Anda di halaman 1dari 53

KATETER

Oleh

Ulfi Rizqie (1411011017)

S1 – KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2014 – 2015

JL. KARIMATA 49 TELP (0331) 336728. Fax. 337957


1. Definisi

 Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan


 Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk
dan silikon
 Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung
air seni yang berubah-ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter
dari sepasang ginjal
 Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra
ke dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine.

2. Tujuan

 Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih


 Untuk pengumpulan spesimen urine
 Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
 Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan

3. Prosedur
A. Alat

1. Tromol steril berisi


2. Gass steril
3. Deppers steril
4. Handscoen
5. Cucing
6. Neirbecken
7. Pinset anatomis
8. Doek
9. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan
10. Tempat spesimen urine jika diperlukan
11. Urinebag
12. Perlak dan pengalasnya
13. Disposable spuit
14. Selimut

B. Obat

1. Aquadest
2. Bethadine
3. Alkohol 70 %

C. Petugas

 Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas mutlak


dibutuhkan dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran
infeksi nosokomial
 Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan
dimaksud
 Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan penderita, melakukan
tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati
 Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup tentang
prosedur dan tujuan tindakan

D. Penderita
Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang
akan dilakukan penderita atau keluarga diharuskan menandatangani informed
consent

E. Penatalaksanaan

1. Menyiapkan penderita : untuk penderita laki-laki dengan posisi terlentang


sedang wanita dengan posisi dorsal recumbent atau posisi Sim
2. Aturlah cahaya lampu sehingga didapatkan visualisasi yang baik
3. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya
4. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia penderita
5. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan
bethadine
6. Melakukan desinfeksi sebagai berikut : Pada penderita laki-laki : Penis
dipegang dan diarahkan ke atas atau hampir tegak lurus dengan tubuh
untuk meluruskan urethra yang panjang dan berkelok agar kateter mudah
dimasukkan. desinfeksi dimulai dari meatus termasuk glans penis dan
memutar sampai pangkal, diulang sekali lagi dan dilanjutkan dengan
alkohol. Pada saat melaksanakan tangan kiri memegang penis sedang
tangan kanan memegang pinset dan dipertahankan tetap steril. Pada
penderita wanita : Jari tangan kiri membuka labia minora, desinfeksi
dimulai dari atas (clitoris), meatus lalu kearah bawah menuju rektum. Hal
ini diulang 3 kali . deppers terakhir ditinggalkan diantara labia minora
dekat clitoris untuk mempertahankan penampakan meatus urethra.
7. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai sepanjang 10 cm
untuk penderita laki-laki dan 4 cm untuk penderita wanita. Khusus pada
penderita laki-laki gunakan jelly dalam jumlah yang agak banyak agar
kateter mudah masuk karena urethra berbelit-belit
8. Masukkan katether ke dalam meatus, bersamaan dengan itu penderita
diminta untuk menarik nafas dalam. Untuk penderita laki-laki : Tangan
kiri memegang penis dengan posisi tegak lurus tubuh penderita sambil
membuka orificium urethra externa, tangan kanan memegang kateter dan
memasukkannya secara pelan-pelan dan hati-hati bersamaan penderita
menarik nafas dalam. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan
kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken di bawah pangkal kateter
sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 5 –
7,5 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

A.
Untuk penderita wanita : Jari tangan
kiri membuka labia minora sedang tangan kanan memasukkan kateter
pelan-pelan dengan disertai penderita menarik nafas dalam . kaji
kelancaran pemasukan kateter, jik ada hambatan kateterisasi dihentikan.
Menaruh nierbecken di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar.
Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 18 – 23 cm dan selanjutnya
dimasukkan lagi +/- 3 cm.

9. Mengambil spesimen urine kalau perlu


10.Mengembangkan balon kateter dengan aquadest steril sesuai volume
yang tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai
11.Memfiksasi kateter :
Pada penderita laki-laki kateter difiksasi dengan plester pada abdomen
Pada penderita wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
12.Menempatkan urinebag ditempat tidur pada posisi yang lebih rendah
dari kandung kemih
13.Melaporkan pelaksanaan dan hasil tertulis pada status penderita yang
meliputi :
• Hari tanggal dan jam pemasangan kateter
• Tipe dan ukuran kateter yang digunakan
• Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan
• Nama terang dan tanda tangan pemasang
Pengertian Memasukkan selang karet atau plastik melalui uretra dan
kedalam kandung kemih pada wanita
Tujuan 1. Menghilangkan distensi kandung kemih
2. Mengosongkan kandung kemih secara lengkap

Kebijakan
Prosedur Persiapan alat :

1. Bak instrument steril berisis ( Pinset anatomis, Kassa)


2. Kateter sesuai ukuran
3. Urine bag
4. Sarung tangan steril
5. Desinfektan ( alcohol/ betadine)
6. Spuit 10 cc
7. Jelly
8. Plaster dan gunting
9. Perlak, pengalas dan Selimut.
10. Bengkok
Penatalaksanaan :

1. Mengatur posisi pasien dalam posisi dorcal recumbanent dan


melepaskan pakaian bawah
2. Memasang perlak dan pengalas
3. Memakai sarung tangan
Pada Laki-Laki
4. Mengolesi slang kateter dengan aqua jelly
5. Tangan kiri dengan kasa memegang penis sampai tegak +
600.
6. Tangan kanan memasukan ujung kateter dan mendorong
secara pelan-pelan sampai urine keluar.
Pada Wanita
7. Jari tangan kiri dengan kasa membuka labia.
8. Tangan kanan memasukan ujung kateter dan mendorong
secara pelan-pelan sampai urine keluar.
9. Bila urine telah keluar , menyambungkan pangkal kateter
dengan urine bag
10. Mengunci kateter dengan larutan aquadest sesuai ukuran.
11. Memfiksasi kateter kearah paha
12. Menggantungkan urine bag disisi tempat tidur
SOP PERAWATAN KATETER PRIA

