Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan

pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar

tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea

dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah

pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2

Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu

proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai

faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. keratitis dapat dibagi menjadi beberapa

golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.

Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan merasa ada

benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh

pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab

dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka

penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen

sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan

sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang

merugikan di masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.1,2,3
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI KORNEA

Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan, berukuran 11-12

mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan

kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur

kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea

yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan

endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi

atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel

jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya

menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.

Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan

kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga

bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.

Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh-pembuluh

darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen

sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat

dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk

kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwannya.

Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah

dipotong didaerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.


Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas lima

lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel

konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet dan lapisan endotel.

Gambar 1. Anatomi Kornea5

1. Epitel

Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada satu lapis sel

basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel basal sering terlihat

mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju

kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel

polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal

yang saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf

kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan

sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar.
2. Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak

teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai

daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.

3. Stroma

Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar 90% dari

ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan kolagen yang

tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian

perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur

oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat

kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel

stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah

trauma.

4. Membran Descemet

Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak dibawah stroma dan

pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan

berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40m.

5. Endotel

Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur

cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel

mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan

memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan

cairan akibat gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan

cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau

terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan
endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal

20-40m yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.

B. DEFINISI KERATITIS

Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan

mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka

tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah

perikorneal yang dalam atau injeksi siliar (Ilyas, 2008). Keratitis biasanya diklasifikasikan sesuai

lapisan yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial (Ilyas, 2008).

C. EPIDEMIOLOGI

Faktor-faktor yang mempengaruhi etiologi dan patogenesis keratitis bakteri bervariasi. Mereka

termasuk: penggunaan lensa kontak, penyakit permukaan mata, trauma kornea, penggunaan obat

imunosupresif. Ulkus kornea terkait pengunaan lensa kontak pada populasi umum telah

meningkat dari hampir 0% pada tahun 1960 menjadi 52% pada 1990an. (Abdulah 2009). Pada

penelitian yang dilakukan oleh Gopinathanet al, dari 5897 kasus diduga microbial keratitis 3563

(60,4%) telah dibuktikan dengan kultur didpatkan bakteri sejumlah 1849, (51,9%); jamur

sejumlah 1360, (38,2%); Acanthamoeba sejumlah 86, (2,4%); campuran sejumlah 268, (7,5%).

Pasien dengan kegiatan berbasis pertanian mempunyai 1,33 kali (CI 1,16-1,51) risiko lebih besar

terkena keratitis mikroba dan pasien dengan trauma okular adalah 5.33 kali (CI 6,41-6,44) lebih

mungkin untuk mengembangkan keratitis mikroba. Sebagian besar infeksi bakteri yang

disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis (42,3%) dan spesies Fusarium (36,6%) adalah

penyebab utama infeksi jamur. (Gopinathan et al, 2009).

D. ETIOLOGI

Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan
obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis
menahun.3 Infeksi korena pada umumnya didahului trauma, penggunaan lensa kontak,
pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol. Kelainan ini merupakan
penyebab kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.1
Keratitits dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:2,4,5
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sun lamps, dan
hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur.
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak
6. Mata kering disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur atau ragi
9. Efek samping obat tertentu

E. PATOFIOLOGI

Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak

dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-

sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan

dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu

terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, selsel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan

timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi

tidak licin. ( Ilyas, 2008). Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat

dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea.

Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa

meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi

penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang
dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan

peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan.

Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion (Ilyas, 2008). Beberapa rantai kejadian tipikal akan

terjadi, yaitu:

 Lesi pada kornea

 Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea

 Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi patogen

 Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan

membuka lebih luas dan memberikan gambaran infiltrasi kornea

 Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan

berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan)

 Patogen akan menginvasi seluruh kornea.

 Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement yang

relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran descement

yang intak.

Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos

akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah

secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan

menjadi lunak.

F. KLASIFIKASI

1. Keratitis Berdasarkan Tempatnya


a. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak
bercak halus. Penyebab: Moluscum kontagiosum, acne rosasea, Herpes simpleks, Herpes zoster,
Blefaritis neuroparalitik, Infeksi virus, vaksinia, Trakoma dan trauma radiasi, dryeyes, trauma,
lagoftalmus, keracunan obat seperti: neomisin, tobramisin.
Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis tanpa terlihat gejala
konjungtiva atau tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda. Keratitis Pungtata
Superfisial memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada permukaan kornea.
Merupakan cacat halus kornea superfisial dan hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat disebabkan
sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan obat topical (neomisin, tobramisin
ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak. Pasien
akan mengeluh sakit, silau, mata merah dan rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan,
tobramisin tetes mata dan siklopegik.
Keratitis Pungtata Subepitel: keratitis yang terkumpul di membran Bowman. Pada
keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan
konjungtiva ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

