Anda di halaman 1dari 20

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Persiapan Bak

Bak yang digunakan oleh PT. CPB SITUBONDO untuk pemeliharaan

larva udang vannamei adalah bak beton persegi panjang dengan ukuran 6m x

4m x 2m dengan kapasitas air 50 m³ (modul a) sebanyak 28 unit dan bak ukuran

4m x 4m x 2m dengan kapasitas air 30 m³ (modul b ) sebanyak 28 unit. Tahapan

persiapan media pemeliharaan larva udang vannamei di PT. CPB Situbondo

adalah sebagai berikut :

5.1.1 Pencucian Bak

Bak yang akan digunakan untuk kegiatan pembenihan dikeringkan

terlebih dahulu selama beberapa hari baru kemudian di bersihkan untuk

membuang kotoran serta lumut yang menempel pada bak, serta dilakukan juga

sterilisasi untuk membuang kandungan asam yang terlalu tinggi karena bak yang

telah lama tidak beropersi. Kegiatan pembersihan bak dilakukan dengan cara

menggosokkan detergen menggunakan spon atau spuring secara merata ke

dinding-dinding atau dasar bak, jaringan aerasi (pipa, selang, dan batu aerasi),

setelah itu disiram dengan air tawar dan kemudian bak dikeringkan selama ± 2 –

3 hari. Setelah dibersihkan dan dilakukan sterilisasi, selanjutnya dipasang

peralatan pendukung seperti terpal untuk menutup bagian atas bak pemeliharaan

nauplius. Sebelum digunakan untuk memelihara larva, harus dilakukan

pencucian bak tahap 1 dan kemudian dikeringkan. Proses ini dilakukan dengan

cara melepas aerasinya kemudian dinding dan lantai bak dicuci dengan cara

menggosok lantai dan dinding bak dengan menggunakan detergen dengan dosis

10 gr/L. Setelah itu siram dinding dan lantai bak dengan menggunakan air kaporit

1.666 ppm (25g/15L) dan kemudian dikeringkan. Hal ini merupakan salah satu

cara sterilisasi untuk menekan patogen yang tumbuh disekeliling bak.


30

Bak dikeringkan (dijemur), kemudian dasar dan dinding bak disikat. Agar

lebih steril gunakan zat-zat kimia seperti klorin, KMnO4 (kalium permanganat),

dan formalin. Untuk lebih jelasnya,pencucian bak dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7 Pencucian Bak Tahap 1


(Sumber : Data Primer 2018)

5.1.2 Fumigasi Ruangan

Proses fumigasi dilakukan pada sore hari setelah pencucian bak tahap I.

Fumigasi adalah proses sterilisasi ruangan dengan memanfaatkan gas hasil

reaksi pencampuran PK (Kalium Permanganat) dengan formalin. Dosis yang

digunakan adalah 1 kg PK dengan 0,5 liter formalin atau dengan perbandingan

2:1. Setelah PK dan formalin dicampurkan, maka akan timbul asap yang

memenuhi ruangan/modul. Kemudian ruangan ditutup selama 12 jam dan

biarkan gas menghilang pada keesokan harinya. Tujuan dari fumigasi ruangan

tersebut adalah membunuh bakteri – bakteri patogen yang dimungkinkan tumbuh

pada bak/modul pemeliharaan. Fumigasi ini berbentuk asap maka dapat

menjangkau ke tempat yang sulit dijangkau dan juga tidak meninggalkan residu.

Pada masa pemeliharaan larva, sangat dianjurkan untuk melakukan

proses fumigasi ruangan, karena mengingat bahwa larva udang sangat rentan
31

terhadap bakteri, virus, maupun pathogen yang mana akan mengganggu proses

pemeliharaannya.

Bahan kimia yang dipakai disebut fumigan. Fumigan bersifat amat toksik

dan tidak selektif, namun bahan kimia ini hanya berkhasiat bila cukup lama

berada dalam ruang tertutup, misalnya dalam kantung berisi makanan, tanah

yang diselimuti lembaran plastik. Fumigasi digunakan untuk mengendalikan

bakteri dan jamur.

