Anda di halaman 1dari 6

Resume Tindakan Operasi Cranioplasty Autograf pada Tn.

J dengan Diagnosa Medis


Skull Defect Reg. FTP Sinistra di Ruang OK/IBS RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

Tanggal: 27 April 2019


Dinas Jaga: OK 4

A. Pre-Operatif

Pada tanggal 27 April 2019, pukul 09.00 WIB klien datang dengan brancart
menuju meja operasi dnegan di bantu perawat.

Nama : Tn. J

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Diagnosa Medis : Skull Defect Reg. FTP Sinistra

Ruang : Edelweiss

Pemeriksaan Fokus

Kesadaran composmentis, klien terpasang infus RL di tangan kiri.

Status Psikososial

Klien tampak cemas

Persiapan Operasi

Diagnosa Medis : Skull Defect Reg. FTP Sinistra

Tindakan Operasi : Cranioplasty Autograf

Informed Consent : Telah disetujui oleh keluarga klien

Anestesi : GETA

Menurut Mangku (2010) general anestesi merupakan tindakan meniadakan nyeri


secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali
(reversible). General anestesi menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk ke
jaringan otak dengan tekanan setempat yang tinggi. Selama masa induksi
pemberian obat bius harus cukup untuk beredar di dalam darah dan tinggal di
dalam jaringan tubuh. Beberapa teknik general anestesi inhalasi adalah
Endotrakea Tube (ETT) dan Laringeal Mask Airway (LMA).

Persiapan Kamar Operasi:

 Alat operasi steril

 Meja operasi

 Linen steril

 Monitor tanda-tanda vital

 Standar infus

 Alat ESU, Suction, Anestesi

 TV/Monitor

B. Intra Operatif
(perawat tidak mengikuti operasi dari awal sampai akhir)
Tindakan operasi telah selesai, pasien dipindahkan ke recovery room.
C. Post Operatif
Klien dibawa ke recovery room dengan menggunakan brancart dibantu oleh
perawat. Klien terpasang O2 Nasal Canul 2 liter/menit, infus RL di tangan kiri, dower
catheter.
Klien tampak setengah sadar dan sedikit mengigau.

Skull defect adalah kelainan pada kepala dimana tidak adanya tulang cranium/tulang
tengkorak. Skull deffect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium yang
disebabkan oleh adanya pengikisan yang disebabkan massa ekstrakranial atau
intrakranial, atau juga bisa berasal dari dalam tulang (Burgener & Kormano, 1997).
Skull defect dapat terjadi dari lahir atau kongenital pada bayi yang biasanya disebut
dengan anenchephaly dan juga
skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran cairan atau
pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.

Penyebab

Penyebab terjadinya skull defect adalah:

Fraktur kranium

Tumor

Penipisan tulang

Kelainan kongenital (enchephalocele)

Pengikisan massa ekstrakranial atau intrakranial

Post op trepanasi (Burgener & Kormano, 1997)

Trauma parah pada tengkorak dan tulang wajah

Reseksi tumor tengkorak

Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al, 2007)

Patofisiologi

Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2


proses yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak
banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang
sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi
substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan
dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh
sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena
beberapa hal
diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma
mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

Mekanisme yang paling umum dari trauma tumpul dada yaitu kecelakaan mobil
atau jatuh dari sepeda motor sedangkan untuk trauma tembus dada yaitu luka tusuk
dan luka tembak. Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan mengakibatkan satu
atau lebih mekanisme patologi seperti hipoksemia akibat gangguan jalan nafas,
cedera pada parenkim paru, sangkar iga, otot-otot pernapasan, kolaps paru, dan
pneumothoraks. Hipovolemia juga sering timbul akibat kehilangan cairan masif dari
pembuluh besar, ruptur jantung, atau hemothoraks. Gagal jantung akibat tamponade
jantung yaitu kompresi pada jantung sebagai akibat terdapatnya cairan di dalam sakus
perikardial. Mekanisme ini seringkali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan perfusi
yang mengarah pada gagal napas akut, syok hipovolemia, dan kematian (Smeltzer,
2001).

Tanda dan Gejala

Gejala yang nampak pada pasien skull defect dapat berupa:

Bentuk kepala asimetris

Pada bagian yang tidak tertutup tulang teraba lunak

Pada bagian yang tidak tertutup tulang dapat dilihat adanya denyutan atau
fontanela
Sedangkan manifestasi klinis dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera
kepala yaitu berupa:

Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS (Glasgow Coma Scale). Pada cedera kepala berat nilai GCS nya 3-8

Peningkatan TIK yang mempunyai trias klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura dan
pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.

Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi,
takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).

Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, terdesak,
ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi), gurgling.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan adanya skull defect yaitu dengan melakukan operasi kraniotomi yang
kemudian dilakukan cranioplasty. Cranioplasty adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala
dengan menggunakan bahan plastik atau metal plate. Cranioplasty adalah perbaikan defek
kranial dengan menggunakan plat logam atau plastik. Setelah dilakukan operasi cranioplasty
perawatan selanjutnya adalah dengan pemberian antibiotik selama 3 hingga 5 hari, dan
memonitor drain untuk membantu pengeluaran darah dan mencegah hematoma hingga cairan
atau darah berkurang 2 hingga 3 cc. Instruksi penting selanjutnya adalah tidak melakukan dan
tidak memberikan tekanan pada area yang telah dioperasi selama 3 sampai 4 minggu. Proses
pembentukan dan penyambungan tulang akan terjadi selama 6 hingga satu tahun (Ramamurthi,
et al, 2007).

Anda mungkin juga menyukai