BAB I PENDAHULUAN
a. Landasan Teori
Dampak Emisi Kendaraan Bermotor terhadap Pencemaran Lingkungan
b. Landasan Yuridis
Ketentuan terkait Pencemaran Lingkungan karena Emisi Kendaraan Bermotor
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Halaman 1 dari 13
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Permasalahan
Pesatnya kemajuan sebuah peradaban ditandai dengan adanya lonjakan teknologi yang
sangat cepat, dari 1.0 hingga saat ini 4.0 (bahkan jepang sudah menuju 5.0), lompatan-lompata
peradaban ini merupakan hal yang positif bagi perkembangan manusia, dimulai dari jaman
batu, hingga zaman besi dan kemudian modernisasi. Salah satu aspek yang di modernisasi
adalah alat transportasi dimana saat ini memegang peranan penting, manusia berlomba-lomba
dengan waktu untuk menyelesaikan segala urusannya dengan keberadaan alat transportasi ini.
Di Indonesia sendiri, perkembangan alat transportasi sangat pesat, bahkan perkembangannya
lebih cepat dari infrastruktur untuk alat transportasi tersebut, dimana meskipun sarana jalan
rata-rata di Indonesia dibangun dengan keadaan yang dapat dikatakan belum cukup baik, akan
tetapi alat transportasi sudah terlebih dahulu berada di jalan-jalan di Indonesia.
Beberapa ketentuan telah diberlakukan dalam mengatasi pencemaran udara ini akibat
dari emisi kendaraan bermotor, akan tetapi meskipun telah ada ketentuan yang mengatur, hal
itu tidak serta merta dapat mencegah polusi udara bahkan dirasakan tidak memberikan efek
yang signifikan terhadap berkurangnya pencemaran udara di Indonesia. Sebaliknya,
pencemaran udara semakin meningkat dikarenakan bertambahnya jumlah kendaraan terus
menerus.
b. Identifikasi Permasalahan
Halaman 2 dari 13
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas penulis mengindentifikasi permasalahan yang
diangkat pada makalah ini adalah bagaimanakah Penegakan Hukum Lingkungan akibat emisi
kendaraan bermotor?
c. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian dalam makalah ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis
ketentuan terkait hukum lingkungan berkenaan dengan pencemaran lingkungan akibat dari
emisi kendaraan bermotor beserta efektivitas penegakan hukumnya.
d. Kegunaan Penelitian
Atas penelitian dalam makalah ini diharapkan dapat berkontribusi berupa sumbangan
pemikiran dalam khususnya di bidang hukum terkait Hukum Lingkungan .
e. Metode Penelitian
f. Sistematika Penulisan
Penulis menyusun makalah ini dalam 4 (empat) BAB dengan sistematika sebagai
berikut:
• DAFTAR ISI
• BAB I PENDAHULUAN
• BAB II LANDASAN TEORI DAN LANDASAN YURIDIS
• BAB III PEMBAHASAN
1
Koentjaraningrat, metode-Metode Penelitian, PT Gramedia, jakarta, 1985. Hlm. 10.
Halaman 3 dari 13
• BAB IV PENUTUP
• DAFTAR PUSTAKA
Halaman 4 dari 13
BAB II
a. Landasan Teori
1) Dampak Negatif Emisi Kendaraan Bermotor
Asap knalpot kendaraan menjadi penyebab utama dari pencemaran udara, akan
tetapi hal tersebut seakan-akan menjadi sebuah toleransi atau setidaknya risiko yang dapat
kita terima jika dibandingkan dengan manfaat dari alat transportasi tersebut. Asap buangan
knalpot atau yang disebut dengan emisi mengandung zat-zat yang berbahaya. Secara
sederhana kata “Emisi” dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai kata
“pancaran”.2
Ismiyati, dkk (2014) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor penting yang
menyebabkan dominannya pengaruh sektor transportasi terhadap pencemaran udara
perkotaan di Indonesia, antara lain :
2
https://kbbi.web.id/emisi diakses tanggal 11 April 2019 dengan pengertian lengkapnya : emisi/emi·si/ /émisi/ n 1
pancaran; 2 Fis pemancaran cahaya, panas, atau elektron dari suatu permukaan benda padat atau cair; pemancaran;
3 Ek pengeluaran (surat berharga seperti saham, obligasi) oleh perusahaan pada saat perusahaan yang bersangkutan
memerlukan tambahan modal; 4 Keu pengeluaran mata uang logam atau kertas oleh bank sentral.