5.1.3 Pemasangan Aerasi

Pemasangan alat aerasi dilakukan pada pagi hari setelah dilakukannya

fumigasi. Sebelum dilakukan pemasangan alat aerasi, terlebih dahulu dilakukan

sanitasi alat aerasi dengan merendam selang aerasi dengan larutan formalin

1500 ppm (150 ml formalin dalam 100 liter air tawar) selama 3 jam pada malam

hari sebelumnya. Tidak lupa rendam juga pemberat dan batu aerasi ke dalam

larutan H2O2 1000 ppm (10 ml dalam 10 liter air tawar) selama 3 jam pada

malam hari sebelumnya juga. Tujuan dari perendaman selang, timah dan batu

aerasi adalah mencegah tumbuhnya bakteri – bakteri yang dapat mengganggu

ataupun menghambat proses pemeliharaan larva. Selanjutnya pasang selang

aerasi pada kran aerasi sesuai urutan panjang pendeknya. Atur dan pastikan

jarak antar titik selang tidak kurang dari 40-50cm. Kemudian pasang timah dan

batu aerasi pada selang aerasi. Jarak antara pemberat dan batu aerasi adalah

tidak lebih dari 3-5cm dari dasar bak pemeliharaan agar oksigen dapat tersebar

secara merata.

Selang, pemberat dan batu aerasi dijemur selama dua hari sebelum

dilakukan pemasangan . Sebagai patokan jumlah aerasi yang diperlukan dalam

tiap meter persegi berkisar antara 10 sampai 13 setiap dengan jarak 40 cm. Titik

aerasi dalam proses pemasangannya diusahakan aerasi menggantung maximal


32

5cm agar oksigen dapat mencapai dasar. Kegiatan pemasangan alat aerasi

dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Pemasangan aerasi pada bak pemeliharaan larva


Sumber : Data Primer (2018)

5.1.3 Desinfeksi Bak dan Pemasangan Plastik Penutup

Desinfeksi bak dilakukan setelah alat aerasi terpasang. Tahapan ini

dilakukan dengan cara membilas seluruh permukaan bak dengan larutan

formalin 1000 ppm (200 ml formalin 37% dalam 200 liter air tawar). Sisa larutan

dalam bak dibiarkan mengalir keluar melalui pipa pembuangan. Setelah itu bak

dibiarkan hingga mengering. Selanjutnya bak ditutup dengan plastik penutup

yang sebelumnya terlebih dahulu direndam dalam larutan formalin 1250 ppm

(250 ml formalin dalam 200 liter air tawar selama 3 jam) lalu ditiriskan.

5.1.4 Pengisian Air

A. Pengolahan Air

Sebelum air laut dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan, terlebih dahulu air

ditreatment atau diberi perlakuan khusus dengan tujuan untuk menghasilkan


33

kualitas air yang baik dan steril atau terbebas dari berbagai macam kotoran,

kuman, bakteri, virus dan segala sesuatu yang dapat mengganggu proses

perkembangan larva. Proses treatment air laut:

B. Air laut dipompa berdasarkan pasang surut air laut. Air laut diambil

dengan cara dipompa menggunakan 2 pompa yang memiliki daya 7

HP

C. Air laut disaring menggunakan sistem sand filter . Tujuan yaitu,

memisahkan material-material berukuran kecil dari air atau

menjernihkan air. Sand filter ini terdiri dari 4 bagian, bagian yang

pertama sebagai inlet, bagian kedua sebagai filter I berisi pasir silika

karbon aktif/arang batok kelapa, batu koral dan batu gunung. Bagian

ketiga sebagai filter berisi pasir silika dan arang batok kelapa. Bagian

keempat sebagai tempat penampungan air sementara sebelum

dialirkan ke bak pengolahan air

D. Kemudian air akan melalui proses ozonisasi, dimana air tersebut akan

ditembak dengan ozon atau O3. Ozonisasi merupakan salah satu cara

yang efektif untuk membunuh mikroorganisme berbahaya seperti

pathogen, jamur, dan protozoa yang terdapat di dalam air dengan

cara dioksidasi.

