18 Total N2 dari batu bara dan udara
Total N2
N2 dari batu bara 0,24
N2 dari udara 176,52
Total 176,76 (ton/jam)
CO2 52.107
N2 176.7591
H2O 11.54475
SO2 0.36
Total 240.7708
Komposisi klinker
Tabel 6.20 Komposisi Klinker
Komposisi m (ton/jam)
SiO2 66.33787
AL2O3 18.32981
Fe2O3 10.72348
CaO 206.9554
MgO 2.484375
Impuritis 12.39012
Total 317.2211
114
Gas ke EP
Klinker
CROSS BAR COOLER dingin
Udara
pendingin
21
O2 dalam udara = 100 x 11735 = 2464.35 Nm3/min = 211.3508 ton/jam
79
N2 dalam udara = 100 x 11735 = 9270.65 Nm3/min = 695.6466 ton/jam
Total dari keseluruhan laju alir udara fan diatas merupakan laju alir udara pendingin
yang masuk ke cooler yaitu = 906.9973 ton/jam
Asumsi dust loss = 5% dari total klinker panas yang masuk
Dust loss cooler = 5% x klinker panas masuk cooler
= 0.05 x 317.2211 ton/jam
= 15.86 ton/jam
Klinker dingin = klinker panas masuk cooler – dust loss
= 317.22 – 15.86
= 301.36 ton/jam
Output dari cooler selain dari klinker dingin adalah udara sekunder yang
dikembalikan ke kiln, udara tersier untuk suspension preheater (SP) dan udara buang
ke Electrostatic precipitator (EP).
Udara sekunder = udara tersier – udara primer
= 223.4438 - 22.82797 = 200.61 ton/jam
Udara buang ke EP = udara pendingin – (udara sekunder + udara tersier)
= 906.99 – (200.61 + 223.4438)
= 482.94 ton/jam
Neraca massa untuk cross bar cooler
Tabel 6.23 Neraca Massa Cross Bar Cooler
116
INPUT OUTPUT
Komponen m(ton/jam) Komponen m(ton/jam)
1. PANAS INPUT
Panas dari umpan kiln
Temperature = 892ºC = 1165 K
T referensi = 25 ºC = 298 K
Tabel 6.24 Komposisi umpan kiln
KOMPONEN m (kg) Cp BM T Tref(K)
(kkal/kmol.K) (kg/kmol) (K)
𝑇
Q SiO2 = m ∫𝑇𝑟𝑒𝑓 𝐶𝑝 𝑑𝑇
118
1165
= m ∫298 (10.87 + 0.008712T − 241200T − 2)𝑑𝑇
0.008712
= m [10.87 T + T2 + 241200T-1 ]1165298
2
0.008712
= 65,327.62 kg [10.87 (1165-298) + (11652 – 2982 ) +241200 (1165-
2
1
- 298-1)]
1
= 937,266,738.36 kkal.kg/kmol x 60 𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙 = 15,621,112.31 kkal
SiO2 15,621,112.31
Al2O3 4,093,938.39
Fe2O3 3,082,875.32
CaCO3 sisa kalsinasi 6,951,627.65
MgCO3 sisa kalsinasi 70,777.42
CaO 38,792,378.17
MgO 545,641.74
Total 69,158,351.00
119
= -536,465.25 kkal
Sehingga kalor masing-masing komponen :
120
C -0.453 -536,465.25
H 0.2228 230,096.70
O 0 0.00
N 0 0.00
S 0.071 399.38
H2O 68.3174 8,539,675.00
SiO2 202.46 3,408,941.51
Al2O3 399.09 2,275,318.32
Fe2O3 198.5 175,548.53
CaO 151.7 3,317,009.76
MgO 143.84 108,838.51
Total 17,519,362.46
Sehingga diperoleh :
m (kg) ∫ 𝑪𝒑𝒅𝑻 (kkal/kmol.℃) Q (kkal)
2. PANAS OUTPUT
Panas klinker panas
Temperatur = 1200ºC = 1473K
T referensi = 25ºC = 298 K
𝑇
Q SiO2 = m ∫𝑇𝑟𝑒𝑓 𝐶𝑝 𝑑𝑇
1673
= m ∫298 (10.87 + 0.008712T − 241200T − 2)𝑑𝑇
0.008712
= m [10.87 T + T2 + 241200T-1 ]1165298
2
0.008712
= 66,337.87kg [10.87 (1673-298) + (16732 – 2982 ) +241200 (1673-
2
1
- 298-1)]
123
1
= 1,405,773,245.22 kkal.kg/kmol x 60 𝑘𝑔/𝑘𝑚𝑜𝑙 = 23,429,554.09 kkal
Sehingga diperoleh :
CO2 m (kg) Q (kkal)
13045.3405 713,836.03
m (kg) λ (kkal/kmol) BM
Panas laten H2O 2250 10520 18
Panas konduksi
Tabel 6.35 panas konduksi kiln
baja k (kkal/m.℃) T dalam C T luar C x (m) D (m) L (m)
kiln 3.6998 1400 500 0.05 5.5 86
∆𝑇
Qkonduksi = k x A x 𝑥
(1400−500)
= 3.6998 x (3.14 x 5.5 x 86 ) x 0.05
= 49,455,152.60 kkal
Panas konveksi
Tabel 6.36 Panas konveksi kiln
Hc T dalam C T luar C x (m) D (m) L (m) A (m2)
(kkal/m.℃)
Udara 5.5926 1400 500 0.25 5.5 86 742.61