3
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789 /21275/3/Chapter%20II diakses 12 April 2019
Halaman 5 dari 13
f. Jenis, umur dan karakteristik kendaraan bermotor;
g. Faktor perawatan kendaraan;
h. Jenis bahan bakar yang digunakan;
i. Jenis permukaan jalan;
j. Siklus dan pola mengemudi (driving pattern).
Dari berbagai sektor yang potensial dalam mencemari udara, pada umumnya sektor
transportasi memegang peran yang sangat besar dibandingkan dengan sektor lainnya. Di
kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara
mencapai 60-70%. Sedangkan kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya
berkisar 10-15%, sisanya berasal dari sumber pembakaran lain, misalnya dari rumah tangga,
pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain. Kendaraan bermotor yang menjadi alat
transportasi, dalam konteks pencemaran udara dikelompokkan sebagai sumber yang
bergerak. Dengan karakteristik yang demikian, penyebaran pencemar yang diemisikan dari
sumber-sumber kendaraan bermotor ini akan mempunyai suatu pola penyebaran spasial
yang meluas. Faktor perencanaan sistem transportasi akan sangat mempengaruhi
penyebaran pencemaran yang diemisikan, mengikuti jalur-jalur transportasi yang
direncanakan (BPLHD Jabar, 2009).
Polusi udara menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan di bumi. Polusi udara
mmberikan pengaruh baik bagi kesehatan manusia maupun pada lingkungan. Dampak
polusi udara terhadap kesehatan manusia diantaranya adalah:
4
Dellyana,Shant.1988,Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty hal 32
Halaman 7 dari 13
dan sebagainya. Jadi Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan
konsep-konsep tadi menjadi kenyataan.
1. Faktor Hukum
Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara
kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu
rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur
yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu kebijakan atau tindakan yang tidak
5
Ibid hal 33
Halaman 8 dari 13
sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu yang dapat dibenarkan sepanjang
kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum. Maka pada hakikatnya
penyelenggaraan hukum bukan hanya mencakup law enforcement (penegakan hukum oleh
para penegak hukum), namun juga peace maintenance (pemeliharaan ketenangan), karena
penyelenggaraan hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian.
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di
dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai
kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan
hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat
terhadap hukum, merupakan salah satu indicator berfungsinya hukum yang
bersangkutan.
5. Faktor Kebudayaan
Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan
soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi
yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat
mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya
kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan
adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan
mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.6
Dari beberapa teori tentang penegakan hukum ini dapat disimpulkan bahwa dalam
rangka mencapai tujuan hukum berupa kepastian, keadilan, kemanfaatan di masyarakat
6
Ibid hal 34
Halaman 9 dari 13
berkenaan dengan cita-cita dan harapan masyarakat maka diperlukan dukungan dari
berbagai factor, yang bukan hanya otoritas dari penegak hukum saja melainkan faktor yang
terdapat pada masyarakat itu sendiri berupa kesadaran dan budaya positif yang hidup
ditengah-tengah masyarakat.
b. Landasan Yuridis
1) Pengaturan terkait emisi kendaraan bermotor
Angka 1
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen
lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi
fungsinya;
Angka 9
Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang
masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak
mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar;
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sumber tidak bergerak yang
mengeluarkan emisi wajib menaati ketentuan baku mutu udara ambien, baku mutu emisi,
dan baku tingkat gangguan.
Pasal 31
Halaman 10 dari 13
Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi pengawasan terhadap
penaatan ambang batas emisi gas buang, pemeriksaan emisi gas buang untuk kendaraan
bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama, pemantauan mutu udara ambien di
sekitar jalan, pemerksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan dan pengadaan
bahan bakar minyak bebas timah hitam serta solar berkadar belerang rendah sesuai
standar internasional.
Pengaturan terkait ambang batas emisi kendaraan bermotor berlaku baik untuk
seluruh kendaraan baik kendaraan baru maupun lama, sebagai berikut:
Pasal 33
Kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor lama yang mengeluarkan emisi
gas buang wajib memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor.
Pasal 34
(1) Kendaraan bemotor tipe baru wajib menjalani uji tipe emisi.
(2) Bagi kendaraan bemotor tipe baru yang dinyatakan lulus uji tipe emisi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberi tanda lulus uji tipe emisi.
(3) Kepala instansi yang bertanggung jawab menetapkan tata cara dan metode uji tipe
emisi kendaraan bermotor tipe baru.
(4) Uji tipe emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi yang
bertanggung jawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Pasal 36
(1) Setiap kendaraan bermotor lama wajib menjalani uji emisi berkala sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Gubernur melaporkan hasil evaluasi uji emisi berkala kendaraan bermotor lama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap 1 (satu) tahun sekali kepada Kepala
instansi yang bertanggung jawab.