E. Selanjutnya, air di treatment menggunakan kaporit dengan dosis 9

ppm. Pemberian kaporit dengan cara meletakkan kaporit kedalam

seser besar dan digoyangkan kedalam air, beri aerasi kuat selama 12

jam. Setelah itu aerasi di matikan dan di endapkan. Tujuan pemberian

kaporit yaitu untuk membunuh mikroorganisme,

F. Langkah selanjutnya yaitu pemberian tiosulfat berdosis 10 ppm. Beri

aerasi kuat selama 12 jam. Pemberian tiosulfat bertujuan untuk

menetralkan air.
34

G. Kemudian air yang telah ditreatment dpindah ke bak tandon.

B. Pengisian Air Pada Bak Larva

Setelah ditreatment, air kemudian dialirkan ke bak pemeliharaan larva. Namun,

pada ujung selang dipasang filter bag, hal ini bertujuan agar menyaring kotoran

agar tidak masuk ke dalam bak pemeliharaan sebanyak 25 m3. Untuk Lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9 Proses Pengisian Air Pada Bak Larva


(Sumber : Data Primer 2018)

5.2 Penebaran Naupli

Naupli didapatkan dari hasil produksi sendiri dengan padat tebar

±8.000.000 ekor/bak. Naupli ditebar pada bak ukuran 6m x 4m x 2m dengan

kepadatan 250 ekor/liter. Penebaran naupli dilakukan pada saat sore hari pukul

15.00. 3-4 jam. Sebelum dilakukannya penebaran, bak pemeliharaan terlebih

dahulu ditambahkan Chaetocheros sp sebanyak 1 m³. Ini dilakukan karena

perubahan stadia larva dari naupli menjadi zoea bisa terjadi di malam hari

sehingga ketika larva sudah berubah menjadi stadia zoea sudah terdapat

makanan pada media pemeliharaannya. Selanjutnya naupli yang akan ditebar

harus melalui proses aklimatisasi terlebih dahulu. Ini bertujuan agar larva dapat

beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.


35

Cara aklimatisasi naupli yang dilakukan di PT. Central Pertiwi Bahari adalah

sebagai berikut:

a. Siapkan ember berukuran 5 liter sebagai wadah untuk naupli

b. Setelah naupli dimasukkan kedalam ember ukuran 5 liter,ember tersebut

diberi aerasi, kemudian diberi larutan iodine sebanyak 3 ml. Naupli yang

berada dalam ember berukuran 5 liter diapungkan kedalam bak

pemeliharan larva selama 3 menit untuk menyesuaikan kadar garamnya.

c. Kemudian, naupli dituangkan kedalam bak pemeliharaan

Kegiatan aklimatisasi dan penebaran naupli dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Proses aklimatisasi dan penebaran naupli


(Sumber : Data Primer 2018 )

5.3 Pemberian Pakan

Pemberian pakan merupakan salah satu faktor penentuan keberhasilan

usaha pembenihan, terutama pada tahap awal pemeliharaan. Ada beberapa

jenis pakan yang diberikan kepada larva udang di PT. CPB SITUBONDO ini

seperti pakan hidup dan pakan buatan. Pakan hidup berupa algae

(phytoplankton) dan artemia (zooplankton), sedangkan untuk pakan buatan yang

digunakan yaitu tipe powder (bubuk), liquid (cair), dan flake (lempengan).
36

Pakan hidup fitoplankton yang digunakan adalah Chaetocheros sp, dan

Thalasiosira sp. Pemberian algae dilakukan pada saat larva akan memasuki

stadia zoea 1 atau pada saat stocking awal sebelum penebaran naupli pada

media pemeliharaan larva. Tujuan pemberian algae untuk menyuplai oksigen

alami dalam air dan sebagai pengontrol media pemeliharaan serta sebagai

penyediaan makanan awal saat larva mulai berubah sewaktu waktu. Pemberian

algae dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi pukul 09.00 WIB dan sore pukul 15.00

WIB. Pakan hidup berupa algae ini diberikan sampai panen.

