Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun, dapat berlanjut hingga
tahunan, dan dikenali menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual, serta pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi
dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya keluhan dan
banyaknya sistem organ yang terlibat (sebagai contoh, gastrointestinal dan
neurologis). Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan psikologis yang
signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari bantuan
medis yang berlebihan.2

Gangguan somatisasi dicirikan dengan gejala-gejala somatik yang banyak


yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun laboratorium.
Keluhan yang diutarakan pasien sangat melimpah dan meliputi berbagai sistem
organ seperti gastrointestinal, seksual, saraf dan bercampur dengan keluhan nyeri.
Gangguan ini bersifat kronis, berkaitan dengan stresor psikologis yang bermakna,
menimbulkan hendaya dibidang sosial dan okupasi, serta adanya perilaku mencari
pertolongan medis yang berlebihan. Dikenal juga sebagai Briquet’s syndrome.1

Prevalensi sepanjang hidup 0,2-2% pada wanita dan 0,2% pada pria.
Wanita lebih banyak menderita gangguan somatisasi dibandingkan pria dengan
rasio 5 berbanding 1. Awitan gangguan ini sebelum usia 30 tahun dan biasanya
dimulai ketika usia remaja.1

Gangguan Somatisasi Page 1


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma yang artinya tubuh.
Gangguan ini merupakan kelompok besar dari berbagai gangguan yang komponen
utama dari tanda dan gejalanya adalah tubuh. Gangguan ini mencakup interaksi
tubuh–pikiran (body-mind). Pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak
menunjukkan adanya kaitan dengan keluhan pasien. Gangguan ini meliputi
gangguan somatisasi, gangguan konversi, hipokondriasis, body dysmophic
disorder, dan gangguan nyeri.1

Gangguan somatisasi ditandai banyak gejala somatik yang tidak dapat


dijelaskan berdasarkan pemeriksaan fisik maupun labortorium.5

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umur


diperkirakan 0,1 sampai 0,2 persen walaupun beberapa kelompok riset yakin
bahwa angka sebenarnya dapat lebih mendekati 0,5 persen. Perempuan dengan
gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki – laki 5 hingga 20 kali tetapi
perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosa
gangguan somatisasi pada pasien laki – laki. Meskipun demikian, gangguan ini
adalah gangguan yang lazim ditemukan. Dengan rasio perempuan banding laki –
laki 5 banding 1, prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi pada perempuan
di populasi umum mungkin 1 atau 2 persen. Di antara pasien yang ditemui di
tempat praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen
dapat memenuhi kriteria diagnostik gangguan somatisasi. Gangguan ini
berbanding terbalik dengan posisi sosial dan terjadi paling sering pada pasien
yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang rendah. Gangguan
somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering dimulai
selama masa remaja sekarang.2,5

Gangguan Somatisasi Page 2


Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering
kali bersama-sama dengan gangguan mental lainnya. Kira-kira dua pertiga dari
semua pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatrik yang dapat
diidentifikasi, dan sebanyak separuh pasien dengan gangguan somatisasi memiliki
gangguan menta lainnya.Sifat kepribadian atau gangguan kepribadian yang sering
kali menyertai adalah yang ditandai dengan ciri penghindaran, paranoid,
menyalahkan diri sendiri, dan obsesif-kompulsif. Dua gangguan yang tidak lebih
sering ditemukan pada pasien dengan gangguan somatisasi dibandingkan dengan
populasi umum adalah gangguan Bipolar I dan penyalahgunaaan zat.5

2.3 ETIOLOGI

1. Faktor Psikososial
Penyebab Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai
komunikasi sosial, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus
pergi ke tempat kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya
marah kepada pasangan ), atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan
(contohnya nyeri di usus). Interpretasi gejala psikoanalitik yang kaku
bertumpu pada hipotesis bahwa gejala – gejala tersebut menggantikan impuls
berdasarkan insting yang ditekan.2
Perspektif perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa
pengajaran orang tua, contoh dari orang tua, dan adat istiadat dapat mengajari
beberapa anak untuk lebih melakukan somatisasi daripada orang lain. Di
samping itu, sejumlah pasiendengan gangguan somatisasi datang dari keluarga
yang tidak stabil dan mengalami penyiksaan fisik.2
2. Faktor Biologis
Sejumlah studi mengemukakan bahwa pasien memiliki perhatian yang
khas dan hendaya kognitif yang menghasilkan persepsi dan penilaian input
somatosensorik yang salah. Hendaya ini mencakup perhatian mudah teralih,
ketidakmampuan menghabituasi stimulus berulang, pengelompokan
konstruksi kognitif dengan dasar impresionistik, hubungan parsial dan