A. PENGERTIAN
Melakukan tindakan perawatan pada daerah genetal pria yang terpasang kateter

B. TUJUAN

1. Mencegah infeksi
2. Memberikan rasa nyaman

C. INDIKASI
Pasien pria yang terpasang kateter

D. PERALATAN

1. Bak instrument steril


2. Sarung tangan steril
3. Kapas
4. NaCl
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok

E. PROSEDUR PELAKSANAAN

 Tahap PraInteraksi

1. Mengecek program terapi


2. Mencuci tangan
3. Menyiapkan alat

 Tahap Orientasi

1. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama pasien


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

 Tahap Kerja

1. Menutup sampiran/menjaga privacy


2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent dan
melepaskan pakaian bawah pasien
3. Memasang perlak, pengalas
4. Memakai sarung tangan
5. Membersihkan genetalia dengan kapas yang sudah dibasahi NaCl
6. Memastikan posisi kateter terpasang dengan benar (menarik
dengan hati-hati, kateter tetap tertahan
7. Bersihkan ujung penis
8. Melepas pengalas dan sarung tangan
9. Merapikan pasien

 Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan
2. Merapikan pasien dan lingkungan
3. Berpamitan dengan klien
4. Membereskan dan kembalikan alat
5. Mencuci tangan
6. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
S.O.P PROSEDUR PERAWATAN KATETER WANITA
Didha Fairus

SOP

Senin, 10 Februari 2014

Belum ada komentar

STANDARD

OPERSIONAL

PROSEDUR

PENGERTIAN

Melakukan tindakan perawatan pada daerah genetal wanita yang

terpasang kateter

TUJUAN

1. Mencegah infeksi

2. Memberikan rasa nyaman

KEBIJAKAN Pasien wanita yang terpasang kateter

PETUGAS Perawat

PERALATAN
1. Bak instrument steril berisi lidi kapas

2. Sarung tangan steril

3. Desinfektan

4. Air hangat, waslap, handuk

5. Perlak dan pengalas

6. Bengkok

PROSEDUR

PELAKSANAAN

A. Tahap PraInteraksi

1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi

1. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama

pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja

1. Memasang sampiran/menjaga privacy

2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent

dan melepaskan pakaian bawah pasien

3. Memasang perlak, pengalas


4. Memakai sarung tangan

5. Membersihkan genetalia dengan air hangat

6. Memastikan posisi kateter terpasang dengan benar

(menarik dengan hati-hati, kateter tetap tertahan)

7. Memberikan desinfektan dengan lidi kapas pada

ujung pemasangan kateter

8. Melepas pengalas dan sarung tangan

9. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

2. Berpamitan dengan klien

3. Membereskan dan kembalikan alat

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan

keperawatan
PROSEDUR PEMASANGAN DAN PELEPASAN KATETER

PEMASANGAN KATETER

1. Definisi
• Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan
• Kateter terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, woven silk dan
silikon
• Kandung kemih adalah sebuah kantong yang berfungsi untuk menampung air
seni yang be rubah-ubah jumlahnya yang dialirkan oleh sepasang ureter dari
sepasang ginjal
• Kateterisasi kandung kemih adalah dimasukkannya kateter melalui urethra ke
dalam kandung kemih untuk mengeluarkan air seni atau urine.

• Ini digunakan sebagai alternatif buang air kecil untuk orang yang terbatasi di
tempat tidur, tidak mampu mengontrol buang air kecil, atau tidak bisa BAK
(obstruksi pada saluran kemih.

2. Tujuan
• Untuk segera mengatasi distensi kandung kemih
• Untuk pengumpulan spesimen urine
• Untuk mengukur residu urine setelah miksi di dalam kandung kemih
• Untuk mengosongkan kandung kemih sebelum dan selama pembedahan

• Penatalaksanaan pasien yang dirawat karena trauma medulla spinalis, gangguan


neuromuskular, atau inkompeten kandung kemih. Serta pasca operasi besar.
(pasien yang terbatasi di tempat tidur)
• Mengatasi obstruksi aliran urine
• Mengatasi retensi perkemihan.
• Melancarkan pengeluaran urin pada klien yang tidak dapat mengontrol miksi
atau mengalami obstruksi pada saluran kemih
• Memantau pengeluaran urine pada klien yang mengalami gangguan
hemodinamik.

3. Prosedur
A. Alat

a. Tromol steril berisi


b. Gass steril/Kasa
c. Deppers steril/kapas gulung
d. Handscoen
e. Cucing
f. Neirbecken/Bengkok
g. Pinset anatomis
h. Doek
i. Kateter steril sesuai ukuran yang dibutuhkan dan jelly
j. Tempat spesimen urine jika diperlukan
k. Urinebag
l. Perlak dan pengalasnya
m. Disposable spuit
n. Selimut
o. Plester
p. Gunting
q. Betadin
r. Aquabidest
s. Alkohol 70%

C. Petugas
a. Pengetahuan dasar tentang anatomi dan fisiologi dan sterilitas mutlak
dibutuhkan dalam rangka tindakan preventif memutus rantai penyebaran infeksi
nosokomial
b. Cukup ketrampilan dan berpengalaman untuk melakukan tindakan dimaksud
c. Usahakan jangan sampai menyinggung perrasaan penderita, melakukan
tindakan harus sopan, perlahan-lahan dan berhati-hati
d. Diharapkan penderita telah menerima penjelasan yang cukup tentang prosedur
dan tujuan tindakan

D. Penderita
Penderita telah mengetahui dengan jelas segala sesuatu tentang tindakan yang
akan dilakukan penderita atau keluarga diharuskan menandatangani informed
consent
E. Penatalaksanaan

1. Menyiapkan klien: untuk penderita laki-laki dengan posisi terlentang sedang


wanita dengan posisi dorsal recumbent atau posisi Sim. Aturlah cahaya lampu
sehingga didapatkan visualisasi yang baik.