Pakan artemia, sebelumnya artemia yang masih dalam bentuk cyste

didekapsulasi dan ditetaskan menjadi naupli terlebih dahulu. Pemberian pakan

artemia dilakukan sebanyak 4 kali yakni pada pukul 11.00, 15.00, 21.00, 04.00.

Cara pemberiannya naupli artemia cukup ditebar merata ke dalam bak

pemeliharaan larva.

Adapun manajemen pakan pada pemeliharaan larva udang vannamei di

PT. CPB Situbondo dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Standart manajemen pakan hidup di PT. CPB Situbondo.

Artemia Chaetocheros sp Thalasiosira sp


Stadia Dosis Stadia Dosis Stadia Dosis
M3 32 gr Z1 40.000 sel/ml Z1 40.000 sel/ml
PL1 32 gr Z2 40.000 sel/ml Z2 40.000 sel/ml
PL2 40 gr Z3 40.000 sel/ml Z3 40.000 sel/ml
PL3 60 gr M1 60.000 sel/ml M1 60.000 sel/ml
PL4 58 gr M2 60.000 sel/ml M2 60.000 sel/ml
PL5 73 gr M3 60.000 sel/ml M3 60.000 sel/ml
PL6 90 gr PL1 60.000 sel/ml PL1 60.000 sel/ml
PL2 60.000 sel/ml PL2 60.000 sel/ml

Sumber : Data Primer (2018)


37

Pakan buatan yang digunakan di PT. CPB Situbondo sendiri tergantung

dari stadia larva udang vannamei tersebut.Pemberian pakan larva pada stadia

Zoea menggunakan pakan buatan Ziegler 1, Spirulina dan CP 00. Sedangkan

untuk stadia mysis menggunakan Ziegler 2, Spirulina, Micro Elite dan CP 01,

Kemudian untuk stadia PL 1 sampai PL 3 menggunakan Larvae 100, CP 01 dan

CP 02. Dan untuk PL 4 sampai PL 12 menggunakan kombinasi pakan buatan

larva 100, dan CP 02. Namun setelah pakan dicampur dengan air dan sebelum

ditebar, terlebih dahulu harus disaring menggunakan saringan halus sesuai

dengan ukuran mulut udang tiap stadianya. Untuk stadia zoea menggunakan 250

µ, stadia mysis 200 µ dan stadia PL 150 µ dan agar pakan tidak menggumpal.

Frekuensi pemberian pakan dilakukan 9 kali sehari. Cara pemberiaanya

pun selang seling antara pakan alami dan pakan buatan. Pakan buatan diberikan

pada pukul 07.00, 10.00, 13.30, 16.00, 19.00, 23.00, 1.00, 3.00, 5.00. Standar

pemberian pakan buatan dapat dilihat pada tabel 5.


38

Tabel 5. Standart Pemberian Pakan Buatan.

NO STADIA STANDART (GRAM/JUTA) JENIS PAKAN BUATAN DAN


PER HARI PROSENTASE
1 N
2 Z1 40 ZIEGLER-1 100%
3 Z1-2 80 ZIEGLER-1 85% + SP 15%
4 Z2 100 ZIEGLER-1 70% + SP 15%+CP.00
15%
5 Z3 120 ZIEGLER-2 70% + SP 15% + CP.00
15%
6 M1 200 ZIEGLER-2 40% + SP 10% + MICRO
ELITE 10% + CP.01 40%
7 M2 220 ZIEGLER-2 40% + SP 10% + MICRO
ELITE 10% + CP.01 40%
8 M3 280 ZIEGLER-2 40% + SP 10% + MICRO
ELITE 10% + CP.01 40%
9 PL1 300 LARVAE 100 33% + CP.01 67%
10 PL2 350 LARVAE 100 33% + CP.01 27% +
CP.02 30%
11 PL3 400 LARVAE 100 33% + CP.01 27% +
CP. 02 30%
12 PL4 450 LARVAE 200 33% + CP.02 67%
13 PL5 500 LARVAE 200 33% + CP.02 67%
14 PL6 550 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
15 PL7 600 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
16 PL8 750 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
17 PL9 800 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
18 PL10 900 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
19 PL11 950 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
20 PL12 1000 LARVAE 300 33% + CP.02 67%
Sumber : Data Primer (2018)