Pasal 51
Halaman 11 dari 13
Pasal 53
Segala biaya yang timbul sebagai akibat pengujian tipe emisi dan kebisingan kendaraan
bermotor tipe baru dan pelaporannya dalam rangka pengendalian pencemaran udara
dan/atau gangguan dibebankan kepada perakit, pembuat, pengimpor kendaraan bermotor.
Pasal 54
(1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan
terjadinya pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran
udara serta biaya pemulihannya.
(2) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, akibat terjadinya pencemaran udara wajib membayar ganti
rugi terhadap pihak yang dirugikan.
Pasal 56
(1) Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 33 yang berkaitan dengan kendaraan
bermotor lama, Pasal 36 ayat (1), Pasal 40 yang berkaitan dengan kendaraan
bermotor lama, dan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini yang tidak memenuhi
pesyaratan ambang batas emisi gas buang, atau ambang batas kebisingan diancam
dengan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-undang Nomor 14 tahun
1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(2) Barangsiapa melanggar ketentuan dalam Pasal 21, Pasal 22 ayat (1), Pasal 23, Pasal
24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1), Pasal 30, Pasal 39, Pasal 47 ayat (2), Pasal 48, dan
Pasal 50 ayat (1) Peraturan Pemerintah ini yang diduga dapat menimbulkan dan/atau
mengakibatkan pencemaran udara dan/atau ganggugan diancam dengan pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46
dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengolahan Lingkunga
Hidup.
Dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyatakan bahwa:
Halaman 12 dari 13
Pasal 210 ayat (1)
(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang beroperasi di Jalan wajib memenuhi persyaratan
ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan.
Pasal 211
Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan Perusahaan Angkutan Umum
wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.
Pasal 212
Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan Bermotor dan Perusahaan Angkutan Umum
wajib melakukan perbaikan terhadap kendaraannya jika terjadi kerusakan yang dapat
mengakibatkan terjadinya pencemaran udara dan kebisingan.
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai dampak lingkungan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 dikenai sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
pembekuan izin; dan/atau
pencabutan izin.
Pasal 324
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Halaman 13 dari 13
BAB III
PEMBAHASAN
Dengan adanya dampak negatif yang dihasilkan tersebut, dimana akan sulit
dihindari adanya gas buang dari kendaraan bermotor, maka diperlukan penegakan hukum
terkait hal ini. Penegakan hukum dimaksud memerlukan factor-faktor pendukung, yang
mana tidak hanya dari pada penegak hukum saja akan tetapi banyak aspek yang harus
dilibatkan terkait polusi udara ini.
1. Faktor Hukum
Bahwa pengaturan yang dibuat oleh pemerintah terkait dengan pencemaran udara
yang berasal dari emisi kendaraan bermotor telah dibuat secara lengkap yang
dimulai dari undang-undang tentang lingkungan hidup yang kemudian dikaitkan
dengan undang-undang lalu lintas jalan beserta turunannya yang bersifat teknis
yang diatur dalam peraturan menteri lingkunagn hidup hingga peraturan gubernur
pada masing-masing daerah di Indonesia. Artinya baik secara ketentuan pokok dan
teknis telah diatur cukup lengkap. Dalam ketentuan tersebut tidak hanya terdapat
denda pidana akan tetapi terdapat berbagai macam sanksi yang bersifat
adminsitratif untuk pelanggaran-pelanggaran yang dianggap masih ringan sehingga
dapat dilakukan pencegahan.
Halaman 14 dari 13
dari para pelanggar kepada pihak kepolisian ketika sedang menjalankan tugas,
sehingga upaya untuk memperbaiki terkait dengan adanya emisi gas buang yang
melanggar batas menjadi tidak dilakukan.
4. Faktor Masyarakat
Masyarakat harus dapat lebih diedukasi terkait dengan ambang batas emisi kendaraan
bermotor ini, serta harus dapat disadarkan terkait denagn efek negatif yang dapat timbul
dari pencemaran udara ini. Peranan masyarakat sangat penting dalam hal pencegahan
terkait dengan pencemaran udara ini. Masyarakat dapat berperan untuk saling
mengingatkan akan bahaya akibat pencemaran udara ini.
5. Faktor Kebudayaan
Faktor ini merupakan faktor yang memerlukan usaha yang lebih kuat, karena hal
tersebut berupa peranan untuk mendorong masyarakat untuk menjadi kebiasaan
dari pola hidup sehari-hari sehingga dapat membangun budaya. Pada proses ini
masyarakat tidak hanya berhenti pada proses mengetahui saja akan tetapi
masyarakat sudah bia melaksanakan untuk mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan.