Gambar 2.1. Keratitis Pungtata


Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral / marginal. Keratitis marginal
kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya blefarokonjungtivitis. Bila
tidak diobati dengan baik maka akan mengakibatkan tukak kornea. Penderita mengeluh sakit
seperti kelilipan, lakrimasi, fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme satu mata,
Injeksi konjungtiva, Infiltrat atau ulkus memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal atau
multiple, sering disertai neovaskularisasi dari arah limbus.
Pengobatan : Antibiotika sesuai infeksi lokalnya dan Steroid dosis ringan. Diberikan juga
vit B dan C dosis tinggi. Pada kelainan yang indolen dilakukan kauterisasi dengan listrik ataupun
AgNO3 di pembuluh darah / dilakukan flep konjungtiva yang kecil.

Gambar 2.2. Keratitis Marginal


Keratitis Interstisial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Seluruh kornea keruh
sehingga iris susah dilihat. Keratitis Interstisial akibat lues kogenital didapatkan neovaskularisasi
dalam. Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsuppuratif profunda disertai neovaskularisasi
disebut juga Keratitis Parenkimatosa.
Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus. Keluhan akan bertahan
seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti
permukaan kaca. Terdapat injeksi Siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberi
gambaran merah kusam yang disebut “Salmon Patch” dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat
berwarna merah cerah.
Keratitis disebabkan sifilis kogenital atau bisa juga oleh tuberkulosis, trauma. Pengobatan
tergantung penyebabnya. Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia
akibat uveitis dan kortikosteroid tetes mata.
Gambar 2.3. Keratitis Interstisial dengan sifilis congenital

2. Keratitis Berdasarkan Penyebabya


Keratitis Bakterial
Penyebab: Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas dan Enterobakteriacea.
Faktor Predisposisi : Pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes.
Pengobatan: Batang Gram (-): Tobramisin, Ceftazidime, Fluoroquinolone. Batang Gram (+):
Cefazoline, Vancomycin, Moxifloxacin/Gatofloxacin. Kokus Gram (-): Ceftriaxone,
Ceftazidime, Moxifloxacin/Gatofloxacin.

Gambar 2.4. Keratitis Bakterial

Keratitis Jamur
Penyebab : trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan. Dapat
juga akibat efek samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat.
Keluhan timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau. Pada
mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai cincin endotel
dengan plaque bercabang-cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan
lipatan Descemet.
Pengobatan : Natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun untuk keratitis jamur filamentosa seperti
miconazole, amphoterisin, nistatin dan lain-lain dan sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma
jika disertai peningkatan tekanan intraokular. Keratolasti jika tidak ada perbaikan.

Gambar 2.5. Keratitis Jamur

Keratitis Virus
Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus bertitik-titik pada dataran
depan kornea yang dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan
trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan kronis tanpa terlihat
kelainan konjungtiva.
Jenis Keratitis Virus: Keratitis herpetik, Keratitis dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi
Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis Epidemi.
a) Keratitis Herpetik
Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis karena herpes Simpleks dibagi 2
bentuk :
Epitelial adalah Keratitis dendritik. Pada epitelial terjadi pembelahan virus di dalam sel
epitel yang mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial.Pengobatan :
pada pembelahan virus.
Stromal adalah Keratitis diskiformis. Pada Stromal diakibat reaksi imunologik tubuh terhadap
virus yang menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien) bereaksi di dalam stroma
kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan proteolitik
untuk merusak antigen (virus) yang juga merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan :
pada virus dan reaksi radangnya. Biasanya infeksi Herpes Simpleks berupa campuran antara
Epitelial dan Stromal.
Pengobatan: IDU (Iodo 2 dioxyuridine). Murah, kerja tidak stabil, bekerja menghambat
sintesis DNA virus dan manusia sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak boleh digunakan
lebih dari 2 minggu. Bentuk : larutan 1% diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap 4
jam. Vibrabin sama dengan IDU, hanya ada dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama
dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus.
Bentuk salep 3% diberikan setiap 4 jam. Efektif dengan Efek samping kurang.

Gambar 2.6. Keratitis herpetik


b) Keratitis Dendritik
Merupakan Keratitis Superfisial yang membentuk garis infiltrate pada permukaan kornea
kemudian membentuk cabang.
Disebabkan oleh virus Herpes Simpleks.
Gejala : Fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun, konjungtiva hiperemia disertai
sensibilitas kornea yang hipestesia. Karena gejala ringan, pasien terlambat berkonsultasi.
Dapat menjadi tukak kornea
Pengobatan : Dapat sembuh spontan. Dapat juga diberikan antivirus (IDU 0,1% salep tiap 1 jam
atau Asiklovir) dan sikloplegik dan antibiotik dengan bebat tekan.
Gambar 2.7. Keratitis Dendritik
c) Keratitis Disiformis
Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat yang bulat atau lonjong di dalam
jaringan kornea.
Penyebab: Infeksi virus Herpes Simpleks. Merupakan reaksi alergi atau imunologik terhadap
virus Herpes Simpleks pada permukaan kornea.