5.4 Pengelolaan Kualitas Air


Menurunnya kualitas air di bak – bak pemeliharaan larva umumnya

disebabkan oleh terakumulasinya sisa-sisa pakan maupun produk buangan dari

larva itu sendiri(faces) sehingga kandungan amoniak maupun H2S dalam air

meningkat. Tentunya hal ini dapat mengganggu proses pemeliharaan larva, Oleh

sebab itu, di PT.CPB Situbondo melakukan 2 hal untuk mengelola kualitas air

agar tetap baik untuk media pemeliharaan larva. Yang pertama adalah sirkulasi

air atau penggantian sebagian air dalam media pemeliharaan larva. Yang kedua
39

adalah dengan pemberian probiotik dan bahan – bahan lain yang bersifat

desinfektan secara rutin dengan dosis tertentu.

Pengelolaan kualitas air yang pertama adalah dengan cara sirkulasi atau

pergantian air. Pada prinsipnya pergantian air ini bertujuan untuk membuang

sebagian air yang mengandung kotoran dengan air baru yang lebih bersih guna

mengurangi penumpukan bahan organik sisa pakan dan sisa metabolisme larva.

Untuk pengurangan air dilakukan pada malam hari, sedangkan penambahannya

kembali dilakukan pada pagi harinya. Diagram pengelolaan air dapat dilihat pada

gambar 11.

Gambar 11. Diagram Pengelolaan Air


(Sumber : Data Primer 2018)

Subaidah dkk (2009) mengutarakan bahwa pengisian air pada awal

penebaran nauplius adalah sekitar 30% dari kapasitas wadah, saat stadia zoea

ditambahkan sampai 70% stadia mysis 80% dan stadia post larva 100%.

Pergantian air dilakukan setelah mencapai stadia mysis 3 sampai dengan PL 5

bekisar 10-30% dan PL 5 sampai dengan panen 30-50% dari volume wadah

yang terisi.

Hal ini dapat diartikan bahwa sirkulasi air yang ada di PT. CPB Situbondo

disesuaikan dengan sedikit banyaknya akumulasi bahan organik yang ada di


40

dalam air. Semakin tua umur larva maka semakin besar pula metabolismenya

sehingga akan menghasilkan sisa metabolisme yang lebih banyak pula. Adapun

ketentuan sirkulasi air selama masa pemeliharaan larva udang vannamei di PT.

CPB Situbondo dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Sirkulasi Air pada Pemeliharaan Larva Udang Vannamei di PT. Central
Pertiwi Bahari Situbondo
Pengelolaan air
PopulasiI
No. Stadia Volume (M )3
Penambahan (M3)
(Juta)
Awal Akhir AirLaut AirTawar Algae
1 N 8 20 23 2 1
2 Z1 8 24 26 1 1
13 Z2 7 25 28.5 2 1 0.5
4 Z3 7 30 31 1 1
5 M1 7 30 38.5 6 1 1.5
6 M2 7 30 38 6 1 1
7 M3 6 30 39 6 1 2
8 PL1 6 30 46.5 13 2 1.5
9 PL2 6 30 43 10 2 1
10 PL3 6 30 44 12 2
11 PL4 6 30 44 12 2
12 PL5 6 30 49 17 2
13 PL6 6 30 44 12 2
14 PL7 5 30 44 12 2
15 PL8 5 30 44 12 2
16 PL9 5 30 49 17 2
17 PL10 5 40 40

Sumber : Data Primer (2018)

Pengelolaan kualitas air yang kedua adalah dengan pemberian probiotik

dan bahan – bahan yang dapat menjaga kualitas air tetap baik. Tujuan dari

pemberian probiotik itu sendiri adalah untuk mengurai bahan organik sisa pakan

dan sisa metabolisme larva udang, menekan pertumbuhan bakteri vibrio,

menjaga kesuburan perairan serta mengurangi nitrit, nitrat, amonia dan hidrogen

sulfida (H2S). Pemberian stimuno imulant dan probiotik dilakukan pada pagi hari

bersamaan dengan pemberian pakan. Penggunaan probiotik sebagai upaya

untuk memperbaiki lingkungan budidaya dan menekan penyakit yang


41

dikarenakan jumlah limbah orgaik yang sangat tinggi (Boyd, 1989). Langkah-

langkah aktivasi probiotik:

1. Rebus air tawar 20 liter hingga mendidih, kemudian air didinginkan

sekitar 3-4 jam.