Pemerintah sendiri telah mengatur dalam rangka menanggulangi pencemaran udara ini
terhadap pencemar dengan yang merupakan sumber bergerak sebagaimana Pasal 31 PP 41/99 yang
menyatakan bahwa Penanggulangan pencemaran udara dari sumber bergerak meliputi :
Pelaksanaan ketentuan ini melibatkan banyak pihak bukan hanya pemerintah pusat yang
diwakili oleh kementerian lingkungan hidup saja akan tetapi hingga birokrasi daerah yang
memerlukan pelaporan dari Gubernur masing-masing daerah.
Halaman 15 dari 13
Pertanggungjawaban terkait lingkungan hidup meliputi pertanggung jawaban oleh
masyarakat pula, dimana masyarakat yang melakukan pencemaran bertanggung jawab untuk
membiayai dalam rangka memulihkan lingkunagn yang dicemarinya.
Penerapan ketentuan ini menyasar setiap orang perorangan pengguna kendaraan bermotor
dan juga pelaku usaha sebagai penyedia kendaraan. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan ini
terdapat sanksi baik sanksi yang terendah berupa sanksi administrasi peringatan tertulis hingga
sanksi yang cukup berat yaitu sanksi pidana penjara dan denda sejumlah uang yang mendaasarkan
kepada Undang-Undang Lingkungan Hidup, adapun sanksi yang dapat dikenakan oleh penegak
hukum kepada pencemar berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
pembekuan izin;
pencabutan izin;
Pidana kurungan dan denda;
Pidana Penjara dan denda.
Dalam praktiknya, penegakan hukum pidana lingkungan masih lemah. Pelaku perusakan
lingkungan sering hanya diberi hukuman yang ringan, baik penjara maupun denda lemahnya
penegakan hukum disebabkan kultur yang terbangun di masyarakat bahwa perbuatan yang
merusak lingkungan adalah perbuatan pidana biasa. Karena dianggap sebagai kasus biasa,
kepolisian biasanya baru bereaksi ketika ada delik aduan dari masyarakat perihal kerusakan
lingkungan.9
7
Siti Sundari Rangkuti, “Penegakan Hukum Lingkungan Administratif di Indonesia”, Pro Justitia, Tahun XVII, No, 1
Januari 1999, h. 3-4. Baca pula Van Dijk, J., “Public Influence on the Supervision and Enforcement of Environmental
Law in The Netherlands”, dalam Jo Gerardu and Cheryl Wasserman (ed.), h. 193-201.
8
J.B.J.M. ten Berge, Recent Development in General Administrative Law in the Netherlands, Course Book, Utrecht,
1994, h. 1. Peter Cane, An Introduction to Administrative Law, Clarendon Press, Oxford, 2001, h. 241-250.
9
https://nasional.tempo.co/ diakses 12 April 2019
Halaman 16 dari 13
Selain itu kelemahan pada penegakan hukum terjadi akibat arus kapitalis yang masuk pada
era perdagangan bebas ini, dimana faktor ekonomis atau keuntungan selalu menjadi prioritas jika
dibandingkan dengan faktur pencemaran lingkungan.
Halaman 17 dari 13
BAB IV
PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran
Penegakan Hukum terkait dengan Lingkungan Hidup harus segera menjadi prioritas
pemerintah Indonesia, untuk langkah represif, mentalitas dan pengetahuan terkait hukum
lingkungan para penegak hukum agar menjadi perhatian pemerintah sedangkan untuk
langkah preventif penegakan hukum terkait pengendalian pencemaran udara berupa uji
emisi terhadap kendaraan lama harus menjadi perhatian, dikarenakan Indonesia belum
memiliki aturan terkait pembatasan kepemilikan berkenaan dengan usia kendaraan.
Kebijakan-kebijakan yang semakin ketat terhadap kepemilikan kendaraan menutu penulis
secara otomatis dapat mengurangi pencemaran lingkungan terutama dari kendaraan
bermotor.
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 18 dari 13
Koentjaraningrat, metode-Metode Penelitian, PT Gramedia, jakarta, 1985.
Siti Sundari Rangkuti, “Penegakan Hukum Lingkungan Administratif di Indonesia”, Pro Justitia,
Tahun XVII, No, 1 Januari 1999,
J.B.J.M. ten Berge, Recent Development in General Administrative Law in the Netherlands,
Course Book, Utrecht, 1994, h. 1. Peter Cane, An Introduction to Administrative Law,
Clarendon Press, Oxford, 2001,
Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Pranala Internet
Halaman 19 dari 13