2. Siapkan deppers dan cucing , tuangkan bethadine secukupnya.


3. Kenakan handscoen dan pasang doek lubang pada genetalia penderita.
4. Mengambil deppers dengan pinset dan mencelupkan pada larutan bethadine.
5. Melakukan desinfektan sebagai berikut:

 Pada klien laki-laki: pegang penis dan arahkan keatas atau hampir tegak
lurus dengan tubuh untuk meliruskan dengan uretra yang panjang dan
berkelok agar kateter dapat mudah dimasukkan. Desinfektan dimulai dari
meatus termasuk glans penis dan memutar sampai bagian pangkal penis.
Pada saat melakukan tindakan tangan kiri memegang penis sedangkan
tangan kanan memegang pinset dan pertahankan agar tetap steril.

 Pada klien wanita : jari jari tangan kiri membuka labia minora, dan tangan
kanan melakukan desinfektan. Desinfektan dimulai dari atas (klitoris),
meatus lalu kearah bawah menuju rektum. lakukan sebanyak 3 kali.
Depper terakhir ditinggal diantara labia minora dibawah klitoris untuk
mempertahankan penampakan meatus uretra.

6. Lumuri kateter dengan jelly dari ujung merata sampai sepanjang 10 cm untuk
klien laki-laki dan 4 cm untuk klien wanita. Khusus pada klien laki-laki gunakan
jelly dalam jumlah yang agak banyak agar kateter mudah masuk karena urethra
berbelit-belit.
7. Masukkan keteter kedalam meatus, ketika memasukkan kateter mintalah klien
untuk tarik nafas dalam agar tidak tersa sakit dan juga kateter lebih mudah masuk.

 Untuk klien laki-laki: Tangan kiri memegang penis dengan posisi tegak
lurus tubuh penderita sambil membuka orificium urethra externa, tangan
kanan memegang kateter dan memasukkannya secara pelan-pelan dan
hati-hati bersamaan klien menarik nafas dalam. Obserfasi kelancaran
pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba
lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan. Menaruh neirbecken
di bawah pangkal kateter sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai
urine keluar sedalam 5 – 7,5 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

 Untuk klien wanita: Jari tangan kiri membuka labia minora sedang tangan
kanan memasukkan kateter pelan-pelan dengan disertai klien menarik
nafas dalam . kaji kelancaran pemasukan kateter, jik ada hambatan
kateterisasi dihentikan. Menaruh nierbecken di bawah pangkal kateter
sebelum urine keluar. Masukkan kateter sampai urine keluar sedalam 18 –
23 cm dan selanjutnya dimasukkan lagi +/- 3 cm.

8. Ambil spesimen urin jika diperlukan.


9. Masukkan aquabidest pada selang keteter sesuai ukuran kateter yang
digunakan.
10. Memfiksasi kateter.
11. Meletakkan urin bag ditempat tidur dengan posisi yang lebih rendah dari
kandung kemih.
12. Melakukan dokumentasi meliputi:

• Hari tanggal dan jam pemasangan kateter


• Tipe dan ukuran kateter yang digunakan
• Jumlah, warna, bau urine dan kelainan-kelainan lain yang ditemukan
• Nama terang dan tanda tangan pemasang

Tips

 Kateter tersedia dalam berbagai bahan, kateter juga tersedia tanpa balon
atau balon dengan ukuran yang berbeda.
1. Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak
fleksibel.
2. Kateter latex atau karet : digunakan untuk penggunaan atau
pemakaian dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 mingu).
3. Kateter silicon murni atau teflon : untuk menggunakan jangka waktu
lama 2-3 bulan karena bahan lebih lentur pada meatur urethra.
4. Kateter PVC : sangat mahal untuk penggunaan 4-5 minggu, bahannya
lembut tidak panas dan nyaman bagi urethra.
5. Kateter logam : digunakan untuk pemakaian sementara, biasanya pada
pengosongan kandung kemih pada ibu yg melahirkan.
 Kebanyakan petugas kesehatan mengikuti aturan tindakan pencegahan
universal, yang meliputi mengenakan sarung tangan, wajah dan / atau
pelindung mata, dan jubah ketika memasang kateter.
 Kosongkan kantong drainase setiap 8 jam sekali.
 Mengevaluasi jumlah, warna dan bau urin yang tertampung di dalam
kantung drainase.

Peringatan

 Beberapa pasien mungkin alergi terhadap lateks. Perhatikan jika timbul


reaksi alergi.
 Pantau munculnya komplikasi berikut: bau yang kuat, urin keruh, demam
atau perdarahan.
 Pemasangan kateter mungkin tidak benar jika terjadi kebocoran, urin
sangat sedikit atau hampir tidak ada urin di dalam kantong drainase.