2. Air yang sudah didinginkan dipindahkan ke ember besar berwarna

putih dengan ukuran 50 L.

3. Ambil 10 liter air letakkan dalam ember berukuran 15 liter.

4. Tambahkan probiotik. untuk stadia Zoea 1-Mysis 3 berdosis 0,5 ppm

yaitu 10 gram dengan jumlah air dalam bak awal pemeliharaan 20 m3

, dosis 1 ppm untuk Post larva 1-post larva 3 yaitu 25 gram dengan

jumlah air dalam bak pemeliharaan 25 m3 ,karena telah terjadi

penambahan air. Beri aerasi kuat selama 6-7 jam. Probiotik siap

untuk diberikan pada larva udang vanname.

Bakteri yang terkandung dalam probiotik berjenis Bacillus sp. dengan

komposisi bakteri yang menguntungkan, serta bekerja secara sinergis

pada lingkungan juga dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan

udang. Sehingga meningkatkan pertumbuhan dan memperkecil resiko

timbulnya berbagai penyakit (Alamsyah, S. 2016). Aktivasi probiotik

biasa dilakukan pada pukul 01.00 WIB dan diberikan ke larva pada

pukul 07.00

5.5 Monitoring Pertumbuhan

Pengamatan kondisi larva secara visual sangat diperlukan untuk

mengetahui kondisi perkembangan larva. Di PT. CPB Situbondo pengamatan

pertumbuhan atau monitoring pertumbuhan dilakukan dengan cara mengambil

air dalam bak pemeliharaan dengan menggunakan gelas beaker. Selanjutnya air

dalam gelas diamati di tempat yang terang. Aktifitas dan pergerakan renang
42

udang diamati dengan baik. Tidak lupa kondisi fisik larva dan warna tubuh serta

keberadaan pakan yang ada pada usus untuk memastikan larva udang dalam

keadaan yang baik.

Pengamatan secara makroskopis atau kasat mata dapat dilakukan dengan

melihat perbedaan gerakan berenang pada larva ketika stadia zoea, mysys

ataupun PL. Pada stadia zoea, pergerakan renangnya hanyalah berputar-putar di

air. Pada stadia mysys, pergerakan larva mulai melompat-lompat. Ini di

karenakan anggota tubuhnya yang belum lengkap. Sedangkan pada stadia PL,

pergerakan larva sudah terlihat jelas dan menyerupai pergerakan udang dewasa.

Pengamatan mikroskopis terhadap larva udang juga dilakukan dengan cara

menggunakan mikroskop di laboratorium QC. Selanjutnya hasil pengamatan

dicatat pada form yang telah disediakan.

Subaidah dkk (2009) mengemukakan bahwa monitoring larva dilakukan

dengan cara mengambil beberapa ekor larva dan diletakkan di atas gelas objek,

kemudian diamati dibawah mikroskop. Pengamatan ini dilakukan untuk

mengamati morfologi tubuh larva, keadaan parasit dan pathogen yang

menyebabakan larva terserang penyakit.

Selain pengamatan secara langsung terhadap pertumbuhan larva,

monitoring pertumbuhan juga dilakukan dengan cara sampling

estimasi/pendugaan kepadatan populasi. Pendugaan populasi ini dilakukan

ketika larva mencapai stadia Z1,Z3, dan M1. Hal ini penting dilakukan agar

mengetahui tingkat kepadatan larva. Selain itu, estimasi juga untuk mengetahui

tingkat kematian larva selama masa pemeliharaan.