Gangguan Somatisasi Page 3


sirkumstansial, serta kurangnya selektivitas, seperti yang ditunjukkan
sejumlah studi potensial bangkitan. Sejumlah studi pencitraan otak
melaporkan adanya penurunan metabolisme lobus frontalis dan hemisfer
nondominan.2,5
Data genetik menyatakan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki
komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam
keluarga dan terjadi pada 10 hingga 20 persen kerabat perempuan derajat
pertama pasien dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat
laki – laki derajat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan
kepribadian antisosial. Satu studi melaporkan bahwa angka kejadian bersama
29 persen pada kembar monozigot dan 10 persen pada kembar dizigot,
menunjukkan adanya efek genetik.5
Penelitian sitokin, suatu area baru studi ilmu neurologi dasar, dapat
relevan dengan gangguan somatisasi dan gangguan somatoform lain. Sitokin
adalah molekul pembawa pesan yang digunakan sistem imun untuk
berkomunikasi di dalam dirinya dan dengan sistem saraf, termasuk otak.
Contoh sitokin adalah interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon.
Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin dapat berperan
menyebabkan sejumlah gejala nonspesifik penyakit, terutama infeksi, seperti
hipersomnia, anoreksia, lelah, dan depresi. Walaupun belum ada data yang
menyokong hipotesis, pengaturan abnormal sistem sitokin dapat
mengakibatkan sejumlah gejala yang ditemukan pada gangguan somatoform.2

2.4 MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat


medik yang panjang dan rumit. Mual dan muntah (selain selama kehamilan),
kesulitan menelan, nyeri pada lengan dan tungkai, nafas pendek tidak berkaitan
dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi adalah
gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka telah
sakit selama sebagain besar hidup mereka. Gejala pseudoneurologik
mengesankan, tetapi tidak patonomonik, untuk adanya gangguan neurologis.

Gangguan Somatisasi Page 4


Menurut DSM-IV-TR, gejala pseudoneurologis mencangkup gangguan koordinasi
atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, kesulitan menelan atau
benjolan di tenggorok, afonia, retensi urine, halusinasi, hilangnya sensasi raba
atau nyeri, penglihatan ganda, buta, tuli, kejang, atau hilang kesadaran selain
pingsan. 2

Penderitaan psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas


dan depresi merupakan gejala psikiatri yang paling sering muncul. Ancaman akan
bunuh diri sering dilakukan, namun bunuh diri aktual sangat jarang. Biasanya
pasien mengungkapkan keluhannya secara dramatik, dengan muatan emosi yang
berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak mandiri, terpusat pada dirinya, haus
penghargaan dan pujian, dan manipulatif.2

Pasien mempunyai riwayat medis lama dan rumit, dengan banyak


diagnosis yang telah dipikirkan. Bahkan meskipun beberapa gangguan organik
ringan telah didiagnosis, keluhan dan disabilitas tetap banyak dan individu
tersebut mengalami ketidakmampuan yang parah. Sebagian besar tidak dapat
bekerja, dan dalam sebulan mungkin menghabiskan hingga seperempatnya di
tempat tidur. Mereka mungkin berkonsultasi dengan sejumlah dokter, sejumlah
institusi, bahkan pada saat yang sama.3

Gambaran terkait meliputi

- Anxietas, depresi, ancaman bunuh diri dan usaha bunuh diri.3


- Peningkatan insidensi gangguan dan kepribadian antisosial,
penyalahgunaan alhakohol dan obat.3
- Perselisihan interpersonal. 3

2.5 PEDOMAN DIAGNOSTIK


Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut :

1. Ada banyak keluhan – keluhan fisik yang bermacam – macam yang tidak
dapat dijelaskan adanya dasar kelainan fisik, yang sudah berlangsung
sedikitnya 2 tahun.4

Gangguan Somatisasi Page 5


2. Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan – keluhannya.4
3. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang
berkaitan dengan sifat keluhan – keluhannya dan dampak dari perilakunya.4

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM-IV-TR memberi syarat awitan


gejala sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan gangguan, keluhan pasien harus
memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala seksual, dan 1
gejala pseudoneurologik, serta tak satu pun dapat dijelaskan melalui pemeriksaan
fisik dan laboratorik. Berikut kriteria diagnosis gangguan somatisasi menurut
DSM-IV-TR : 2,5