Gambar 2.8. Keratitis Disiformis

d) Infeksi Herpes Zoster


Merupakan keratitis vesikular karena infeksi Herpes Zoster di mata. Biasanya pada usia
lanjut. Gejalanya rasa sakit di daerah yang terkena, badan terasa hangat, merah dan penglihatan
berkurang. Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea. Vesikel juga tersebar pada
dermatom yang dipersarafi saraf Trigeminus, progresif dan tidak melewati garis meridian.
Pengobatan tidak spesifik, hanya simptomatik Bisa dengan Asiklovir dan pada usia lanjut
diberikan Steroid. Penyulit berupa Uveitis, Parese otot penggerak mata, Glaukoma dan Neuritis
Optik.
Gambar 2.9. Infeksi Herpes Zoster
Keratokonjungtivitis epidemi
Merupakan keratitis akibat reaksi peradangan kornea dan konjungtiva yang disebabkan
adenovirus tipe 8. Biasanya unilateral, suatu epidemi.
Gejalanya demam, gangguan nafas, penglihatan menurun, merasa ada benda asing,bberair,
kadang nyeri.
Pada mata berupa edema kelopak dan folikel konjungtiva, pseudomembran pada konjungtiva
tarsal yang membentuk jaringan parut, pada kornea terdapat Keratitis Pungtata pada minggu
pertama. Kelenjar preaurikel membesar. Kekeruhan subepitel kornea menghilang sesudah 2
bulan sampai 3 tahun / lebih.
Pengobatan : Pada yang akut : kompres dingin, cairan air mata dan supportif lainnya.
Jika terjadi penurunan visus berat dapat diberikan Steroid tetes mata 3 kali per hari.

Gambar 2.10. Keratokonjungtivitis epidemi

Keratitis Dimmer atau Keratitis Numularis


Merupakan keratitis numularis dengan infiltrate bundar berkelompok dan tepi berbatas
tegassehingga ada gambaran halo. Keratitis berjalan lambat dan sering unilateral.

Keratitis Filamentosa
Merupakan keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada
permukaan kornea. Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis
sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian lensa kontak, edema kornea,
keratokonjuntivitis limbik superior DM, trauma dasar otak dan pemakaian antihistamin.
Ditemukan pada dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat tertentu.
Gambaran : filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel pada filamen
terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek filamen dan kekeruhan
epitel berwarna abu abu.
Gejala : rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah dan terdapat defek
kornea.
Pengobatan : larutan hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat filamen dan
memasang lensa kontak lembek.

Gambar 2.11. Keratitis Filamentosa

Keratitis Alergi
a) Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi imun yang mungkin sel
mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Gejala :Terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
dengan atau tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut. Bilateral, pada limbus
tampak benjolan putih kemerahan dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul dan pustula
pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Hiperemis konjungtiva,
menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penlihatan berkurang.
Pengobatan : Pemberian steroid.
1) Tukak atau ulkus fliktenular
Tukak Flikten berbentuk benjolan abu abu terlihat sebagai :
Ulkus Fasikular (ulkus menjalar melintas kornea dengan pembuluh darah di belakangnya),
Flikten multiple di sekitar limbus, Ulkus Cincin merupakan gabungan ulkus.
Pengobatan : Steroid.
Flikten menghilang tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat infeksi sekunder maka akan
menjadi parut kornea.
2) Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah
kornea. Berupa tukak kornea akibat flikten yang berjalan membawa jalur pembuluh darah baru
sepanjang permukaan kornea.
3)Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan Peradangan tarsus dan konjungtiva yang rekuren.
Muncul pada musim panas, anak laki laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Gejala : Gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia, penglihatan buram, dan kotoran
mata serat-serat.
Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak atas dan konjungtiva daerah
limbus. Pengobatan : obat topikal antihistamin dan kompres dingin.

Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa menutup dengan
sempurna sehingga menyebabkan kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga rentan
terkena infeksi.
Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut pada tepi kelopak, eksoftalmus, paralise
saraf fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan : mengatasi penyebab, air mata buatan. Untuk cegah infeksi sekunder diberikan salep
mata.
Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
Gangguan persarafan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior kranium,
peradangan sehingga kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi kehilangan
pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi mudah infeksi dan terbentuk tukak kornea.
Gejalanya : tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang, injeksi siliar,
permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.
Pengobatan : air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah.
Untuk cegah infeksi sekunder : pengobatan keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.