Estimasi dilakukan dengan cara mengambil sampel di enam titik pada bak

pemeliharaan larva menggunakan gelas beker. Satu gelas beker memuat 500 ml

air. Sehingga total keseluruhan untuk estimasi adalah 3 liter. Larva dihitung
43

secara manual dengan menggunakan cawan petri. Jumlah hasil sampling

dihitung lalu dibagi 3 dan dikali volume air dalam bak pemeliharaan larva.

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔
Estimasi ∶ × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐴𝑖𝑟
3

627 𝑒𝑘𝑜𝑟
∶ × 38.5 = 8.000.000 ekor
3

5.6 Pengendalian Penyakit

Dalam meminimalisasi terjangkitnya penyakit, dilakukan pencegahan

dengan 2 cara yaitu dengan sanitasi peralatan dan sanitasi ruangan.

a. Sanitasi Alat

Hal – hal yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Mencuci langsung semua peralatan yang telah selesai digunakan

2. Perendaman alat dengan larutan desinfektan seperti formalin,

kaporit dan iodine sebelum digunakan

3. Pergantian tempat penyelupan alat pengambilan sampel (gayung

dan beaker glass) dengan larutan iodine setiap hari

b. Sanitasi Ruangan

Untuk menjaga ruangan tetap bersih dan terbebas dari berbagai macam

kuman dan bakteri, maka ada beberapa hal yang dilakukan, yaitu :

1. Penerapan biosecurity sebelum memasuki ruang pemeliharaan

larva
44

2. Adanya footbath yang berisi larutan kaporit 1000 ppm yang diganti

setiap hari

3. Fumigasi ruangan saat persiapan media pemeliharaan

4. Lantai ruangan dibilas dengan larutan kaporit setiap sore hari

5. Dinding bak dibilas dan dilap dengan larutan formalin 100 ppm

6. Desinfeksi pipa air laut dan selang algae dengan kaporit secara

rutin

Pengendalian penyakit tersebut sesuai dengan pendapat Haliman dan

Adijaya (2005) yang mengemukakan bahwa tindakan pencegahan dilakukan

dengan cara mulai dari penerapan biosecurity dengan menggunakan Kalium

Permanganat (PK) sebanyak 1,5 ppm yang ditempatkan pada awal pintu masuk

sebelum memasuki dan akan memasuki ruangan. Selain penerapan biosecurity

dilakukan juga sanitasi peralatan yang dilakukan sebelum dan sesudah

pemakaian peralatan dengan cara diping menggunakan formalin 100 ppm pada

setiap bak.

Penyakit yang paling sering muncul selama masa pemeliharaan larva

udang vannamei disebabkan oleh bakteri vibrio. Virus juga merupakan ancaman

yang serius karena dapat menyebabkan kematian udang vannamei secara

massal dalam waktu singkat. Faktor pemicu munculnya virus yaitu faktor nutrisi,

lingkungan, dan genetika. Beberapa virus yang perlu diwaspadai pada budidaya

vannamei yaitu Infectious Hypodermal dan Hematopoietic Necrosis Virus

(IHHNV), Taura Sindrome Virus (TSV), dan White Spot Syndrome Virus (WSSV).
45

5.7 PEMANENAN

5.7.1 PANEN

Panen larva di PT.CPB SITUBONDO dilakukan pada stadia PL8-PL10

atau sesuai dengan permintaan pembeli. Panen dilakukan ketika pagi hari, sore

hari dan juga malam hari.

Panen dilakukan dengan cara menyambungkan happa dengan saluran

keluarnya air dari bak menggunakan pipa L dan kemudian ditali dengan

menggunakan karet ban (berwarna hitam). Jadi benur yang keluar dari pipa

pembuangan akan langsung masuk ke happa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada gambar 11.

