PENDAHULUAN
Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina. Karena itu kornea harus tetap jernih dan permukaannya rata agar
tidak menghalangi proses pembiasan sinar. Kelainan yang bisa merusak bentuk dan kejernihan kornea
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat, terutama bila letaknya di sentral (daerah
pupil), bila kelainan ini tidak diobati maka dapat terjadi kebutaan.1,2
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis. Keratitis merupakan suatu
proses peradangan kornea yang dapat bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai
faktor antara lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi. keratitis dapat dibagi menjadi beberapa
golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea (tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya.
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa silau, dan merasa ada
benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh
pasien. Gambaran klinik masing-masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab
dan tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani dengan benar maka
penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang dapat merusak kornea secara permanen
sehingga akan menyebabkan gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan
sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang
merugikan di masa yang akan datang terutama pada pasien yang masih muda.1,2,3
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI KORNEA
Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan, berukuran 11-12
mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan
kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur
kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea
yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi
atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
jauh menyebabkan sifat transparan hilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.
Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan
kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga
bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.
Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen
sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat
dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk
kedalam stroma kornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwannya.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah
lapisan dari anterior ke posterior yaitu: lapisan epitel (yang bersambung dengan lapisan epitel
konjungtiva bulbaris), membran bowman, stroma, membran descemet dan lapisan endotel.
1. Epitel
Lapisan epitel kornea tebalnya 50m berbentuk pipih berlapis tanpa tanduk, ada satu lapis sel
basal dan sel polygonal. Sel bersifat fat soluble substance. Pada sel basal sering terlihat
mitosis sel dan sel muda ini terdorong kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
kedepan menjadi sel pipih, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel
polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal
yang saling melekat erat. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Ujung saraf
kornea berakhir di epitel, oleh karena itu kelainan pada epitel akan menyebabkan gangguan
sensibilitas korena dan rasa sakit dan mengganjal. Daya regenerasi epitel juga cukup besar.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai
daya regenerasi. Kerusakan pada lapisan ini akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut.
3. Stroma
Stroma merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea, mencakup sekitar 90% dari
ketebalan kornea. Bersifat water soluble substance. Terdiri atas jaringan kolagen yang
tersusun atas lamel-lamel, pada permukaannya terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen bercabang. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air, kadar air diatur
oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel
stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4. Membran Descemet
Merupakan membran aselular yang tipis, kenyal, kuat dan bening, terletak dibawah stroma dan
pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. Membran ini sangat elastis dan
5. Endotel
Merupakan lapisan kornea yang penting untuk mempertahankan kejernihan kornea, mengatur
cairan didalam stroma kornea dan tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga endotel
mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan
memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan
cairan akibat gangguan sistem pompa endotel, maka stroma akan bengkak karena kelebihan
cairan (edema kornea) dan hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Dapat rusak atau
terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraokuler dan usia lanjut. Lapisan
endotel berasal dari mesotalium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal dengan tebal
20-40m yang melekat pada membran descmet melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
B. DEFINISI KERATITIS
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka
tajam penglihatan akan menurun. Mata merah pada keratitis terjadi akibat injeksi pembuluh darah
perikorneal yang dalam atau injeksi siliar (Ilyas, 2008). Keratitis biasanya diklasifikasikan sesuai
lapisan yang terkena seperti keratitis superfisial dan profunda atau interstisial (Ilyas, 2008).
C. EPIDEMIOLOGI
Faktor-faktor yang mempengaruhi etiologi dan patogenesis keratitis bakteri bervariasi. Mereka
termasuk: penggunaan lensa kontak, penyakit permukaan mata, trauma kornea, penggunaan obat
imunosupresif. Ulkus kornea terkait pengunaan lensa kontak pada populasi umum telah
meningkat dari hampir 0% pada tahun 1960 menjadi 52% pada 1990an. (Abdulah 2009). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Gopinathanet al, dari 5897 kasus diduga microbial keratitis 3563
(60,4%) telah dibuktikan dengan kultur didpatkan bakteri sejumlah 1849, (51,9%); jamur
sejumlah 1360, (38,2%); Acanthamoeba sejumlah 86, (2,4%); campuran sejumlah 268, (7,5%).