A. Riwayat banyak keluhan fisik, yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang
terjadi selama periode lebih dari beberapa tahun dan menyebabkan pencarian
pengobatan atau hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan dan fungsi penting
lainnya.5
B. Tiap kriteria berikut harus memenuhi, dengan gejala individual yang terjadi
kapan pun selama perjalanan dari gangguan : 5
1. Empat gejala nyeri : riwayat nyeri berkaitan dengan sedikitnya 4 tempat
atau fungsi yang berbeda ( mis: kepala, abdomen, punggung, sendi,
ekstremitas, dada, rektum, selama menstruasi, selama berhubungan
seksual, atau selama buang air kecil ).2
2. Dua gejala gastrointestinal : sedikitnya 2 riwayat gejala gastrointestinal
selain nyeri ( mis: mual, kembung, muntah bukan karena kehamilan, diare,
atau intoleransi beberapa makanan berbeda ).2
3. Satu gejala seksual : sedikitnya 1 riwayat gejala seksual atau reproduktif
selain nyeri ( mis: indiferens seksual, disfungsi ereksi atau ejakulasi, haid
tak teratur, perdarahan haid berlebihan, muntah sepanjang kehamilan ).5
4. Satu gejala pseudoneurologik : sekurangnya 1 riwayat gejala atau difisit
pseudoneurologik yang memberikan kesan adanya kondisi neurologik tak
terbatas pada nyeri ( gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau

Gangguan Somatisasi Page 6


keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, sulit menelan atau merasa
ada gumpalan tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, kehilangan
sensasi rasa sakit dan raba, penglihatan kabur, buta, tuli, bangkitan ; gejala
disosiatif seperti amnesia, hilang kesadaran bukan karena pingsan ).2,5
C. Salah satu dari 1 atau 2 :
1. Setelah penelitian yang sesuai, tiap gejala pada kriteria B tak dapat
sepenuhnya dijelaskan sebagai akibat kondisi medik umum atau
merupakan efek langsung dari zat ( mis: penyalahgunaan zat, karena
medikasi ).2
2. Apabila terdapat kondisi medik umum terkait, keluhan fisik atau hendaya
sosial atau pekerjaan yang diakibatkannya melebihi daripada yang
diharapkan berdasarkan riwayat, penemuan fisik dan laboratorium.5
D. Gejala – gejalanya tidak dibuat secara sengaja atau berpura – pura ( seperti
pada gangguan buatan atau berpura – pura ).5

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Klinisi harus selalu menyingkirkan kondisi medis nonpsikiatrik yang dapat


menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukan kelainan
yang sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama. Gangguan medis
tersebut adalah sklerosis multipel (MS), miastenia gravis, sistemik lupus
eritemotosus (SLE), aiquired immune deficiency syndrome (AIDS), porfiria
intermitten akut, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik kronis.
Awitan berbagai gejala somatik pada pasien yang berusia lebih dari 40 tahun
harus dianggap disebabkan oleh keadaan medis yang mendalam telah dilengkapi.2

Banyak gangguan mental yang dipertimbangkan dalam diagnosis banding,


yang dipersulit oleh pengamatan bahwa sekurangnya 50 persen pasien dengan
gangguan somatisasi menderita gangguan medis yang menyertai. Gangguan
depresi berat, gangguan kecemasan umum, dan skizofrenia semuanya dapat
tampak dengan keluhan utama yang berpusat pada gejala somatik. Tetapi, pada
semua gangguan tersebut, gejala depresi, kecemasan, atau psikosis akhirnya
menonjol diatas keluhan somatik. Walaupun pasien dengan keluhan somatik

Gangguan Somatisasi Page 7


mungkin mengeluh banyak gejala somatik yang berhubungan dengan serangan
paniknya, pasien tersebut tidak terganggua oleh gejala somatik diantara serangan
panik.2

2.8 PENATALAKSANAAN

Pasien dengan Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien


memiliki satu dokter yang diketahui sebagai dokter utamanya. Ketika lebih dari
satu klinis terlibat, pasien memiliki kesempatan lebih untuk mengekspresikan
keluhan somatiknya. Dokter utama harus melihat pasien selama kunjungan yang
terjadwal teratur, biasanya dengan interval satu bulan. Kunjungan ini harus relatif
singkat walaupun pemeriksaan fisik parsial harus dilakukan untuk memberikan
respons terhadap keluhan somatik baru. Prosedur laboratorium dan diagnostik
tambahan umumnya harus dihindari. Ketika diagnosis gangguan somatisasi telah
ditegakkan, dokter yang merawat harus mendengarkan keluhan somatik sebagai
ekspresi emosi, bukan sebagai keluhan medis. Meskipun demikian, pasien dengan
gangguan somatisasi juga dapat memiliki penyakit fisik yang sesungguhnya; oleh
sebab itu, dokter harus selalu menilai gejala mana yang harus diperiksa dan
sampai seberapa jauh.