Gambar 11. Pemanenan Larva


Sumber : Data Primer (2018)

Sebelum panen dilakukan, mula-mula air didalam bak dikurangi 30-40%,

sehingga menyisakan 15-20 ton air. Saat pengurangan air dilakukan, saringan

ganti air tetap terpasang sehingga benur tidak ikut keluar bersama air. Setelah itu

saringan ganti air dicabut dan benur akan keluar menuju net panen. Jika benur

didalam net panen dirasa sudah terisi banyak, maka benur mulai diseser untuk

kemudian dipindahkan ke timba yang sebelumnya telah terisi air dan dipasang
46

selang aerasi. Kemudian timba tersebut dibawa menuju tempat packing yang

telah tersedia bak penampungan yang terbuat dari fiber glass. Ketika air dalam

bak sudah mulai habis, tetapi masih banyak benur yang tersangkut di dinding

dan lantai bak, maka dilakukan pembilasan dinding dan lantai agar benur yang

menyangkut bisa hanyut terbawa air

Penghitungan jumlah benur dilakukan dengan harapan untuk mengetahui

tingkat kehidupan atau SR benur. Jumlah benur dapat diketahui dengan

mengalikan jumlah scoupping. Setelah dihitung dengan cara sampling dapat

diketahui bahwa jumlah benur hasil panen dapat disimpulkan :

SR = jumlah populasi akhir X 100%

Jumlah populasi awal

= 5.500.000 X 100%

8.000.000

= 69%

5.7.2 PASCA PANEN

Pengepakan dilakukan dengan mengambil benur dengan alat bernama

scoup yang mempunyai diameter atau ukuran tertentu. Kebetulan pada panen

kali ini menggunakan scoup yang berdiameter 3 cm yang rata – rata berisi 4.800

ekor. Packing dilakukan dengan menggunakan kantong plastik jenis PE

(Polyethylene) yang dibentuk sesuai dengan kemasan benur. Kantong plastik

diisi air yang mempunyai suhu 22 – 23oC sebanyak 2 liter. Tidak lupa juga

ditambahkan karbon aktif. Banyaknya karbon aktif yang diberikan disesuaikan

dengan jarak tempuh pengiriman. Pemberian karbon aktif ini yang bertujuan

untuk mengurangi NH3 dan menjaga agar PH tetap stabil. Dalam


47

pengemasannya, tak lupa juga menambahkan oksigen dengan perbandingan 1:1

(udara:air)

Menurut Subaidah dkk (2009), Kepadatan benur sesuai dengan jarak

transportasi, biasanya setiap kantong berisi 2000 – 4000 ekor PL10.Namun,

fakta di lapangan menunjukkan perbedaan dengan literatur. Hal ini

mempertimbangkan kualitas pengemasan yang dinilai sudah baik sehingga

memungkinkan untuk mengisi setiap kantong lebih dari 4000 ekor.

Sistem pengangkutan yang dilakukan di PT. CPB Situbondo adalah

sistem pengangkutan tertutup dan menggunakan suhu rendah. Penurunan suhu

menyesuaikan jarak pengiriman, semakin jauh dan lama maka suhunya semakin

dingin. Tujuan dari penurunan suhu adalah untuk mengurangi metabolisme

benur sehingga benur menjadi tenang, tidak agresif dan tidak kanibal. Kantong

plastik benur yang sudah siap kemudian dimasukkan ke dalam

kardus/steroform/krat plastik.Satu kardus/steroform/krat plastik berisi 5 kantong

plastik. Lalu kardus ditutup rapat dengan isolasi. Selanjutnya kardus ditatadi atas

truk.

Pemasaran merupakan langkah akhir dari suatu kegiatan usaha.

Pemasaran adalah faktor yang sangat menentukan bagi suatu usaha

pembenihan udang, mengingat hasilnya (benur) tidak dapat disimpan lama.

Semakin lama benur berada di tempat pembenihan berarti semakin bertambah

biaya produksi yang akan dikeluarkan, sehingga akan mengurangi jumlah

pendapatan yang diperoleh.

Harga memiliki peranan penting dalam pemasaran. Pada PT. Central

Pertiwi Bahari, harga setiap satu benurnya adalah seharga Rp. 48,-/benur

dengan kualitas benih F1.

Pemasaran, benur biasa dipasarkan kedaerah Situbondo, Probolinggo,

Malang, Madura, Jember, Banyuwangi, Tuban, Gresik, Tulungagung dan


48

Rembang. Sedangkan untuk pengiriman ke luar jawa biasa dikirim ke daerah

Bali, Lombok, Sumbawa, Makassar dan Ujung Pandang.

Anda mungkin juga menyukai