Gambar 2.12. Keratitis Neuroparalitik


Keratokonjungtivitis Sika
Merupakan keringnya permukaan kornea dan konjungtiva. Gejala : mata berpasir, gatal,
silau, penglihatan kabur, sekresi mukus mata yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak
mata, mata kering karena ada erosi kornea, Edema kojungtiva bulbi, filamen (benang) di kornea.
Pemeriksaan yang dilakukan :
Tes Schimer : resapan air mata pada kertas Schimer normal 10-25 mm dalam waktu 5 menit.
Abnormal < 10 mm.
Tes zat warna Rose Bengal konjungtiva zat warna ini akan mewarnai sel epitel kornea. Terdapat
titik merah di konjungtiva bila mata kering.
Tear film break up time.
Pengobatan tergantung penyebabnya. Pemberian air mata tiruan bila kurang adalah komponen
air. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang. Penutupan pungtum
lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan.
Gambar 2.13. Keratokonjungtivitis Sika

3. Keratitis Sklerotikan
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai skleritis.
Penyebabnya diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
Gejala : kekeruhan kornea terlokalisasi dan berbatas jelas, unilateral, kadang mengenai seluruh
limbus, kornea putih menyerupai sklera.
Pengobatan : steroid dan fenil butazon.

4. DIGANOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata.

Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit kornea,

misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun erosi yang

kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari

gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah

memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau

virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-

penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi

khusus. Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang

kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea

hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam

mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan
sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi,

derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan

keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi

perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. Sangat penting untuk melaksanakan

penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di

kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis

epithelial, perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga

erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma

kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang

awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang

mengarahkan kecurigaan kepada keratitis dilakukan melalui inspeksi dengan pencahayaan

adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak

dapat terliha dengan inspeksi biasa. Pemeriksaan biomikroskop (slit

lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan

sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya

sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang

kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis keratitis dan

bentuknya:
5. PENATALAKSAAN

Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi penyebab keratitis, menekan reaksi

peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan

defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal

yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia,

lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian besar pakar

menganjurkan melakukan debridement sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan

untuk
16

pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih

mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang

sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi

kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat

berkurang. Penatalaksanaan keratitis sebaiknya berdasarkan etiologi penyebabnya. Penanganan

yang dilakukan sebaiknya bertahap dimulai dari penanganan berdasarkan prinsip, topikal, terapi

ganda dan monoterapi. Prinsip, terapi adalah memperbaiki area klinis tetapi tidak bisa

menyingkirkan penyebab dari area ulserasi. Terapi harus tetap dilakukan walau hasil kultur

bakteri belum keluar. Topical, harus mengandung antibiotik spektrum luas. Terapi ganda,

pemberian antibiotik terapi seperti aminoglikosida dan cephalosporin untuk bakteri gram positif

dan negatif. Monoterapi: dengan fluorokuinolon (ciproflokxacin 0.3% atau ofloksasin 0.3%)

(Kanski, 2006). Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri

gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram

negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga

diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan

bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat

yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. (Ilyas,S, 2008) Namun, selain terapi

berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat

memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhankeluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata

buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung

metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan

memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid

pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan

parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada

umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat
memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus. Selain

itu, pasien diberikan edukasi. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung

kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga dianjurkan agar tidak terlaru sering

terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis

vernal yang biasanya tercetus

karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah

memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat

memperberat lesi yang telah ada. (Ilyas,S, 2008)

6. KOMLIKASI

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya

perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan

(kebutaan). Beberapa komplikasi yang lain diantaranya:


 Gangguan refraksi

 Jaringan parut permanent

 Ulkus kornea

 Perforasi kornea

 Glaukoma sekunder

7. PROGNOSIS

Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak

diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat

mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:

 Virulensi organisme

 Luas dan lokasi keratitis

 Hasil vaskularisasi dan atau deposisi kolagen


DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan manajemen klinis


Perdami. Jakarta: PP Perdami. 2006. h 30-33.
2. Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC.
2009. h 125-49.
3. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009. h
147-158.
4. American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San Fransisco.
2012
5. Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002. h
113-116.
6. Ibrahim MM, Vanini R, et al. Epidemiology and medical protection of microbial keratitis
on southeast Brazil. Brazil: Arq Bras Oftalmol. 2011; 74 (1): 7-12.
7. Thygeson P. Superfisial punctate keratitis. Journal of the American Medical Association.
1997. 144: 1544-1549.
8. Reed KK. Thygeson’s SPK photos. Nova Southeastem University College of Optometry
3200 South University Drive Ft. Lauderdale. Florida. 2007.
9. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta,
2009

Anda mungkin juga menyukai