PELEPASAN KATETER

PENGERTIAN :

Melakukan tindakan perawatan melepaskan kateter uretra dari

kandung kemih
TUJUAN : Mencegah infeksi

KEBIJAKAN :

1. Pasien yang terpasang kateter lebih dari 7 hari

2. Pasien yang tidak memerlukan pemasangan kateter menetap

PERALATAN :

1. Pinset chirurgis

2. Kassa

3. Wash bensin

4. Lidi kapas

5. Sarung tangan

6. Spuit 10 atau 20 cc

7. Bengkok/nierbeken

PROSEDUR PELAKSANAAN :

A. Tahap PraInteraksi

1. Mengecek program terapi

2. Mencuci tangan

3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam pada pasien dan sapa nama

pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan

3. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien

C. Tahap Kerja

1. Memasang sampiran/menjaga privacy

2. Menyiapkan pasien dengan posisi dorcal recumbent

dan melepaskan pakaian bawah pasien

3. Memasang perlak, pengalas

4. Memasang selimut mandi

5. Memakai sarung tangan

6. Melepas plester dan membersihkan sisa plester

7. Melakukan aspirasi balon kateter hingga habis isinya

8. Mengarahkan penis keatas

9. Menarik kateter perlahan-lahan hingga lepas, pasien

diminta nafas dalam dan rileks

10. Merapikan pasien

D. Tahap Terminasi

1. Mengevaluasi tindakan yang baru dilakukan

2. Berpamitan dengan klien


3. Membereskan dan kembalikan alat ketempat semula

4. Mencuci tangan

5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan/Dokumentasi tindakan.


SOP PEMASANGAN KATETER URINE

Standar Operasional Prosedur (SOP)


Tindakan Keperawatan : Pemasangan Kateter Urine
1 Pengertian Kateter adalah selang yang digunakan untuk memasukkan atau
mengeluarkan cairan. Kateterisasi urinarius adalah memasukkan kateter
melalui uretra ke dalam kandung kemih dengan tujuan mengeluarkan urin.
Kateterisasi urine sedapat mungkin tidak dilakukan kecuali bila sangat
diperlukan, karena dapat menyebablkan infeksi nosokomial
2 Tujuan 1. Untuk mengambil sample urine guna pemeriksaan kultur mikrobiologi
dengan menghindari kontaminasi.

2. Pengukuran residual urine dengan cara, melakukan regular kateterisasi pada


klien segera setelah mengakhiri miksinya dan kemudian diukur jumlah urine
yang keluar.

3. Untuk pemeriksaan cystografi, kontras dimasukan dalam kandung kemih


melalui kateter.

4. Untuk pemeriksaan urodinamik yaitu cystometri dan uretral profil pressure.

3 1.
Hal-hal yang Observasi letak meatus uretra
harus 2. Kaji adanya riwayat penyakit genetalia.
3.
diperhatikan Kaji waktu berkemih terakhir.
4 Alat 1.
yang Bak instrumen steril berisi : pinset anatomis, kasa
dibutuhkan2. Kom
3. Kateter sesuai ukutan
4. Sarung tangan steril
5. Sarung tagan bersih
6. Cairan antiseptic
7. Spuit 10 cc atau 20 cc berisi aquadest/NaCl steril
8. KY jelly
9. Urine bag
10. Plaster
11. Gunting verban
12. Selimut mandi
13. Tirai/sampiran
14. Perlak dan pengalas
15. Bengkok/nierbekken
16. Tempat specimen (jika perlu)
Pelaksanaan Tahap Pra Interaksi
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan.
4) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam.
6) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7) Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8) Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta
respek selama berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9) Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

Tahap Orientasi
1. Memperkenalkan diri
Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2. Meminta persetujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3. Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan

Tahap Interaksi
1. Memberikan sampiran dan menjaga privacy
2. Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine
dan melepaskan pakaian bawah
3. Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
4. Menutup area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian
ekstremitas bawah dengan selimut mandi sehingga hanya area perineal yang
terpajan
5. Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
6. Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
7. Gunakan sarung tangan bersih
8. Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
9. Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic
yang telah disediakan
10. Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas
steril. Jika pemasangan kateter dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di
dalam bak sterik. Jangan menyentuh area steril
11. Gunakan sarung tangan steril
12. Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly
pada ujung kateter (dengan meminta bantuan atau dilakukan sendiri) dengan
tetap mempertahankan teknik steril
Pada laki-laki
13. Posisikan penis tegak lurus 900 dengan tubuh pasien

Pada wanita
14. Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau telunjuk dengan
jari tengah tangan tidak dominan
15. Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter
perlahan-lahan hingga ujung kateter. Anjurkan pasien untuk menarik nafas
saat kateter dimasukkan. Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada
hambatan berhenti sejenak kemudian dicoba lagi. Jika masih ada tahanan
kateterisasi dihentikan.
16. Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine
tidak tumpah. Setelah urin mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan.
Lalu segera sambungkan kateter dengan urine bag
17. Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang
tertera pada label spesifikasi kateter yang dipakai
18. Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah
terfiksasi dengan baik dalam vesika urinaria.
19. Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
20. Fiksasi kateter:
Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen
Pada pasien wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
21. Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari
kandung kemih
22. Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
23. Lepaskan sarung tangan
24. Rapihkan kembali pasien

Tahap Terminasi
1. Menginformasikan hasil tersebut kepada klien dan evaluasi tujuan
2. Kontrak pertemuan selanjutnya dan mengucapkan salam terminasi
3. Merapikan alat dan mengembalikan ke tempat semula (ruang penyimpanan).
4. Mencuci tangan

Tahap Evaluasi
1. Mengobservasi respon klien selama dan sesudah prosedur pemasangan
kateter.
2. Mengevaluasi produksi urine
Tahap Dokumentasi
1. Mencatat prosedur dan respon klien selama prosedur
2. Mencatat waktu tindakan (hari tanggal, jam).
3. Mencatat nama perawat yang melakukan tindakan/tanda tangan
5 Referensi

SISTOSTOMI

Introduksi

a. Definisi

Suatu tindakan pembedahan untuk mengalirkan kencing melalui lubang yang


dibuat supra pubik untuk mengatasi retensi urin dan menghindari komplikasi.