Pasien dengan kegiatan berbasis pertanian mempunyai 1,33 kali (CI 1,16-1,51) risiko lebih besar
terkena keratitis mikroba dan pasien dengan trauma okular adalah 5.33 kali (CI 6,41-6,44) lebih
mungkin untuk mengembangkan keratitis mikroba. Sebagian besar infeksi bakteri yang
disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis (42,3%) dan spesies Fusarium (36,6%) adalah
D. ETIOLOGI
Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kurangnya air mata, keracunan
obat, reaksi alergi terhadap yang diberi topikal, dan reaksi terhadap konjungtivitis
menahun.3 Infeksi korena pada umumnya didahului trauma, penggunaan lensa kontak,
pemakaian kortikosteroid topikal yang tidak terkontrol. Kelainan ini merupakan
penyebab kebutaan ketiga terbanyak di Indonesia.1
Keratitits dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:2,4,5
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sun lamps, dan
hubungan ke sumber cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur.
5. Iritasi dari penggunaan berlebihan lensa kontak
6. Mata kering disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
7. Adanya benda asing di mata
8. Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara
seperti debu, serbuk sari, jamur atau ragi
9. Efek samping obat tertentu
E. PATOFIOLOGI
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan pada waktu peradangan, tidak
dapat segera ditangani seperti pada jaringan lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-
sel di stroma kornea pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan
dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai injeksi pada kornea. Sesudah itu
terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, selsel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi
tidak licin. ( Ilyas, 2008). Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang berwarna kehijauan pada kornea.
Bila tukak pada kornea tidak dalam dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa
meninggakan jaringan parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi
penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator inflamasi yang
dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke iris dan badan siliar menimbulkan
peradangan pada iris. Peradangan pada iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan.
Kadang-kadang dapat terbentuk hipopion (Ilyas, 2008). Beberapa rantai kejadian tipikal akan
terjadi, yaitu:
Hasilnya akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi pathogen akan
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umumnya berupa pus yang akan
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membarana descement yang
relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele dimana hanya membaran descement
yang intak.
Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membrane descement terjadi dan humor aquos
akan keluar. Hal ini disebut ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi bedah
secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus progresif dan bola mata akan
menjadi lunak.
F. KLASIFIKASI
Keratitis Jamur
Penyebab : trauma kornea oleh ranting pohon, daun dan bagian tumbuh-tumbuhan. Dapat
juga akibat efek samping penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat.
Keluhan timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair dan silau. Pada
mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma, disertai cincin endotel
dengan plaque bercabang-cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan
lipatan Descemet.
Pengobatan : Natamisin 5% setiap 1-2 jam saat bangun untuk keratitis jamur filamentosa seperti
miconazole, amphoterisin, nistatin dan lain-lain dan sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma
jika disertai peningkatan tekanan intraokular. Keratolasti jika tidak ada perbaikan.
Keratitis Virus
Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus bertitik-titik pada dataran
depan kornea yang dapat terjadi pada herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan
trakoma. Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan kronis tanpa terlihat
kelainan konjungtiva.
Jenis Keratitis Virus: Keratitis herpetik, Keratitis dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi
Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis Epidemi.
a) Keratitis Herpetik
Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis karena herpes Simpleks dibagi 2
bentuk :
Epitelial adalah Keratitis dendritik. Pada epitelial terjadi pembelahan virus di dalam sel
epitel yang mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superfisial.Pengobatan :
pada pembelahan virus.
Stromal adalah Keratitis diskiformis. Pada Stromal diakibat reaksi imunologik tubuh terhadap
virus yang menyerang. Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien) bereaksi di dalam stroma
kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya. Sel ini mengeluarkan bahan proteolitik
untuk merusak antigen (virus) yang juga merusak jaringan stromal di sekitarnya. Pengobatan :
pada virus dan reaksi radangnya. Biasanya infeksi Herpes Simpleks berupa campuran antara
Epitelial dan Stromal.