Qkonveksi = hc x A x ∆𝑇
= 5.5926 x 742.61 x (1400-500)
= 3,737,808.62 kkal
Panas radiasi
Diketahui data sebagai berikut :
Tabel 6.37 data panas radiasi kiln
𝝈 T dalam T luar (K) x (m) D (m) L (m) A (m2) 𝜺
(W/m2.K4) (K)
baja 5.669E-08 1673 773 0.05 5.5 86 742.61 0.78
kiln
𝜎 𝑥 𝜀 𝑥 𝐴 𝑥 ∆𝑇 4
Q radiasi =
1000 𝑋 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑘𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠
= 0.805 kkal
Maka diperoleh total panas output sebagai berikut :
126
𝑇
Q SiO2 = m ∫𝑇𝑟𝑒𝑓 𝐶𝑝 𝑑𝑇
1473
= m ∫298 (10.87 + 0.008712T − 241200T − 2)𝑑𝑇
0.008712
= m [10.87 T + T2 + 241200T-1 ]1473298
2
0.008712
= 66338 kg [10.87 (1473-298) + (14732 – 2982 ) +241200 (1473-1 -
2
298-1)]
= 23,397,187.98 kkal
Tabel 6.41 kalor masing-masing komponen
Komponen m (kg) ∫ Cp dT Q (kkal)
(kkal/kmol)
SiO2 66,338 21191.111 23,397,187.98
Al2O3 18,330 117885.253 21,192,561.02
Fe2O3 10,723 44072.904 2,959,557.93
CaO 206,955 16496.742 60,880,012.99
MgO 2,484 13447.282 828,758.58
Total 304,831 109,258,078.49
128
2. PANAS OUTPUT
Temperatur = 100ºC = 373K
T referensi = 25ºC = 298 K
Tabel 6.44 Komposisi klinker keluar dari cooler
Komponen m (kg) Cp dT (kkal/kmol.K) T Tref BM
(K) (K) (kg/kmol)
SiO2 66 10,87 + 0,008712 T – 241.200 T-2 373 298 60.083
Al2O3 18 22,08 + 0,008971 T – 522.500 T-2 373 298 101.961
Fe2O3 11 24,27 + 0,01604 T – 423.400 T-2 373 298 159.691
CaO 207 10,00 + 0,00484 T – 108000 T-2 373 298 56.079
-2
MgO 2 373 298 40.311
Total 305
129
Sehingga diperoleh :
Tabel 6.47 panas udara sekunder, tersier dan udara ke EP
BM Mol (kmol) ∫ Cp dT Q (kkal)
(kg/kmol) (kkal/kmol)
Udara 28.85064 6953.599 37.808 262,904.36
sekunder
Udara tersier 28.85064 7744.846 27.454 212,625.65
Udara ke ep 28.85064 16739.241 5.154 86,271.55
130
131
132
Admin. 2015. Cooler Atau Alat Pendingin Pada Industri Migas. (Online). http://
www. Proses industri.com/2015/01/ cooler- atau-alat-pendingin-pada.html.
(Diakses pada tanggal 28 Februari 2018).
Dylan,Moore. 2011. Cement Kilns. (Online). http://www .cementkilns .co.uk /
cooler_ rotary.html. (Diakses pada tanggal 28 Februari 2018).
Holderbank, 2000, Cement Seminar Process Technology I, Holderbank
Managenement & Consulting.
H. Perry, Robert.1997. Perry,s Chemical Engineers Handbook Seven Edition.
133
LAMPIRAN A
SPESIFIKASI PERALATAN
1. Raw Mill
134
135
2. Cement mill
Kapasitas 310 ton /jam
Tipe OK Mill 42-4 : Vertical Mill
Jumlah 1 Buah
Diameter Table 42 dm
Tyre 4 buah
Mnggiling Material
Bahan Baku Semen
(Klinker, Gipsum,
Limestone Highgrade
dan Pozzolan)
Mengeringkan
Material Bahan Baku
Semen (Klinker,
Gipsum, Limestone
Highgrade dan
Pozzolan)
Homogenisasi
Material Bahan Baku
Semen (Klinker,
Gipsum, Limestone
Highgrade dan
Pozzolan)
136
3. Clinker silo
Kapasitas 80.000 ton
Jumlah 1 Buah
Terdapat 11 gate 3 gate ke belt J06
5 gate ke belt J07
3 gate ke belt J08
Tempat penyimpanan
Klinker sementara
sebelum digiling di
Cement Milll
137
4. Cement Silo
Kapasitas 20.000 ton/silo
Jumlah 2 Buah
Tempat
penyimpanan
Semen sementara
sebelum
dilakukakn
pengemasan atau
ditransportasikan
dalam bentuk
curah
5. Kiln
Kapasitas 8.000 ton
Jumlah 1 Buah
Tempat
Terjadinya
Proses
Pembakaran
Panjang 86 meter
Diameter 5,5 meter
Heat consumption 750 kcal/kg
138
6. Cooler
Kapasitas Desain 9,000 TPD
Tipe Cross Bar Cooler
Fungsi Mendinginkan klinker secara
quenching untuk mendapatkan
kualitas terbaik
139
140