Macam: sistostomi trokar dan sistostomi terbuka

b. Ruang lingkup

Semua penderita yang datang dengan keluhan berupa tidak bisa kencing, keluar
darah lewat uretra, ekstravasasi urin sekitar uretra, hematom pada perineum atau
prostat melayang.

Trauma uretra adalah trauma yang mengenai uretra berupa trauma tajam, trauma
tumpul atau akibat instrumentasi uretra seperti pemasangan kateter dan sistoskopi.

c. Indikasi operasi sistostomi trokar


Retensio urin dimana:

 kateterisasi gagal: striktura uretra, batu uretra yang menancap (impacted)


 kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra

Syarat pada sistostomi trokar:

 buli-buli jelas penuh dan secara palpasi teraba


 tidak ada sikatrik bekas operasi didaerah abdomen bawah
 tidak dicurigai adanya perivesikal hematom, seperti pada fraktur pelvis

d. Indikasi operasi sistostomi terbuka

Retensio urin dimana:

 kateterisasi gagal: striktura uretra, batu uretra yang menancap (impacted)


 kateterisasi tidak dibenarkan: ruptur uretra
 bila sistostomi trokar gagal
 bila akan dilakukan tindakan tambahan seperti mengambil batu dalam
buli-buli, evakuasi gumpalan darah, memasang drain di kavum Retzii dan
sebagainya.

f. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap, tes faal ginjal, sedimen urin, foto polos abdomen/pelvis,
uretrografi.

Teknik Operasi

Sistostomi Trokar

 Posisi terlentang
 Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
 Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
 Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di
daerah yang akan di insisi.
 Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus
sepanjang lebih kurang 1 cm. Insisi diperdalam lapis demi lapis sampai
linea alba.
 Trokar set, dimana kanula dalam keadaan terkunci pada “Sheath”
ditusukkan melalui insisi tadi ke arah buli-buli dengan posisi telentang
miring ke bawah. Sebagai pedoman arah trokar adalah tegak miring ke
arah kaudal sebesar 15-30%.
 Telah masuknya trokar ke dalam buli-buli ditandai dengan:
o Hilangnya hambatan pada trokar
o Keluarnya urin melalui lubang pada canulla
o Trokar terus dimasukkan sedikit lagi.
o Secepatnya canulla dilepaskan dari “Sheath”nya dan secepatnya
pula kateter Foley, maksimal Ch 20, dimasukkan dalam buli-buli
melalui kanal dari “sheath” yang masih terpasang.
o Segera hubungkan pangkal kateter dengan kantong urin dan balon
kateter dikembangkan dengan air sebanyak kurang lebih 10 cc.
o Lepas “sheath” dan kateter ditarik keluar sampai balon menempel
pada dinding buli-buli.
o Insisi ditutup dengan kasa steril, kateter difiksasi ke kulit dengan
plester.

Sistostomi Terbuka

 Posisi terlentang
 Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.
 Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.
 Dengan pembiusan lokal secara infiltrasi dengan larutan xylocain di
daerah yang akan di insisi.
 Insisi kulit di garis tengah mulai 2 jari diatas simfisis ke arah umbilikus
sepanjang lebih kurang 10 cm. Disamping itu dikenal beberapa macam
irisan yaitu transversal menurut Cherney. Insisi diperdalam lapis demi
lapis sampai fascia anterior muskulus rektus abdominis. Muskulus rektus
abdominis dipisahkan secara tumpul pada linea alba.
 Sisihkan lipatan peritoneum diatas buli-buli keatas, selanjutnya pasang
retraktor.
 Buat jahitan penyangga di sisi kanan dan kiri dinding buli.
 Lakukan tes aspirasi buli dengan spuit 5 cc, bila yang keluar urin, buat
irisan di tempat titik aspirasi tadi lalu perlebar dengan klem.
 Setelah dilakukan eksplorasi dari buli, masukkan kateter Foley Ch 20-24.
 Luka buli-buli ditutup kembali dengan jahitan benang chromic catgut.
 Bila diperlukan diversi suprapubik untuk jangka lama maka dinding buli
digantungkan di dinding perut dengan jalan menjahit dinding buli-buli
pada otot rektus kanan dan kiri.
 Jahit luka operasi lapis demi lapis.
 Untuk mencegah terlepasnya kateter maka selain balon kateter
dikembangkan juga dilakukan penjahitan fiksasi kateter dengan kulit.

g. Komplikasi operasi

Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

h. Perawatan Pascabedah

 Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi.


 Pelepasan kateter sesuai indikasi.
SISTOSTOMI

Indikasi
1. Retensi urine dimana kateter gagal dipasang
2. Diversi urine karena ruptur urethra akibat trauma dan infeksi pada prostat atau
urethra

Perlengkapan
- Bahan a dan antiseptik
1. Poliodone iodone 10%
2. Sarung tangan
3. Duk lubang
4. Kasa steril
- Obat anestesi
1. Lidocaine 1% 1 cc
2. Disposable 10 cc 1 buah
- Peralatan Sistostomi
1. Tangkai pisau + pisau No 10 dan No. 11
2. Pinset chirurgis 2 buah
3. Klem hemostalik 4 buah
4. Hak 1 pasang
5. Gunting diseksi 1 buah
6. Gunting benang 1 buah
7. Needle Holder 1 buah
8. Jarum tapper dan cutting masing-2 1 buah
- Lain-lain
1. Benang jahit : Chronik 2 – 0,50 cm
Silk 2 – 0,30 cm
2. Folley kateter : No 18 – 20 (untuk dewasa)
No 14 – 16 (untuk anak)
3. Cream antibiotik
4. Plester
5. Aquabidest
6. Alat cukur