Pengobatan: IDU (Iodo 2 dioxyuridine). Murah, kerja tidak stabil, bekerja menghambat
sintesis DNA virus dan manusia sehingga toksik untuk epitel normal dan tidak boleh digunakan
lebih dari 2 minggu. Bentuk : larutan 1% diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap 4
jam. Vibrabin sama dengan IDU, hanya ada dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama
dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam. Acyclovir bersifat selektif terhadap sintesis DNA virus.
Bentuk salep 3% diberikan setiap 4 jam. Efektif dengan Efek samping kurang.
Keratitis Filamentosa
Merupakan keratitis yang disertai filamen mukoid dan deskuamasi sel epitel pada
permukaan kornea. Penyebab tidak diketahui. Disertai penyakit lain seperti keratokonjungtivitis
sika, sarkoidosis, trakoma, pempigoid okular, pemakaian lensa kontak, edema kornea,
keratokonjuntivitis limbik superior DM, trauma dasar otak dan pemakaian antihistamin.
Ditemukan pada dry eyes, DM, Post op Katarak, keracunan kornea oleh zat tertentu.
Gambaran : filamen mempunyai dasar bentuk segitiga yang menarik epitel, epitel pada filamen
terlihat tidak melekat pada epitel kornea. Di dekat filamen terdapat defek filamen dan kekeruhan
epitel berwarna abu abu.
Gejala : rasa kelilipan, sakit, silau, blefarospasme dan epiforia. Mata merah dan terdapat defek
kornea.
Pengobatan : larutan hipertonik NaCl 5%, air mata hipertonik. Mengangkat filamen dan
memasang lensa kontak lembek.
Keratitis Alergi
a) Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi imun yang mungkin sel
mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen.
Gejala :Terdapat flikten pada kornea berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
dengan atau tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut. Bilateral, pada limbus
tampak benjolan putih kemerahan dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul dan pustula
pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan fotofobia disertai rasa sakit. Hiperemis konjungtiva,
menebalnya epitel kornea, perasaan panas disertai gatal dan tajam penlihatan berkurang.
Pengobatan : Pemberian steroid.
1) Tukak atau ulkus fliktenular
Tukak Flikten berbentuk benjolan abu abu terlihat sebagai :
Ulkus Fasikular (ulkus menjalar melintas kornea dengan pembuluh darah di belakangnya),
Flikten multiple di sekitar limbus, Ulkus Cincin merupakan gabungan ulkus.
Pengobatan : Steroid.
Flikten menghilang tanpa bekas, tetapi jika terjadi ulkus akibat infeksi sekunder maka akan
menjadi parut kornea.
2) Keratitis Fasikularis
Keratitis dengan pembentukan pita pembuluh darah yang menjalar dari limbus ke arah
kornea. Berupa tukak kornea akibat flikten yang berjalan membawa jalur pembuluh darah baru
sepanjang permukaan kornea.
3)Keratokonjungtivitis vernal
Merupakan Peradangan tarsus dan konjungtiva yang rekuren.
Muncul pada musim panas, anak laki laki lebih sering terkena dibanding perempuan.
Gejala : Gatal, disertai riwayat alergi, blefarospasme, fotofobia, penglihatan buram, dan kotoran
mata serat-serat.
Hipertrofi papil kadang berbentuk cobble stone pada kelopak atas dan konjungtiva daerah
limbus. Pengobatan : obat topikal antihistamin dan kompres dingin.
Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata tidak bisa menutup dengan
sempurna sehingga menyebabkan kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga rentan
terkena infeksi.
Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut pada tepi kelopak, eksoftalmus, paralise
saraf fasial, atoni orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
Pengobatan : mengatasi penyebab, air mata buatan. Untuk cegah infeksi sekunder diberikan salep
mata.
Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga terdapat kekeruhan kornea
yang tidak sensitif disertai kekeringan kornea.
Gangguan persarafan dapat terjadi akibat herpes zoster, tumor fossa posterior kranium,
peradangan sehingga kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi kehilangan
pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi mudah infeksi dan terbentuk tukak kornea.
Gejalanya : tajam penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip hilang, injeksi siliar,
permukaan kornea keruh, infiltrat dan vesikel pada kornea.