Strategi jangka panjang yang beralasan untuk dokter di tempat pelayanan


primer yang merawat pasien dengan gangguan somatisasi adalah meningkatkan
kesadaran pasien akan kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam gejala
sampai pasien mampu menemui klinisi kesehatan jiwa. Pada kasus yang rumit
dengan banyak tampilan medis, psikiater lebih mampu menilai apakah harus
mencari konsultasi medis atau operasi berdasarkan kemampuan medisnya;
meskipun demikian profesional kesehatan jiwa nonmedis juga dapat menggali hal
psikologis sebelumnya dari gangguan tersebut, terutama jika erat berkonsultasi
dengan dokter.

Psikoterapi, baik individu maupun kelompok menurunkan pengeluaran


untuk perawatan kesehatan pribadi pasien hingga 50 persen, sebagian besar

Gangguan Somatisasi Page 8


dengan menurunkan angka perawatan rumah sakit. Pada lingkungan psikoterapi,
pasien dibantu beradaptasi dengan gejalanya, mengekspresikan emosi yang
mendasari, dan membangun strategi alternatif untuk mengekspresikan
perasaannya.

Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul


bersamaan dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki resiko,
tetapi juga diindikasikan terapi psikofarmakologis dan terapi psikoterapeutik pada
gangguan yang timbul bersamaan. Obat harus diawasi karena pasien dengan
gangguan somatisasi cenderung menggunakan obatnya dengan tidak teratur dan
tidak dapat dipercaya. Pada pasien tanpa gangguan jiwa lain, sedikit data yang
tersedia menunjukkan bahwa terapi farmakologis efektif bagi mereka. 1,2,3,5

2.9 PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS

Perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik. Diagnosis


biasanya ditegakkan sebelum usia 30 tahun, namun gejala awal sudah dimulai saat
remaja. Hampir semua gejala awal ( 90%-100% ) dari pasien dengan gangguan
konversi membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan.
Sebanyak 75% pasien tidak pernah mengalami gangguan ini lagi, namun 25%
mengalami episode tambahan pada saat mengalami tekanan. Masalah menstruasi
biasanya merupakan keluhan paling dini yang muncul pada wanita. Keluhan
seksual sering kali berkaitan dengan perselisihan dalam perkawinan. Periode
keluhan yang ringan berlangsung 9-12 bulan, sedangkan gejala yang berat dan
pengemangan dari keluhan-keluhan baru berlangsung selama 6-9 bulan. Sebelum
setahun biasanya pasien sudh mencari pertolongan medis. Adanya peningkatan
tekanan kehidupan mengakibatkan eksaserbasi gejala-gejala somatik.1,5

Gangguan Somatisasi Page 9


BAB III
KESIMPULAN

Gangguan somatisasi merupakan sindrom kronik yang dicirikan dengan


gejala-gejala somatik yang banyak yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan
pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Penyebabnya dapat karena faktor
psikososial dan factor biologis. Diagnosis gangguan somatisasi menurut DSM-IV-
TR memberi syarat awitan gejala sebelum usia 30 tahun. Selama perjalanan
gangguan, keluhan pasien harus memenuhi minimal 4 gejala nyeri, 2 gejala
gastrointestinal, 1 gejala seksual, dan 1 gejala pseudoneurologik, serta tak satu
pun dapat dijelaskan melalui pemeriksaan fisik dan laboratorik.
Penatalaksanaannya selain dengan psikoterapi yaitu dengan memberikan obat
psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan dengan gangguan mood
atau gangguan ansietas.

Gangguan Somatisasi Page 10


DAFTAR PUSTAKA

1. D. Elvira, Silvia. Buku Ajar PSIKIATRI edisi kedua. 2013. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 287-290
2. J, Benjamin Sadock,. A, Virginia Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi: 2.
2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 268-270
3. Puri, Basantik,. Laking, Paul J,. Treasaden, Ian H. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
2011. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 227-229
4. Maslim, Rusdi Dr. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
2013. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Hal: 84-86
dan 164-165
5. Kaplan, Harold I,. Sadock, Benjamin J,. Grebb Jack A. Sinopsis Psikiatri Jilid
2. 2010. Ciputat : Binapura Aksara Publisher. Hal: 85-89

Gangguan Somatisasi Page 11

Anda mungkin juga menyukai