Pelaksanaan:
1. Rambut pubes dicukur.
2. Tindakan a dan antiseptik daerah simfisis- pusat.
3. Infiltrasi anestesi lokal 4 cm diatas pubis pada linea mediana ke distal,
proximal dan lateral 3 cm.
4. Sayatan pada linea mediana sepanjang 4 cm sampai fascia.
5. Kalau ada perdarahan, lakukan tindakan hemostatik.
6. Fascia dibelah secara tajam.
7. m. Rektus kanan dan kiri dibelah secara tumpul.
8. Medan operasi di exposure dengan hak dari sisi kanan dan kiri.
9. Prevesical fal disisihkan secara tumpul ke proximal.
10. Buli-buli dikenali (banyak vascularisasi).
11. Dibuatkan penggantung/ tegel pada 2 tempat.
12. Buli-buli ditembus dengan pisau No.11
13. Folley kateter ujungnya dipegang dengan klem kemudian dimasukkan ke dalam
buli-buli dan klem ditarik keluar.
14. Balon diisi dengan 5 cc aquadest
15. Perdarahan dikontrol.
16. Fascia dijahit dengan chromic 2-0
17. Kulit dijahit dengan silk 2-0
18. Pangkal kateter dihubungkan dengan urinal bag.
19. Luka operasi dibersihkan, diolesi cream antibiotik kemudian ditutup kasa steril
selanjutnya difiksasi dengan plester.

catatan: melakukan sistostomi sebaiknya ditunggu buli-buli sudah penuh.


BPH DAN TRANS URETRA RESECTION PROSTATE

BPH DAN TRANS URETRA RESECTION PROSTATE

A. PENGERTIAN

Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,


disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan
penyumbatan uretra pars prostatika.

B. ETIOLOGI

Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai


sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut. Karena
etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benign Prostatic Hyperplasia antara lain :

1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostatmengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan
terjadinya hyperplasia stroma.

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

4. Penurunan sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel
dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT


Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi /
mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan buli-
buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma
urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-
laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis. Ukuran,
panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang lebih 2 - 3 cm.
Beratnya sekitar 20 gram. Prostat terdiri dari :

1. Jaringan Kelenjar 50 - 70 %

2. Jaringan Stroma (penyangga)

3. Kapsul/Musculer

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung enzym


yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami koagulasi
(penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma. Pada waktu
orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan prostat keluar
melalui uretra. Sel–sel sperma yang dibuat di dalam testis akan ikut keluar melalui
uretra.
Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10–30% dari ejakulasi. Kelainan pada
prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah keradangan (prostatitis).
Kelainan yang lain sepeti pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun
ganas, tidak memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih
berperanan pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainan yang disebut
belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-
laki usia lanjut.

D. PATOFISIOLOGI

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami


hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-
buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom/LUTS (Basuki, 2000 : 76).

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus


destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.
Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta
kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor
menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan
jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang
disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi
adalah tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine,
keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata.

Fase Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara berkala
akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh.
Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.
Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal.

E. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia disebut sebagai
Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena


ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika
sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor


memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu :
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.


Derajat Benigna Prostat Hyperplasia Benign Prostatic Hyperplasia terbagi
dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan klinisnya;
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1–2 cm, sisa
urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah
berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50–100 cc dan beratnya + 20–40
gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa
urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3–4 cm, dan beratnya 40 gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

F. PENATALAKSANAAN

1. Terapi Medikamentosa Pada Benigne Prostat Hyperplasia


Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia dengan keluhan ringan,
sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta indikasi pembedahan, tetapi masih
terdapat kontra indikasi atau belum “well motivated”. Obat yang digunakan
berasal dari Fitoterapi, Golongan Supressor Androgen dan Golongan Alfa Bloker.
a. Fito Terapi
a) Hypoxis rosperi (rumput)

b) Serenoa repens (palem)

c) Curcubita pepo (waluh )


b. Pemberian obat Golongan Supressor Androgen/anti androgen :
a) Inhibitor 5 alfa reduktase

b) Anti androgen

c) Analog LHRH
c. Pemberian obat Golongan Alfa Bloker/obat penurun tekanan diuretra-prostatika
: Prazosin, Alfulosin, Doxazonsin, Terazosin
2. Pembedahan

Trans Uretral Reseksi Prostat : 90-95 %

Open Prostatectomy : 5-10 %


BPH yang besar (50-100 gram) Tidak habis direseksi dalam 1 jam. Disertai Batu
Buli Buli Besar (>2,5cm), multiple. Fasilitas TUR tak ada.
3. Indikasi Pembedahan BPH

a. Retensi urine akut

b. Retensi urine kronis

c. Residual urine lebih dari 100 ml

d. BPH dengan penyulit :

v Hydroneprosis

v Terbentuknya Batu Buli

v Infeksi Saluran Kencing Berulang

v Hematuri berat/berulang

v Hernia/hemoroid

v Menurunnya Kualitas Hidup

v Retensio Urine

v Gangguan Fungsi Ginjal

e. Terapi medikamentosa tak berhasil

f. Sindroma prostatisme yang progresif

g. Flow metri yang menunjukkan pola obstruktif

v Flow. Max kurang dari 10 ml

v Kurve berbentuk datar

v Waktu miksi memanjang


h. Kontra Indikasi
v IMA

v CVA akut
Tujuan :
Mengurangi gejala yang disertai dengan obstruksi leher buli-buli

Memperbaiki kualitas hidup.


4. Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.


Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai
ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih
banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan
disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol
perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan
lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara
teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi
untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit,
serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.

b. Prostatektomi Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh
bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah
penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta
ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien
sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi
karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia,
impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain
adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang
operatif terbatas.

c. Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik


dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini
cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang
keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat,
infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah
tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden
hemorargi akibat pleksus venosa prostat meningkat juga osteitis pubis.
Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan
spingter kandung kemih lebih sedikit.

d. Insisi Prostat Transuretral (TUIP)

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen


melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gram/kurang)
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di
klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara
lainnya.
e. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong
dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan
irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur.
Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi
uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995). Setelah dilakukan TURP, dipasang
kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk
memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding
kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi.
Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah
3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan
komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%),
impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka
biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

G. Periode Pre Operatif


Mengkaji kecemasan klien, mengoreksi miskonsepsi tentang pembedahan dan
memberikan informasi yang akurat pada klien
Type pembedahan

Jenis anesthesi TUR – P, general / spina anesthesi

Cateter : folly cateter, Continuous Bladder Irigation (CBI).


Persiapan orerasi lainnya yaitu :
Pemeriksaan lab. Lengkap : DL, UL, RFT, LFT, pH, Gula darah, Elektrolit

Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan Radiologi : BOF, IVP, USG, APG.

Pemeriksaan Uroflowmetri Bagi penderita yang tidak memakai kateter.

Pemasangan infus dan puasa

Pencukuran rambut pubis dan lavemen.

Pemberian Anti Biotik

Surat Persetujuan Operasi (Informed Concern).


H. Periode Intra Operatif

1. Pengelolaan Keamanan:

a. Jaminan penghitungan kasa, jarum, instrumen dan alat lain, cocok untuk
pemakaian.

b. Mengatur posisi pasien

- Posisi fungsional

- Membuka daerah untuk operasi

- Mempertahankan posisi selama prosedur.

c. Memasang alat grounding

d. Menyiapkan bantuan fisik

e. Pemantauan fisiologis

a. Mengkalkulasi pengaruh terhadap pasien akibat kekurangan cairan


b. Membandingkan data normal dan abnormal dari cardiopulmonal.

c. Melaporkan perubahan-perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah


dan RR.)

f. Pemantauan psikologi sebelum induksi dan bila pasien sadar

a. Menyiapkan bantuan emosional

b. Melanjutkan observasi status emosional

c. Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada anggota tim.

g. Manajemen Keperawatan

a. Menyelamatkan keselamatan fisik pasien.

b. Mempertahankan aseptis pada lingkungan yang terkendali

c. Mengelola dengan efektif sumber daya manusia.

2. Anggota Tim Fase intraoperatif

a. Tim bedah utama steril

a. Ahli bedah utama

b. Asisten ahli bedah

c. Perawat instrumentator.

b. Tim anestesi:

a. Ahli anestesi atau pelaksana anestesi

b. Circulating nurse

c. Lain-lain (tehnisi, ahli aptologi dll.)

c. Tugas perawat instrumentator

a. Persiapan pengadaan bahan-bahan dan alat steril yang diperlukan untuk operasi
b. Membantu ahli bedah dan asisten bedah waktu melakukan prosedur

c. Pendidikan bagi staf baru yang berkualifikasi bedah

d. Membantu jumlah kebutuhan jarum, pisau bedah, kasa atau instrumen yang
diperlukan untuk prosedur, menurut jumlah yang biasa digunakan. Untuk
pelaksanaan kegiatan yang efektif perawat instrumen harus memiliki pengetahuan
tehnik aseptik yang baik, ketrampilan tangan dan ketangkasan, stamina fisik,
tahan terhadap berbagai desakan, sangat menghayati kecermatan dan
memperhitungkan prilaku yang menuntaskan asuhan pasien yang optimal.

e. Tugas Perawat Circulating


Perawat keliling memegang peranan dalam keseluruhan pengelolaan ruang
operasi, perawat ini dipercaya untuk koordinasi semua aktivitas di dalam ruangan
dan harus mengelola asuhan keperawatan yang diperluikan pasien.
I. Periode Pemulihan Pasca Anestesi

Trauma bedah dan anestesi mengganggu semua fungsi utama sistem tubuh, tetapi
kebanyakan klien mempunyai kemampuan kompensasi untuk memulihkan
homeostasis. Namun klien tertentu berisiko lebih tinggi untuk mengalami
kompensasi tak efektif terhadap efek merugikan dari pembedahan dan anestesi
pada jantung, sirkulasi, pernafasan dan fungsi lain. Secara Umum Diagnosa
Keperawatan yang muncul pada fase/periode pemulihan pasca anrestesi adalah :
a. Resiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan samnolen dan peningkatan
sekresi sekunder terhadap intubasi.

b. Ansietas yang berhubungan dengan nyeri sekunder terhadap trauma pada


jaringan dan syaraf.

c. Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan samnolen sekunder terhadap


anestesia
d. Resiko terhadap hipotermia yang berhubungan dengan pemaparan pada suhu
ruang operasi yang dingin.
Kriteria umum syarat pasien dipindahkan dari ruang pemulihan pasca anestesi ke
unit perawatan adalah sbb. :
a. Kemampuan memutar kepala

b. Ekstubasi dengan jalan nafas bersih.

c. Sadar, mudah terbangun.

d. Tanda-tanda vital stabil

e. Balutan kering dan utuh

f. Haluaran urine sedikitnya 30 ml/jam.

g. Drain, selang , jalur intravena paten dan berfungsi.

h. Persetujuan ahli anestesi untuk pindah ke ruangan.