Pengobatan : air mata buatan dan salep untuk menjaga kornea tetap basah.
Untuk cegah infeksi sekunder : pengobatan keratitis, tarsorafi, dan menutup pungtum lakrimal.
3. Keratitis Sklerotikan
Merupakan kekeruhan berbentuk segitiga pada kornea yang menyertai skleritis.
Penyebabnya diduga perubahan susunan serat kolagen yang menetap.
Gejala : kekeruhan kornea terlokalisasi dan berbatas jelas, unilateral, kadang mengenai seluruh
limbus, kornea putih menyerupai sklera.
Pengobatan : steroid dan fenil butazon.
4. DIGANOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil pemeriksaan mata.
Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adnya riwayat penyakit kornea,
misalnya pada keratitis herpetic akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun erosi yang
kambuh sangat sakit dan keratitis herpetic tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari
gejalanya. Anamnesis mengenai pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah
memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau
virus terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-
penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi
khusus. Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang
kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea
hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam
mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan
sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi,
derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan
keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi
perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan. Sangat penting untuk melaksanakan
penegakan diagnosis morfologis pada pasien yang dicurigai dengan lesi kornea. Letak lesi di
kornea dapat diperkirakan dengan melihat tanda – tanda yang terdapat pada kornea. Pada keratitis
epithelial, perubahan epitel bervariasi secara luas mulai dari edema ringan dan vakuolasi hingga
erosi, pembentukan filament maupun keratinisasi partial. Pada keratitis stromal, respon struma
kornea dapat berupa infiltrasi sel radang, edema yang bermanifestasi kepada edema kornea yang
awalnya bermula dari stroma lalu ke epitel kornea. Pemeriksaan fisik pada keluhan yang
adekuat. Larutan flouresent dapat menggambarkan lesi epitel superfisial yang mungkin tidak
lamp) esensial dalam pemeriksaan kornea, apabila tidak terdapat alat tersebut dapat digunakan
sebuah loup dan iluminasi yang terang. Pemeriksaan harus melihat jalannya refleksi cahaya
sementara memindahkan cahaya dengan hati – hati ke seluruh kornea. Dengan cara ini area yang
kasar sebagai indikasi dari defek kornea dapat terlihat. Berikut ini merupakan jenis keratitis dan
bentuknya:
5. PENATALAKSAAN
defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman penglihatan. Ada beberapa hal
yang perlu dinilai dalam mengevaluasi keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia,
lakrimasi, rasa mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian besar pakar
untuk
16
pengambilan spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga obat lebih
mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang
kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya reaksi radang akan cepat
yang dilakukan sebaiknya bertahap dimulai dari penanganan berdasarkan prinsip, topikal, terapi
ganda dan monoterapi. Prinsip, terapi adalah memperbaiki area klinis tetapi tidak bisa
menyingkirkan penyebab dari area ulserasi. Terapi harus tetap dilakukan walau hasil kultur
bakteri belum keluar. Topical, harus mengandung antibiotik spektrum luas. Terapi ganda,
pemberian antibiotik terapi seperti aminoglikosida dan cephalosporin untuk bakteri gram positif
dan negatif. Monoterapi: dengan fluorokuinolon (ciproflokxacin 0.3% atau ofloksasin 0.3%)
(Kanski, 2006). Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri
gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram
negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga
diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat
yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. (Ilyas,S, 2008) Namun, selain terapi
berdasarkan etiologi, pada keratitis ini sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat
memberikan rasa nyaman dan mengatasi keluhankeluhan pasien. Pasien dapat diberi air mata
buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air mata buatan yang mengandung
metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan
memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid
pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan
parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada
umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat
memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah virus. Selain
itu, pasien diberikan edukasi. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat berlangsung
kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga dianjurkan agar tidak terlaru sering
terpapar sinar matahari ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis
karena paparan sinar matahari, udara panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah
memiliki riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya karena dapat
6. KOMLIKASI
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan kornea dan akhirnya
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
7. PROGNOSIS
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak
diobati dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat
Virulensi organisme