J. Periode Post Operatif

Post operatif care pada dasarnya sama seperti pasien lainnya yaitu monitoring
terhadap respirasi, sirkulasi dan kesadaran pasien :
1. Airway: Bebaskan jalan nafas

Posisi kepala ekstensi


2. Breathing : Memberikan O2 sesuai dengan kebutuhan

Observasi pernafasan
3. Cirkulasi : mengukur tensi, nadi, suhu tubuh, pernafasan, kesadaran dan
produksi urine pada fase awal (6jam) paska operasi harus dimonitor setiap jam
dan harus dicatat. Bila pada fase awal stabil, monitor/interval bisa 3 jam sekali
bila tensi turun, nadi meningkat (kecil), produksi urine merah pekat harus
waspada terjadinya
perdarahan segera cek Hb dan lapor dokter, tensi meningkat dan nadi menurun
(bradikardi), kadar natrium menurun, gelisah atau delir harus waspada terjadinya
syndroma TUR segera lapor dokter, bila produksi urine tidak keluar (menurun)
dicari penyebabnya apakah kateter buntu oleh bekuan darah terjadi retensi urine
dalam buli-buli lapor dokter, spoling dengan PZ tetesan tergantung dari warna
urine yang keluar dari urobag. bila urine sudah jernih tetesan spoling hanya
maintennens/dilepas dan bila produksi urine masih merah spoling diteruskan
sampai urine jernih, bila perlu analisa gas darah apakah terjadi kepucatan,
kebiruan. cek lab : Hb, RFT, Na/K dan kultur urine.

a. Pemberian Anti Biotika

Antibiotika profilaksis, diberikan bila hasil kultur urine sebelum operasi steril.
Antibiotik hanya diberikan 1 X pre operasi + 3 – 4 jam sebelum operasi.

Antibiotik terapeutik, diberikanpada pasien memakai dower kateter dari hasil


kultur urine positif. Lama pemberian + 2 minggu, mula-mula diberikan parenteral
diteruskan peroral. Setiap melepas kateter harus diberikan antibiotik profilaksis
untuk mencegah septicemia.

b. Perawatan Kateter
Kateter uretra yang dipasang pada pasca operasi prostat yaitu folley kateter 3
lubang (treeway catheter) ukuran 24 Fr. Ketiga lubang tersebut gunanya :
1. untuk mengisibalon, antara 30 – 40 ml cairan

2. untuk melakukan irigasi/spoling

3. untuk keluarnya cairan (urine dan cairan spoling).

Setelah 6 jam pertama sampai 24 jam kateter tadi biasanya ditraksi dengan
merekatkan ke salah satu paha pasien dengan tarikan berat beban antara 2 – 5 kg
Paha ini tidak boleh fleksi selama traksi masih diperlukan. Paling lambat pagi
harinya traksi harus dilepas dan fiksasi kateter dipindahkan ke paha bagian
proximal/ke arah inguinal agar tidak terjadi penekanan pada uretra bagian
penosskrotal. Guna dari traksi adalah untuk mencegah perdarahan dari prostat
yang diambil mengalir di dalam buli-buli, membeku dan menyumbat pada kateter.
Bila terlambat melepas kateter traksi, dikemudian hari terjadi stenosis leher buli-
buli karena mengalami ischemia. Tujuan pemberian spoling/irigasi :

1. Agar jalannya cairan dalam kateter tetap lancar.

2. Mencegah pembuntuan karena bekuan darah menyumbat kateter

3. Cairan yang digunakan spoling H2O / PZ

Kecepatan irigasi tergantung dari warna urine, bila urine merah spoling
dipercepat dan warna urine harus sering dilihat. Mobilisasi duduk dan berjalan
urine tetap jernih, maka spoling dapat dihentikan dan pipa spoling dilepas. Kateter
dilepas pada hari kelima. Setelah kateter dilepas maka harus diperhatikan miksi
penderita. Bisa atau tidak, bila bisa berapa jumlahnya harus diukur dan dicatat
atau dilakukan uroflowmetri. Sebab-sebab terjadinya retensio urine lagi setelah
kateter dilepas :
1. Terbentuknya bekuan darah

2. Pengerokan prostat kurang bersih (pada TUR) sehingga masih terdapat


obstruksi.

TUR – P
Setelah TUR – P klien dipasang tree way folley cateter dengan retensi
balon 30 – 40 ml. Kateter di tarik untuk membantu hemostasis Intruksikan klien
untuk tidak mencoba mengosongkan bladder Otot bladder kontraksi nyeri spasme
CBI
(Continuous Bladder Irigation) dengan normal salin mencegah obstruksi atau
komplikasi lain CBI – P. Folley cateter diangkat 2 – 3 hari berikutnya Ketika
kateter diangkat timbul keluhan : frekuensi, dribbling, kebocoran normal Post
TUR – P : urine bercampur bekuan darah, tissue debris meningkat intake cairan
minimal 3000 ml/hari membantu menurunkan disuria dan menjaga urine tetap
jernih. OPEN PROSTATECTOMY Resiko post operative bleeding pada 24 jam
pertama oleh karena bladder spsme atau pergerakan Monitor out put urine tiap 2
jam dan tanda vital tiap 4 jam Arterial bleeding urine kemerahan (saos) + clotting
Venous bleeding urine seperti anggur traction kateter Vetropubic prostatectomy
Observasi : drainage purulent, demam, nyeri meningkat deep wound infection,
pelvic abcess Suprapubic prostatectomy

Anda mungkin juga menyukai